PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara,
dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian
ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera.
Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu
banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan luka tembak.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis
pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama.
Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih
besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur banyak
terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan
kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan
pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause). Klien yang mengalami trauma medulla spinalis
khususnya bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya
dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk
mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi trauma spinal
seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas, pneumonia dan
hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk
dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.
Yang ketiga dapat terjadi beberapa hari setelah kejadian dan biasanya
diaklibatkan oleh sepsis atau kegagalan multi-organ. Tindakan tepat dan
segera untuk mengatasi syok dan hipoksemia selama golden hour dapat
mengurangi resiko kematian ini.
Dalam menangani kasus ini, meskipun dituntut untuk bekerja secara
cepat dan tepat, paramedik harus tetap mengutamakan keselamatan dirinya
sebagai prioritas utama sebelum menyentuh pasien. Pasien ditangani setelah
lokasi kejadian sudah benar-benar aman untuk tindakan pertolongan.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya makalah yang
berjudul Trauma medulla spinalis dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
Spinalis ?
Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula
1.2.7
Spinalis?
Bagaimana
Pemeriksaan
Diagnostik
dan
Pemeriksaan
Spinalis ?
Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat
1.2.9
Tujuan Umum
Membantu
mahasiswa
memahami
tentang
konsep
dasar
Tujuan Khusus
pembuatan
makalah
ini
penulis
menggunakan
metode
perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan dan pengumpulan datadata pada buku dan internet yang berkaitan dengan pembahasan pada cedera
medula spinalis. yang dapat ditimbulkan akibat gangguan pada susunan saraf
pusat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui foramen inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang
torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus,
tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord.
.Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai
mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang
maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan. (Muttaqin, 2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang
diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf
pusat dan saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung
dari keadaan komplet atau inkomplet.
adalah
keadaan
paralisis/kelumpuhan
adalah
hilangnya
fungsi
Quadriplegia
(pentaplagia)
adalah
Otak
Sistem saraf
pusat
Sistem saraf
Sumsum
Sadar
Otak besar
Otak tengah
Otak depan
Jembatan Varol
Otak kecil
Sumsum lanjutan
Sumsum tulang
belakang
31 pasang saraf sumsum tulang
Sistem saraf
Sistem saraf tepi
(kraniospinal)
Sistem saraf
tidak sadar
(otonom)
kranial)
Sistem saraf simpatetik
Sistem saraf parasimpatetik
1. Medula Spinalis
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf
spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya
saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara
tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang
saraf skralis, dan 1 pasang saraf koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis
dengan perantaran dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik
anterior atau ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran,
yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen
atau neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen medulla spinalis
terdapat dapat ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan
tonjolan tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer
ke medulla spinalis. Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla
spinalis dalam kolumna anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya
membentuk serabut-serabut radiks ventral yang berjalan menuju ke otot dan
kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan bersatu
membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu
mengandung serabut sensorik maupun serabut motorik.
jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah fleksus
servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf
servikal yang pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang
mempersarafi leher dan bagian belakang kepala. Salah satu cabang yang
penting sekali adalah saraf frenikus yang mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini
mempersarafi ekstremitras atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi
otot-otot abdomen bagian atas dan kulit dada serta abdomen. Pleksus
lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4 mempersarafi otot-otot dan
kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus sakralis dari
L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis. Saraf
utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf utama
dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf
ini menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha. Kulit
dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen
medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat
persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang
belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang.
Vertebrae itu berfungsi melindungi sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian
dalam dan tersusun atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf
konektor yang tidak bermielin. Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan
informasi dari sumsum tulang belakang ke serabut saraf spinal, atau
sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu pada sumsum tulang
belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-kupu. Sementara itu,
materi putih yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf
(akson bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari sumsum
tulang belakang menuju otak, atau sebaliknya.
Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran
(meninges). Di bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara
membran dalam dan membran tengah terdapat saluran tengah yang berisi
cairan serebrospinal. Cairan tersebut berfungsi memasok makanan bagi
sumsum tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau pelindung
dari goncangan. Sumsum tulang belakang berhubungan dengan
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk
ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang,
memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga
pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung
yang membentuk tulang bayi.
e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior :
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal
melengkung kebelakang,
sifatnya
sensorik.
Berdasarkan
asalnya,
saraf
(2)
b)
c)
d)
e)
bagian
atas,
saraf
yang
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau
gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3
macam, yaitu:
1)
2)
leher)
Plexus branchialis (gabungan urat saraf
3)
lengan)
Plexus lumbo sakralis (gabungan urat
saraf punggung dan pinggang)
B. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abuabu yang diselubungi substansi putih
1. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi abu-abu bentuknya
seperti huruf H
2. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan
mengandung badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen serta
akson tidak termielinisasi
a. Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang ventrikel atas
substansi abu-abu. Bagian ini mengandung badan sel yang
menerima sinyal melaluisaraf spinal dari neuron sensorik
b. Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang ventrikel bawah.
Bagian ini mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim
impuls melalui saraf spinal ke otot atau kelenjar
c. Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan
anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Bagian
ini mengandung badan sel neuron sistem SSO
d. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu disisi kiri
dan kanan melalui medula spinalis
C. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau satu radiks ventral.
Radiks dorsal terdiri dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang
memasuki korda. Radiks ventral adalah penghubung ventral dan
membawa serabut motorik ke korda
D. Traktus spinal.
Substansi
putih
korda
yang
terdiri
dari
akson
membawa
membawa informasi
spinalis.
berlawanan
tepat
Disini
akson
sebelum
menyilang
bersinapsis,
ke
secara
sisi
yang
langsung
anterior
b. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama
dengan
traktus
kortokospinal
lateral.
Traktus
tersebut
berakhir
pada
tanduk
anterior.
Traktus
ini
tidak
Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua
buah akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap
akar anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan
sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu
baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak
paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang
akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar
posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum
tulang belakang pada satu alur di permukaan belakang sumsum tulang
belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang
dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior bertaut satu sama
lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang
melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera
bercabang menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang
penghubung.
Cabang-cabang
belakang
saraf
spinal
mempersarafi
otot-otot
anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura
sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan
lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani
anggota badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk
saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut
menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya
menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf
penghubung
menghantarkan
impuls-impuls
menuju
karnu
C. Meningen Spinal
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan
saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa
membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan
medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan
duramater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa,
Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh
darah, nyambung dengan medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan
duramater disebut dengan epidural yang merupakan area yang mengandung
banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan
arachnoid disebut dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF.
Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada
rongga ini terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar
syaraf
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak
yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura,
juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke
kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid
mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter,
tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.
venttralmesensefalon,
sisterna
siasmatis
di
depan
lamina
dalam
durameter
dan
arakhnoid
yang
D. Cairan SerebroSpinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan
salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis
terhadap trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume
otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml)
dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra
sel maupun intra sel.
aman,
tidak
mahal
dan
cepat
untuk
menetapkan
diagnosa,
F. Refleks Spinal
G. Konsep Refleks
Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan. Tindakan refleks merupakan gerakan motorik involunter atau
respons sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus sensorik,
seperti refleks menarik diri, bersin, batuk, dan mengedip (Sue Hinchlift).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu
respons refleks terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan untuk
diregangkan, otot ini akan kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks
regang. Rangsangan yang membangkitkan refleks regang adalah regangan
pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot yang diregangkan itu.
Reseptor refleks ini adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang
tercetus oleh kumparan otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik
penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke neuron-neuron motorik yang
mempersarafi otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps pusat adalah
glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling
banyak digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di
tendon patella yang akan membangkitkan refleks patella, yaitu refleks regang
otot quadriseps femoris, akibat ketukan pada tendon akan meregangkan otot.
Kontraksi serupa akan timbul bila otot quadriseps diregang secara manual
(Ganong, 1999).
Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron
motorik ke suatu otot dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan
disebut flaksid. Otot yang hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai
tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya refleks regang yang
hiperaktif. Diantara keadaan flaksid dan spastis terdapat area yang sering kali
di salah artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik bila
pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila tinggi.
Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen
adalah klonus. Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang
teratur dan berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus
pergelangan kaki merupakan contoh yang khas. Klonus ini dimulai dengan
dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap, dan reponsnya adalah plantarfleksi
pergelangan kaki berirama.
Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan rangsangan di kulit
atau dengan peregangan otot, tetapi respons fleksor kuat yang disertai
gerakan menarik diri hanya dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya.
Karena itu, rangsang ini disebut rangsang nosiseptif. Respons menarik diri dari
fleksi ekstremitas yang dirangsang menjauhkan tungkai dari sumber iritasi dan
ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik diri sangat kuat,
refleks ini menguasai jaras-jaras spinal sehingga membatalkan semua
kegiatan refleks lain yang terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).
H. Saraf spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm
dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat
alur yang dangkal secara longitudinal di bagian medial posterior berupa sulkus
dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui foramen intervertebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal
diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf
tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital
dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan
kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang
vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf
spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen
yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula
spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari seratserat eferen. Serat
eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis),
sedangkan serat eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan
(radix ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf
spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf
spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5
pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk
kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut
interneuron yang tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu
interneuron sampai yang sangat kompleks banyak interneuron. Dalam
menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani suatu segmen
tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi
sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat
memberikan gambaran letak kerusakan.
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:
1.
2.
3.
4.
anterior.
Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah
bagian posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus,
otot brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan
mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan
5.
6.
7.
8.
humeri.
Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan
9.
bersal
dari
ramus
otot
C5,
levator scapulae,
Nervus
supracaplaris:
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Berasal
dari
trunkus
superior,
medial.
Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus
18.
medianus.
Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi
otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii.
Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis
19.
20.
21.
auricularis
posterior
berjalan
23.
letaknya.
Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada
24.
medulla spinalis.
Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal,
25.
sistem
kerja
ginjal
dan
27.
28.
otot paha.
NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan
paha, walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang
29.
30.
lebih tinggi.
Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi
31.
Medula
7 pasang
daerah
Servix
spinalis
Menuju
Kulit kepala, leher dan otot
tangan, membentuk daerah
12 pasang
Punggung/toraks
tengkuk.
Organ-organ dalam, membentuk
5 pasang
Lumbal/pinggang
5 pasang
Sakral/kelangkang
atau pinggang.
Otot betis, kaki dan jari kaki,
membentuk os sakrum (tulang
1 pasang
kelangkang).
Sekitar tulang ekor, membentuk
Koksigeal
akan
mempengaruhi
sistem
saraf
disekitarnya,
bahkan
bisa
Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak
sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di
atur oleh otak sedangkan sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol
aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut jantung, sistem
pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lain-lain.
sensori
ditransmisikan
dengan
bantuan
interneuron
(impuls
2.3 Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis
disadar
bahwa
kerusakan
pada
sumsum
belakang
Menurut
Arif
muttaqin
(2005,
hal.
98)
penyebab
dari
4.
5.
6.
7.
2.4 Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan
kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis
tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak
langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis
disebut whiplash/trauma indirek.
secara
langsung
karena
tertutup
atau
peluru
yang
dapat
medulla
(segmentransversa,
spinalis
tergantung
hemitransversa,
pada
kuadran
segmen
transversa).
yang
terkena
hematomielia
5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri
radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks
terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan
motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik
pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana
pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi
medula (baik salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap
medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke
extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera
Setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf
mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula
spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera
pembuluh
darah
medula
spinalis,
tetapi
proses
patogenik
dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu
rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,
edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan
mielin dan akson.
utama
terjadinya
cedera
vertebra
adalah
karena
hiperekstensi, hiperfleksi, trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau
kombinasi. Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area
cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi deselerasi. Cedera
akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan atau tarikan yang berlebihan,
kompresi dan perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba tiba.
perfusi
vaskuler
dan
menurunkan
kadar
oksigen
dan
jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 enit setelah trauma,
meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine
disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock)
yaitu terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan
pemotongan
komplit
rangsangan.
Pemotongan
komplit
rangsangan
C5
C6
C7
pergelangan
dan
bagian
dari
lengan.
T1-T6
bawah dada.
Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di
bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot
interkosta mengalami kerusakan. Hilangnya kontrol
T6 T12
L1 L3
L4 S1
S2 S4
blader.
Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.
Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum. Pada
keadaan awal terjadi gangguan bowel dan blader.
Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak
stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan
tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan
biasanya resikonya lebih rendah. Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat
mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari
oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan
(sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus
intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis,
dan ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan
memaksa kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga
kepala itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus
dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra
adalah cedera yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling
sering ditemukan. Jika ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil
dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan diatas badan vertebra
dibawahnya.
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung
pada torakal atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang
akan mengalami fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur
kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis pada
segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan
dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung
mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra
menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst Fracture, kerusakan pada
badan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan lebih parah di
mana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak
stabil.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian
dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla
spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system,
diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan
terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan
saraf ini terputus maka akan menimbulkan paralisis dan
paraplegi pada ekstremitas.
2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan
makroskopis yang akan menimbulkan reaksi peradangan,
dari reaksi peradangan tersebut akan melepaskan mediator
kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan
akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan
syok
spinal
menurunkan
yang
tingkat
apabila
berkepanjangan
kesadaran.
Reaksi
dapat
peradangan
dari
reaksi
peradangan
tersebut
juga
akan
mengalami
cedera
serta
menyebabkan
edema
dan
kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat
stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra,
dan sendi faset.
6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang
dan terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang
Konsentrasi
dan
kolumna
vertebralis
Adanya osteofit
Fariasi suplai pembuluh darah
3.
4.
Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula spinalis, ada
4 mekanisme yang mendasari:
1.
Kompresi
asing,
oleh tulang,
ligamen,
benda
yang
menyebabkan
yang
menyertai
sirkulasi
oleh
lain
Cedera
fleksi
akibat
fraktura
kompresi
baji
dari
vertebra
c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1)
protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura
ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori
yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit
neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di
tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa
minggu. Meskipun fraktura ledakan agak stabil, keterlibatan
neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam
kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang
lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik,
pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejalagejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong
vertebra
yang
digunakan
selama
atau
bulan
dengan
insiden
yang
tinggi
dari
gangguan
stabilisasi
spinal
menggunakan
berbagai
alat
metalik
diindikasikan.
b. Fraktura Potong
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat
trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah.
Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia
lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah
lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas
yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani
seperti pada cedera fleksi-rotasi.
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera
sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura
biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.
Klasifikasi trauma Medula Spinalis
Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :
barang
berat
diatas
kepala,
kemudian
terjadi
gangguan
tulang
belakang
setinggi
vertebra
lumbal
dan
yang terkena
Paraplegia
Tingkat neurologik
Paralisis sensorik motorik total
Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
Penurunan keringat dan tonus vasomoto
Penurunan fungsi pernafasan
Gagal nafas
Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan
keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan
vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas
bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
2. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya
tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan
inkontinensia urine dan retensi feses.
3. Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan
refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.
4. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki laki adanya impotensi,
menurunnya sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi
tetapi tidak dapat ejakulasi.
Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai
berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Pernapasan dangkal
Penggunaan otot-otot pernapasan
Pergerakan dinding dada
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
Bradikardi
Kulit teraba hangat dan kering
Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana
Kelemahan otot
Adanya deformitas tulang belakang
Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
2.9 Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai
harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi
selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian
fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat
berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula
spinalis dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat
terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang
sangat rendah, terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari
72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk
cervical spine fractures and dislocations
sangat bervariasi, tergantung pada tingkat kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya
kerusakansaraf tulang belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga
ditentukan
oleh
besar
individu
mendapatkan
kembali
2.10 Komplikasi
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas
cedera lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih
pasien dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala
atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera
penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan
penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal.
Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan
syok. (Wikipedia, Maret, 2009).
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi
medula (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai transaksi lengkap
medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes
keekstra dural, subdural, atau daerah subarakhloid pada kanal spinal. Setelah
terjadi kontisio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis
menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi
nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan
bertambahnya usia. Selain itu, serabut-serabut itu menjadi kasar dan
mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia
nukleus pulposus melalui anulus, dan menekan radiks saraf spinal.
1. Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahanperdarahan kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan
pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan didalam dan disekitar korda. Peningkatan tekanan menekan saraf dan
menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis
meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf
didarah tersebut terhambat atau terjerat.
yang
melibatkan
pengaktifan
sistem
saraf
simpatis.
Dengan
kejantung
sehingga
kecepatan
denyut
jantunhg
mmHg
sistolik,
sehingga
terjadi
stroke
atau
infark miokardium.
a.
b.
deformasi,
leher)
Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan
lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus mulut
d.
terbuka (odontoid).
Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat
defisit neurologi harus dilakukan MRI atau CT mielografi.
Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi),
b.
c.
struktural
MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
d.
kompresi
Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika
faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada
ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan
e.
f.
g.
interkostal).
GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya
h.
ventilasi
Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya
i.
Hb dan Hmt.
Urodinamik, proses pengosongan bladder.
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto
Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai:
1.
2.
3.
4.
5.
Scan
dan
MRI
bermanfaat
untuk
menunjukkan
tingkat
2.12 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara, Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada
kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula
spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1)
2)
3)
4)
merusak
medula
spinais
ireversibel
yang
Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang
masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau
cedera lain yang menyertai, mencegah, serta metu rnengobati
komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut. Reabduksi atau
sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulanged). Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi
tulang belakang untuk melindungi koral spiral.
tulang
belakang,
cedera
ligamen
tanpa
fraktur,
Gangliosida
mungkin
juga
akan
memperbaiki
transverses,
spinous,dan
lainnya.
Tindakannya
tengkorak
perlu
beban
sedeng
untuk
neurologis
lengkap
terbaik
dirawat
konservatif.
b) Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan
kolar atau sepit (caliper) dan diberi metil prednisolon.
c) Pemeriksaan penunjang MRI
d) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
e) Bila
terdapat
atau
didasari
kerusakan
adanya
j)
Bila
defisitneurologis
reabduksi,
diikuti
tak
lengkap,
imobilisasi
untuk
dilakukan
sesui
jenis
cederanya.
k) Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral
dilakukan pada saat yang sama.
l)
menyebabkan
Pemeriksaan neurologis
b)
c)
B.
a)
b)
c)
d)
e)
Resusitasi klien.
Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
Perawatan kandung kemih dan usus.
Mencegah dekubitus.
Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian
rehabiIitasi lainnya.
Farmakoterapy.
a)
Analgesik.
Suntikan.
c) Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
penanganan
secara
manual
maupun
dengan
menggunakan
peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises
yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena
untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d)
Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus
Electrical
Nerve
Stimulation)
perangkat
di
gunakan
untuk
Ultrasound
0,5-5
MHz
dengan
tujuan
untuk
Traksi tulang
Terapifisik
a) Terapi fisik
Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di awal untuk menghindari
lebih parah kondisi. Penekanan akan di istirahat, mengurangi
peradangan, beban dan stres pada daerah yang terkena. Setelah
peradangan awal telah berkurang, program exercise dan penguatan
akan dimulai untuk mengembalikan fleksibilitas pada sendi dan otot
yang terlibat, sambil meningkatkan kekuatan dan stabilitas pada
tulang belakang.
b) Akupunktur
Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang sangat tipis
pada titik tertentu pada kulit untuk menghilangkan rasa sakit.
c) Stimulator KWD
Alat terapi yang berfungsi sebagai stimulator pada pangkal jarum
akupunktur
sehingga
menghasilkan
berbagai
jenis
getaran
membantu
untuk
mengobati
sakit
punggung,
terapis
2.
3.
medula
spinalis
6.
Pencegahan.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia
dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkahlangkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
paramedis
diajarkan
pentingnya
memindahkan
korban
BAB III
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat
trauma pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai. Tingkat kehati-
hatian dari perawat yang tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal yang
stabil dapat tidak menjadi cedera spinal yang tidak stabil karena pada setiap
fase awal kondisi trauma servikal, perawat adalah orang pertama dan paling
sering melakukan intervensi.
Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapat merusak
kestabilan dari struktur servikal (tulang, diskus, ligamen, dan
medula spinalis)
Implikasi dari hal-hal diatas adalah kewaspadaan perawat untuk
menjaga kesejajaran dari tulang belakang untuk menghindari resiko tinggi injuri
pada korda, maka pada saat pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan
rasional agar pada fase pengkajian dan pada setiap intervensi yang diberikan
tidak merusak kestabilan dari tulang belakang.
Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji sepenuhnya untuk mencari
ada tidaknya cedera spinal. Untuk melakukan hal tersebut, pakaiannya
mungkin terpaksa harus dipotong dari badannya sehingga sesedikit mungkin
mengganggu posisi kenetralan leher. Adanya keluhan nyeri atau kekakuan
pada leher atau punggung harus ditanggapi secara serius, sekalipun klien
dapat berjalan atau bergerak tanpa banyak menglamai gangguan. Tanyakan
mengenai rasa baal, paraestesia, atau kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah.
Mekanisme trauma dari riwayat kecelakaan dapat memberi petunjuk
yang penting seperti jatuh dari tempat tinggi, cedera akibat terjun, benturan
pada kepala, tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit, atau sentakan
mendadak pada leher akibat tubrukan dari belakang (whiplash injury) ini
semua merupakan penyebab kerusakan spinal yang sering ditemukan.
Tanyakan apakah klien yang mengalami cedera sebelumnya, menggunakan
obat-obatan, atau jatuh setelah menggunkan alkohol.
Pada status emergency klien dengan riwayat trauma servikal yang jelas
dan diindikasikan cedera spinal tidak stabil, apabila pengkajian anamnesis
dapat dilakukan maka status jalan napas klien optimal dan anamnesis
diusahakan terfokus pada pengkajian primer, karena pada fase ini klien
beresiko tinggi untuk mengalami kompresi korda yang berdampak pada henti
jantung-paru. Implikasi dari situasi ini adalah pengkajian primer dilakukan
disertai intervensi dengan suatu hal yang prinsip untuk selalu menjaga posisi
leher/servikal dalam posisi netral dan kalau perlu klien dipasang ban servikal.
Apabila pada kondisi di tempat kejadian dimana klien mengalami cedera spinal
servikal tetapi masih memaki helm, maka diperlukan teknis melepas helm
dengan tetap menjaga posisi leher dalam posisi netral. Selanjutnya, peran
perawat dalam melakukan transportasi dari tempat kejadian ke tempat
intervensi lanjutan trauma servikal dirumah sakit harus dilakukan secara hathati, peran memonitoring dan kolaborasi untuk dilakukan stabilisasi.
Pengkajian lanjutan dirumah sakit tetap memperhatikan kondisi
stabilisasi pada servikal dan memonitoring pada jalan napas. Pada setiap
melakukan transportasi klien, perawat tetap memprioritaskan kesejajaran
kurvatura tulang belakang dengan tujuan untuk menghindari resiko injury pada
spinal dengan teknik pengangkatan cara log rolling dan/atau menggunakan
long backboard.
Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya defisit neurologis,
dan status kesadaran pada fase awak kejadian trauma, terutama pada klien
yang diindikasikan cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya
perubahan pada KU, TTV, defisit neurologis, dan tingkat kesadaran secara
bermakna harus secepatnya dilakukan kolaborasi dengan dokter.
Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan trauma. Syok
spinal terjadi bila trauma terjadi pada servikal atau setinggi toraksik. Teknik
pemeriksaan colok dubur dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk
merasakan adanya refleks jepitan pada sfingter ani pada jari akibat stimulus
nyeri yang kita berikan pada glands penis atau klitoris atau dengan menarik
kateter untuk menilai apakah klien mengalami syok spinal.
Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya
memar (pada fase awal cedera) baik leher, muka, dan bagian belakang telinga.
Tanda memar pada wajah, mata atau dagu merupakan salah satu tanda
adanya cedera hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau abrasi
dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan
hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring atau klien dapat menyangga
kepala dengan tangannya. Bila klien terlentang, dada dan perut dapat
diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian
tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda defisit
neurologis.
Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat
berhati-hati dengan menggunakan teknik log rolling (menggulingkan kayu).
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya
diperiksa dengan cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan sekunder di
rumah sakit, pakaian perlu dibuka untuk menilai adanya kelainan pada
punggung. Adanya memar menunjukkan kemungkinan adanya tingkat cedera.
Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah
dapat terbuka bila ligamen tersobel; keadaan ini atau hematoma pada spinal
merupakan tanda yang menakutkan (berbahaya). Tulang dan jaringan lunak
diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan.
Gerakan pada spinal dapat berbahaya karena dapat membahayakan korda,
jadi manipulasi gerakan berlebihan harus dihindari sebelum diagnosis
ditegakkan.
Pemeriksaan
neurologis
penuh
dilakukan
pada
semua
hal,
pemeriksaan ini mungkin harus diulangi beberapa kali selama beberapa hari
pertama. Pada awalnya, selama fase syok spinal mungkin terdapat paralisis
lengkap dan hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini dapat
berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama periode ini sulit diketahui
apakah lesi neurologis lengkap atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada
tidaknya refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali refleks primitif
muncul kembali, syok spinal telah berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan
motorik masih tidak ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi perianal
yang utuh menunjukkan lesi yang tidak lengkap dan dapat terjadi
penyembuhan lebih jauh.
TABEL 8. Pengkajian pada Trauma Servikal
Segmen
C1
Fungsi fisiologis
Segmen keluar pleksus
Kondisi patologis
Beban berat yang mendadak diatas
dan pernapasan
C2
paru.
Fraktur C2 terutama pada kecelakaan
dan pernapasan
C3
dan pernapasan
C4
diafragma
C5
terbuka.
Segmen C5-C6 merupakan kurvatura
yang paling menonjol dari servikal
C6
jari
C7
anamnesis
riwayat
penyakit,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
nyeri
berlangsung,
kapan,
apakah
urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah
trauma, dan deformitas pada daerah trauma.
C. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, kecelakaan industri, kecelakaan
lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma
karena tali pengaman dan kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat
meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai
hilangnya sensibilitas yang total dan melemah/menghilangnya refleks alat
diam). Ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, ileus paralitik, retensi
urine, dan hilangnya refleks-refleks.
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka
tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan
benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan
hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau
bila klien tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
D. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,
spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada
tulang belakang. Penyakit lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obatan adiktif perlu ditanyakan untuk menambah komprehensifnya
pengkajian.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat trauma medula
spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
pada
tulang
belakang,
seperti
osteoporosis,
osteoartritis,
I. Pengkajian Primer
1) Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan
besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering
terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan
oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat
fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas
harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu
tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang
berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift
atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar
melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk
menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan
pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas.
2) Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat.
Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang
memadai.
Jika
penguasaan
jalan
napas
belum
dapat
emisis
berwarna
seperti
kopi
tanah
kehilangan
refleks
/refleks
asimetris
2.
3.
4.
Pemeriksaan fisik.
tulang
belakang
sehingga jaringan
saraf
di
medula
spinalis
servikal
sebagai berikut.
a. Inspeksi.
dan
toraks
Didapatkan
sputum, sesak
napas,
diperoleh
klien
hasil
batuk,
pemeriksaan
peningkatan
penggunaan
otot
fisik
produksi
bantu
napas,
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang
didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat.
Hasil
pemeriksaan
kardiovaskular
kliencedera
tulang
belakang
pada
debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau
pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran.
Tingkat
keterjagaan
dan
respons
fungsi
serebral.
penampilan,
Pemeriksaan
tingkah
laku,
dilakukan
gaya
bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami
cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI.
Biasanya
tidak
ada
gangguan
umumnya
tidak
simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela
biasanya melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina,
mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong,
hubungan
antara
kandung
kemih
dan
pusat
spinal.
pada
dinding
perut
atau
dengan
meregangkan
perut.
mengalami
mengkomunikasikan
inkontinensia
kebutuhan
dan
urine,
ketidakmampuan
ketidakmampuan
untuk
Pemeriksaan Motorik
Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi
segmental dari saraf yang terkena.
Pemeriksaan lokalis
Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung.
Pada klien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya
dekubitus pada bokong. Adanya hambatan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah
yang dapat diraba akibat sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera
yang tidak stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi
Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi
motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh
Data
DS: klien/keluarga mengatakan
Etiologi
Kecelakaan kerja
Problem
Ketidakefektifan pola
napas
DO :
Dislokasi C4
cepat
f. orthopnea
g. pernapasan lewat mulut
h. frekuensi dan kedalaman
pernapasan abnormal
i. penurunan kapasitas vital
Disfungsi C4
Disfungsi neuromuscular
paru
2
DS : klien/keluarga mengatakan
Kecelakaan kerja
mobilitas fisik
Dislokasi C4
DO:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
kelemahan, parestesia
paralisis
kerusakan koordinasi
keterbatasan rentang gerak
penurunan kekuatan otot
Tangan dan tungkai tidak
Disfungsi C4
Disfungsi neuromuscular
bisa digerakkan
Gangguan pada otot-otot tubuh
Nyeri akut
Dislokasi C4
Disfungsi C4
Respons nyeri
Nyeri akut
Kecelakaan kerja
Gangguan
eliminasi urine
keluar menetes
DO: Nyeri tekan pada abdomen
dan
keinginan
pemenuhan
kencing
saat
palpasi
DS : klien/keluarga mengatakan
DO:
Kompresi korda
Dislokasi C4
a. Penurunan tingkat
kesadaran (bingung, letargi,
stupor, koma)
b. Perubahan tanda vital
c. Mungkin terdapat
pendarahan pada otak
d. Papiledema
e. Nyeri kepala yang hebat
tinggi
klien mengalami
kebingungan
Aktual/resiko
Disfungsi C4
Disfungsi neurovascular
Aktual/resiko
Kecelakaan kerja
tinggi
Dislokasi C4
Disfungsi C4
jantung sekunder
3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan
napas dari sekresi yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal
pada pengkajian auskultasi.
a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan
paru-paru bersih dari secret.
c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu normal,
frekuensi nadi dan pernapasan normal, bunyi
napas normal, tidak ada sputum purulen.)
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha
melakukan latihan dalam fungsi napas
3. Mendemostrasikan integritas kulit dengan optimal.
a. Memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari
kemerahan atau kerusakan
b. Berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau
prosedur dalam keterbatasan fungsi
4. Mencapai fungsi kandung kemih
a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine.
(mis. suhu normal, berkemih jernih, urine encer)
b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.
BAB IV
Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan
4.1.1 Program
1. Pelayanan Kesehatan Gratis Jamkesda adalah pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan tertentu bagi masyarakat
seluruh
Indonesia
yang
biayanya
ditanggung
oleh
Pemerintah.
2. Pelayanan dasar : pelayanan kesehatan di puskesmas
3. Pelayanan rujukan : pelayanan kelas III rumah sakit
4.1.2 Kepersertaan
1. Seluruh penduduk Indonesia
2. Mempunyai kartu identitas (Kartu Peserta atau KTP/Kartu
keluarga)
3. Bukan merupakan masyarakat yang sudah mempunyai
jaminan
kesehatan
lain
(Askes
PNS,
Jamkesmas,
Rawat Jalan
Rawat Inap
UGD/Emergency
Pelayanan penunjang lainnya
jantung
CT scan dan MRI
Bedah syaraf dan bedah plastic
Penyakit kelamin dan atau penyakit akibat hubungan seksual
Alat bantu kesehatan
4.2 JamKesMas
Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat ) adalah sebuah program
jaminan kesehatan untuk warga Indonesia yang memberikan perlindungan
sosial dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu
yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya
yang
layak
dapat
terpenuhi.Program
ini
dijalankan
olehDepartemen
Tujuan
1) Mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan
tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh
peserta dari berbagai wilayah.
2) Agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan
tidakmampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan. Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga
Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa. Jumlah tersebut berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, yang dijadikan dasar penetapan jumlah
sasaran peserta secara nasional oleh Menkes. Berdasarkan Jumlah Sasaran
Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota.
Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta Jamkesmas Kabupaten/Kota
dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk
Keputusan Bupati/Walikota.
1. Permenkes RI No.1097/Menkes/Per/VI/2011 tentang petunjuk
teknis pelayanan kesehatan dasar Jamkesmas.
2. Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan
tidak mampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan.
4.2.1 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan
Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat pelayanan kesehatan dasar
meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ), rawat inap (RI), serta pelayanan
kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat
lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.
b.
c.
4.3 Gakin
Jaminan pemeliharan kesehatan bagi keluarga miskin dan kurang
mampu (GAKIN) adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan
kepada keluarga miskin dan kurang mampu yang membutuhkan pelayanan
kesehatan meliputi rawat jalan dan rawat inap sebagaimana yang ditetapkan,
baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit yang ditunjuk di Wilayah.
Prosedur Mendapatkan Layanan Program JPK GAKIN
1. Kartu GAKIN, RASKIN, BLT PKH, Kader Kesehatan (Program
Pemerintah lainnya)
2. Foto kopi kartu keluarga (KK)
3. Rujukan dari puskesmas, tidak perlu apabila emergensi
4. KTP
4.4 Lembaga Pelayanan Kesehatan
Lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat pemberian pelayanan
kesehatan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan status kesehatan.
Tempat pelayanan kesehatan ini sangat bervariasi berdasarkan tujuan pemberian
pelayanan kesehatan. Tempat pelayanan kesehatan dapat berupa rawat jalan,
institusi kesehatan, community based agency, dan hospice.
a. Rawat Jalan
Lembaga pelayana kesehatan ini bertujuan memberikan pelayanan
kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan
pada penyakit yang akut atau mendadak dan kronis yang
dimungkinkan tidak terjadi rawat inap. Lembaga ini dapat
dilaksanakan pada klinik-klinik kesehatan, seperti klinik dokter
spesialis, klinik petawatan spesialis dan lain-lain.
b. Institusi
Institusi merupakan lembaga pelayanan kesehatan
yang
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
ini
disingkirkan.
Memindahkan
pasien,
selama
pengobatan
5.2
Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada siapa
saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam
melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat
mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma
medula spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat
melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8, volume 2. Jakarta : EGC.
Keperawatan,
pedoman
untuk
perencanaan
dan