Anda di halaman 1dari 22

Anatomi Telinga

Telinga sendiri terbagi menjadi tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. 1, 2
Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini
menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Terdapat tiga tulang pendengaran
yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara
tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.

Selain itu di daerah ini terdapat saluran

Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan
bagian atas. Guna saluran ini adalah: (1) menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan
menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar. (2) mengalirkan sedikit lendir yang
dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.

Otitis Media
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi
otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Otitis media supuratif dibagi atas
otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis. Begitu pula
dengan otitis media non-supuratif/serosa, dibagi otitis media serosa akut (barotrauma) dan otitis
media serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosis
atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media adhesiva.3

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


Definisi
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) tersebut lebih dari dua bulan,
baik terus menurus atau hilang timbul. Sekret dapat bersifat encer atau kental, bening atau nanah.

Biasanya, pasien dengan perforasi membran timpani yang mengalami otore bersifat mukoid terus
menerus selama 6 minggu hingga 3 bulan dapat dianggap sebagai kasus OMSK. Mengenai batasan
waktu ini, definisi WHO hanya menyaratkan adanya otore selama 2 minggu tetapi kebanyakan ahli
THT mengambil batasan waktu lebih lama, misalnya 3 bulan.2

Klasifikasi
OMSK dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:1,3
1. Benigna (tipe mukosa / tipe aman / tipe tubotimpanik)
Proses peradangan terbatas pada mukosa dan tidak mengenai tulang, biasanya didahului
dengan gangguan fungsi tuba yang menyebankan kelainan di kavum timpani. Perforasi
terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi dan tidak terdapat kolesteatoma.
2. Maligna (tipe tulang / tipe bahaya / tipe atiko-antral )
Disertai kolesteatoma. Perforasi letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat
juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal.

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar, OMSK dapat dibagi menjadi dua tipe, yakni:
1. Tipe aktif, dimana sekret mengalir keluar
2. Tipe tenang dimana tidak ada sekret yang mengalir (kering).
Pengklasifikasian ini akan membedakan tatalaksana yang nantinya akan diberikan kepada
pasien.
Diagnosis OMSK
Diagnosis tepat memerlukan beberapa alat pemeriksaan antara lain lampu kepala yang
cukup baik, corong telinga, alat pembersih sekret telinga, alat penghisap sekret, otoskop atau
mikroskop/endoskop. 1 Sekret telinga dibersihkan dengan alat pembersih sekret atau alat penghisap
sekret, selanjutnya digunakan otoskop untuk melihat lebih jelas lokasi perforasi, kondisi sisa
membran timpani dan kavum timpani. Tidak jarang pula diagnosis yang tepat tentang tipe OMSK
baru dapat ditegakkan dengan bantuan mikroskop atau endoskop. 1

Diagnosis OMSK ditegakkan bila ditemukan perforasi membran timpani dengan riwayat
otore menetap atau berulang lebih dari 2 bulan. Sebaiknya jenis OMSK disertai dengan keterangan
jenis dan derajat ketulian. OMSK yang terbatas di telinga tengah hanya menyebabkan tuli
konduktif. Bila terdapat tuli campuran menandakan komplikasi ke labirin, dapat juga akibat
penggunaan obat topikal yang ototoksik. 1
Pemeriksaan pencitraan mastoid bukan pemeriksaan rutin tetapi perlu untuk melihat
perkembangan pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit. Pemeriksaan mikrobiologi sekret
telinga penting untuk menentukan antibotik yang tepat, tetapi antibiotik lini pertama tidak harus
menunggu pemeriksaan ini. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam diagnosis OMSK adalah tandatanda komplikasi. 1,4
Tanda OMSK tipe bahaya harus dikenali, perforasinya di atik atau marginal atau total. 1,2
Mukosa di sekitar perforasi diganti oleh epitel berlapis gepeng. Debris kolesteatoma dapat
ditemukan di sekitar perforasi terutama di daerah atik. Pada OMSK dengan kolesteatoma yang
terinfeksi, otore berbau khas, tetapi yang tidak terinfeksi bisa kering. Bila terdapat jaringan
granulasi biasanya menandakan telah terpaparnya tulang. Fistel retro aurikuler hampir selalu akibat
kolesteatoma yang terinfeksi. Pemeriksaan rongen dan CT scan dapat menunjukkan kolesteatoma. 1
Patogenesis
Secara umum, kebanyakan gangguan kronis pada telinga tengah didasarkan pada dua
gangguan fungsi yang mendasar, yaitu: terganggunya ventilasi dan peradangan di telinga tengah.
Kedua mekanisme ini saling berkaitan pada setiap kasus gangguan telinga tengah. Gangguan kronis
pada ventilasi telinga tengah mengakibatkan inflamasi mukosa, yang selanjutnya akan mengganggu
fungsi tuba eustachius dan pada akhirnya akan menambah berkurangnya fungsi ventilasi. Hal ini
akan terjadi barulang-ulang dan membentuk siklus. Hal lainnya yang dapat mengganggu fungsi
ventilasi antara lain perubahan tekanan udara luar, obstuksi mekanik pada telinga rengah maupun
tuba dan muaranya, stenosis tulang, atau striktur yang terjadi karena scarring jaringan.5
Faktor lainnya yang berpengaruh adalah faktor genetik misalnya kemampuan penyembuhan
dan resistensi mukosa telinga tengah. Dan yang terakhir adalah faktor organisme penyebab. 5
Terdapat bermacam-macam organisme penyebab OMSK. Kuman gram negatif dan gram
positif baik yang aerob maupun anaerob berperan pada OMSK dengan insiden yang berbeda-beda.
P. aeroginosa merupakan kuman terbanyak ditemukan pada biakan sekret telinga tengah penderita

OMSK tipe benigna maupun tpe maligna. 1,6 Kemudian diikuti dengan S.aureus pada

OMSK

benigna dan Proteus spp. pada OMSK maligna.6 Bakteri-bakteri ini kadangkala ditemukan di kulit
liang telinga, tetapi dapat berproliferasi dengan adanya trauma, peradangan, laserasi atau tingkat
kelembaban yang tinggi. Bakteri ini dapat masuk ke telinga tengah melalui perforasi kronis. 2
Bakteri anaerob yang ditemukan antara lain Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium.2,6
Penemuan kuman anaerob pada OMSK bukanlah merupakan suatu kejutan sebab bakteri ini
merupakan bagian dari mikroflora mukosa orofaring. Bakteri anaerob di rongga mulut dapat masuk
ke telinga tengah melalui tuba Eustachius.6
Manajemen terapi OMSK
WHO dalam buku Chronic Suppurative Otitis media: Burden of illness and Management options
menyarankan berbagai skenario manajemen kasus OMSK. Dalam kondisi yang ideal, berikut ini
adalah langkah-langkah tatalaksana OMSK3:
1. Lakukan pemeriksaan yang lengkap pada kanal telinga, membran timpani, dan telinga
tengah bila perforasinya lebar. Hal ini sangat baik dilakukan dengan otomikroskop. Dapat
dilakukan anastesi umum bila perlu.
2. Lakukan aspirasi sekret dari telinga tengah untuk kultur organisme aerob dan nonaerobik
serta tes sensitivitas.
3. Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk mendekteksi adanya infeksi fokal lainnya
seperti pada hidung, sinus paranasal, faring, dan paru.
4. Lakukan pemeriksaan pure tone dan speech audioGrams untuk menilai adanya gangguan
fungsi pendengaran.
5. Lakukan pemeriksaan radiografi konvensional temporal untuk menilai luasnya penyebaran
penyakit.
6. Lakukan pemberian aural toilet yang nantinya akan dilakukan sendiri di rumah oleh pasien
atau keluarganya.
7. Instruksikan pasien untuk menggunakan antibiotik topikal spektrum luas dan tidak bersifat
ototoksik secara teratur selama 1-2 minggu pada telinga yang sakit.
8. Lakukan penilaian ulang (kontrol) setelah dua minggu. Apabila sekret tidak berkurang, hasil
kultur dan tes sensitivitas menunjukkan adanya infeksi Pseudomonas aeruginosa, ganti
antibiotik topikal menjadi golongan kuinolon atau aminoglikosida lain seperti gentamisin.

9. Apabila kepatuhan pasien terhadap penggunaan aural toilet setiap hari sulit dicapai, minta
pasien untuk datang ke klinik setiap hari agar dapat dilakukan pembersihan dengan aural
toilet.
10. Apabila kepatuhan pasien rendah terhadap tata laksana yang diberikan atau apabila sekret
tetap ada setelah diberikan terapi selama empat minggu, rawat pasien dan berikan antibiotik
parenteral yang dipilih berdasarkan hasil kultur dan uji sensitivitas.
11. Apabila sekret berhenti keluar atau hilang kapan saja pada saat periode terapi, minta pasien
untuk kontrol periodik untuk memonitor penutupan perforasi dan adanya rekurensi.
12. Apabila perforasi tidak menutup namun sekret tidak ada, lakukan timpanoplasti untuk
mempertahankan fungsi pendengaran.
13. Apabila perforasi tidak menutup dan sekret tetap ada, lakukan mastoidektomi untuk
mengeradikasi infeksi.
14. Pada setiap kunjungan, polip yang berukuran kecil dapat dikauter sementara kolesteatom
atik dapat di-suction secara progresif. Lesi yang lebih ekstensif dan komplikasi supuratif
membutuhkan mastoidektomi segera.

Tatalaksana OMSK
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar
tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau
beberapa keadaan, yaitu2 :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan
dengan dunia luar
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan higiene yang kurang.
Sejak awal harus dibedakan OMSK yang sebaiknya mendapatkan terapi operatif untuk
menghindarkan penundaan tindakan operasi pada pasien yang secara medik tidak dapat sembuh
sejak onsetnya dan karena tendensi progresifitas penyakitnya.1

Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau dengan medikamentosa. Terapi
konservatif untuk otitis media kronik pada dasarnya berupa nasihat unuk menjaga telinga agar tetap
kering, serta pembersihan telinga dengan penghisap secara berhati-hati di tempat praktek.
Membersihkan telinga dari otorrhoea yang mukoid dapat mengurangi kuantitas daerah
telinga tengah yang terinfeksi walaupun hanya sementara dan dapat memfasilitasi penetrasi
antimikroba topikal ke telinga tengah sehingga jumlahnya adekuat.
Pembersihan telinga sangat baik dilakukan di klinik dengan ujung alat penghisap yang kecil,
forsep dan kuret untuk menghilangkan jaringan granulasi mukosa yang kecil di telinga tengah.
Sebagai tambahan, pembersihan telinga juga harus dilanjutkan di luar klinik dengan
mengirigasi telinga menggunakan obat pencuci telinga dan atau mengeringkan telinga dengan kapas
lidi sebanyak 2-3 kali sehari.
Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan
H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan
tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli yang berpendapat bahwa
semua obat tetes telinga yang dijual di pasaran mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik.
Oleh karena itu dianjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus-menerus lebih dari 1
atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral dapat diberikan antibiotika dari
golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi penisilin), sebelum hasil resistensi diterima.
Pada infeksi yang diduga penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin
asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka
idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan
infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi
berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan
pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi.jadi bila
terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan

pembedahan. Bila terdapat abses sub-periosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.2
Tujuan mastoidektomi adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang
kering dan aman. Tujuan timpanoplasti adalah menyelamatkan dan memulihkan pendengaran,
dengan cangkok membran timpani dan rekonstruksi telinga tengah.
Terapi pembedahan pada OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman maupun bahaya, antara lain2,4,7,8 :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidektomy)
2. Mastoidektomi radikal dan modifikasinya (timpanoplasti dinding runtuh)
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi / operasi Bondy
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)/ timpanoplasti
dinding utuh
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung luas infeksi atau kolesteatom, sarana yang tersedia
serta pengalaman operator.
Komplikasi Bedah4
Komplikasi intraoperatif
-

Robekan duramater dan kebocoran cairan spinal

Fistula canalis semisirkularis

Accidental Removal of the stapes footplate

Gangguan pada nervus fasialis

Robekan pada sinus lateral vena atau jugular bulb

Komplikasi postoperatif
-

Paralisis nervus fasialis

Stenosis postoperatif (fibrosis pada meatus dan ckanal)

Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan, tetapi dasarnya
tetap sama. Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media menjadi berikut2 :
1. komplikasi intratemporal
a. perforasi membran timpani
b. mastoiditis akut
c. paresis n.fasialis
d. labiritis
e. petronitis
2. komplikasi ektratemporal
a. abses subperiosteal
3. komplikasi intrakranial
a. abses otak
b. tromboflebitis
c. hidrosefalus otikus
d. empiema subdura
e. abses subdura/ekstradura
Komplikasi ke ekstradural dibagi menjadi
1. Petrositis
2. Tromboflebitis sinus lateralis
3. Abses ekstradural
4. Abses subdural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah di antara duramater dan tulang. Pada OMSK
keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatoma yang menyebabkan erosi
tegmen timpani atau mastoid. Gejalanya berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto
Rontgen mastoid yang baik, terutama posisi Schuller, dapat dilihat kerusakan di lempeng tegmen
yang menandakan tembusnya tegmen. Pada umumnya abses ini baru diketahui pada waktu
mastoidektomi. 2
Abses subdural jarang terjadi sebagi perluasan langsung dari abses ekstradural biasanya
sebagai perluasan tromboflebitis melalui pembuluh vena. Gejalanya berupa demam, nyeri kepala
dan penurunan kesadaran sampai koma. Gejala kelainan susunan saraf pusat bisa berupa kejang,

hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat kernig positif. Pungsi lumbal dilakukan untuk
membedakan dengan meningitis. Pasa abses subdural, pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar
protein biasanya normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau pada abses ekstradural nanah keluar
pada waktu operasi mastoidektomi, pada abses subdural, nanah harus dikeluarkan secara bedah
saraf, sebelum dilakukan operasi mastoidektomi. 2
Penantalaksanaan komplikasi intrakranial
Secara umum, pengobatan komplikasi penyakit telinga mencakup dua hal, yakni penanganan yang
efektif terhadap komplikasi dan usaha penyembuhan infeksi primernya.
Pengobatan antibiotika pada komplikasi intrakranial sulit karena adanya sawar darah otak
yang menghalangi banyak jenis antibiotika untuk mencapai konsentrasi yang tinggi di cairan
serebrospinal. Maka pengobatan terdiri dari pemberian antibiotika dosis tinggi secepatnya,
penatalaksanaan operasi infeksi primer di mastoid pada saat yang optimum dan bedah syaraf bila
diperlukan.
Protokol penatalaksanaan pasien dengan komplikasi intrakranial oleh Departemen THT
FKUI/RSCM. Pemberian antibiotika dimulai dengan ampisislin 4 x 200-400 mg/kgBB/hari,
kloramfenikol 4 x -1 g/hari untuk dewasa. Pemberian metronidazol 3 x 400-600 mg/hari juga
dapat dipertimbangkan. Antibiotika yangdiberikan disesuaikan dengan kemajuan klinis dan hasil
biakan dari sekret telinga ataupun likuor serebrospinal. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Bila pada CT-scan terlihat adanya tanda ensefalitis atau abses
intrakranial, maka pasien perlu dikonsulkan ke bagian bedah saraf untuk melakukan tindakan bedah
otak untuk drenase dengan segera. Bila tidak dilakukan tindakan bedah dengan segera, maka
pengobatan medikamentosa dianjutkan sampai 2 minggu, kemudian dikonsulkan kembali ke bedah
saraf. Mastoidektomi dilalukan sebelum atau sesudah bedah saraf melakukan operasi otak. Jika
keadaan umum pasien buruk, maka mastoidektomi dilakukan dengan analgesia lokal.
Pendekatan bedah mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan patologik
di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal, walaupun mastoidektomi simpel yang
baik kadang-kadang dapat dipakai. Tujuan operasi adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi
seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi infeksi. Mastoidektomi dengan atau tanpa
timpanoplasti terkadang harus dilakukan untuk menyembuhkan OMSK secara permanen.
Mastoidektomi dilakukan dengan memindahkan sel-sel udara, jaringan granulasi, dan debris di

mastoid menggunakan bor untuk tulang dan alat-alat microsurgery. Sementara timpanoplasti
dilakukan dengan menutup perforasi membran timpani dengan menggunakan tandur jaringan lunak
(soft tissue graft), dapat disertai ossicular chain ataupun tidak. Dua prosedur ini dapat dilakukan
bersama-sama untuk menyembuhkan OMSK, terutama bila OMSK tersebut disertai dengan adanya
kolesteatom.

BAB II
ILUSTRASI KASUS

Identitas
Nama

: Ny P

Umur

: 39 tahun

Alamat

: Jl Cipinang Atas, Pulo Gadung, Jakarta Timur

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Kristen

Tanggal masuk RSCM

: 29 Mei 2008

No. Rekam medis

: 322.58.48

Anamnesis
Keluhan Utama
Telinga kanan terasa nyeri yang dirasakan semakin memberat sejak satu bulan sebelum masuk
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak kecil (pasien lupa sejak kapan), dari telinga kanan pasien sering keluar cairan, carian agak
lengket dan berwarna kuningan kehijauan seperti nanah yang disertai bau. Nyeri pada telingga
kanan dirasakan hilang timbul pada awalnya, tetapi makin lama menjadi terus-menerus dan semakin
memberat. Nyeri dirasakan pada daerah sekitar telinga kanan dan menjalar sampai seluruh kepala.
Kadang-kadang dari telinga kanan pasien keluar jaringan berbentuk seperti daging lepas berukuran
sebesar kacang hijau yang berwarna kecoklatan dan kadang-kadang disertai darah. Pasien tidak
pernah menggorek-ngorek telinganya.
Telinga terasa penuh. Saat ini tidak ada cairan keluar dari telinga.Pasien merasa pendengaran telinga
kanannya menurun. Keluhan telinga berdeging, terasa bindeng, pusing seperti berputar, demam,
mual ataupun muntah disangkal oleh pasien. Kejang dan pingsan disangkal. Muntah menyemprot
tidak pernah. Bengkak pada daerah belakang telinga disangkal. Keluhan mulut mencong disangkal.

Pasien selama setahun belakangan ini berobat ke RS dekat rumahnya dan hanya diberikan obatobatan tetes telinga dan obat minum. Menurut pasien setelah minum obat tersebut cairan berhenti
keluar tetapi nyeri masih tetap dirasakan pada daerah sekitar telinga. Sebelum ke RSCM, pasien
pernah berobat ke seorang spesialis THT yang kemudian merujuknya dengan keterangan suspek
OMSK dan sefalgia.
Riwayat Penyakit Dahulu
HT (-), DM (-), alergi (-)
Riwayat sering batuk/pilek (+), riwayat menyelam ataupun naik pesawat disangkal, riwayat trauma
telinga disangkal.
Riwayat demam tinggi ketika kecil (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit kencing manis, darah tinggi, alergi, asma disangkal. Riwayat sakit serupa pada
keluarga (-).
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Kebiasaan menggorek-ngorek telinga disangkal.

Pemeriksaan Fisik (2 Juli 2008)


Tanda Vital
Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 120/90 mmHg

Frekuensi nadi

: 96 x / menit

Suhu

: 36,40 C

Frekuensi napas

: 18 x / menit

Status Generalis
Kepala

: deformitas (-).

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

THT

: lihat status THT

Jantung

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru

: gerakan paru simetris, vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: datar, lemas, hepar dan limpa tidak teraba, bising usus (+)

KGB

: tidak teraba membesar

Status THT
Aurikula
Aurikula Dekstra

Liang telinga lapang, granulasi minimal, serumen (+),


kolesteatoma(+)

Retro Aurikula Dekstra


Aurikula Sinistra
Retro Aurikula Sinistra
Kavum Nasi
Sinus paranasal
Nasofaring
Orofaring

MT sulit dinilai
Fistel (-), sikatriks (-), eritema(-)
LT lapang, MT utuh
Fistel (-), sikatriks (-), eritema(-)
KN lapang, KI eutrofi, sekret (-), septum lurus ditengah
nyeri tekan (-), pemeriksaan sinar tembus tidak dilakukan
Sulit dinilai.
Arkus faring simetris, tidak hiperemis, uvula di tengah, T1-T1

Laring

Sulit dinilai

Tes penala:
Aurikula Dekstra

Rinne
-

Aurikula Sinistra

Weber
Lateralisasi ke sisi kanan

Kelenjar limfe leher: Tidak teraba membesar

Schwabach
Memanjang
Sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan neurologi
GCS

: E4M6V5= 15

Pupil

: bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+

TRM

: kaku kuduk (-), laseque > 70/ > 70, kernig > 135 / 135

TRM

: Kaku kuduk

:-

Brudzinski I

:-

Brudzinski II

:-

Laseque

: <700 / <700

Kernig

: < 1350 / < 1350

N. Cranialis

:I

: baik

II

: visus kesan baik, refleks cahaya langsung +/+

III

: refleks cahaya tak langsung +/+ , ptosis (-),


tidak ditemukan kelainan gerak bola mata

IV

: tidak ditemukan kelainan gerak bola mata

: hemihipestesi (-), trofik otot masseter dan temporalis baik

VI

: baik, tidak ditemukan kelainan gerak bola mata

VII

: wajah simetri, mulut mencong (-), pengecapan baik, sekresi air


mata & kel. ludah baik

VIII

: keseimbangan tidak dapat diperiksa, tes pendengaran sudah dilakukan.

IX, X : disfonia (-), arkus faring simetris, letak uvula di tengah

Motorik

XI

: parese m. sternokleidomastoideus (-), m. trapezeus (-)

XII

: tidak ditemukan parese, bicara pelo (-)

: kekuatan

5555 5555
5555 5555
tonus
: normotonus
refleks

: refleks fisiologis ++/++, refleks patologis -/-

trofi

: eutrofi

koordinasi

: tidak dilakukan pemeriksaan

Sensorik

: hemihipestesi (-), hemiparestesia (-)

Otonom

: kontinensia uri et alvi (-)

Pemeriksaan Tambahan
1. Pemeriksaan Laboratorium (19 Juni 2008)
Darah perifer lengkap
Hb

14,9 g/dl

13-16

Ht

42 %

40-48

MCV

88,6 fl

82-92

MCH

31,4 pg

27-31

MCHC

35,5 g/dl

32-36

Leukosit

9,2 ribu/l

5-10

Trombosit

359.000/ l

150-400

Hitung Jenis 0,3/7,1/60/24,9/8,1


LED

12

Hemostasis
BT

CT

12

PT

12,1

(kontrol 12,3)

APTT

32,5

(kontrol 36,3)

Kimia Darah
Na

142 mEq/L

135-147

3,45 mEq/L

3.5-5.5

Cl

105 mEq/L

100-106

SGOT

29

SGPT

25

Ureum

34

Kreatinin

1,1

GDS

101

2. Foto Mastoid (27 Mei 2998)


Pneumatic air cells Mastoid kanan menghilang, kiri normal
Tidak tampak destruktif
Kesan :
o Mastoiditis dekstra
o Kolesteatoma
3. Biopsi jaringan kolesteatoma
Kesan : gambaran histologis sesuai dengan jaringan granulasi disertai
kolesteatoma, tidak tampak tanda ganas.
4. Audiometri (29 Juni 2008)
AD : ambang dengar 52 dB gap 40 dB
AS : ambang dengar 25 dB
Kesan : Tuli konduktif sedang AD

Resume
Pasien wanita, usia 39 tahun datang dengan keluhan telinga kanan terasa nyeri yang semakin
memberat sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit. Nyeri awalnya hilang timbul pada telinga
kanan, lama-kelamaan memenjalar ke seluruh kepala dan dirasakan terus menerus. Riwayat sering
keluar cairan dari telinga kanan berwarna kuning kehijauan, lengket, dan berbau. Riwayat keluar
massa berbentuk seperti daging lepas berukuran sebesar kacang hijau berwarna kecoklatan dan
kadang-kadang disertai darah.. Pada pemeriksaan fisik umum dalam batas normal, tanda vital lain
dalam batas normal. Pada pemeriksaan telinga kanan didapatkan adanya kolesteatoma dan membran
timpani sulit dinilai karena sebagian tertutup oleh kolesteatoma. Pemeriksaan tes penala didapatkan
hasil Rinne telinga kanan negatif dan Weber lateralisasi ke sisi kanan dan Swabach memanjang.
Pemeriksaan THT lain dalam batas normal, pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Hasil
laboratorium dalam batas normal. Foto mastoid didapatkan mastoiditis dekstra dan kolesteatoma.
Telah dilakukan pemeriksaan biopsi didapatkan kesan gambaran histologis sesuai dengan jaringan
granulasi disertai kolesteatoma, tidak terdapat tanda keganasan. Hasil pemeriksaan audiometri
didapatkan kesan tuli konduktif sedang telinga kanan.

Diagnosis
Otitis Media Supuratif Kronik tipe bahaya AD
Tuli konduktif sedang AD

Penatalaksanaan

Persiapan operasi Timpanoplasti dinding runtuh dan meatoplasti

Tarivid 2 dd gtt IV

Asam Mefenamat 3 dd 1

Ciprofloxasin 2 dd 1

Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pada pasien wanita berusia 39 tahun dengan keluhan nyeri pada telinga kanan yang semakin
memberat sejak satu tahun SMRS, keluhan nyeri awalnya hilang timbul tetapi semakin lama
semakin memberat dan menjalar ke seluruh kepala. Keluhan nyeri yang dialami oleh pasien dapat
berasal dari telinga maupun merupakan nyeri alih dari gigi molar atas, sendi mulut, dasar mulut,
tonsil, ataupun tulang servikal. Pada pasien ini keluhan pada telinga juga disertai dengan keluhan
telinga lain seperti adanya riwayat sering keluar cairan dari telinga. Sekret yang keluar berwarna
kuning kehijauan, lengket dan berbau, sehingga pada pasien ini dipikirkan adanya kolesteatoma dan
penyakit pada telinga tengah dengan sekret purulen yang sifatnya kronis karena sudah berlangsung
bertahun-tahun. Adanya keluhan pendengaran menurun juga didapatkan dari anamnesis. Atas dasar
anamnesis, diagnosis OMSK tipe bahaya sudah dapat dipikirkan.
Berdasarkan pemeriksaan telinga kanan didapatkan adanya kolesteatoma dan membran
timpani sulit dinilai karena sebagian tertutup oleh kolesteatoma. Literatur mengatakan bahwa
diagnosis pasti baru dapat ditentukan di kamar operasi, oleh karena itu perlu dicari tanda-tanda
klinik akan adanya OMSK tipe bahaya. Karena pada pasien ditemukan kolesteatoma maka
diagnosis tipe bahaya sudah dapat ditegakkan. Saat ini pada pasien sudah tidak ditemukan adanya
cairan yang keluar dari telinga, tetapi berdasarkan referensi OMSK tipe bahaya pada pasien tetap
digolongkan pada OMSK tipe aktif karena pada pemeriksaan telinga didapatkan adanya
kolesteatoma.
Adanya riwayat keluar jaringan berbentuk seperti daging lepas berukuran sebesar kacang
hijau berwarna kecoklatan dan kadang-kadang disertai darah masih mungkin merupakan jaringan
granulasi yang iasanya dapat ditemukan pada OMSK. Adanya jaringan granulasi yang biasany
terdapat pada sudut sinodural ataupun daerah tegmental harus dibersihkan, antara lain dengan
melakukan pembersihkan lokal serta pemberian antibiotik topikal.
Keluhan-keluhan lain perlu ditanyakan untuk menggali apakah pada pasien sudah terdapat
komplikasi, mengingat perjalanan penyakit pasien yang sudah kronis dan belum mendapatkan terapi
yang adekuat. Berdasarkan anamnesis tidak didapatkan keluhan tinitus, autofoni, vertigo tidak
didapatkan. Atas dasar anamnesis kemungkinan komplikasi intratemporal dapat disingkirkan.
Keluhan adanya peningkatan tekanan intrakranial yang menunjukkan telah terjadinya komplikasi

intrakranial dapat disingkirkan dari anamnesis adanya muntah menyemprot serta kejang. Oleh
karena itu pada pasien ini belum terjadi komplikasi dari OMSK.
Kolesteatoma pada pasien merupakan jenis akuisital yang masih mungkin merupakan jenis
primer ataupun sekunder. Adanya kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
kuman, sehingga dapat terjadi infeksi. Pada pasien dengan kolesteatoma kuman tersering yang
menyebabkan infeksi adalah Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa. Kedua kuman
tersebut termasuk golongan kuman anaerob. Adanya kolesteatoma juga akan menekan dan
mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Adanya proses
pembusukan bakteri turut memperberat terjadinya nekrosis tulang dan pada akhirnya dapat
mempermudah timbulnya komplikasi. Berdasarkan pemeriksaan adanya komplikasi dapat
disingkirkan.
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhanpendengaran yang menurun tertutama pada
telinga kanan serta pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne telinga kanan negatif dan
Weber lateralisasi ke sisi kanan dan Swabach memanjang. Pemeriksaan pada telinga kiri normal.
Hasil tersebut sesuai dengan tuli konduktif telinga kanan. Pemeriksaan audiometri juga telah
dilakukan pada pasien dengan hasil didapatkan kesan kesan tuli konduktif sedang telinga kanan.
Kemungkinan kelainan telinga tengah yang dapat menyebabkan penurunan fungsi pendengaran
pada pasien ini seperti barotrauma dapat disingkirkan karena dari anamnesis tidak didapatkan
riwayat menyelam ataupun naik pesawat, kemungkinan adanya trauma yang menyebabkan
kerusakan struktur organ-organ pendengaran dapat disingkirkan. Sehingga penyebab penurunan
pendengaran pasien merupakan bagian dari penyakit OMSK, bukan karena penyebab lain.
Dilakukannya pemeriksaan audiometri ini sesuai dengan anjuran WHO untuk menilai gangguan
fungsi pendengaran. Gangguan fungsi pendengaran ini penting untuk menentukan keadaan fungsi
pendengaran pasca operasi, karena jenis operasi tertentu dapat menyebabkan pendengaran
berkurang sekali sampai menimbulkan hambatan dalam kehidupan pasien.
Pada pemeriksaan foto mastoid didapatkan adanya tanda mastoiditis kanan dan
kolesteatoma. Hal ini sesuai dengan keadaan klinis pasien. Pemeriksaan biopsi pada pasien ini
kurang sesuai dengan algoritme penatalaksanaan OMSK tipe bahaya, karena tidak termasuk dalam
prosedur algoritme penatalaksanaan OMSK tipe bahaya. Pemeriksaan biopsi jaringan pada pasien
ini dilakukan untuk memastikan kolesteatoma atau bukan serta adanya kemungkinan tanda-tanda

keganasan, dengan hasil histopatologi yang sesuai dengan kolesteatoma semakin menguatkan
diagnosis OMSK tipe bahaya.
Sesuai dengan Panduan Pengobatan Otitis Media Supuratif Kronis di Indonesia dari
Perhimpunan Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Indonesia, terapi pada
pasien OMSK tipe bahaya adalah dengan tindakan operasi yakni pilihan atikotomi anterior,
timpanoplasti

dinding

utuh,

timpanoplasti

dinding

runtuh,

atticoantroplasti/osteoplastik

epitimpanotomi, timpanoplasti buka-tutup dan sebagainya.


Pemberian obat-obatan seperti Tarivid, Asam Mefenamat dan Ciprofloxasin sudah sesuai
dengan literatur. Terapi antibiotik pilihan untuk yang dianjurkan adalah golongan florokuinolon,
golongan ini masih efektif untuk kuman seperti Pseudomonas yang kebanyakan sudah resisten
terhadap golongan obat lain. Sebaiknya jika yang dicurigai adalah kuman anaerob dapat dipilih
golongan lain yang memiliki spektrum antimikroba anaerob seperti metronidazol, klindamisin
ataupun kloramfenikol.
Terapi bedah yang dipilih pada pasien ini adalah jenis timpanoplasti dinding runtuh (Canal
wall down tympanoplasty) yang diikuti dengan rekonstruksi. Teknik ini merupakan modifikasi dari
mastoidektomi radikal. Terapi bedah timpanoplasti dinding runtuh (Canal wall down
tympanoplasty) merupakan pilihan untuk OMSK tipe bahaya dengan infeksi dan kolesteatoma yang
sudah meluas. Pada teknik ini mukosa kavum timpani dan sisa-sisa tulang pendengaran
dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius dipertahankan, kavitas operasi
ditutup dengan fasia m. temporaralis dan dilakukan rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.
Pemilihan teknik timpanoplasti dinding runtuh ini sesuai dengan indikasi relatif yang terdapat pada
referensi, yaitu adanya penyakit yang ekstensif dengan pneumatisasi mastoid yang buruk.
Beberapa hal penting untuk disampaikan kepada pasien sebelum dilakukan operasi
mastoidektomi pada pasien dengan OMSK, antara lain perlu dijelaskan mengenai teknik operasi
secara umum, penggunaan skin graft, dan jenis rekonstruksi yang diperlukan. Adanya diskusi
dengan pasien sebelum dilakukannya operasi penting untuk menjamin pasien datang kontrol setelah
dilakukan operasi. Risiko dari operasi juga perlu dijelaskan kepada pasien, antara lain kemungkinan
gangguan pendengaran, keseimbangan, maupun gangguan fungsi nervus fasialis. Pasien juga perlu
dijelaskan mengenai kemungkinan terjadinya penyakit residu ataupun rekuran, infeksi, hematoma
post operasi, kemungkinan adanya perubahan penampilan pada telinga dan juga infeksi serta
jaringan parut pada daerah donor. Kerugian dari teknik ini adalah pasien tidak boleh berenang,

harus kontrol teratur untuk mencegah infeksi kembali serta keadaan pendengaran yang berkurang
sekali. Kontrol antara lain termasuk pemberian antibiotik serta perawatan luka operasi.
Prognosis pasien quo ad vitam adalah bonam, karena pasien belum mengalami komplikasi
berbahaya yang dapat mengancam nyawa, dan telah mendapatkan mendapatkan terapi yang sesuai
untuk mengatasi OMSK pada pasien. Quo ad functionam adalah dubia ad malam karena pada
OMSK tipe bahaya yang dialami pasien telah menyebabkan terjadinya tuli konduktif pada telinga
kanan. Fungsi pendengaran pasien akan menurun tetapi dalam melakukan aktivitas sehari-hari
belum terlalu terganggu karena fungsi telinga kiri masih baik. Jenis operasi yang dijalani oleh
pasien juga turut menentukan prognosis fungsi pendengaran pasien. Teknik timpanoplasti dinding
runtuh (Canal wall downp tympanoplasty) memiliki kerugian yaitu pendengaran akan berkurang
sekali. Quo ad sanationam pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena masih tergantung dari
perilaku dan higiene pasien setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit. Diharapkan dengan
edukasi yang baik kepada pasien mengenai penyakit, diharapkan tidak terjadi kekambuhan di
kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005. h 55-68

2.

Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hal: 64-77.

3.

WHO. Chronic suppurative otitis media burden of illness and management options. Child
and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. WHO
Geneva, Switzerland 2004

4.

Nadol, JB. Chronic Otitis Media. In : Nadol JB, McKenna MJ. Surgery of the Ear and
Temporal Bone. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005. p199-217

5.

Probst, R. Grevers, G. Iro H. Otitis media in: Basic Otorhinolaryngology A Step-by-step


Learning Guide. New York: Thieme. 2004. p 234-249

6.

Helmi. Yusra. Sosrosumuardjo, R. Perbandingan Jenis Kuman dan Kepekaan Antibiotik


Sekret Telinga Tengah Penderita Otitis Media Sepuratif Kronik Tipe Benigna dan Tipe
Maligna. Indonesian Journal of Otorhinolayngology Head &

Neck Surgery. Juli -

September 2005.
7.

Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hal: 7885

8.

Helmi. Bedah telinga tengah untuk otitis media supuratif kronis. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. h 135-72

9.

Kveton JF. Open Cavity Mastoid Operations. In: Glasscock ME, Gulya AJ. GlasscockShambaugh Surgery of the Ear. 5th edition. Ontario: BC Decker. 2003. p499-515

Anda mungkin juga menyukai