Anda di halaman 1dari 2

Pengertian Riba

Secara literal, riba bermakna tambahan (al-ziyadah)[1]. Sedangkan menurut istilah;


Imam Ibnu al-Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai
dengan
adanya
pertukaran
kompensasi[2].
Imam
Suyuthiy dalam Tafsir
Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam muamalah, uang,
maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya[3]. Di dalam kitab alMabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy an
al-iwadl al-masyruuth fi al-bai (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai
kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi
pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli terdapat
tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu bertentangan
dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal semacam itu
haram menurut syariat.[4]
Hukum Riba
Seluruh ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun
banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan
kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok
hartanya saja.
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam
berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;



Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. [TQS Al Baqarah (2): 275].


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. [TQS Al Baqarah
(2): 279].
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad saw


Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah
riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina. (HR Ahmad dari Abdullah bin
Hanzhalah).
,

Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang
menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang
muslim. (HR Ibn Majah).
: ,

Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya,
dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama. (HR Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, Riba diharamkan berdasarkan
Kitab, Sunnah, dan Ijma. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman
Allah swt,Wa harrama al-riba (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (AlBaqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari
Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang
membinasakan. Para shahabat bertanya, Apa itu, Ya Rasulullah?. Rasulullah saw
menjawab, Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali
dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan,
menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina. Juga didasarkan pada
sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil,
saksi, dan penulisnya.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]Dan umat Islam telah
berkonsensus mengenai keharaman riba.[5]
Imam Nawawiy di dalam Syarah Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim
telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global[6].Mohammad Ali alSaayis di dalam Tafsiir Ayaat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas
keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba nasiiah dan riba fadlal). Keharaman riba
jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua
ditetapkan berdasarkan hadits shahih[7]. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda
menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan
Sunnah[8].
[1] Imam Thabariy, Tafsir al-Thabariy, juz 6, hal. 7
[2] Imam Ibnu al-Arabiy, Ahkaam al-Quran, juz 1, hal. 321
[3] Imam Suyuthiy, Tafsir Jalalain, surat al-Baqarah:275
[4] al-Mabsuuth, juz 14, hal. 461; Fath al-Qadiir,juz 15, hal. 289
[5] Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz 4, hal. 25
[6] Imam Nawawiy, Syarh Shahih Muslim, juz 11, hal. 9
[7] Mohammad Ali al-Saayis, Tafsiir Ayat al-Ahkaam, juz 1, hal. 162
[8] Abu Ishaq, al-Mubadda, juz 4, hal. 127

Anda mungkin juga menyukai