Anda di halaman 1dari 8

Pendidikan Agama dalam Keluarga

LANDASAN TEORITIS

1. A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Orang tua mendidik anaknya, anak
mendidik orang tuanya, guru mendidik muridnya, murid mendidik gurunya, bahkan anjing
mendidik tuannya. Semua yang kita sebut atau kita lakukan dapat disebut mendidik kita.
Begitu juga yang disebut dan dilakukan orang lain terhadap kita, dapat disebut juga mendidik
kita. Dalam pengertian ini kehidupan adalah pendidikan, dan pendidikan adalah kehidupan.
(Lodge, 1974: 23)
Menurut Marimba (1989: 19) bahwa yang dinamakan pendidikan ialah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Ahli pendidikan Islam mengartikan pendidikan dengan mengambil tiga istilah yaitu Talim,
Tadib, dan Tarbiyah. Muhammad Athiyyah al-abrasyi dalam bukunya Ruh al-Tarbiyah wa
al-Talim mengartikan Tarbiyah sebagai suatu upaya maksimal seseorang atau kelompok
dalam mempersiapkan anak didik agar bisa hidup sempurna, bahagia, cinta tanah air, fisik
yang kuat, akhlak yang sempurna, lurus dalam berpikir, berperasaan yang halus, terampil
dalam bekerja, saling menolong dengan sesama, dapat menggunakan pikirannya dengan baik
melalui lisan maupun tulisan, dan mampu hidup mandiri.
Hal itu senada dengan rumusan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang
tertuang dalam Undang-undang no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
3 sebagai bertikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dari beberapa pengertian di atas, pada intinya yang dimaksud pendidikan ialah suatu usaha
seseorang kepada orang lain dalam membimbing agar seseorang itu berkembang secara
maksimal. Baik yang diselenggarakan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat yang
menyangkut pembinaan aspek jasmani, rohani, dan akal peserta didik.
Pendidikan agama ialah pendidikan yang menyangkut dengan penanaman nilai-nilai
keagamaan dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Namun, dalam hal ini
ialah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama harus ditanamkan pada anak sedini
mungkin, bahkan saat anak masih dalam kandungan. Dalam pandangan Islam, manusia lahir
dengan membawa fitrah keagamaan yang harus dikembangkan lebih optimal lagi, yaitu oleh
orang tua sebagai pendidik pertama dan utama, agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa pada Tuhan-nya.

1. B. Dasar Pendidikan Agama dalam Keluarga


Dr. H. Samsu Uwes, M.Pd. mengatakan bahwa: Masa depan kualitas kehidupan suatu
generasi, terkait dan sangat dipengaruhi oleh suasana kehidupan keluarga masa kini. Mutu
moral kehidupan yang telah melembaga dalam suatu rumah tangga akan sangat
mempengaruhi moral anak turunannya (karakter anak-anaknya). Bila kualitas moral dan
karakter suatu keluarga tinggi, akan tinggi pula peluang keberhasilan anak turunannya,
demikian juga sebaliknya. (Mimbar pendidikan, 2004:34).
Keluarga merupakan pendidikan pertama dan yang utama bagi anak. Karena dalam
keluargalah anak mengawali perkembangannya. Baik itu perkembangan jasmani maupun
perkembangan rohani. Peran keluarga dalam pendidikan bagi anak yang paling utama ialah
dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat, serta pembinaan
kepribadian. Adapun yang bertindak sebagai pendidik dalam pendidikan agama dalam
keluarga ialah orang tua yaitu ayah dan ibu serta semua orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan anak itu seperti kakek, nenek, paman, bibi dan kakak. Namun yang
paling utama ialah ayah dan ibu.
Orang tua harus memperhatikan perkembangan jasmani, akal, dan rohani anak-anaknya,
dengan tujuan agar anak dapat berkembang secara maksimal. Perlu disadari pula bahwa anak
dilahirkan dengan membawa bakat, potensi, kemampuan serta sikap dan sifat yang berbeda
untuk itu orang tua sebagai pendidik dalam keluarga perlu memahami perkembangan jiwa
anak, agar dapat menentukan metode yang sepatutnya diterapkan dalam mendidik dan
membimbing anak-anaknya. Orang tua harus bersikap lemah lembut serta tidak boleh
memaksakan metode yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak.
Setiap anak adalah individu yang tidak dapat diibaratkan sebagai tanah liat yang
bisadibentuk sesuka hati oleh orang tua. Namun harus disesuaikan dengan perkembangan
jiwa dan potensi anak sebagai tanda kasih sayang dan tanggungjawab moral orang tua yang
secara konsisten dilandasi oleh sikap dipercaya dan mempunyai suatu pola relasi hubungan
antara kesadaran kewajiban dengan kepatuhan terhadap orang tua atas kesadaran tersebut.
(Samiawan, 2002:57).
Pendidikan yang paling utama dalam keluarga ialah yang mencakup pendidikan ruhani anak
atau pendidikan agama. Pendidikan agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi
spiritual anak agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia.
Menurut Prof. Ahmad tafsir dalam bukunya ilmu pendidikan dalam persfektif islam (2007:
157), ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan agama dalam keluarga. Pertama,
penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkwembangan jasmani
akalnya. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan
pengetahuan di sekolah.
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan berbagai perubahan tata nilai, maka anak
harus disiapkan sedini mungkin dari hal-hal yang dapat merusak mental dan moral anak,
yaitu dengan dasar pendidikan agama dalam keluarga. Sehingga anak diharapkan mampu
menyaring dan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul
dalam pergaulan masyarakat.

Menurut Al-Ghazali, bahwa anak adalah amanat dari Alloh dan harus dijaga dan dididik
untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri pada Alloh. Semuanya bayi
yang dilahirkan ke dunia bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum berbentuk
tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan
membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sangatlah
besar, terutama dalam pendidikannya. Pendidikan agama dalam keluarga telah disyariatkan
oleh Alloh dalam Al-quran dan diinterpretasikan melalui hadits Nabi Muhammad Saw.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Al-Quran Surat At-Tahrim ayat 6.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
1. Al-Quran Surat Al-Kahfi ayat 46
Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan
yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.
1. Al-quran Surat Furqon ayat 74-75
Artinya: Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami
imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka itulah orang yang dibalasi dengan
martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan
penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya,
1. Rasululloh Saw bersabda yang artinya: Semua anak dilahirkan membawa fitrah(bakat
keagamaan), maka terserah kepada kedua orang tuanya untuk menjadikan beragama
Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. (HR Muslim)
2. Rasululloh Saw bersabda
Artinya: Kewajiban orang tua kepada anaknya ialah memberi nama yang baik, mendidik
sopan santun dan mengajari tulis menulis, renang, memanah, memberi makan dengan
makanan yang baik serta mengawinkannya apabila ia telah mencapai dewasa. (HR Muslim)
1. Rasululloh Saw bersabda
Artinya: Suruhlah anak-anakmu Shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukulah mereka
(jika tidak mau) Shalat ketika sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (HR. Abu
Dawud)

Dari beberapa keterangan diatas, baik Al-quran maupun hadits mengisyaratkan bahwa
pendidikan dalam keluarga itu sangat penting terutama dalam pendidikan agama. Pendidikan
yang ditanamkan orang tua pada anak merupakan landasan dasar berpijak anak dalam
berpikir dan berkembang secara jasmani, rohani dan mental anak.
Dalam pandangan Islam, pendidikan dimulai dalam keluarga jauh sebelum anak lahir, yaitu
dengan terlebih dahulu memilih pasangan hidup. Calon ayah harus memilih calon ibu yang
baik, begitupun sebaliknya. Karena ayah dan ibu akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan anak-anaknya. Ayah dan ibu yang tidak baik, tidak akan mampu mendidik
anaknya untuk menjadi baik. Dalam hal ini, Rasululloh Saw memberikan kriteria sebagai
berikut:
Artinya: Wanita dinikahi karena empat kriteria: Karena hartanya banyak, karena turunannya
baik, karena rupanya baik, karena agamanya baik. Beruntunglah kamu yang memilih wanita
karena agamanya, dengan demikian kamu akan berbahagia (HR. Bukhori Muslim)
Kriteria penting menurut hadits di atas ialah beragama. Harta dan kecantikan satu saat akan
hilang, begitu pula dengan keturunan baik tidak akan menjamin kebahagiaan. Bahkan dengan
harta, kecantikan, dan turunan baik mungkin akan membuat seseorang tinggi hati dan
sombong. Dan yang menjamin kebahagiaan seseorang ialah apabila orang itu beragama, dan
berpegang teguh pada ajaran agamanya. Itulah yang akan menyelamatkannya di dunia dan
akhirat.
Pendidikan anak sebelum anak lahir sebenarnya dilakukan bukan terhadap anak itu,
melainkan terhadap ayah dan ibunya yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
perkembangan anak, terutama saat proses kehamilan. Kedua belah pihak yaitu ayah dan ibu
diharapkan hidup tenang, banyak berdoa dan beribadah pada Alloh agar diberi anak yang
cerdas, luhur budi pekertinya dan rupawan. Setelah anak lahir, barulah pendidikan itu
dilakukan secara langsung pada anak tersebut.
Ada beberapa upaya dalam pandangan Islam yang semestinya dilakukan orang tua dalam
pendidikan anak diantaranya sebagai berikut:
1. Melakukan azan dan iqamah, azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Hal ini
menurut Ibn al-doyyin al-Jaujiyah dimaksudkan agar getaran-getaran pertama yang
didengar oleh manusia adalah kalimat panggilan agung yang mengandung kebesaran
Alloh dan kesaksian pertama masuk Islam.
2. Mencukur rambut pada saat bayi berusia 7 hari, dan melakukan Aqiqah, sebagai
sunnah Rasululloh Saw.
3. Memberi nama yang baik
Orang tua hendaknya memberikan nama yang baik bagi
anak-anaknya. Nama dapat mempengaruhi pergaulan anak. Nama
yang baik akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, dan sebaliknya nama yang buruk
akan menjadikan anak minder, karena namanya menjadi bahan olok-olokan oleh temannya.

1. Melakukan khitan
Adapun kegunaan khitan dalam pendidikan anak antara lain:
1)

Anak dilatih mengikuti ajaran Nabi

2)

Khitan membedakan pemeluk Islam dari pemeluk agama lain.

3)

Khitan merupakan pengakuan penghambaan manusia terhadap Tuhan.

4)

Khitan membersihkan badan, berguna bagi kesehatan, memperkuat syahwat


1. Menyusui bayi

Menyusui bayi mempunyai dampak

positif

terhadap

perkembangan anak, baik fisik maupun mental. Dari segi perkembangan fisik, susu ibu lebih
baik daripada susu buatan atau hewan. Pada saat ibu menyusui anaknya, sebenarnya ia
sedang mencurahkan kasih sayangnya kepada anak dan akan dirasakan sebagai suatu
kehangatan kasih ibu yang melindungi. Ini besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa
anak.
1. Orang tua hendaknya mendidik anak tentang ajaran agama, cara beribadah, doa
sehari-hari dan baca-tulis Al-quran.
2. Orang tua hendaknya menjaga hubungan yang baik dan harmonis
antara anggota keluarga.
1. Orang tua hendaknya menjadi tauladan bagi anak-anaknya baik dalam berbicara,
bersikap, bergaya hidup dalam kehidupan sehari-hari.
2. Orang tua hendaknya memperlakukan anak secara adil, dan menjadi sahabat yang
baik bagi anak.
3. Orang tua hendaknya tidak memperlakukan anak secara otoriter dan juga tidak terlalu
permisif. Keduanya harus berjalan seimbang.
4. Orang tua hendaknya dapat menjauhkan anak dari pengaruh pergaulan yang tidak
baik, serta menanamkan kemampuan untuk dapat menyaring hal-hal yang di temui
anak dalam pergaulannya di masyarakat luas.
Pendidikan agama yang ditanamkan orang tua sejak dini pada
anak berperan penting dalam kehidupan anak. Karena nilai-nilai agama yang terinternalisasi
sejak kecil akan menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu mengontrol tingkah laku
dan jalan kehidupan anak, serta menjadi obat bagi jiwa anak.
Zakiah Daradjat (1982: 57) mengemukakan bahwa agama yang ditanamkan sejak kecil
kepada anak-anak akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, yang dapat menjadi

pengendali dalam menghadapi keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap
agama akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam.
1. C. Pola Pendidikan Agama
Pola atau dapat disebut juga sebagai metode merupakan suatu cara yang dilakukan oleh
pendidik dalam menyampaikan nilai-nilai atau materi pendidikan pada peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan itu sendiri sebagai salah satu komponen penting dalam proses
pendidikan, pola atau metode dituntut untuk selalu dinamis sesuai dengan dinamika dan
perkembangan peradaban manusia.
Pola atau metode pendidikan agama dalam Islam pada dasarnya mencontoh pada perilaku
Nabi Muhammad Saw dalam membina keluarga dan sahabatnya. Karena segala apa yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad merupakan manifestasi dari kandungan al-Quran. Adapun
dalam pelaksanaannya, Nabi memberikan kesempatan pada para pengikutnya untuk
mengembangkan cara sendiri selama cara tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi.
Abdulrahman Al-Nahlawi dalam bukunya Ushulu al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Ashalibiha
(1983) mencoba mengembangkan metode pendidikan Qurani.(Syahidin, 2005: 59) yang
disebut metode pendidikan Qurani ialah salah satu metode pendidikan yang berdasarkan
kandungan al-Quran dan as-Sunnah. Dalam hal ini, segala bentuk upaya pendidikan
didasarkan kepada nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Firman Allah
Artinya:(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (Q.S. A-Baqarah :
185)
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa al-Quran selain berfungsi sebagai sumber nilai yang
harus dikembangkan dalam dunia pendidikan, juga dapat dijadikan sebagai sumber dalam
melakukan tindakan pendidikan (metode pendidikan)(Syahidin, 2005:63).
Tujuan pendidikan Qurani diarahkan kepada suatu hasil yang bersifat fisik, mental, dan
spiritual. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang akan membentuk
kepribadian peserta didik.
Tujuan yang bersifat fisik yaitu tingkah laku yang tampak secara nyata, berupa tindakantindakan pengalaman ibadah ritual. Sedangkan tujuan yang bersifat mental berkaitan dengan
tanggungjawab pengembangan intelegensi yang mengantarkan peserta didik kepada
kebenaran tertinggi melalui penyajian fakta-fakta yang relevan dan memadai, dimana faktafakta itu dapat memberikan kesaksian dan eksistensi Alloh. Disamping itu bertujuan untuk
mendorong dan mengantarkan peserta didik kepada berfikir logis dan kritis.
Sementara tujuan spiritual berkaitan dengan kualitas-kualitas ruhaniah manusia yang
mengarah pada perwujudan kualitas kepribadian yang bersifat ruhaniah dan penampakan
pengaruhnya pada perilaku yang nyata dalam tingkah laku, akhlak dan moralitas yang
mencerminkan kualitas pendidikan.

Dalam pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga dapat menggunakan pola atau metode
pendidikan Qurani. Adapun pola-pola pendidikan Qurani yang dapat dilakukan dalam
pendidikan agama dalam keluarga diantaranya sebagai berikut:
1. Pola atau Metode Keteladanan,
Yaitu suatu pola atau metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada
anak didik, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Keteladanan merupakan salah satu metode
pendidikan yang diterapkan Rasululloh dan dianggap paling banyak pengaruhnya terhadap
keberhasilan menyampaikan misi dawahnya. Sebagai umat Islam, sudah seharusnya kita
mencontoh perilaku Nabi Muhammad Saw, karena dalam dirinya telah ada keteladanan yang
mencerminkan Al-quran.
Firman Alloh:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasululloh itu suri tauladan yang baik bagimu,
yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Alloh dan hari akhir, dan dia banyak
mengingat Alloh (Q.S. Al-Ahzab 33: 21).
Secara paedagogis, manusia telah diberi fitrah oleh Allah,SWT untuk mencari Suri teladan
yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam hidupnya, dan yang dapat menjelaskan pada
mereka bagaimana seharusnya menjalankan syariat Allah, SWT.
1. Pola atau Metode Qishah Qurani
Yaitu cerita yang ada dalam Al-quran tentang umat-umat terdahulu, baik informasi tentang
kenabian maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat terdahulu. Cerita-cerita yang
ada dalam Al-quran bukan cerita dongeng. Namun cerita-cerita dalam Al-quran merupakan
peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dan dapat diambil hikmahnya.Firman Alloh:
Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. Yusuf 12: 111)
Dengan Qishash Qurani ini diharapkan pada diri anak tertanamnya kesadaran dalam
menjalankan syariat agama, keikhlasan dan ketawakalan dalam beribadah ataupun dalam
menghadapi segala cobaan yang dihadapinya, serta menumbuhkan rasa cinta pada kebaikan
dan rasa benci kepada kezaliman dan kemungkaran.
1. Pola atau Metode Targhib-Tarhib
Kata Targhib berasal dari kata kerja raghaba yang berarti menyenangi, menyukai, dan
mencintai, kemudian kata itu diubah menjadi kata benda yaitu targhib yang bermakna suatu
harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan, kebaghagiaan. Sedangkan Tarhib berasal
dari kata Rahhaba yang berarti menakut-nakuti atau mengancam kemudian kata itu diubah
menjadi kata benda yaitu Tarhib yang berarti ancaman, hukuman.
Abdurrahman Al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan Targhib adalah
janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu yang maslahat

terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti, serta bersih dari segala
kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi kenikmatan
selintas yang mengandung bahaya dan perbuatan buruk. Sementara Tarhib ialah suatu
ancaman atau siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah,
atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban dari Allah. (Syahidin, 2005: 170-171)
Metode Targhib-Tarhib sangat cocok untuk mempengaruhi jiwa anak didik
kecintaan akan keindahan, kenikmatan, dan

karena

kesenangan hidup, serta rasa takut akan kepedihan, dan kesengsaraan.


Dari definisi diatas, Dr. Syahidin, M.Pd. dalam bukunya aplikasi Metode Pendidikan Qurani
dalam pembelajaran Agama di sekolah menyimpulkan bahwa yang dimaksud Targhib adalah
strategi atau cara untuk meyakinkan seseorang terhadap kebenaran Allah melalui janji-Nya
yang disertai dengan bujukan dan rayuan untuk melakukan amal shaleh. Sedangkan Tarhib
adalah strategi atau cara untuk meyakinkan seseorang terhadap kebenaran Alloh melalui
ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan perbuatan yang dilarang oleh Alloh atau
tidak melaksanakan perintah Alloh.
Dengan metode Targhib dan Tarhib ini diharapkan pada diri anak timbul rasa kehati-hatian
dalam melakukan perbuatan, menimbulkan rasa takut terhadap akibat buruk bila ia
melakukan kesenangan yang tidak dibenarkan oleh hukum agama, menimbulkan perasaan
Rabaniyah yakni khauf (takut) khusyu (tunduk) hub (cinta) dan raja (harap) pada Alloh, serta
meningkatkan kesadaran pada diri anak dalam menjalankan perintah Alloh dan menjauhi
segala larangan dari Alloh.

Anda mungkin juga menyukai