Anda di halaman 1dari 4

USHUL KESEBELAS

Semua bidah yang dilakukan dalam agama Islam tanpa sandaran asalnya dan
dipandang baik oleh segolongan manusia menurut hawa nafsunya sama dengan
menambah atau mengurangkan apa yang telah disyariatkan, termasuk dalam
perkara-perkara yang sesat yang wajib diperangi dan dihapuskan. Ini hendaklah
dilaksanakan dengan cara yang paling baik supaya tidak membawa kepada perkara
yang lebih buruk daripada bidah itu sendiri.

KETERANGAN
Dalam ushul ini Al-imam asy-syahid menekankan keperluan iltizam dengan kitab
Allah dan sunnah RasulNya serta berhenti pada hokum Allah tanpa menambah atau
menguranginya.
Berdasarkan hal ini, seorang muslim harus menjauhkan diri dari setiap bid'ah dalam
agama bahkan memeranginya dengan cara yang sebaik-baiknya.
Bid'ah sesat yang ada pada zaman Al-imam asy-syahid telah melemahkan dan
merusak umat islam. Sebagian orang telah mencoba melawan bid'ah itu tetapi
dengan cara yang kasar dan tidak menggunakan bahasa yang baik. Keadaan
semakin memburuk dan perpecahan semakin meluas. Saat itu Al-imam asy-syahid
pun bangkit menyeru manusia kepada sumber yang bersih yaitu kitab Allah dan
sunnah RasulNya, memberi perintah agar tidak menghampiri bid'ah serta
mengengkarinya dengan bahasa yang baik dan berkesan, kemudian Allah memberi
manfaat dengan sebabnya apa yang dikehendakinya.

a. Mengenal Bidah:
Kita sebaiknya mengetahui apa dia bid'ah? Apa sikap Islam terhadapnya? Agar jelas
kepada kita dasar dan sumber yang diambil oleh Al-imam asy-syahid sehingga
digunakan untuk membina kefahamannya.
1. Bid'ah dari segi bahasa adalah sesuatu tanpa contoh di masa lalu.
2. Bid'ah dari segi syara' adalah suatu jalan yang dibuat-buat dalam agama,
yang menandingi syara' yang dengan mengikuti jalan itu seseorang melebihlebihkan dalam beribadah kepada Allah S.W.T. (Al 'I'tisom: 1/28)
Al-imam asy-Syatibi menerangkan dengan lebih detail dalam hal ini dalam
kitabnya "Al I'tisam".

b. Celaan Kepada Bid'ah


Dalil-dalil Al Quran dan Al hadis serta kata-kata Ulama' amat banyak dalam mencela
bid'ah. Lihat Al 'I'tisom untu mengetahui lebih lanjut: 35-103.

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi


bergolongan tidak ada sedikit pun tanggungjawabmu terhadap mereka." (Al
An'aam: 159)
Para Ulama' menafsirkan tentang ayat tersebut bahwa mereka adalah ahli bid'ah.
Sabda Rasulullah S.A.W: "Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan
(agama) kami ini yang bukan darinya maka ia tertolak." (Muslim: 3/1343 no: 1718)
Rasulullah S.A.W pernah bersabda di dalam khutbahnya:
Artinya: "Adapun selepas dari itu, sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah kitab
Allah, seburuk-buruk perkara adalah yang direka-reka. Setiap yang direka adalah
bid'ah dan setiap yang bid'ah adalah sesat." (Muslim: 2/591 no: 867)
Ibnu Al-Maajishum berkata, "Aku mendengar Malik berkata: Sesiapa yang membuat
bid'ah dalam Islam dan memandang baik maka sesungguhnya dia telah
menganggap Muhammad S.A.W telah mengkhianati risalah, Karana Allah telah
berfirman: "Pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agama kamu."
Sebagaimana pada hari itu bukan urusan agama, maka ia juga tidak boleh menjadi
agama pada hari ini. (Al 'I'tisom: 37)

c. Bid'ah dengan Menambah dan Mengurang


Sesungguhnya bid'ah dalam agama adalah tercela baik menambah ataupun
mengurang. Karena dengan menambahkannya artinya menuduh syari' dan syariat
memiliki kelemahan dan kekurangan. Sedangakan menguranginya berarti kufur
dengan sebagian syariat yang membawa pengikutnya ke lembah kehancuran dan
kebinasaan.
Di antara contoh menambahkannya ialah mengadakan pesta hari jadi, memohon
doa/petunjuk kepada kuburan, tawaf di sekelilingnya, hidup seperti rahib. Di antara
contoh menguranginya ialah tidak berjihad, tidak berhukum dengan hukum yang
diturunkan oleh Allah.

d. Mengingkari Bid'ah dalam Urusan Agama Bukan dalam Urusan Dunia


Imam Ays-Syahid sangat cermat dalam mengingkari bid'ah dan menyeru untuk
memeranginya. Beliau telah mensyaratkan bidah ke dalam dua perkara:
1. Bid'ah tersebut adalah yang berkaitan agama.
2. Bidah tersebut tidak memiliki dalil syara'.
Bidah yang dilarang bukanlah bidah dalam urusan dunia. HaI ini karena kaum
muslimin dituntut untuk membuat ciptaan dan pembaharuan dalam urusan dunia
dalam berbagai segi seperti perindustrian, pertanian, dan lain sebagainya untuk
memenuhi keperluan mereka, menguatkan diri, berupaya dalam menunaikan

kewajiban khalifah di bumi dan memakmurkannya. Dalam hal ini Rasulullah S.A.W
telah bersabda:
"Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu." (Muslim: 4/1836 no: 2363).

Imam As Syahid telah menggalakkan Ikhwan agar menerima dan mengambil


sesuatu yang baru lagi bermanfaat dalam urusan dunia sebagaimana yang terdapat
dalam usul kelapan belas.

Alangkah baiknya jika kaum muslimin berhenti pada hukum-hukum Allah,


memfokuskan pikiran dan tenaga mereka untuk mencipta sesuatu yang baru dalam
urusan dunia. Niscaya mereka akan menjadi mulia dan dapat berkuasa
sebagaimana orang-orang yang terdahulu dari mereka yang telah menjadi mulia
dan berkuasa (memimpin). Bid'ah yang mempunyai dalil, sumber dalam syara',
perkara itu lebih mudah dan lebih rendah perkarnya karena hal tersebut adalah
khilaf fiqhi.

e. Memerangi Bid'ah dengan Hikmah


Kita mempunyai dua kewajiban terhadap bid'ah:
1. Mengingkari, memerangi dan menghapuskannya.
2. Mengambil sebaik-baik jalan yang tidak membawa kepada keburukan yang lebih
darinya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Apabila bertemu antara maslahah dan
kerusakan, kebaikan dan kejahatan dan kedua-duanya bertemu maka wajib
mentarjihkan yang rajih (mendahulukan yang lebih besar) darinya yaitu ketika
bertemu antara maslahah dan kerusakan. Sesungguhnya perintah dan larangan
sekalipun mengandung di dalamnya manfaat dan membuang kerusakan, tetapi
harus juga melihat kepada kesannya: Jika maslalah lebih banyak hilang atau
kerusakan lebih banyak terjadi, maka ia tidak lagi diperintahkan, bahkan menjadi
haram jika sekiranya kerusakan lebih banyak dari kemaslahatan. (Al-Fatawa:
28/129)
Al-Imam Ibnu Qayyim rahimullah berkata: "Mengingkari mungkar ada empat
peringkat :
1.
2.
3.
4.

Ia
Ia
Ia
Ia

akan hilang dan berganti dengan sebaliknya.


berkurang sekalipun tidak hilang sama sekali.
berganti dengan yang semisalnya.
berganti dengan yang lebih buruk darinya.

Dua peringkat yang pertama adalah disyariatkan. Yang ketiga adalah tempat
berijtihad dan yang keempat adalah haram.

Saya mendengar Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah - mudah-mudahan Allah


menyucikan ruhnya dan menerangkan kuburnya - berkata: "Aku dan beberapa
orang sahabatku melewati suatu kaum pada zaman Tatar yang sedang minum arak.
Orang-orang yang bersamaku mengingkarinya. Aku mengingkari sahabat-sahabatku
tadi dan berkata : "Allah mengharamkan arak kerana ia menghalangi dari
mengingat Allah dan solat. Mereka juga dihalangi oleh arak dari membunuh,
menawan dan merampas harta orang, maka biarkanlah mereka begitu". (I'laam Al
Muwaqqi'iin: 3/4-5)

Sumber:
Ebook Syarah Usul 20 oleh www.dakwah.info yang diunduh dari:
http://salamatusshadr.blogspot.co.id/2012/10/buku-buku-hasan-al-banna-dandakwah.html

Anda mungkin juga menyukai