Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara,
dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian
ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera.
Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu
banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan luka tembak.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis
pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama.
Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih
besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur banyak
terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan
kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan
pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause). Klien yang mengalami trauma medulla spinalis
khususnya bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya
dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk
mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi trauma spinal
seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas, pneumonia dan
hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk
dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.

Trauma Medula Spinalis| 1

Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu


lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan
persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula
spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek
medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu disertai
hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis /
tulang belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi
sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan
gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi
seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan
pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi.
Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk
mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.
Dalam kasus pra rumah sakit, penanganan pasien dilakukan setelah
pengkajian lokasi kejadian dilakukan. Apabila pengkajian awal lokasi kejadian
tidak dilakukan maka akan membahayakan jiwa paramedik dan orang lain di
sekitarnya sehingga jumlah korban akan meningkat. Dalam kasus ini, kematian
muncul akibat tiga hal: mati sesaat setelah kejadian, kematian akibat
perdarahan atau kerusakan organ vital, dan kematian akibat komplikasi dan
kegagalan fungsi organ-organ vital
Kematian mungkin terjadi dalam hitungan detik pada saat kejadian,
biasanya akibat cedera kepala hebat, cedera jantung atau cedera aortik.
Kematian akibat hal ini tidak dapat dicegah. Kematian berikutnya mungkin
muncul sekitar sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian pada fase ini
biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural, hemo atau
pneumothorak, robeknya organ-organ tubuh atau kehilangan darah. Kematian
akibat cedera-cedera tersebut dapat dicegah. Periode ini disebut sebagai
golden hour dimana tindakan yang segera dan tepat dapat menyelamatkan
nyawa korban.

Trauma Medula Spinalis| 2

Yang ketiga dapat terjadi beberapa hari setelah kejadian dan biasanya
diaklibatkan oleh sepsis atau kegagalan multi-organ. Tindakan tepat dan
segera untuk mengatasi syok dan hipoksemia selama golden hour dapat
mengurangi resiko kematian ini.
Dalam menangani kasus ini, meskipun dituntut untuk bekerja secara
cepat dan tepat, paramedik harus tetap mengutamakan keselamatan dirinya
sebagai prioritas utama sebelum menyentuh pasien. Pasien ditangani setelah
lokasi kejadian sudah benar-benar aman untuk tindakan pertolongan.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya makalah yang
berjudul Trauma medulla spinalis dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4

Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?


Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis ?
Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ?
Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula

1.2.5
1.2.6

Spinalis ?
Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula

1.2.7

Spinalis?
Bagaimana

Pemeriksaan

Diagnostik

dan

Pemeriksaan

Penunjang yang dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula


1.2.8

Spinalis ?
Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat

1.2.9

dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?


Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan

pada kasus Cedera Medula Spinalis ?


1.2.10 Bagaimana Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.3.1

Tujuan Umum

Trauma Medula Spinalis| 3

Membantu

mahasiswa

memahami

tentang

konsep

dasar

manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada


tubuh manusia yang diakibatkan oleh

cedera medula spinalis serta

mengetahui bagaimana konsep penyakit atau cedera medula spinalis


dan bagaimana Asuhan Keperawatannya..
1.3.2

Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.


1.3.2.2 Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis
1.3.2.3 Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula
Spinalis.
1.3.2.4 Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera
Medula Spinalis.
1.3.2.5 Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.6 Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus
Cedera Medula Spinalis..
1.3.2.7 Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.8 Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.9 Mengetahui Pelaksanaan
Asuhan Keperawatan yang
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.10 Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Persarafan.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa
dapat mengetahui dan memahami mekanisme dasar terjadinya kasus Cedera
Medula Spinalis yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem
susunan saraf

terutama pada struktur medula spinalis yang dapat terjadi

akibat berbagai sebab, sehingga dengan begitu mahasiswa dapat dengan

Trauma Medula Spinalis| 4

mudah untuk melakukan asuhan dan tindakan serta penanganan keperawatan


yang tepat terkait cedera medula spinalis tersebut

1.5 Metode Penulisan


Dalam

pembuatan

makalah

ini

penulis

menggunakan

metode

perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan dan pengumpulan datadata pada buku dan internet yang berkaitan dengan pembahasan pada cedera
medula spinalis. yang dapat ditimbulkan akibat gangguan pada susunan saraf
pusat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis

Trauma Medula Spinalis| 5

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui foramen inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang
torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus,
tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord.
.Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai
mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang
maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan. (Muttaqin, 2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang
diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf
pusat dan saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung
dari keadaan komplet atau inkomplet.

Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi


ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang
menyebebkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia
(Fransisca B.Batticaca,2008 : 30).

Trauma Medula Spinalis| 6

Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001). Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi
motorik)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan
medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau
lebih tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya
termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga
mengakibatkan defisit neurologi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada
tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum
longitudainalis posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk ke
kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah
kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada
usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini
seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau
duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang
(biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar,
robeknya bagaian pada tulang belakang akibat luka tusuk atau fraktur/
dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 ; 426)
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi
konduksi saraf terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi
perubahan sensasi, dan syok neurogenik. (Campbell, 2004 ; 130)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan
medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau
lebih tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya

Trauma Medula Spinalis| 7

termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga


mengakibatkan defisit neurologi. ( Lynda Juall,carpenito,edisi 10 ).
Chairuddin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang
belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan
pertama dan transportasi ke rumah sakit, penderita harus diperlakukan secara
hati-hati. Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang dan sumsum tulang
belakang (medula Spinalis)
Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur
atau cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak
didalam kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik, terpilin atau tertekan.
Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda dapat terjadi disetiap
tingkatan,kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya
separuhnya.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :
a. Quadriplegia

adalah

keadaan

paralisis/kelumpuhan

pada ekstermitas dan terjadi akibat trauma pada


segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada level
akan merusak sistem syaraf otonom khsusnya syaraf
simpatis misalnya adanya gangguan pernapasan.
b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya
fungsi modula karena kerusakan diatas segmen serfikal
6 (C6).
c. Inkomplit Quadriplegia

adalah

hilangnya

fungsi

neurologi karena kerusakan dibawah segmen serfikan 6


(C6).
d. Refpiratorik

Quadriplegia

(pentaplagia)

adalah

kerusakan yang terjadi pada serfikal pada bagian atas


(C1-C4) sehingga terjadi gangguan pernapasan.
e. Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah,
terjadi akibat kerusakan pada segmen parakal 2 (T2)
kebawah.
2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis)
TABEL. 1 Secara garis besar susunan sistem saraf manusia dijelaskan pada
diagram berikut.

Trauma Medula Spinalis| 8

Otak
Sistem saraf
pusat
Sistem saraf
Sumsum

Sadar

Otak besar
Otak tengah
Otak depan
Jembatan Varol
Otak kecil
Sumsum lanjutan
Sumsum tulang

belakang
31 pasang saraf sumsum tulang

Sistem saraf
Sistem saraf tepi
(kraniospinal)
Sistem saraf
tidak sadar
(otonom)

belakang (saraf spinal)


12 pasang saraf otak (saraf

kranial)
Sistem saraf simpatetik
Sistem saraf parasimpatetik

1. Medula Spinalis

Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf


pusat yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen
magnum ke bagian atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat
bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan
secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula
spinalis dengan quadriplegia.

Trauma Medula Spinalis| 9

Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf
spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya
saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara
tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang
saraf skralis, dan 1 pasang saraf koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis
dengan perantaran dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik
anterior atau ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran,
yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen
atau neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen medulla spinalis
terdapat dapat ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan
tonjolan tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer
ke medulla spinalis. Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla
spinalis dalam kolumna anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya
membentuk serabut-serabut radiks ventral yang berjalan menuju ke otot dan
kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan bersatu
membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu
mengandung serabut sensorik maupun serabut motorik.

Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan


segmen-segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma.
Bagian ventral merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian
utama yang membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan
ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral. Pada semua saraf spinal kecuali
bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk

Trauma Medula Spinalis| 10

jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah fleksus
servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf
servikal yang pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang
mempersarafi leher dan bagian belakang kepala. Salah satu cabang yang
penting sekali adalah saraf frenikus yang mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini
mempersarafi ekstremitras atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi
otot-otot abdomen bagian atas dan kulit dada serta abdomen. Pleksus
lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4 mempersarafi otot-otot dan
kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus sakralis dari
L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis. Saraf
utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf utama
dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf
ini menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha. Kulit
dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen
medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat
persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang
belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang.
Vertebrae itu berfungsi melindungi sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian
dalam dan tersusun atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf
konektor yang tidak bermielin. Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan
informasi dari sumsum tulang belakang ke serabut saraf spinal, atau
sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu pada sumsum tulang
belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-kupu. Sementara itu,
materi putih yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf
(akson bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari sumsum
tulang belakang menuju otak, atau sebaliknya.
Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran
(meninges). Di bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara
membran dalam dan membran tengah terdapat saluran tengah yang berisi
cairan serebrospinal. Cairan tersebut berfungsi memasok makanan bagi
sumsum tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau pelindung
dari goncangan. Sumsum tulang belakang berhubungan dengan

Trauma Medula Spinalis| 11

1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher


2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi
melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh,
yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masingmasing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.

A. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :


a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua
(axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata
cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus
spinasus paling panjang.

b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.

c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk
ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang,
memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga
pergerakannya lebih luas kearah fleksi.

d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung
yang membentuk tulang bayi.

e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior :
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal

Trauma Medula Spinalis| 12

melengkung kebelakang,

daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis

melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu


torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung
aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin
dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang
panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang
menghadap ke anterior adalah sekunder lengkung servikal berkembang
ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil
menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan
berjalan serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang
kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang
rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan
memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk
menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti
waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang
terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat
badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas
pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada
iga.

1. Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal,


sehingga

sifatnya

sensorik.

Berdasarkan

asalnya,

saraf

sumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan


menjadi:
a)
8 pasang saraf leher (saraf cervical) ( C1 sampai C8 )
Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior
saraf spinal C1 C4

Trauma Medula Spinalis| 13

(2)

Pleksus brakial C5 T1 / T2 mempersarafi


anggota

b)
c)
d)
e)

bagian

atas,

saraf

yang

mempersarafi anggota bawah L2 S3.


12 pasang saraf punggung (saraf thorax) (T1 - T2 )
5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar) ( L1 - L5 )
5 pasang saraf pinggul (saraf sacral) ( S1 - S5 )
1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).

Otot otot representative dan segmen segmen spinal yang


bersangkutan serta persarafannya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Otot bisep lengan C5 C6


Otot trisep C6 C8
Ototbrakial C6 C7
Otot intrinsic tangan C8 T1
Susunan otot dada T1 T8
Otot abdomen T6 T12
Otot quadrisep paha L2 L4
Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 S2

Trauma Medula Spinalis| 14

Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau
gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3
macam, yaitu:
1)

Plexus cervicalis (gabungan urat saraf

2)

leher)
Plexus branchialis (gabungan urat saraf

3)

lengan)
Plexus lumbo sakralis (gabungan urat
saraf punggung dan pinggang)

Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang


memanjang dari medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama
disebut medula spinalis
A. Struktur umum medula spinalis
1. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih.
Walaupun diameter medula spinalis bervariasi, diameter struktur ini
biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.
2. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi
keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai
3. 31 satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui
foramina intervertebral
4. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua.
Saraf spinal bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda
mengarah ke bawah, disebut korda ekuina, muncul dari kolumna
spinlia pada foramina intervertebral lumbal dan sakral yang tepat.
a. Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda
b. Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa piameter yang
melekat pada konus medularis ke kolumna vertebra
5. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang melapisi otak juga
melapisi korda
6. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura posterior (dorsal) yang
lebih dangkal menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi
bagian kanan dan kiri

Trauma Medula Spinalis| 15

B. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abuabu yang diselubungi substansi putih
1. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi abu-abu bentuknya
seperti huruf H
2. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan
mengandung badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen serta
akson tidak termielinisasi
a. Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang ventrikel atas
substansi abu-abu. Bagian ini mengandung badan sel yang
menerima sinyal melaluisaraf spinal dari neuron sensorik
b. Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang ventrikel bawah.
Bagian ini mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim
impuls melalui saraf spinal ke otot atau kelenjar
c. Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan
anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Bagian
ini mengandung badan sel neuron sistem SSO
d. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu disisi kiri
dan kanan melalui medula spinalis
C. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau satu radiks ventral.
Radiks dorsal terdiri dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang
memasuki korda. Radiks ventral adalah penghubung ventral dan
membawa serabut motorik ke korda

Trauma Medula Spinalis| 16

1. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda membentuk


tujuh sampai sepuluh cabang radiks
2. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen medula spinalis
menyatu untuk membentuk saraf spinal
3. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks dorsal yang
mengandung sel neuron sensorik

D. Traktus spinal.

Substansi

putih

korda

yang

terdiri

dari

akson

termielinisasi dibagi menjadi funikulus anterior, posterior, lateral. Dalam


funikulus terdapat fasikulus atau traktus. Traktus diberi nama sesuai
dengan lokasi, asal dan tujuannya.
1. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke
otak. Bagian penting traktus asenden meliputi:
A. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan reseptor peraba
masuk ke medula spinalis melalui radiks dorsal (neuron I).

Trauma Medula Spinalis| 17

Akson memasuki korda, berasenden untuk bersinaps dengan


nuklei grasilis dan kuneatus di medula bagian bawah (neuron
II). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan bersinaps
dalam talamus lateral (neuron III). Terminasinya berada pada
area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi mengenai
sentuhan, tekanan, vibrasi, dan tendon otot

B. Traktus spinoserebelar ventral (anterior) (berpasangan)


a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor kinestetik
(kesadaran akan posisi tubuh) pada otot dan tendon
memauki medula spinalis melalui radiks dorsal (neuron I)
dan bersinaps dalam tanduk posterior (neuron II). Akson
berasenden disisi yang sama atau berlawanan dan
berterminasi pada korteks serebral
b. Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral

membawa

informasi mengenai gerakan dan posisi keseluruhan


anggota gerak
C. Traktus spinoserebelar dorsal (posterior)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus spinoserebelar dorsal
memiliki awal dan akhir yang sama dengan impuls dari
traktus spinoserebelar ventral, walaupun demikian, akson
pada neuron II dalam tanduk posterior bersenden disisi yang
sama menuju korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa informasi
mengenai propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi
tubuh, keseimbangan, dan arah gerakan)
D. Traktus spinotalamik ventral (anterior)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk
ke medulla spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan
bersinaps dalam tanduk posterior disisi yang sama (neuron
II). Akson menyilang kesisi yang berlawanan dan berasenden
untuk

bersinapsis dalam talamus (neuron III). Akson

berujung dalam area somestetik korteks serebral

Trauma Medula Spinalis| 18

b. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral

membawa informasi

mengenai sentuhan, suhu dan nyeri

2. Traktus Motorik (Desenden) Mmebawa impuls motorik dari otak ke


medulla spinalis dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus
motorik yang penting meliputi:
A. Traktus kortikospinal lateral (piramidal)
a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks
serebral. Akosn berdesenden ke medulla tempat sebagian
besar serabut berdekusasi dan terus memanjang sampai ke
tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau melalui
interneuron dengan neuron motorik bagian bawah (neuron
II) dalam tanduk anterior. Akson berterminasi pada lempeng
ujung motorik otot rangka.
b. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls
untuk koordiasi dan ketepatan gerakan volunter
B. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior)
a. Origo dan tujuan.
Neuron I berasal dari sel piramidal pada
area motorik korteks serebral dan berdesenden sampai ke
medulla

spinalis.

berlawanan

tepat

Disini

akson

sebelum

menyilang

bersinapsis,

maupun melalui interneuron dengan

ke

secara

sisi

yang

langsung

neuron II dalam tanduk

anterior
b. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama
dengan

traktus

kortokospinal

lateral.

Traktus

tersebut

menghantarkan impuls untuk koordinasi dan ketepatan gerakan


volunter.
C. Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain,
misalnya nuklei motorik dalam korteks serebral dan area subkortikal di
otak
a. Traktus retikulospinal berasal dari formasi retikular (neuron I)
dan berujung (neuron II) pada sisi yang sama dineuron motorik
bagian bawah dalam tanduk anterior medula spinalis. Impuls

Trauma Medula Spinalis| 19

memberikan semacam pengaruh fasilitas pada ekstensor


tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu pengaruh
inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot
b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nukleus vestribular
lateral dalam medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi
yang sama untuk untuk berujung (neuron II) pada tanduk
anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan tonus otot
dalam aktivitas refleks
c. Traktus vestibulospinal medial baerasal dari nukleus vestibular
medial dalam medula dan menyilang ke sisi yang berlawanan
untuk

berakhir

pada

tanduk

anterior.

Traktus

ini

tidak

berdesenden ke bawah area serviks. Traktus ini berkaitan


dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher
d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nukleus merah otak
tengah, traktus olivospinal yang berasal dari olive inferior
medula dan traktus tektospinal yang berasal dari bagian tektum
otak tengah, juga termasuk jenis traktus ekstrapiramidal yang
berhubungan dengan postur dan tonus otot.
Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal
ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf
tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi
ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron
eferen.
1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen
intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi 4 divisi
a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla spinalis melalui
foramen sama yang digunakan saraf untuk keluar dan mempersarafi
meninges, pembuluh darah medula spinalis dan ligamen vertebralis
b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang menyebar kearah
posterior untuk mempersarafi otot dan kulit pada bagian belakang
kepala, leher, dan pada trunkus di regia saraf spinal
c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang mensuplai bagian
anterior dan lateral pada trunkus dan anggota gerak
d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini memiliki ramus
komunikans putih dan ramus komunikans abu-abu yang membentuk

Trauma Medula Spinalis| 20

hubungan abtara medula spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis


SSO
2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus
ventral seluruh saraf spinal, kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal
saraf intercostae
a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral keempat saraf serviks
pertama- C1, C2, C3, C4- dan sebagian C5. Saraf ini menginversi
otot leher, dan kulit kepala, leher serta dada. Saraf terpenting yang
berawal dari pleksus ini adalah saraf frenik yang menginversi
diagfragma
b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5, C6,
C7, C8, dan saraf toraks pertama T1 dengan melibatkan C4 dan T2.
Saraf dari pleksus brakhial mensuplai lengan atas dan beberapa otot
pada leher dan bahu
c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal L1, L2, L3, L4
dengan bantuan T12. Saraf dari pleksus ini menginversi kulit dan
otot dinding abdomen, paha dan genetalia eksternal. Saraf terbesar
adalah saraf femoral, yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit
pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah
d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2, dan
S3, serta konstribusi dari L4, L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini
menginversi anggota gerak bawah, bokong, dan regia perineal, saraf
terbesar adalah saraf sklatik
e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal
koksiks, dengan konstribusi dari ramus S4. Pleksus ini merupakan
awal saraf koksiks yang mensupali regia koksiks.

Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua
buah akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap
akar anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan
sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu
baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak
paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang

Trauma Medula Spinalis| 21

akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar
posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum
tulang belakang pada satu alur di permukaan belakang sumsum tulang
belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang
dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior bertaut satu sama
lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang
melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera
bercabang menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang
penghubung.
Cabang-cabang

belakang

saraf

spinal

mempersarafi

otot-otot

punggung sejati dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan


mempersarafi semua otot kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak
serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk
persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan
(plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek
ke arah bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan
tangan. Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggotaanggota gerak bawah dan untuk panggul sebuah anyaman yang disebut
plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa cabang pendek ke
arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai
atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini
terletak di bidang posterior tulang paha.

Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula


ablongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir
diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis
meruncing sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis
dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang menembus kantong
durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang
berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura

Trauma Medula Spinalis| 22

anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura
sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan
lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani
anggota badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk
saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut
menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya
menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf
penghubung

menghantarkan

impuls-impuls

menuju

karnu

anterior medula spinalis.


4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang
menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut
sarag motorik.
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang
oleh impuls saraf motorik.
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila
terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada
daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis
pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak
bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

B. Sendi Kolumna Vertebra


Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang diletakkan
diantara setiap dua vertebra, dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan didepan
dan dibelakang badan-badan vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa
otot disetiap sisi membantu kestabilan tulang belakang sepenuhnya.
Diskus Intervetebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal
dari tulang rawan fibrosa yang terdapat diantara badan vertebra yang dapat
bergerak

Trauma Medula Spinalis| 23

C. Meningen Spinal
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan
saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa
membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan
medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan
duramater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa,
Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh
darah, nyambung dengan medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan
duramater disebut dengan epidural yang merupakan area yang mengandung
banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan
arachnoid disebut dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF.
Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada
rongga ini terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar
syaraf
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak
yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura,
juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke
kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid
mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter,
tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.

Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang


berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid
tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang
subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna
magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya
adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di
permukaan

venttralmesensefalon,

sisterna

siasmatis

di

depan

lamina

terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat


sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna
interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang
merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan

Trauma Medula Spinalis| 24

selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid


dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan
serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.
1. Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat
jaringan ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang
mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural
2. Ruang Subdural
Diantara lapisan

dalam

durameter

dan

arakhnoid

yang

mengandung sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang


subdural .

D. Cairan SerebroSpinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan
salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis
terhadap trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume
otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml)
dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra
sel maupun intra sel.

Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau


500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml
dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,
sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal
tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar
patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat
membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga
untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan
prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan
yang

aman,

tidak

mahal

dan

cepat

untuk

menetapkan

diagnosa,

Trauma Medula Spinalis| 25

mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test


sensitivitas antibiotika.

E. Suplai Darah Medula Spinalis


Medula spinalis menerima darah melalui cabang-cabang arteri
vertebralis (arteri spinatis anterior dan posterior serta cabang-cabangnya) dan
dari pembuluh-pembuluh segmental regional yang berasal dari aorta torakalis
dan abdominalis (arteri radikularis dan cabang-cabangnya). Dari tempat
percabangannya pada arteri vertebralis disepanjang medula, arteri spinalis
anterior dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu:
1) arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2)
arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis
sehingga merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan
disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri.
Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan
otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam
spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus
yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.

Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini


berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai
pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus
magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula
oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri
vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian
berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri
posterior kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah
facies convexa lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai
setinggi sulcus temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies
medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri.

Trauma Medula Spinalis| 26

Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran


darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang
berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal
dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk
Circle of willis yang terdapat pada bagian dasar otak.
Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri
media dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri
posterior.

F. Refleks Spinal

Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu


stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan
seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan
refleks somatis dan Refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau
kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.

G. Konsep Refleks
Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan. Tindakan refleks merupakan gerakan motorik involunter atau
respons sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus sensorik,
seperti refleks menarik diri, bersin, batuk, dan mengedip (Sue Hinchlift).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu
respons refleks terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan untuk

Trauma Medula Spinalis| 27

diregangkan, otot ini akan kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks
regang. Rangsangan yang membangkitkan refleks regang adalah regangan
pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot yang diregangkan itu.
Reseptor refleks ini adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang
tercetus oleh kumparan otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik
penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke neuron-neuron motorik yang
mempersarafi otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps pusat adalah
glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling
banyak digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di
tendon patella yang akan membangkitkan refleks patella, yaitu refleks regang
otot quadriseps femoris, akibat ketukan pada tendon akan meregangkan otot.
Kontraksi serupa akan timbul bila otot quadriseps diregang secara manual
(Ganong, 1999).
Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron
motorik ke suatu otot dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan
disebut flaksid. Otot yang hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai
tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya refleks regang yang
hiperaktif. Diantara keadaan flaksid dan spastis terdapat area yang sering kali
di salah artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik bila
pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila tinggi.
Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen
adalah klonus. Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang
teratur dan berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus
pergelangan kaki merupakan contoh yang khas. Klonus ini dimulai dengan
dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap, dan reponsnya adalah plantarfleksi
pergelangan kaki berirama.
Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan rangsangan di kulit
atau dengan peregangan otot, tetapi respons fleksor kuat yang disertai
gerakan menarik diri hanya dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya.
Karena itu, rangsang ini disebut rangsang nosiseptif. Respons menarik diri dari
fleksi ekstremitas yang dirangsang menjauhkan tungkai dari sumber iritasi dan
ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik diri sangat kuat,
refleks ini menguasai jaras-jaras spinal sehingga membatalkan semua
kegiatan refleks lain yang terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).

Trauma Medula Spinalis| 28

H. Saraf spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm
dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat
alur yang dangkal secara longitudinal di bagian medial posterior berupa sulkus
dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui foramen intervertebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal
diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf
tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital
dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan
kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang
vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf
spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen
yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula
spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari seratserat eferen. Serat
eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis),
sedangkan serat eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan
(radix ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf
spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf
spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5
pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk
kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut
interneuron yang tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu
interneuron sampai yang sangat kompleks banyak interneuron. Dalam
menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani suatu segmen
tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi
sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat
memberikan gambaran letak kerusakan.
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:
1.

Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan


sekitarnya.

Trauma Medula Spinalis| 29

2.

Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak

3.

belakang dalam trungkusnya.


Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus

4.

anterior.
Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah
bagian posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus,
otot brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan
mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan

5.

bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.


Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot
subclavius, Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6,

6.

dan C7, mempersarafi otot serratus anterior.


Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi

7.

deltoideus dan otot trapezius, otot latissimus dorsi.


Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum

8.

humeri.
Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan

9.

C6, mempersarafi otot subclavius..


Nervus supcapulari: Nervus ini

bersal

dari

ramus

otot

C5,

mempersarafi otot rhomboideus major dan minor serta otot


10.

levator scapulae,
Nervus
supracaplaris:

11.
12.
13.
14.

mempersarafi otot supraspinatus dan infraspinatus.


Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
Nervus intercostalis
Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit

15.

sisi medial lengan atas.


Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi

16.

medial lengan bawah.


Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan

Berasal

dari

trunkus

superior,

bawah dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah


17.

medial.
Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus

18.

medianus.
Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi
otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii.
Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis

19.

dari lengan atas.


Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari
ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus.

Trauma Medula Spinalis| 30

20.
21.

Nervus transverses colli


Nervus nuricularis: Nervus

auricularis

posterior

berjalan

berdekatan menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas


22.

dengan lamina terminalis,


NervusSubcostalis: Mempersarafi

23.

letaknya.
Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada

24.

medulla spinalis.
Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal,

25.

atau kelamin manusia.


NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada

sistem

kerja

ginjal

dan

medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas


26.

major setinggi vertebra lumbalis .


Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas,

27.

bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.


NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan

28.

otot paha.
NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan
paha, walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang

29.
30.

lebih tinggi.
Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi

31.

bagian (s2 dan s3) pada bagian lengan bawah.


Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan
ujung spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus
menyarafi otot levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ),
sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.

Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis


Jumlah

Medula

7 pasang

daerah
Servix

spinalis

Menuju
Kulit kepala, leher dan otot
tangan, membentuk daerah

12 pasang

Punggung/toraks

tengkuk.
Organ-organ dalam, membentuk

5 pasang

Lumbal/pinggang

bagian belakang torax atau dada.


Paha, membentuk daerah lumbal

5 pasang

Sakral/kelangkang

atau pinggang.
Otot betis, kaki dan jari kaki,
membentuk os sakrum (tulang

Trauma Medula Spinalis| 31

1 pasang

kelangkang).
Sekitar tulang ekor, membentuk

Koksigeal

tulang koksigeus (tulang tungging)


(Sumber: Sistem Saraf I Andienchandras Blog.htm)

Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu,


maka

akan

mempengaruhi

sistem

saraf

disekitarnya,

bahkan

bisa

menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak


bawah (kaki).

Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak
sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di
atur oleh otak sedangkan sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol
aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut jantung, sistem
pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lain-lain.

Trauma Medula Spinalis| 32

Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai berikut.


1. Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron

sensori

ditransmisikan

dengan

bantuan

interneuron

(impuls

saraf dari dan ke otak).


2. Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum

tulang belakang juga biasa disebut saraf refleks.


3. Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

Trauma Medula Spinalis| 33

2.3 Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis

Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang


mengenai tulang belakang dimana trauma tersebut melampaui batas
kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf di dalamnya
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah
torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan
dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat
beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa
gangguan peredaran darah, atau perdarahan.Kelainan sekunder pada
sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia
disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu

disadar

bahwa

kerusakan

pada

sumsum

belakang

merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi


dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan
apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari
jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema.
A. Etiologi cedera spinal adalah:
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah
raga, luka tusuk atau luka tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati,
myelitis, osteoporosis, tumor.

Trauma Medula Spinalis| 34

Menurut

Arif

muttaqin

(2005,

hal.

98)

penyebab

dari

cedera medula spinalis adalah

4.
5.
6.
7.

1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).


2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
Kejatuhan benda keras
Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis
yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono,
2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla
spinalis slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan
mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis
akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis
yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia,
tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11. Infeksi
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil
atau sepeda motor.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis
1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan
pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan
bermotor.
2. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena
faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause).
3. Status Nutrisi

2.4 Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan
kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis
tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak
langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis
disebut whiplash/trauma indirek.

Trauma Medula Spinalis| 35

Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari


tulang belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada
tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada
waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti
secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam dan
masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,
hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi.
Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau
menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak
berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh
kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan
medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat
dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di
medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang

secara

langsung

karena

tertutup

atau

peluru

yang

dapat

mematahkan / menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi


transversa

medulla

(segmentransversa,

spinalis

tergantung

hemitransversa,

pada

kuadran

segmen

transversa).

yang

terkena

hematomielia

adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan


bertempat di substansia grisea. Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari
jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau
fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla
spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra


meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah
yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat
sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan
abses didalam kanalis vertebralis
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis
dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna

Trauma Medula Spinalis| 36

5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri
radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks
terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan
motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik
pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana
pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi
medula (baik salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap
medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke
extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera
Setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf
mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula
spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera
pembuluh

darah

medula

spinalis,

tetapi

proses

patogenik

dianggap

menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu
rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,
edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan
mielin dan akson.

Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis


pada tingkat cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah
cidera. Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa
metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obatobat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan
sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan
menetap

Trauma Medula Spinalis| 37

Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang


belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah
tulang sederhana kompresi dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang
belakang dapat berupa memar / kontusio laserasi dengan / tanpa perdarahan.
Blok syaraf simpatis pelepasan mediator kimia iskemia, dan hipoksemia, syok
spinal, gangguan fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis
umumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla
spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat
paha dan bagian dari bokong.
2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior
paha.
3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
Mekanisme

utama

terjadinya

cedera

vertebra

adalah

karena

hiperekstensi, hiperfleksi, trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau
kombinasi. Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area
cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi deselerasi. Cedera
akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan atau tarikan yang berlebihan,
kompresi dan perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba tiba.

Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk,


hematoma, edema, regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi pada
spinal. Adanya perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter
menurunkan

perfusi

vaskuler

dan

menurunkan

kadar

oksigen

dan

menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut


mengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam
white matter akan kembali menjadi normal kurang lenih 24 jam. Perubahan
kimia dan metabolisme yang terjadi adalah meningkatnya asam laktat dalam

Trauma Medula Spinalis| 38

jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 enit setelah trauma,
meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine
disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock)
yaitu terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan
pemotongan

komplit

rangsangan.

Pemotongan

komplit

rangsangan

menimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah garis


kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung beberpa minggu sampai
beberapa bulan (3 6 minggu).
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur
kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan
kompresi medula spinalis pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan
bermanifestasi pada kompresi radiks, dan distribusi saraf sesuai segmen dari
tulang belakang servikal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera
C1 C 4

Fungsi yang Hilang


Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke
bawah. Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya

C5

bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah.
Hilangnya sensasi di bawah klavikula. Tidak

C6

terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan
lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan dan
jempol.

C7

Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu,


siku,

pergelangan

dan

bagian

dari

lengan.

Sensasi lebih banyak pada lengan dan tangan


dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami
C8

fungsi yang sama dengan C5.


Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari
lengan mengalami kelemahan. Hilangnya sensai di

T1-T6

bawah dada.
Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di
bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot
interkosta mengalami kerusakan. Hilangnya kontrol

Trauma Medula Spinalis| 39

T6 T12

bowel dan blader.


Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di
bawah pinggang. Fungsi pernafasan sempurna

L1 L3

tetapi hilangnya fngsi bowel dan blader.


Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai.
Hilangnya sensasi dari abdomen bagian bawah

L4 S1

dan tungkai. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal
paha, lutut dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan

S2 S4

blader.
Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.
Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum. Pada
keadaan awal terjadi gangguan bowel dan blader.

Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak
stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan
tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan
biasanya resikonya lebih rendah. Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat
mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari
oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan
(sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus
intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis,
dan ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan
memaksa kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga
kepala itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus
dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra

menjadi baji; ini

adalah cedera yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling
sering ditemukan. Jika ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil
dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan diatas badan vertebra
dibawahnya.
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung
pada torakal atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang
akan mengalami fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur

Trauma Medula Spinalis| 40

kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis pada
segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan
dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung
mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra
menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst Fracture, kerusakan pada
badan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan lebih parah di
mana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak
stabil.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian
dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla
spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system,
diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan
terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan
saraf ini terputus maka akan menimbulkan paralisis dan
paraplegi pada ekstremitas.
2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan
makroskopis yang akan menimbulkan reaksi peradangan,
dari reaksi peradangan tersebut akan melepaskan mediator
kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan
akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan
syok

spinal

menurunkan

yang
tingkat

apabila

berkepanjangan

kesadaran.

Reaksi

dapat

peradangan

tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema


yang dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah
dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan
mengalami hipoksia jaringan. Reaksi anastetik yang
ditimbulkan

dari

reaksi

peradangan

tersebut

juga

menimbulkan kerusakan pada system eliminasi urine.


3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari
cedera tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan
otot pernapasan sehinggan pemasukan oksigen ke dalam

Trauma Medula Spinalis| 41

tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen


ke dalam tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi
dengan meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga
timbul sesak.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia
dewasa yang memiliki perubahan degenerative vertebra,usia muda yang
mendapat kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda
yang mengalami cedera leher saat menyelam.Jenis cedera ini menyebabkan
medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan mengakibatkan
kontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi lengkap dan medulla spinalis
dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan
kehilangan fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau
melompat dari ketinggian dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan
mengakibatkan fraktur vertebra dan menekan medulla spinalis .Diskus dan
fragmen tulang dapat masuk ke medulla spinalis .Lumbal dan toraks vertebra
umumnya

akan

mengalami

cedera

serta

menyebabkan

edema

dan

perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi


sensasi.
Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada kerusakan
struktur kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis,
torakalis, lumbal dan sakral, serta kompresi medula spinalis pada setiap
sisinya yang dapat bermanifestasi pada kompresi radiks dan distribusi saraf
sesuai segmen dari tulang belakang.
Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera spinal stabil
maupun tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya
tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak
dan risikonya lebih rendah.
Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran
lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior
(pedikulus, sendi-sendi permukaan, komponen pertengahan dan kolumna
anterior.

Trauma Medula Spinalis| 42

Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal


pada C5 dan C6. Jika mengenai spina torakalumbar, terjadi pada T12-L1.
Fraktur lumbar adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakng bagian
bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur vertebra, kerusakan
pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis.

1.5 Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis


1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan
dapat terjadi subluksasi
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur
faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di
atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.

3. Kompresi Vertikal (aksial)


Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang
akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk
dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah).
Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi
bersifat stabil
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada
vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami

Trauma Medula Spinalis| 43

kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat
stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra,
dan sendi faset.
6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang
dan terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang

Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell


(2004 ; 131) :
1. Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
2. Hiperfleksi
Ke pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
3. Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher
atau batang tubuh.
4. Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga terjadi
pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.
5. Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari kolumna
spinalis.
6. Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.

Trauma Medula Spinalis| 44

Faktor yang membedakan cedera medulla spinalis dengan cedera


kranio serebral adalah:
1.

Konsentrasi

yang tinggi dari traktus

pusat saraf yang


penting dalam suatu struktur yang diameternya relative kecil.
2.
Posisi medulla spinalis dalam

dan

kolumna

vertebralis
Adanya osteofit
Fariasi suplai pembuluh darah

3.
4.

Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula spinalis, ada
4 mekanisme yang mendasari:
1.

Kompresi

asing,

oleh tulang,

ligamen,

benda

dan hematoma. Kerusakan paling

berat disebabkan oleh kompresi tulang, kompresi


dari fragmen korpus vertebra yang tergeser ke
belakang, dan cedera hiperekstensi.
2.
Tarikan/regangan jaringan: regangan yang
berlebihan

yang

menyebabkan

gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi.


Toleransi regangan
pada
mendula
spinalis
menurun sesuai dengan usia yang bertambah.
3.
Edema medula spinalis timbul segera dan
menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih
lanjut serta aliran balik vena,
cedera primer.
4.
Gangguan

yang

menyertai
sirkulasi

merupakan hasil kompresi

oleh

Trauma Medula Spinalis| 45

tulang atau struktur

lain

pada sistem arteri

spinalis posterior atau anterior.


Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada
sumsum tulang belakang dan saraf tulang belakang adalah:
a. Transeksi tidak total.
Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi
karena terjadi pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra
yang mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi
perdarahan pada sumsum tulang yang disebut hematomielia.
b. Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan
fraktur dislokasi. Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi
yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah
trauma.

1.6 Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis


Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides
mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil.
Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau
lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil
mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury),
dan burst fracture hebat.
1. Cedera stabil
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan
untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus
neural intak serta ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang,
terutama ligament longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan
oleh tenga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna
tulang belakang dan paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta
lumbal (fruktur baji badan ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi
akut pada tulang belakang).
a. Fleksi

Trauma Medula Spinalis| 46

Cedera

fleksi

akibat

fraktura

kompresi

baji

dari

vertebra

torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik


tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan
penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama
beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi
terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia
simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips
dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan
ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan
tidak lazim ditemukan.
b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini
stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan
pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.

c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1)
protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura
ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori
yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit
neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di
tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa
minggu. Meskipun fraktura ledakan agak stabil, keterlibatan
neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam
kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang
lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik,
pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejalagejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong
vertebra

yang

digunakan

selama

atau

bulan

direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus


dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior,

Trauma Medula Spinalis| 47

lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau


graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah
dekompresi.
2. Cedera Tidak Stabil
Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini
disebabkan oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi
yang cukup untuk merobek ligament longitudinal posterior serta merusak
keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun
oleh dislokasi sendi apofiseal.
a. Cedera Rotasi Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura
dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera
ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati
untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini
paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan
berhubungan

dengan

insiden

yang

tinggi

dari

gangguan

neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama


CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser
dan

stabilisasi

spinal

menggunakan

berbagai

alat

metalik

diindikasikan.
b. Fraktura Potong
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat
trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah.
Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia
lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah
lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas
yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani
seperti pada cedera fleksi-rotasi.
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera
sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura
biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.
Klasifikasi trauma Medula Spinalis
Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :

Trauma Medula Spinalis| 48

1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula


spinalis hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara
sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema,
perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh
darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat
dari tekanan pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata,
ligament dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan
reaksi peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi
kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka
tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

2.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi. Kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya
fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock
spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang
belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini
umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya
adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan
fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.
Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula
pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak
berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan
gangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot
lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada
kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu (Price &Wilson
(1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada
umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh

Trauma Medula Spinalis| 49

hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh


ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang
memikul

barang

berat

diatas

kepala,

kemudian

terjadi

gangguan

keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang


sekonyong-konyong di hiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese
parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas
atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu (Aston. J.N, 1998).
Kerusakan

tulang

belakang

setinggi

vertebra

lumbal

dan

mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi,


impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa (Aston. J.N,
1998).

Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)


a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

yang terkena
Paraplegia
Tingkat neurologik
Paralisis sensorik motorik total
Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
Penurunan keringat dan tonus vasomoto
Penurunan fungsi pernafasan
Gagal nafas
Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan
keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan

vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas
bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

Trauma Medula Spinalis| 50

2.8 Tanda dan Gejala


Tanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi: Flaccid
paralisis dibawah batas luka, hilangnya sensasi dibawah batas luka, hilangnya
reflek-reflek spinal dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor
(Hipotensi),Tidak ada keringat dibawah batas luka, inkontinensia urine dan
retensi feses berlangsung lama hiperreflek/paralisis spastic
Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisis, tidak
simetrisnya hilangnya reflek dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh
dibawah batas luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau bowel,
berkurangnya keluarnya keringat satu sisi tubuh.
Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis
Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung dari tingkat
kerusakan dan lokasi kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya
hilangnya gerakan volunter, hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan
proprioseption, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal
dan refleks autonom.
1.
1. Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis
sehingga stimulus refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada
blader, refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.
2. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit
transversal, dimana pasien trejadi ketidakmampuan melakukan
pergerakan.

Trauma Medula Spinalis| 51

2. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya
tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan
inkontinensia urine dan retensi feses.
3. Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan
refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.
4. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki laki adanya impotensi,
menurunnya sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi
tetapi tidak dapat ejakulasi.
Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai
berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Pernapasan dangkal
Penggunaan otot-otot pernapasan
Pergerakan dinding dada
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
Bradikardi
Kulit teraba hangat dan kering
Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana

suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)


8) Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak
9) Kehilangan sensasi
10) Terjadi
paralisis,
paraparesis,
paraplegia
atau
quadriparesis/quadriplegia
11) Adanya spasme otot, kekakuan

Menurut menurut Campbell (2004 ; 133)


1)
2)
3)
4)
5)
6)

Kelemahan otot
Adanya deformitas tulang belakang
Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

Trauma Medula Spinalis| 52

2.9 Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai
harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi
selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian
fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat
berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula
spinalis dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat
terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang
sangat rendah, terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari
72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk
cervical spine fractures and dislocations
sangat bervariasi, tergantung pada tingkat kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya
kerusakansaraf tulang belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga

ditentukan

oleh

pencegahandan keefektifan pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia,


dan infeksisaluran kemih.
7. Secara umum, sebagian

besar

individu

mendapatkan

kembali

beberapafungsi motorik, terutama dalam enam bulan pertama, meskipun


mungkinada perbaikan lebih lanjut yang perlu diamati diamati di tahun
akan dating.(Tidy, 2014)

Trauma Medula Spinalis| 53

2.10 Komplikasi
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas
cedera lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih
pasien dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala
atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera
penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan
penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal.
Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan
syok. (Wikipedia, Maret, 2009).
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi
medula (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai transaksi lengkap
medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes
keekstra dural, subdural, atau daerah subarakhloid pada kanal spinal. Setelah
terjadi kontisio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis
menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi
nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan
bertambahnya usia. Selain itu, serabut-serabut itu menjadi kasar dan
mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia
nukleus pulposus melalui anulus, dan menekan radiks saraf spinal.
1. Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahanperdarahan kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan
pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan didalam dan disekitar korda. Peningkatan tekanan menekan saraf dan
menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis
meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf
didarah tersebut terhambat atau terjerat.

Trauma Medula Spinalis| 54

2. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.


Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks
setinggi dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut
syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas
kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi
sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen
diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontrol
sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi
pembengkakan dan hipoksia yang parah.
3. Syok spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari
dua segmen diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang
adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum,
tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat
hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah
neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi
refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat
lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang
ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan
rektum.
4. Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar
refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia
otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu
rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu
refleks

yang

melibatkan

pengaktifan

sistem

saraf

simpatis.

Dengan

diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh


darah dan penngkatan tekanan darah sistem

Trauma Medula Spinalis| 55

Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan darahnya akan


segera diketahui oleh baroreseptor. Sebagai respon terhadap pengaktifan
baroreseptor, pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi
parasimpatis

kejantung

sehingga

kecepatan

denyut

jantunhg

melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi


pembuluh darah. Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara
cepat memulihkan tekanan darah kenormal. Pada individu yang mengalami
lesi korda, pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut
jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera, namun saraf desendens tidak
dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis
dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi
200

mmHg

sistolik,

sehingga

terjadi

stroke

atau

infark miokardium.

Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi


kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk
nyeri.
1. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter. Pada
transeksi korda spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas
dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan
disebut kuadriplegia. Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi
korda dibawah C6 dan disebut paraplegia. Apabila hanya separuh korda yang
mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
2. Autonomic Dysreflexia
Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical. Bradikardia, hipertensi
paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal
stuffness
3. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita
kenikmatan seksual berubah
4. Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.

Trauma Medula Spinalis| 56

5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler


diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka
atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan
alat seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan
organ lain.
Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi

2.11 Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Diagnostik Meliputi:

Trauma Medula Spinalis| 57

a.

Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera

b.

setelah pasien tiba di rumah sakit


Pemeriksaan
tulang
belakang:

deformasi,

pembengkakan, nyeri tekan, gangguan gerakan(terutama


c.

leher)
Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan
lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus mulut

d.

terbuka (odontoid).
Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat
defisit neurologi harus dilakukan MRI atau CT mielografi.

Pemeriksan diagnostik dengan cara :


a.

Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi),

b.

unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi


CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun

c.

struktural
MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan

d.

kompresi
Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika
faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada
ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan

e.

dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).


Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru

f.

(contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)


Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) :
mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada
pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada
trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot

g.

interkostal).
GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya

h.

ventilasi
Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya

i.

Hb dan Hmt.
Urodinamik, proses pengosongan bladder.

Trauma Medula Spinalis| 58

Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat


setiap adanya kelainan atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan
diahnostik. Pada pemeriksaan radiologis servikal didapatkan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke depan


Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur
Fraktur pada badan vertebra
Fraktur kompresi
Subluksasi pada tulang belakang servikal
Dislokasi pada tulang belakang servikal

Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto
Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai:
1.
2.
3.
4.
5.

Diameter anteroposterior kanal spinal


Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
Ketinggian ruangan diskus intervertebralis
Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah dari vertebra atau

menglami penekanan disertai hilangnya ketinggian dari badan vertebra, yang


sering kali disertai desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan
kurvatura aspek posterior yang normal dari badan vertebra. Fragmen-fragmen
tulang dapat bergeser ke posterior ke dalam kanalis spinalis sehingga terjadi
defisit neurologis.

CT Scan dan MRI


CT

Scan

dan

MRI

bermanfaat

untuk

menunjukkan

tingkat

penyumbatan kanalis spinalis. Pada fraktur dislokasi cedera paling sering


terjadi pada sambungan torako-lumbal dan biasanya disertai dengan
kerusakan pada bagian terbawah korda atau kauda ekuina. Klien harus
diperiksa dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau akar
saraf lebih jauh.

Trauma Medula Spinalis| 59

2.12 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara, Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada
kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula
spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1)

Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada


papan spinal (punggung), dengan kepala dan leher dalam

2)

posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.


Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien

3)

untuk mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.


Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk
mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan

4)

spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.


Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban
dengan hati- hati keatas papan untuk memindahkan
memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir
dapat

merusak

medula

spinais

ireversibel

yang

menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah,


atau memotong medula komplit.

Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma


karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Pemindahan
pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir
atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.

Trauma Medula Spinalis| 60

Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka


pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya
jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan
ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan ini
tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien
harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur
dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula
spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit
neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi
dan kestabilan kardiovaskuler.

Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang
masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau
cedera lain yang menyertai, mencegah, serta metu rnengobati
komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut. Reabduksi atau
sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulanged). Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi
tulang belakang untuk melindungi koral spiral.

Trauma Medula Spinalis| 61

2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi


internal,atau debridement luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak
stabilan

tulang

belakang,

cedera

ligamen

tanpa

fraktur,

deformitas tulang belakang, progresif, cedara yang tak dapat di


reabduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran
darah koral spiral. Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah
30 mg/kg BB diikuti 5,4 mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan
dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan
neurologis.

Gangliosida

mungkin

juga

akan

memperbaiki

pemulihan setelah cedera koral spiral.


5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan
fungsi sensorik, motorik, dan penting untuk melacak defisit yang
progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi,
dan mecak keadaan dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti
angulasi atau baji dari badan ruas tulang belakang, fraktur
proses

transverses,

spinous,dan

lainnya.

Tindakannya

simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi


dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara
bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi
pergeseran, fraktur memerlukan reabduksi dan posisi yang
sudah baik harus dipertahankan.

a. Metode reabduksi antara lain:


a) Traksi memakai sepit (tang) mental yang dipasang
pada tengkorak. Beban 20 kg tergantung dari tingkat
ruas tulang belakang mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur
C1
b) Menipulasi dengan anestensi umum
c) Reabduksi terbuka melalui operasi

Trauma Medula Spinalis| 62

b. Metode imobilisasi antara lain:


a) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester
b) Traksi

tengkorak

perlu

beban

sedeng

untuk

mempertahankan cedera yang sudah direabduksi


c) Plester paris dan splin eksternal lain
d) Operasi
9. Cedera stabil diseratai defisit neurologis. Bilafraktur stabil,
kerusakan neurologis disebabkan oleh:
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera
menyebabkan trauma langsung terhadap koral spiral atau
kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat
penyakit sebelumnya seperti spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis
yang tampak pada saat pertama kali diperiksa:
a) Transeksi

neurologis

lengkap

terbaik

dirawat

konservatif.
b) Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan
kolar atau sepit (caliper) dan diberi metil prednisolon.
c) Pemeriksaan penunjang MRI
d) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
e) Bila

terdapat

atau

didasari

kerusakan

adanya

spondiliosis servikal. Traksi tengkorak, dan metil


prednisolon.
f)

Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.

g) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi


keadaan memburk maka lakukan mielografi.
h) Cedera tulang tak stabil.
i)

Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti


imbolisasi, melindungi dengan imobilisasi seperti
penambahan perawatan paraplegia.

Trauma Medula Spinalis| 63

j)

Bila

defisitneurologis

reabduksi,

diikuti

tak

lengkap,

imobilisasi

untuk

dilakukan
sesui

jenis

cederanya.
k) Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral
dilakukan pada saat yang sama.
l)

Cedera yang menyertai dan komplikasi:


a) Cedera mayor berupa cedera kepala atau
otak, toraks, berhubungan dengan ominal,
dari vascular.
b) Cedera berat yang dapat

menyebabkan

kematian, aspirasi dan syok.


Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang
belakang yaitu :
A.

Pemeriksaan klinik secara teliti:


a)

Pemeriksaan neurologis

secara teliti tentang

b)

fungsi motorik, sensorik, dan refleks.


Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta

c)

kifosis yang menandakan adanya fraktur dislokasi.


Keadaan umum penderita.

B.

Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:

a)
b)
c)
d)
e)

Resusitasi klien.
Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
Perawatan kandung kemih dan usus.
Mencegah dekubitus.
Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian
rehabiIitasi lainnya.

Farmakoterapy.
a)

Analgesik.

Trauma Medula Spinalis| 64

Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu


mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf.
Dokter mungkin merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika
sakit tergolong parah. "Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid,
atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk
membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga
memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis
narkotika"
b)

Suntikan.

Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat


membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid
adalah kelas obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat
dari kelasini dapat mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk
mengurangi peradangan yang disebabkan oleh berbagai penyakit".

c) Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
penanganan

secara

manual

maupun

dengan

menggunakan

peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises
yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena
untuk mengurangi tekanan pada saraf.

Trauma Medula Spinalis| 65

d)

Stimulasi Listrik

Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus
Electrical

Nerve

Stimulation)

perangkat

di

gunakan

untuk

merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah satu


dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk
mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya
dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa
efek samping yang berarti.
e)

Ultrasound

Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang


suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan
dalam Fisioterapi adalah

0,5-5

MHz

dengan

tujuan

untuk

menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.


f)

Traksi tulang

Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan


pada satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik
berlawanan.

Terapifisik

Trauma Medula Spinalis| 66

a) Terapi fisik
Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di awal untuk menghindari
lebih parah kondisi. Penekanan akan di istirahat, mengurangi
peradangan, beban dan stres pada daerah yang terkena. Setelah
peradangan awal telah berkurang, program exercise dan penguatan
akan dimulai untuk mengembalikan fleksibilitas pada sendi dan otot
yang terlibat, sambil meningkatkan kekuatan dan stabilitas pada
tulang belakang.
b) Akupunktur
Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang sangat tipis
pada titik tertentu pada kulit untuk menghilangkan rasa sakit.
c) Stimulator KWD
Alat terapi yang berfungsi sebagai stimulator pada pangkal jarum
akupunktur

sehingga

menghasilkan

berbagai

jenis

getaran

rangsangan yang bertujuan untuk menstimulasi titik akupunktur/


acupoint.
d) Chiropractic
Perawatan terapi alternatif yang sangat umum untuk nyeri kronis dan
dapat

membantu

untuk

mengobati

sakit

punggung,

terapis

chiropractic menggunakan penyesuaian tulang belakang dengan


tujuan meningkatkan mobilitas antara tulang belakang. Penyesuaian
tersebut untuk membantu mengembalikan tulang ke posisi yang lebih
normal, membantu gerak juga menghilangkan atau mengurangi rasa
sakit.
Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai
berikut:
1.

Segera dilakukan imobilisasi.

Trauma Medula Spinalis| 67

2.

Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti


dilakukan pemasangan collar servical, atau dengan

3.

menggunakan bantalan pasir.


Mencegah progresivitas gangguan

medula

spinalis

misalnya dengan pemberian oksigen, cairan intravena,


pemasangan NGT.
4.
Terapi Pengobatan :
a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan
darah akibat autonomic hiperrefleksia akut.
c. Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan
aktifitas bladder.
d. Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk
meningkatkan tonus leher bradder.
e. Antihistamin untuk menstimulus beta reseptor dari bladder
dan uretra.
f. Agen antiulcer seperti ranitidine
g. Pelunak fases seperti docusate sodium.
5.

Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti


adanya fraktur dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.

6.

Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi


cacat dan mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.

Pencegahan.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia
dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkahlangkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.

Trauma Medula Spinalis| 68

2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung


bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan
sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah
berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik
latihan.
Personel

paramedis

diajarkan

pentingnya

memindahkan

korban

kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode


pemindahan korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk
menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula
spinalis.

BAB III
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat
trauma pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai. Tingkat kehati-

Trauma Medula Spinalis| 69

hatian dari perawat yang tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal yang
stabil dapat tidak menjadi cedera spinal yang tidak stabil karena pada setiap
fase awal kondisi trauma servikal, perawat adalah orang pertama dan paling
sering melakukan intervensi.
Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapat merusak
kestabilan dari struktur servikal (tulang, diskus, ligamen, dan
medula spinalis)
Implikasi dari hal-hal diatas adalah kewaspadaan perawat untuk
menjaga kesejajaran dari tulang belakang untuk menghindari resiko tinggi injuri
pada korda, maka pada saat pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan
rasional agar pada fase pengkajian dan pada setiap intervensi yang diberikan
tidak merusak kestabilan dari tulang belakang.
Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji sepenuhnya untuk mencari
ada tidaknya cedera spinal. Untuk melakukan hal tersebut, pakaiannya
mungkin terpaksa harus dipotong dari badannya sehingga sesedikit mungkin
mengganggu posisi kenetralan leher. Adanya keluhan nyeri atau kekakuan
pada leher atau punggung harus ditanggapi secara serius, sekalipun klien
dapat berjalan atau bergerak tanpa banyak menglamai gangguan. Tanyakan
mengenai rasa baal, paraestesia, atau kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah.
Mekanisme trauma dari riwayat kecelakaan dapat memberi petunjuk
yang penting seperti jatuh dari tempat tinggi, cedera akibat terjun, benturan
pada kepala, tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit, atau sentakan
mendadak pada leher akibat tubrukan dari belakang (whiplash injury) ini
semua merupakan penyebab kerusakan spinal yang sering ditemukan.
Tanyakan apakah klien yang mengalami cedera sebelumnya, menggunakan
obat-obatan, atau jatuh setelah menggunkan alkohol.
Pada status emergency klien dengan riwayat trauma servikal yang jelas
dan diindikasikan cedera spinal tidak stabil, apabila pengkajian anamnesis
dapat dilakukan maka status jalan napas klien optimal dan anamnesis
diusahakan terfokus pada pengkajian primer, karena pada fase ini klien
beresiko tinggi untuk mengalami kompresi korda yang berdampak pada henti
jantung-paru. Implikasi dari situasi ini adalah pengkajian primer dilakukan
disertai intervensi dengan suatu hal yang prinsip untuk selalu menjaga posisi

Trauma Medula Spinalis| 70

leher/servikal dalam posisi netral dan kalau perlu klien dipasang ban servikal.
Apabila pada kondisi di tempat kejadian dimana klien mengalami cedera spinal
servikal tetapi masih memaki helm, maka diperlukan teknis melepas helm
dengan tetap menjaga posisi leher dalam posisi netral. Selanjutnya, peran
perawat dalam melakukan transportasi dari tempat kejadian ke tempat
intervensi lanjutan trauma servikal dirumah sakit harus dilakukan secara hathati, peran memonitoring dan kolaborasi untuk dilakukan stabilisasi.
Pengkajian lanjutan dirumah sakit tetap memperhatikan kondisi
stabilisasi pada servikal dan memonitoring pada jalan napas. Pada setiap
melakukan transportasi klien, perawat tetap memprioritaskan kesejajaran
kurvatura tulang belakang dengan tujuan untuk menghindari resiko injury pada
spinal dengan teknik pengangkatan cara log rolling dan/atau menggunakan
long backboard.
Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya defisit neurologis,
dan status kesadaran pada fase awak kejadian trauma, terutama pada klien
yang diindikasikan cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya
perubahan pada KU, TTV, defisit neurologis, dan tingkat kesadaran secara
bermakna harus secepatnya dilakukan kolaborasi dengan dokter.
Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan trauma. Syok
spinal terjadi bila trauma terjadi pada servikal atau setinggi toraksik. Teknik
pemeriksaan colok dubur dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk
merasakan adanya refleks jepitan pada sfingter ani pada jari akibat stimulus
nyeri yang kita berikan pada glands penis atau klitoris atau dengan menarik
kateter untuk menilai apakah klien mengalami syok spinal.

Gejala awal syok, klien mengalami paralisis, kehilangan refleks tendon


dan abdominal, refleks babinsky positif dan terjadinya retensi urine dan retensi
alvi, dapat pula diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda penilaian fungsi
respirasi dimana kapasitas vital menurun. Dalam keadaan ini diperlukan
intubasi dan ventilasi mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi
sampai diputuskan untuk dilakukan operasi.
Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum, TTV, defisit
neurologis, dan status kesadaran biasanya tidak mengalami perubahan.

Trauma Medula Spinalis| 71

Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya
memar (pada fase awal cedera) baik leher, muka, dan bagian belakang telinga.
Tanda memar pada wajah, mata atau dagu merupakan salah satu tanda
adanya cedera hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau abrasi
dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan
hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring atau klien dapat menyangga
kepala dengan tangannya. Bila klien terlentang, dada dan perut dapat
diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian
tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda defisit
neurologis.
Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat
berhati-hati dengan menggunakan teknik log rolling (menggulingkan kayu).
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya
diperiksa dengan cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan sekunder di
rumah sakit, pakaian perlu dibuka untuk menilai adanya kelainan pada
punggung. Adanya memar menunjukkan kemungkinan adanya tingkat cedera.
Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah
dapat terbuka bila ligamen tersobel; keadaan ini atau hematoma pada spinal
merupakan tanda yang menakutkan (berbahaya). Tulang dan jaringan lunak
diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan.
Gerakan pada spinal dapat berbahaya karena dapat membahayakan korda,
jadi manipulasi gerakan berlebihan harus dihindari sebelum diagnosis
ditegakkan.

Pemeriksaan

neurologis

penuh

dilakukan

pada

semua

hal,

pemeriksaan ini mungkin harus diulangi beberapa kali selama beberapa hari
pertama. Pada awalnya, selama fase syok spinal mungkin terdapat paralisis
lengkap dan hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini dapat
berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama periode ini sulit diketahui
apakah lesi neurologis lengkap atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada
tidaknya refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali refleks primitif
muncul kembali, syok spinal telah berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan
motorik masih tidak ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi perianal

Trauma Medula Spinalis| 72

yang utuh menunjukkan lesi yang tidak lengkap dan dapat terjadi
penyembuhan lebih jauh.
TABEL 8. Pengkajian pada Trauma Servikal
Segmen
C1

Fungsi fisiologis
Segmen keluar pleksus

Kondisi patologis
Beban berat yang mendadak diatas

kardiak dalam kontrol jantung

kepala dapat menyebabkan kekuatan

dan pernapasan

kompresi yang dapat menyebabkan


fraktur pada cincin atlas. Gangguan pada
segmen ini dapat merusak fungsi jantung

C2

Segmen keluar pleksus

paru.
Fraktur C2 terutama pada kecelakaan

kardiak dalam kontrol jantung

mobil dimana kepala membentur kaca

dan pernapasan

depan, memaksa leher berhiperekstensi.


Kalau kedua pedikulus mengalami fraktur
dan bergeser secara hebat, kerusakannya

C3

Segmen keluar pleksus

akan menyebabkan kematian


Cedera hiperekstensi C3 tulang tidak

kardiak dalam kontrol jantung

rusak, tetapi ligamen longitudinal anterior

dan pernapasan

sobek. Kerusakan neurologis bervariasi


dan mungkin akibat terjadi akibat
kompresi antara diskus dan ligamentum

C4

Kontrol kepala, mulut,

flavum; edema spinalis sentral akut


Subluksasi dan dislokasi pada segmen ini,

menaikkan bahu dan

merupakan cedera fleksi murni; tulang

skapula. Kontrol gerakan

tetap untuh tetapi ligamen posterior sobek.

diafragma

Satu vertebra miring ke depan di alas


vertebra yang ada dibawahnya, sehingga
ruang interspinosa di bagian posterior

C5

Fleksi bahu, fleksi siku

terbuka.
Segmen C5-C6 merupakan kurvatura
yang paling menonjol dari servikal

C6

Fleksi siku, rotasi dan

sehingga mempunyai resiko tinggi cedera


Fraktur kompresi pada segmen ini sering

abduksi bahu, ekstensi ibu

disebabkan cedera fleksi, korpus

jari

terkompresi tetapi ligamen posterior tetap


utuh dan fraktur stabil

Trauma Medula Spinalis| 73

C7

Ekstensi siku, gerakan bahu,

Fraktur avulsi pada prosesus spinosus C7

ekstensi ruas jari-jari tangan

dapat terjadi oleh kontraksi otot yang


hebat

Pengumpulan data subjektif maupun objektif pada gangguan sistem


muskuloskeletal dan sistem persarafan sehubungan dengan cedera tulang
belakang tergantung dari bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi
pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera tulang belakang
meliputi

anamnesis

riwayat

penyakit,

pemeriksaan

fisik,

pemeriksaan

diagnostik, dan pengkajian psikososial.


Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien intuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,
inkontinensia defekasi dan urine, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas
daerah trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma. Untuk
memperoleh pengkajian klien dilakukan PQRST.
1. Provoking incident, yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
adanya trauma pada tulang belakang
2. Quality of pain, seperti apa rasa nyeri yang dirasakan menusuk
3. Region, radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi
4. Severity (scale) of pain, skala nyeri biasanya 3-4 (0-4) pada
penilaian skala nyeri
5. Time, berapa lama

nyeri

berlangsung,

kapan,

apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.


A. Identitas
Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin
meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis kelamin
(kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
pengaman helm), pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.
B. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia

Trauma Medula Spinalis| 74

urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah
trauma, dan deformitas pada daerah trauma.
C. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, kecelakaan industri, kecelakaan
lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma
karena tali pengaman dan kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat
meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai
hilangnya sensibilitas yang total dan melemah/menghilangnya refleks alat
diam). Ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, ileus paralitik, retensi
urine, dan hilangnya refleks-refleks.
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka
tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan
benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan
hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau
bila klien tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
D. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,
spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada
tulang belakang. Penyakit lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obatan adiktif perlu ditanyakan untuk menambah komprehensifnya
pengkajian.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat trauma medula
spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.

Trauma Medula Spinalis| 75

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit


degeneratif

pada

tulang

belakang,

seperti

osteoporosis,

osteoartritis,

spondilitis, spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya


kelainan pada tulang belakang (Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan
alkohol).

E. Riwayat penyakit keluarga


Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, DM,
penyakit jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian (Untuk
mengetahui ada penyebab herediter atau tidak)
F. Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota
gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami cedera tulang belakang.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk
melakukan aktifitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang
salah.

Trauma Medula Spinalis| 76

I. Pengkajian Primer
1) Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan
besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering
terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan
oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat
fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas
harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu
tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang
berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift
atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar
melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk
menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan
pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas.
2) Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat.
Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang
memadai.

Jika

penguasaan

jalan

napas

belum

dapat

memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan


sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3) Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa
tingkat kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat
dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,
menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat
biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya
kesadaran pasien.
5) Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam
keadaan sadar (GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa
deficit neurology
a. Dilakukan rawat luka
b. Pemeriksaan radiology

Trauma Medula Spinalis| 77

c. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila


terjadi penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit

II. Pengkajian Skunder.


1) Aktifitas /Istirahat.
Tanda:
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada
bawah lesi. Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan
adanya kompresi saraf).
2) Sirkulasi.
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan
posisi.
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas
dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang
terkena.
3) Eliminasi.
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang,
melena,

emisis

berwarna

seperti

kopi

tanah

/hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih.


4) Integritas Ego.
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5) Makanan /cairan.
Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan
dengan omentum., peristaltik usus hilang (ileus
paralitik)
6) Higiene.
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari (bervariasi)
7) Neurosensori.
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang
saat terjadi perubahan pada syok spinal). Kehilangan
sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak
setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot
/vasomotor,

kehilangan

refleks

/refleks

asimetris

termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil,

Trauma Medula Spinalis| 78

ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena


karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki,
paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok
spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang sakit.
8) Nyeri /kenyamanan.
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas
daerah trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9) Pernapasan.
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea,
penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
10) Keamanan.
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu
kamar).
11) Seksualitas.
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak
teratur.

Pengkajian Secara Umum Meliputi:


1.

Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah medis yang lain


(misalnya, kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus), merokok dan
penggunaan alcohol.

2.

Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan, kekuatan, tonus), fungsi


sensorik, reflex, status pernapasan, gejala gejala spinal syok, tidak
adanya keringat di batas luka, fungsi bowel dan bldder, gejala
autonomic dysreflexia.

3.

Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup, pekerjaan, peran dan


tanggung jawab, sistim dukungan, strategi koping, reaksi emosi
terhadap cidera.

4.

Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis:


pengobatan, progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,
kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuan membaca dan
kesiapan belajar.

Pemeriksaan fisik.

Trauma Medula Spinalis| 79

Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian


anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan klien.
1. Pernapasan.
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma
pada

tulang

belakang

sehingga jaringan

saraf

di

medula

spinalis

terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang


pada daerah

servikal

sebagai berikut.
a. Inspeksi.

dan

toraks

Didapatkan

sputum, sesak

napas,

diperoleh
klien

hasil

batuk,

pemeriksaan

peningkatan

penggunaan

otot

fisik

produksi

bantu

napas,

peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan


pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat
adanya blok saraf parasimpatis.
b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret,
dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).

2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang
didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat.
Hasil

pemeriksaan

kardiovaskular

kliencedera

tulang

belakang

pada

beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-

Trauma Medula Spinalis| 80

debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau
pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran.

Tingkat

keterjagaan

dan

respons

terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem


persarafan. Pemeriksaan
dengan mengobservasi

fungsi

serebral.

penampilan,

Pemeriksaan

tingkah

laku,

dilakukan

gaya

bicara,

ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami
cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI.

Biasanya

tidak

mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.


d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang

ada

gangguan

umumnya

tidak

mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya


tidak ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
f.

simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.

Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela
biasanya melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina,
mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong,

Trauma Medula Spinalis| 81

perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan


petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang
4. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
5. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan
adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta
kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari syok
spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan
nutrisi.
6. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada
ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan
distribusi segmental dari saraf yang terkena

Pemeriksaan Sistem Perkemihan dan Pencernaan


1. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh pusat
S1-S4) atau dibawah pusat spinal kandung kemih akan menyebabkan
interupsi

hubungan

antara

kandung

kemih

dan

pusat

spinal.

Pengosongan kandung kemih secara periodik tergantung dari refleks


lokal dinding kandung kemih. Pada keadaan ini pengosongan dilakukan
oleh aksi otot-otot destrusor dan harus diawali dengan kompresi secara
manual

pada

dinding

perut

atau

dengan

meregangkan

perut.

Pengosongan kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut


kandung kemih otonom. Trauma pada kauda ekuina klien mengalami
hilangnya refleks kandung kemih yang bersifat sementara dan klien
mungkin

mengalami

mengkomunikasikan

inkontinensia
kebutuhan

dan

urine,

ketidakmampuan

ketidakmampuan

untuk

Trauma Medula Spinalis| 82

menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.


Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril
2. Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus
paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bowel sound, kembung,
dan defekasi tidak ada. Ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal
yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan intake nutrisi
yang kurang
3. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya
lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya
dehidrasi.

Pemeriksaan Motorik
Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi
segmental dari saraf yang terkena.
Pemeriksaan lokalis
Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung.
Pada klien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya
dekubitus pada bokong. Adanya hambatan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah
yang dapat diraba akibat sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera
yang tidak stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi
Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi
motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh

Trauma Medula Spinalis| 83

ekstremitas bawah. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan


derajat kekuatan otot didapatkan.

3.2 Analisa Data


No
1

Data
DS: klien/keluarga mengatakan

Etiologi
Kecelakaan kerja

Problem
Ketidakefektifan pola
napas

adanya kesulitan bernapas,


sesak napas.

DO :

Dislokasi C4

a. penurunan tekanan alat


b.
c.
d.
e.

inspirasi dan respirasi


penurunan menit ventilasi
pemakaianotot pernapasan
pernapasan cuping hidung
dispnea/napas pendek dan

cepat
f. orthopnea
g. pernapasan lewat mulut
h. frekuensi dan kedalaman
pernapasan abnormal
i. penurunan kapasitas vital

Disfungsi C4

Disfungsi neuromuscular

Gangguan pada otot diagragma

Pola napas tidak efektif


Trauma Medula Spinalis| 84

paru
2

DS : klien/keluarga mengatakan

Gangguan atau kerusakan

Kecelakaan kerja

mobilitas fisik

adanya kesulitan bergerak


klien mengatakan tangan dan
tungkai tidak bisa digerakkan

Dislokasi C4

DO:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

kelemahan, parestesia
paralisis
kerusakan koordinasi
keterbatasan rentang gerak
penurunan kekuatan otot
Tangan dan tungkai tidak

Disfungsi C4

Disfungsi neuromuscular

bisa digerakkan
Gangguan pada otot-otot tubuh

Kerusakan fungsi motorik

DS: Pasien mengeluh nyeri pada

Hambatan mobilitas fisik


Kecelakaan kerja

Nyeri akut

bagian belakang leher


DO: Pasien terlihat kesakitan,
skala nyeri 8

Dislokasi C4

Disfungsi C4

Kompresi akar saraf servikal


Penjepitan saraf pada diskus
intervertebralis
Tekanan di daerah distribusi
ujung saraf

Respons nyeri

Trauma Medula Spinalis| 85

DS: Pasien mengatakan urine

Nyeri akut
Kecelakaan kerja

Gangguan
eliminasi urine

keluar menetes
DO: Nyeri tekan pada abdomen
dan

keinginan

pemenuhan

kencing

Cedera medula spinalis

saat

palpasi

Kelumpuhan saraf perkemihan


Kandung kemih terisi penuh
Otot destrusor tidak bereaksi

DS : klien/keluarga mengatakan

Perubahan pola eliminasi urine


Kecelakaan kerja

DO:

Kompresi korda
Dislokasi C4

a. Penurunan tingkat
kesadaran (bingung, letargi,
stupor, koma)
b. Perubahan tanda vital
c. Mungkin terdapat
pendarahan pada otak
d. Papiledema
e. Nyeri kepala yang hebat

tinggi

penurunan curah jantung

klien mengalami
kebingungan

Aktual/resiko

Disfungsi C4

Disfungsi neurovascular

Gangguan pada otot-otot jantung


Penurunan kontraksi otot
jantung jantung
Penurunan denyut jantung
Hilangnya kontrol pengiriman
dari refleks baroreseptor
Penurunan curah jantung

Trauma Medula Spinalis| 86

DS: Pasien mengatakan ada rasa

Aktual/resiko

Kecelakaan kerja

tinggi

gangguan intergritas kulit

ketidaknyamanan pada sistem


Kompresi korda

gerak bagian ekstremitas


DO: Pasien mengalami paralisis

Dislokasi C4

dan paraplegia yang


mengakibatkan kelumpuhan

Disfungsi C4

Penekanan setempat jaringan


sekunder
Kelumpuhan gerak ekstremitas
bawah
Paraplegia

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kerusakan
kerusakan tulang punggung, disfungsi neurovascular, kerusakan sistem
muskuloskletal.
2. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
gangguan neurovascular
3. Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan denyut jantung, dilatasi pembuluh darah, penurunan
kontraksi otot jantung

jantung sekunder

dari hilangnya kontrol

pengiriman dari refleks baroreseptor akibat kompresi korda


4. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang berhubungan dengan
gangguan fungsi miksi sekunder dari kompresi medula spinalis
5. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikal,
spasme otot servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil
serta berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis,
tekanan di daerah distribusi ujung saraf
6. Aktual/resiko tinggi gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan
penekanan setempat jaringan sekunder dari kelumpuhan gerak
ekstremitas bawah, paraplegia

Trauma Medula Spinalis| 87

3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan
napas dari sekresi yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal
pada pengkajian auskultasi.
a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan
paru-paru bersih dari secret.
c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu normal,
frekuensi nadi dan pernapasan normal, bunyi
napas normal, tidak ada sputum purulen.)
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha
melakukan latihan dalam fungsi napas
3. Mendemostrasikan integritas kulit dengan optimal.
a. Memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari
kemerahan atau kerusakan
b. Berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau
prosedur dalam keterbatasan fungsi
4. Mencapai fungsi kandung kemih
a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine.
(mis. suhu normal, berkemih jernih, urine encer)
b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.

Trauma Medula Spinalis| 88

c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan


fungsi.
5. Mencapai fungsi defekasi
a. Melaporkan pola defekasi teratur.
b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan
cairan melalui oral.
c. Berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam
batas fungsi
6. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan.
7. Bebas komplikasi
a. Memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis
vena provunda, atau emboli paru.
b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru
(misal. tidak nyeri dada atau panas pendek : gas darah
arteri normal)
c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
d. Tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi
e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom (mis.
tidak sakit kepala, diaforesis, hidung tersumbat, atau
bradikardia diaforesis)

Trauma Medula Spinalis| 89

BAB IV
Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan


yang meliputi pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Pelayanan keperawatan
oleh tenaga perawat dalam pelayanannya memiliki tugas, diantaranya
memberikan keperawatan keluarga, komunitas dalam pelayanan kesehatan
dasar dan akan memberikan asuhan keperawatn secara umum pada pelayanan
rujukan.

Trauma Medula Spinalis| 90

Pada lingkup pelayanan rujukan, tugas perawat adalah memberikan


asuhan keperawatan pada ruang atau lingkup rujukannya seperti pada anak,
maka perawat memberikan asuhan keperwatan elalui pendekatan proses
keperawatan anak, untuk lingkup keperawatan jiwa, perawat akan memberikan
asuhan keperawatn pada pasien gangguan jiwa dan lain-lain.

4.1 Sistem Rujukan


Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 tahun 1972 sistem rujukan
adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus masalah kesehatan
secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit
yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang
setingkat kemampuanya. Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang
dirujuk bukan hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain,
teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya. Disamping itu
rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas yang
lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas kesehatan
yang setingkat.
Tujuan
Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan
dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil
guna.
Tujuan Sistem Rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat
terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan angka kematian.
Jenis Rujukan
Sistim Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yaitu:
1). Rujukan Kesehatan

Trauma Medula Spinalis| 91

Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan kesehatan dalam


pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Rujukan ini
dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Rujukan teknologi
2. Rujukan sarana
3. Rujukan Operasional

2). Rujukan Medik


Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan kedokteran dalam
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Rujukan medic
terdiri dari penderita, pengetahuan, dan bahan laboratorium :
1. Transfer of patient : konsultasi penderita untuk keperluan
diagnostic, pengobatan, tindakan operatif dll.
2. Transfer of knowledge : pengiriman tenaga kesehatan yang lebih
kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.
3. Transfer of specimen : pengiriman bahan untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
Alur rujukan
Pengaturan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Tujuan pengaturan ini yaitu
1. Pelayanan kesehatan menjadi efisien
2. Pelayanan mulai tingkat bawah (puskesmas) kemudian dirujuk ke
RS jika diperlukan
3. Pelayanan kesehatan lebih cepat

4.1.1 Program
1. Pelayanan Kesehatan Gratis Jamkesda adalah pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan tertentu bagi masyarakat
seluruh

Indonesia

yang

biayanya

ditanggung

oleh

Pemerintah.
2. Pelayanan dasar : pelayanan kesehatan di puskesmas
3. Pelayanan rujukan : pelayanan kelas III rumah sakit

Trauma Medula Spinalis| 92

4. Masyarakat Indonesia : masyarakat yang memiliki kartu


identitas dan belum ditanggung oleh asuransi lain
5. Pemerintah Daerah dan Kab/kota.

4.1.2 Kepersertaan
1. Seluruh penduduk Indonesia
2. Mempunyai kartu identitas (Kartu Peserta atau KTP/Kartu
keluarga)
3. Bukan merupakan masyarakat yang sudah mempunyai
jaminan

kesehatan

lain

(Askes

PNS,

Jamkesmas,

Jamsostek, Asabri, Askes Komersial, dsb)


4.1.3 Manfaat
Jenis pelayanan yang ditanggung :
1.
2.
3.
4.

Rawat Jalan
Rawat Inap
UGD/Emergency
Pelayanan penunjang lainnya

Jenis pelayanan yang tidak ditanggung :


1. Operasi jantung, kateterisasi jantung dan pemasangan cincin
2.
3.
4.
5.

jantung
CT scan dan MRI
Bedah syaraf dan bedah plastic
Penyakit kelamin dan atau penyakit akibat hubungan seksual
Alat bantu kesehatan

4.2 JamKesMas
Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat ) adalah sebuah program
jaminan kesehatan untuk warga Indonesia yang memberikan perlindungan
sosial dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu
yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya
yang

layak

dapat

terpenuhi.Program

ini

dijalankan

olehDepartemen

Kesehatan sejak 2008. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)


diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi sosial.

Trauma Medula Spinalis| 93

Tujuan
1) Mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan
tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh
peserta dari berbagai wilayah.
2) Agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan
tidakmampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan. Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga
Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa. Jumlah tersebut berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, yang dijadikan dasar penetapan jumlah
sasaran peserta secara nasional oleh Menkes. Berdasarkan Jumlah Sasaran
Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota.
Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta Jamkesmas Kabupaten/Kota
dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk
Keputusan Bupati/Walikota.
1. Permenkes RI No.1097/Menkes/Per/VI/2011 tentang petunjuk
teknis pelayanan kesehatan dasar Jamkesmas.
2. Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan
tidak mampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan.
4.2.1 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan
Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat pelayanan kesehatan dasar
meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ), rawat inap (RI), serta pelayanan
kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat
lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.

Trauma Medula Spinalis| 94

1. Prosedur Pelayanan Kesehatan bagi Peserta JamKesMas


:
a.

Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas


dan jaringannya.
Pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat (BKMM), Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM), BKPM/BP4/BKIM dan rumah sakit
(RS).

b.

Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan


ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk RS
Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama
dengan Departemen Kesehatan.

c.

Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi


Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan
kepada peserta walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama.
Penggantian biaya pelayanan kesehatan diklaimkan ke
Departemen Kesehatan melalui Tim Pengelola Kabupaten/Kota
setempat setelah diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada program ini.
2. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke
Puskesmas :

1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke


Puskesmas.
2. Peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas, (Yang keabsahan
kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. SKTM hanya berlaku untuk
setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait
dengan penyakitnya)
3. Apabila peserta memerlukan pelay. kes rujukan, maka yang bersangkutan
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan. rujukan disertai surat rujukan
dan kartu peserta, kecuali pada kasus emergency.

Trauma Medula Spinalis| 95

3. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke RS:


Melengkapi persyaratan administrasi :
1. Rujukan dari Puskesmas
2. Fotocopy Kartu JAMKESMAS
3. Fotocopy KTP
4. Fotocopy KK
Semua persyaratan yang telah disiapkan kemudian dibawa ke
loket ASKES untuk di stempel JamKesMas, baru kemudian dipakai mendaftar
berobat.
4. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke RS yang lebih
lengkap:
Bagi pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit yang lebih lengkap, ada
beberapa hal yang harus dilengkapi :
a) Melengkapi semua persyaratan di atas
b) Surat Rujukan dari Ruangan/Rawat Inap atau Rawat Jalan yang
ditandatangani dokter yang merujuk
c) Surat Jalan Ambulance yang telah ditanda tangani dokter yang
merujuk dan pasien yang dirujuk
5. Pembagian Model JamKesMas
1. Non Emergency :
Harus ada rujukan dari Puskesmas, KTP,KK. Kalau pasien dari
kabupaten, harus ada rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten beserta
Surat Keabsahan Peserta (SKP) yang dikeluarkan oleh bagian
ASKES di RS (kepesertaannya dikelola ASKES RS). Rujukan
ditujukan ke RS. Rujukan (Mis : RS.Daya) kemudian merujuk ke RS.
Wahidin jika diperlukan
2. Emergency :
Cukup membawa Kartu Jamkesmas, KTP, KK (Jika rawat inap,
maka dikasi waktu: 2 x 24 Jam utk pengurusan administarsi, tanpa
rujukan dan masuk melalui UGD.

Trauma Medula Spinalis| 96

4.3 Gakin
Jaminan pemeliharan kesehatan bagi keluarga miskin dan kurang
mampu (GAKIN) adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan
kepada keluarga miskin dan kurang mampu yang membutuhkan pelayanan
kesehatan meliputi rawat jalan dan rawat inap sebagaimana yang ditetapkan,
baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit yang ditunjuk di Wilayah.
Prosedur Mendapatkan Layanan Program JPK GAKIN
1. Kartu GAKIN, RASKIN, BLT PKH, Kader Kesehatan (Program
Pemerintah lainnya)
2. Foto kopi kartu keluarga (KK)
3. Rujukan dari puskesmas, tidak perlu apabila emergensi
4. KTP
4.4 Lembaga Pelayanan Kesehatan
Lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat pemberian pelayanan
kesehatan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan status kesehatan.
Tempat pelayanan kesehatan ini sangat bervariasi berdasarkan tujuan pemberian
pelayanan kesehatan. Tempat pelayanan kesehatan dapat berupa rawat jalan,
institusi kesehatan, community based agency, dan hospice.
a. Rawat Jalan
Lembaga pelayana kesehatan ini bertujuan memberikan pelayanan
kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan
pada penyakit yang akut atau mendadak dan kronis yang
dimungkinkan tidak terjadi rawat inap. Lembaga ini dapat
dilaksanakan pada klinik-klinik kesehatan, seperti klinik dokter
spesialis, klinik petawatan spesialis dan lain-lain.
b. Institusi
Institusi merupakan lembaga pelayanan kesehatan

yang

fasilitasnya cukup dalam memberikan berbagai tingkat pelayanan


kesehatan, pusat rehabilitasi, dan lain-lain.
c. Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayan kesehatan yang
difokuskan kepada klien yang sakit terminal agar lebih tenang dan

Trauma Medula Spinalis| 97

dapat melewati masa-masa terminalnya dengan tenang. Lembaga


ini biasanya digunakan dalam home care.
d. Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang
dilakukan pada klien pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan
perawatan keluarga seperti praktek perawatai keluarga dan lainlain.

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan

Trauma Medula Spinalis| 98

Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001). Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil,
industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula
spinalis atau sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang
mengenai tulang belakang. Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadiankejadian yang secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya kompresi
pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat yang tinggi, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olaghara dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan
jika mengenai saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot.
Cedera medula spinalis ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis
stabil dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal,
segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis
menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi,
hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher
harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti
Trauma

ini

disingkirkan.

Memindahkan

pasien,

selama

pengobatan

didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan


pemindahan.
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan
pemberian obat kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika
terjadi gangguan maka perlu diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula
spinalis adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera medula spinalis

Trauma Medula Spinalis| 99

adalah memperhatikan posisi dalam mobilisasi pasien sehingga tidak


memperparah cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma
medula spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap
penyakit lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan
dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan
kematian

5.2

Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada siapa
saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam
melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat
mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma
medula spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat
melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8, volume 2. Jakarta : EGC.

Trauma Medula Spinalis| 100

Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3,


Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
6, volume 2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB
Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana
Asuhan

Keperawatan,

pedoman

untuk

perencanaan

dan

pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.


Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth
edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Trauma Medula Spinalis| 101

Anda mungkin juga menyukai