UU No
UU No
BAB II DESA
Bagian Pertama Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan, dan Penghapusan Desa
Pasal 2
(1) Desa dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat luas wilayah, jumlah penduduk
dan syarat-syarat lain yang akan ditentukan lebih lanjut dengan peraturan Menteri
Dalam Negeri.
(2) Pembentukan nama, batas, kewenangan, hak dan kewajiban Desa ditetapkan dan
diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri.
(3) Ketentuan tentang pemecahan, penyatuan dan penghapusan Desa diatur dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri.
(4) Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2), baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Bagian Kedua Pemerintah Desa
Pasal 3
e.
f.
g.
h.
i.
Pasal 5
(1) Kepala Desa dipilih secara langsung, umum, bebas dan rahasia oleh penduduk Desa
Warganegara Indonesia yang telah berumur sekurang-kurangnya 17 (tujuhbelas) tahun
atau telah/pernah kawin.
(2) Syarat-syarat lain mengenai pemilih serta tatacara pencalonan dan pemilihan Kepala
Desa diatur dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri.
(3) Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2), baru berlaku sedudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 6
Kepala Desa diangkat oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas nama
Gubernur Kepala Derah Tingkat I dari calon yang terpilih.
Pasal 7
Masa jabatan Kepala Desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 8
(1) Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa bersumpah menurut agamanya atau
berjanji dengan sungguh-sungguh dan dilantik oleh pejabat yang berwenang
mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(2) Susunan kata-kata sumpah/janji yang dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut :
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi Kepala Desa,
langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau
menjanjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya
akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Desa dengan sebaik-baiknya dan
sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi Negara, bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-Undang
Dasar 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memegang rahasia
sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya,
senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan Negara, Daerah dan Desa daripada
kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu golongan dan akan menjunjung
tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah dan Desa. Saya bersumpah/berjanji,
bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga membantu memajukan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa pada khususnya, akan setia kepada
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Kepala Desa sebagaimana
dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Meenteri-Dalam Negeri.
Pasal 9
Kepala Desa berhenti atau diberhentikan oleh pejabat yang berwenang mengangkat karena :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
meninggal dunia;
atas permintaan sendiri;
berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Kepala Desa yang baru;
tidak lagi memenuhi syarat yang dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini;
melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang ini;
melanggar larangan bagi Kepala Desa yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang-undang
ini;
g. sebab-sebab lain.
Desa;
(2)Sekretaris Desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota. madya Kepala Daerah
Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala Desa sesudah mendengar
pertimbangan Lembaga Musyawarah Desa.
(3)Apabila Kepala Desa berhalangan maka Sekretaris Desa menjalankan tugas dan
wewenang Kepala Desa sehari-hari.
(4)Kepala-kepala Urusan diangkat dan diberhentikan oleh Camat
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa.
atas
nama
Pasal 18
Kepala Desa menetapkan Keputusan Desa setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan
Lembaga Musyawarah Desa.
Pasal 19
Keputusan Desa dan Keputusan Kepala Desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
(1)Ketentuan lebih lanjut tentang Keputusan Desa diatur dengan Peraturan Daerah sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1), baru berlaku sesudah ada pengesahan
dari pejabat yang berwenang.
Bagian Kedelapan Sumber Pendapatan, Kekayaan dan Anggaran Penerimaan dan
Pengeluaran Keuangan Desa
Pasal 21
(1)Sumber pendapatan Desa adalah :
a.Pendapatan asli Desa sendiri yang terdiri dari : -hasil tanah-tanah Kas Desa; -hasil dari
swadaya dan partisipasi masyarakat Desa; -hasil dari gotong royong masyarakat; -lain-lain
hasil
dari
usaha
Desa
yang
sah.
b.Pendapatan yang berasal dari pemberian Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang terdiri
dari : *4890 -sumbangan dan bantuan Pemerintah; -sumbangan dan bantuan Pemerintah
Daerah; -sebagian dari pajak dan retribusi Daerah yang diberikan kepada Desa.
c.Lain-lain pendapatan yang sah.
(2)Setiap tahun Kepala Desa menetapkan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan
Desa setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa.
(3)Ketentuan lebih lanjut tentang sumber pendapatan dan kekayaan Desa, pengurusan dan
pengawasannya beserta penyusunan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa
diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
(4)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (3), baru berlaku sesudah ada pengesahan
dari pejabat yang berwenang.
BAB III KELURAHAN
Bagian Pertama Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan, dan Penghapusan Kelurahan
Pasal 22
Pasal 37
Segala peraturan perundang-undangan yang ada, sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum dicabut atau diganti berdasarkan Undangundang ini.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Hal-hal yang belum diatur dan segala sesuatu yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya
Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini tidak berlaku lagi :
a.Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran Negara Tahun 1965
Nomor
84,
Tambahan
Lembaran
Negara
Nomor
2779);
b.Segala ketentuan yang bertentangan dan atau tidak sesuai dengan Undang-undang ini.
*4895 Pasal 40
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 1 Desember 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Desember 1979 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO, SH
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN
1979 TENTANG PEMERINTAHAN DESA
I. UMUM
1.Yang dimaksud dengan Desa dalam judul Undang-undang ini adalah Desa dan Kelurahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dan huruf b Undang-undang ini, sehingga
dengan demikian yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Pemerintah
Kelurahan.
2.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak
berlakunya berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 37), maka mulai pada saat berlakunya Undangundang ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja tidak berlaku lagi.
3.Sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara yang bertujuan tidak saja mengadakan tertib hukum dan
menciptakan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,
tetapi juga yang penting adalah mensukseskan pembangunan di segala bidang di seluruh
Indonesia, guna mencapai cita-cita Nasional berdasarkan Pancasila, yaitu masyarakat adil dan
makmur, baik material maupun spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia, maka perlu
memperkuat pemerintahan Desa agar *4896 makin mampu menggerakkan masyarakat dalam
partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan administrasi Desa yang makin
meluas dan efektif. Sejalan dengan apa yang telah digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara tersebut, maka sudah saatnya pula untuk membuat suatu Undang-undang Nasional,
yang mengatur pemerintahan Desa sebagai pengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965,
sesuai dengan perkembangan Orde Baru yang berniat untuk sungguh-sungguh melaksanakan
dan mensukseskan pembangunan yang telah dimulai sejak PELITA I.
4.Keadaan pemerintahan Desa sekarang ini adalah sebagai akibat pewarisan dari Undangundang lama yang pernah ada, yang mengatur Desa, yaitu Inlandsche Gemeente Ordonnantie
(Stbl.1906 Nomor 83) yang berlaku untuk Jawa dan Madura dan Inlandsche Gemeente
Ordonnantie Buitengewesten (Stbl. 1938 Nomor 490 jo Stbl. 1938 Nomor 681) yang berlaku
untuk di luar Jawa dan Madura. Peraturan perundang-undangan di atas ini tidak mengatur
pemerintahan Desa secara seragam dan kurang memberikan dorongan kepada masyarakatnya
untuk tumbuh kearah kemajuan yang dinamis. Akibatnya Desa dan pemerintahan Desa yang
ada sekarang ini bentuk dan coraknya masih beraneka ragam, masing-masing daerah
memiliki ciri-cirinya sendiri, yang kadang-kadang merupakan hambatan untuk pembinaan
dan pengendalian yang intensif guna peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Undang-undang
ini mengarah pada penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan Desa dengan corak
Nasional yang menjamin terwujudnya Demokrasi Pancasila secara nyata, dengan
menyalurkan pendapat masyarakat dalam wadah yang disebut Lembaga Musyawarah Desa.
5.Sebagai landasan yang dipakai dalam menyusun Undang-undang ini adalah Pancasila,
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18 yang berbunyi Pembagian Daerah Indonesia atas
Daerah besar kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undangundang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan Negara dan hak-hak asal usul dalam Daerah yang bersifat Istimewa, dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara yang menegaskan perlu memperkuat pemerintahan Desa agar makin mampu
menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan
administrasi Desa-yang makin meluas dan efektif. Selain itu, juga Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah pada ketentuan Pasal 88
menyatakan bahwa Pengaturan tentang Pemerintahan Desa ditetapkan dengan Undangundang.
6.Undang-undang ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, hanya mengatur Desa dari segi
pemerintahannya. Undang-undang ini tetap mengakui adanya kesatuan masyarakat termasuk
di dalamnya kesatuan masyarakat *4897 hukum, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang
masih hidup sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan dan ketahanan Nasional.
Oleh sebab itu yang dimaksud dengan pemerintahan Desa dalam Undang-undang ini adalah
kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi
pemerintahan yang terendah langsung di bawah Camat. Dalam perkembangannya Desa-desa
ini telah menjurus ke arah dua pengkategorian sebagaimana terlihat pada Pasal 1 huruf a dan
huruf b dalam Undang-undang ini.
7.Desa yang dimaksud Pasal 1 huruf a, di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan dan
tata pemerintahan sampai sekarang merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat, telah
memiliki hak menyelenggarakan rumah tangganya. Hak menyelenggarakan rumah tangganya
ini bukanlah hak otonomi sebagamana dimaksudkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Dengan demikian perkembangan dan
pengembangan otonomi selanjutnya baik kesamping, keatas dan atau ke bawah, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tetap dimungkinkan sesuai dengan
kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan Nasional. Disamping
itu terdapat pula suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat yang disebut Kelurahanyang
dapat dibentuk di Ibukota Negara, Ibukota Propinsi, Ibukota Kabupaten, Kotamadya, Kota
Administratif dan Kota-kota lain dalam arti bahwa Kelurahan ini juga merupakan suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibawah Camat, tetapi tidak memiliki hak menyelenggarakan rumah
tangganya.
8.Mengingat bahwa Desa dan Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk dan mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat,
menghadapi kemungkinan perkembangan, baik berupa pembentukan, pemecahan,penyatuan
dan penghapusan, maka Undang-undang ini menampung terjadinya hal-hal tersebut. Dalam
melakukan pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan Desa dan Kelurahan perlu
diperhatikan syarat-syarat tertentu antara lain luas wilayah dan jumlah penduduk. Persyaratan
itu perlu diperhatikan supaya Desa dan Kelurahan yang dibentuk atau dipecah itu dapat
diharapkan memenuhi fungsinya sebagai suatu wilayah yang mempunyai pemerintahan yang
terendah langsung di bawah Camat yang mampu dan tangguh melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan termasuk pembangunan. Pengaturan lebih lanjut mengenai pembentukan,
pemecahan,penyatuan dan penghapusan Desa dan Kelurahan oleh Undang-undang ini
diserahkan kepada Pemerintah Daerah, karena Pemerintah Daerah yang bersangkutan
dipandang lebih mengetahui fakta dan keadaan Desa dan Kelurahan di Daerahnya.
9.Dalam pelaksanaan tugasnya Pemerintah Desa dan Pemerintah *4898 Kelurahan dibantu
oleh Perangkat Desa dan Perangkat Kelurahan. Kepala Desa dan Kepala Kelurahan sebagai
orang pertama mengemban tugas dan kewajiban yang berat, karena ia adalah penyelenggara
dan penanggungjawab utama di bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan
urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban. Disamping itu
Kepala Desa dan Kepala Kelurahan juga mengemban tugas membangun mental masyarakat
Desa baik dalam bentuk menumbuhkan maupun mengembangkan semangat membangun
yang dijiwai oleh azas usaha bersama dan kekeluargaan. Dengan beratnya beban tugas
Kepala Desa dan Kepala Kelurahan itu,maka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
Kepala Desa dan Kepala Kelurahan sebagai penanggungjawab utama di bidang pembangunan
dibantu oleh Lembaga Sosial Desa. Dengan pembantu-pembantu seperti tersebut di atas,
diharapkan Kepala Desa dan Kepala Kelurahan, dapat menyelenggarakan pimpinan
pemerintahan Desa dan pemerintahan Kelurahan dengan baik sesuai dan seimbang dengan
laju perputaran roda pemerintahan dari atas sampai bawah.
10.Sebanding dengan beratnya beban tugas Kepala Desa dan Kepala Kelurahan sebagaimana
telah digambarkan di atas, maka Undang-undang ini menekankan perlunya pemenuhan
persyaratan tertentu bagi para calon Kepala Desa dan Kepala Kelurahan. Diantaranya adalah
persyaratan pendidikan minimal yang dalam Undang-undang ini disyaratkan sekurangkurangnya berijazah Sekolah Lanjutan Pertama atau yang berpengetahuan/berpengalaman
sederajat dengan itu. Dengan peningkatan persyaratan pendidikan ini diharapkan agar Kepala
Desa dan Kepala Kelurahan mampu menangani urusan-urusan, baik dalam rangka
penyelenggaraan urusan rumah tangga Desa maupun urusan pemerintahan umum termasuk
pembinaan ketentraman dan ketertiban.
11.Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam pemerintahan Desa terlihat dari adanya Lembaga
Musyawarah Desa yang merupakan wadah dan penyalur pendapat masyarakat di Desa.
Lembaga
Musyawarah
Desa
tersebut
adalah
merupakan
wadah
permusyawaratan/permufakatan dari pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa dalam
mengambil bagian terhadap pembangunan Desa yang keputusan-keputusannya ditetapkan
berdasarkan musyawarah dan mufakat dengan memperhatikan sungguh-sungguh kenyataan
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan.
12.Yang dimaksud dengan Gotong Royong dalam Undang-undang ini adalah bentuk
kerjasama yang spontan dan sudah melembaga serta mengandung unsur-unsur timbal-balik
yang bersifat sukarela antara warga Desa dan atau antara warga Desa dengan Pemerintah
Desa untuk memenuhi kebutuhan yang insidentil maupun berkelangsungan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan bersama baik material maupun spiritual.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
*4899 Cukup jelas. Pasal 2
Syarat-syarat pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan Desa dalam Undangundang ini akan ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri, sedang pelaksanaannya
diatur dengan Peraturan Daerah yang baru berlaku sesudah ada pengesahan dari pejabat yang
berwenang. Peraturan Menteri Dalam Negeri dimaksud ditetapkan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a.faktor manusia/jumlah penduduk, faktor alam, faktor letak dan faktor sosial budaya
termasuk
adat
istiadat;
b.faktor-faktor obyektif lainnya seperti penguasaan wilayah,keseimbangan antara organisasi
dan
luas
wilayah
dan
pelayanan;
c.dan lain sebagainya. Pasal 3
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pedoman Menteri
Dalam Negeri mengenai susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa mengatur hal-hal
sebagai berikut:
a.kedudukan,
tugas
dan
fungsi
Kepala
Desa
b.susunan
organisasi;
c.tata
kerja;
d.dan lain sebagainya, dengan mengindahkan adat istiadat yang berkembang dan berlaku
setempat. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 4
Yang dimaksud dengan penduduk Desa Warganegara Indonesia adalah warganegara
Indonesia yang bertempat tinggal di Desa yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat
untuk dipilih, Pengertian kegiatan terlarang adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti kegiatan G.30.S/PKI dengan
organisasi massanya dan kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya. Yang dimaksud
dengan putra Desa dalam Undang-undang ini adalah mereka yang lahir di Desa dari orang tua
yang terdaftar sebagai penduduk-desa yang bersangkutan atau mereka yang lahir di luar Desa
dan kemudian pernah menjadi penduduk Desa yang bersangkutan sehingga betul-betul
mengenal Desa tersebut. Undang-undang ini menetapkan sekurang-kurangnya umur 25 (dua
puluh lima) tahun yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa,dengan pertimbangan bahwa
dalam usia inilah pada umumnya orang dipandang sudah mantap kedewasaannya. Yang
dimaksud dengan sehat jasmani dan rokhani adalah sehat jasmani dan rokhaninya yang
menurut penilaian mampu melaksanakan tugas-tugas dan pekerjaan sebagai Kepala Desa
dengan baik. Pasal 5
*4900 Ayat (1) Dalam rangka pemilihan Kepala Desa yang dimaksud dengan azas :
a.Langsung. Pemilih mempunyai hak suara langsung memberikan suaranya menurut hati
nuraninya
tanpa
perantara
dan
tanpa
tingkatan.
b.Umum. Pada dasarnya semua penduduk Desa Warganegara Indonesia yang memenuhi
persyaratan sekurang-kurangnya telah berusia l7 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin,
berhak memilih dalam pemilihan Kepala Desa. Jadi pemilihan bersifat umum berarti
pemilihan yang berlaku menyeluruh bagi semua penduduk Desa Warganegara Indonesia
menurut
persyaratan
tertentu
tersebut
di
atas.
c.Bebas Pemilih dalam menggunakan haknya dijamin keamanannya untuk menetapkan
pilihannya sendiri tanpa adanya pengaruh, tekanan atau pada siapapun, dan dengan apapun;
d.Rahasia. Pemilih dijamin oleh peraturan perundang-undangan bahwa suara yang diberikan
dalam pemilihan tidak diketahui oleh siapapun dan dengan jalan apapun; Ayat (2) Pedoman
Menteri Dalam Negeri mengenai tatacara pemilihan Kepala Desa mengatur hal-hal sebagai
berikut:
a.lowongan
b.panitya
C.pencalonan;
d.pelaksanaan
e.pengesahan,
pengangkatan,
f.dan lain sebagainya. Pasal 6
Kepala
dan
Desa;
pemilihan;
pelantikan
Kepala
pemilihan;
Desa;
Pengertian atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I adalah dimaksudkan bahwa pada
hakekatnya pengangkatan Kepala Desa merupakan wewenang Gubernur Kepala Daerah
Tingkat 1. Yang dimaksud dengan calon terpilih ialah calon yang terpilih,dengan suara
terbanyak dengan memperhatikan persyaratan dan tatacara pemilihan yang diatur dengan
Peraturan Daerah, sesuai Pedoman yang dimaksud Pasal 5 ayat (2) Undang-undang ini. Pasal
7
Penetapan masa jabatan 8 (delapan) tahun adalah berdasarkan pertimbangan bahwa tenggang
waktu tersebut dipandang cukup lama bagi seorang Kepala Desa untuk dapat
menyelenggarakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Dipandang dari segi
kelestarian pekerjaan waktu yang 8 (delapan) tahun itu cukup untuk memberikan jaminan
terhindarnya perombakan-perombakan kebijaksanaan sebagai akibat dari penggantianpenggantian Kepala-kepala Desa. Ketentuan pembatasan untuk dapat dipilih kembali hanya
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya adalah dengan *4901 maksud untuk
menghindarkan kemungkinan menurunnya kegairahan dalam menyelenggarakan
pemerintahan di Desa. Pasal 8
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pedoman Menteri Dalam Negeri
mengenai tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Kepala Desa mengatur hal-hal
sebagai berikut :
a.
b.urutan
c.pengukuhan
d.dan lain sebagainya. Pasal 9
tatacara
acara
pelantikan;
pelantikan;
sumpah;
Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain ialah perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau norma-norma yang hidup
dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Desa setempat, Pasal 10
Ayat (1) Dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat
Desa, Kepala Desa antara lain melakukan usaha pemantapan koordinasi melalui Lembaga
Sosial Desa,Rukun Tetangga, Rukun Warga, dan Lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya
yang ada di Desa. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya Kepala Desa di bidang ketentraman
dan ketertiban dapat mendamaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi di Desa.
Pertanggungjawaban Kepala Desa kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
meliputi pelaksanaan urusan-urusan pemerintahan dan urusan pembantuan maupun urusanurusan rumah tangga Desa. Setelah Kepala Desa memberikan pertanggungjawaban kepada
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, selanjutnya menyampaikan keterangan
pertanggungjawaban kepada-Lembaga Musyawarah Desa. Ayat (2) Keterangan
pertanggungjawaban Kepala Desa kepada Lembaga Musyawarah Desa, dapat dijadikan
pegangan pejabat yang berwenang mengangkat dalam mengambil tindakan-tindakan
kebijaksanaan, antara lain dalam rangka pemberian penghargaan dana tanda kesetiaan,
maupun pelaksanan sebagaimana dimaksud Pasal dan lain sebagainya. Pasal 11
Ayat (1) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai kedudukan dan Kedudukan Keuangan
Kepala Desa, Kepala-kepala Urusan dan Kepala-kepala Dusun mengatur hal-hal sebagai
berikut :
a.kedudukan;
b.penghasilan
dan
pembebanan
c.dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas *4902 Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13
anggaran;
Larangan bagi Kepala Desa melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan yang
menjadi kewajibannya yang merugikan kepentinan Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan masyarakat Desa adalah dimaksudkan untuk menghindarkan penyimpangan-
calon;
pengangkatan;
Ayat (1) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai pembentukan Dusun dalam Desa
ditetapkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.faktor manusia/jumlah
penduduk, faktor alam, faktor letak dan faktor sosial budaya termasuk adat istiadat;
b.faktor-faktor obyektif lainnya seperti penguasaan wilayah,keseimbangan antara organisasi
dan
luas
wilayah,
dan
pelayanan;
c.dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pedoman Menteri
Dalam Negeri tentang syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian Kepala-kepala Dusun
mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.syarat-syarat
b.tatacara
pengangkatan
c.dan lain sebagainya. Pasal 17
dan
calon;
pemberhentian;
dan
kewajiban;
kewenangan;
Keputusan Desa ialah semua Keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa serta telah
mendapat pengesahan dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Keputusan
Kepala Desa ialah semua keputusan yang merupakan pelaksanaan dari Keputusan Desa dan
kebijaksanaan Kepala Desa yang menyangkut pemerintahan dan pembangunan di Desa
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum maupun peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 20
Ayat (1) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai keputusan Desa mengatur hal-hal sebagai
berikut :
a.syarat-syarat
dan
tata
cara
b.tata
cara
c.dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 21
pengambilan
keputusan;
pengesahan;
Ayat (1) Yang dimaksud dengan kekayaan Desa adalah segala kekayaan dan sumber
penghasilan bagi Desa yang bersangkutan, misalnya tanah kas Desa, pemandian umum,
obyek rekreasi dan lain sebagainya. Swadaya masyarakat ialah kemampuan dari suatu *4904
kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar ke arah
pemenuhan kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang dirasakan dalam
kelompok masyarakat itu. Usaha-usaha lain yang sah dimaksud sebagai rumusan umum
untuk memungkinkan Desa menciptakan usaha-usaha baru dalam batas yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalamnya dapat dimasukkan usaha-usaha
Desa seperti pasar Desa, usaha pembakaran kapur, genteng dan batu bata, peternakan,
perikanan, dan lain-lain. Begitu juga pungutan-pungutan Desa yang telah ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa
dan telah mendapat pengesahan dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Sumbangan-sumbangan dari Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah, dicantumkan agar
dimungkinkan Desa menerima sumbangan-sumbangan tersebut untuk dimasukkan dalam
Anggaran (Bantuan Inpres, Bantuan Khusus Presiden dan lain-lain Instansi). Dari retribusi
Daerah diberikan atas obyek-obyek Pemerintah Daerah yang letaknya dalam Desa yang
bersangkutan (pemandian umum, obyek rekreasi, obyek pariwisata, dan lain-lain). Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai anggaran Penerimaan dan
Pengeluaran Keuangan Desa mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.perincian
pembagian
b.penetapan
dan
pengesahan
c.pelaksanaan
tata
usaha
d.perubahan
e.perhitungan
f.pengawasan;
g.dan lain sebagainya. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 22
Anggaran;
Anggaran;
Keuangan;
Anggaran;
;
Yang dimaksud dengan Kota-kota lain ialah Desa yang telah menunjukkan ciri-ciri kehidupan
perkotaan. Syarat-syarat pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan Kelurahan
dalam Undang-undang ini akan ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri, sedang
pekerjaannya diatur dengan Peraturan Daerah yang baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang. Peraturan Menteri Dalam Negeri dimaksud ditetapkan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.faktor manusia/jumlah penduduk, faktor alam, faktor letak dan faktor sosial budaya
termasuk
adat
istiadat;
b.faktor-faktor obyektif lainnya seperti penguasaan wilayah,keseimbangan antara organisasi
dan
luas
wilayah
dan
pelayanan;
c.dan lain sebagainya. Pasal 23
Ayat (1) *4905 Kepala Kelurahan biasa disebut Lurah. Ayat (2) Jika dalam Kelurahan tidak
dibentuk Lingkungan karena pertimbangan lain maka Perangkat Kelurahan adalah Sekretariat
Kelurahan. Ayat (3) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai susunan organisasi dan tata
kerja Kelurahan mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.kedudukan,
tugas
dan
fungsi
b.susunan
organisasi
dan
c.dan sebagainya. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 24
Kepala
tata
Kelurahan;
kerja;
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Walikota adalah pejabat yang
berwenang mengangkat Kepala Kelurahan atas nama Gubernur Kepala Daerah Khusus
Ibukota Jakarta untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 25 Ayat(l) Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai tatacara pengambilan
sumpah/janji dan pelantikan Kepala Kelurahan mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.upacara
b.urutan
c.pengukuhan
d.dan lain sebagainya. Pasal 26
acara
pelantikan;
pelantikan;
sumpah;
Ayat (1) kerjasama yang diatur oleh pejabat tingkat atas yang bersangkutan adalah kerjasama
yang mengakibatkan beban bagi masyarakat Desa dan Kelurahan yang bersangkutan. Ayat (2)
Sudah sewajarnya bahwa pejabat tingkat atas yang bersangkutan bertindak dan mengambil
keputusan untuk mengatasi perselisihan yang timbul antar Desa, antar Kelurahan dan antar
Desa dengan Kelurahan yang berada di bawah pengawasannya. Perselisihan itu dapat terjadi
antara :
a.Desa/Kelurahan
dengan
Desa/Kelurahan
dalam
satu
wilayah
Kecamatan;
b.Desa/Kelurahan dengan Desa/Kelurahan lainnya yang tidak termasuk di dalam satu wilayah
Kecamatan;
c.Desa/Kelurahan dengan Desa/Kelurahan lainnya yang tidak termasuk di dalam satu wilayah
Daerah
Tingkat
II;
d.Desa/Kelurahan dengan Desa/Kelurahan lainnya yang tidak termasuk di dalam satu wilayah
Daerah Tingkat I. Perselisihan yang dimaksud dalam huruf a diputuskan oleh Camat, huruf b
oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, huruf c oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I,dan huruf d oleh Menteri Dalam Negeri. Perselisihan yang dimaksud dalam pasal
ini sudah tentu hanya perselisihan mengenai pemerintahan, jadi yang bersifat hukum
publik,sebab perselisihan yang bersifat hukum perdata sudah jelas menjadi wewenang
pengadilan. Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34
Ayat (1) Pada pokoknya Keputusan Desa yang untuk berlakunya memerlukan pengesahan
dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II adalah yang :
a.menetapkan
ketentuan-ketentuan
yang
bersifat
mengatur;
b.menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa, misalnya
penjualan,
pelepasan,
dan
penukaran
kekayaan
Desa;
c.menetapkan segala sesuatu yang memberatkan beban Keuangan Desa. Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Pengawasan umum adalah suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
terhadap segala kegiatan pemerintahan untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan
dengan baik. Pengawasan umum terhadap pemerintahan Desa dan pemerintahan Kelurahan
dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kepala Daerah tingkat I,
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Walikota dan Camat sebagai Wakil Pemerintah di Daerah yang bersangkutan.
Pasal 35
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dilaksanakan secara bertahap mengingat
banyaknya perbedaan-perbedaan kualitatif yang terdapat pada Desa-desa di seluruh wilayah
Indonesia, seperti Desa di Jawa, dan Bali, Kampung di Kalimantan dan lain sebagainya,
sehingga tidaklah mungkin dalam waktu yang singkat diperoleh keseragaman. Pasal 36
Ayat (1) Ketentuan ini dimasudkan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi kekosongan
penyelenggaraan pemerintahan Desa dan Kelurahan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 37
Pasal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya kekosongan peraturan perundangundangan, khususnya mengenai pemerintahan Desa dan Kelurahan. Pasal 38
Cukup jelas. Pasal 39
UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 1999
REPUBLIK
INDONESIA
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undangundang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan
Otonomi Daerah;
2. bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih
menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;
3. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar
negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan
Otonomi Daerah dengan memberikan wewenang yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan
Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang
dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3037) tidak sesuai dengan lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi
Daerah dan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
5. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran
Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang
menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak
sesuai dengan jiwa Undang-undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta
menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti;
6. bahwa berhubung dengan itu, perlu ditetapkan Undang-undang mengenai
16. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
17. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
BAB II
PEMBAGIAN DAERAH
Pasal 2
1. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Propinsi, Daerah
Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom.
2. Daerah Propinsi berkedudukan juga sebagai Wilayah Administrasi.
Pasal 3
Wilayah Daerah Propinsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas wilayah
darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dan garis pantai ke arah laut
lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.
BAB III
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN DAERAH
Pasal 4
1. Dalam rangka pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Propinsi,
Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat.
2. Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing, berdiri sendiri
dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.
Pasal 5
1. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain
yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.
2. Pembentukan, nama, batas, dan ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilimpahkan tersebut.
Pasal 9
1. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam
bidang pemerintahan tertentu lainnya.
2. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak
atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
3. Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
Pasal 10
1. Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan
bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Kewenangan Daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
meliputi :
1. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut;
2. pengaturan kepentingan administratif
3. pengaturan tata ruang;
4. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; dan
3. bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
4. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi.
5. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan
pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal dan yang diatur
dalam Pasal 9.
2. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah
Pemeritah Daerah.
Pasal 17
1. Keanggotaan DPRD dan jumlah anggota DPRD ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, komisi-komisi, dan panitia-panitia.
3. DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan merupakan alat kelengkapan DPRD.
4. Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diatur
dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 18
1. DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
1. memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil
Walikota;
2. memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Utusan Daerah;
3. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota;
4. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan
Daerah.
5. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
6. melaksanakan pengawasan terhadap :
1. pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan
lain;
2. pelaksanaan Keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
3. pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4. kebijakan Pemerintah Daerah; dan
5. pelaksanaan kerjasama internasional di Daerah;
7. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana
perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah; dan
2. protokoler; dan
3. keuangan/administrasi.
4. Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 22
DPRD mempunyai kewajiban :
1. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. mengamalkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta mentaati segala
peraturan perundang-undangan.
3. membina kesejahteraan rakyat di daerah berdasarkan demokrasi ekonomi; dan
4. memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan
masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.
Pasal 23
1. DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam kali dalam
setahun.
2. Kecuali yang dimaksud pada ayat (1), atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima
dari jumlah anggota atau atas permintaan Kepala Daerah, Ketua DPRD dapat
mengundang anggotanya untuk mengadakan rapat selambat-lambatnya dalam waktu
satu bulan setelah permintaan itu diterima.
3. DPRD mengadakan rapat atas undangan ketua DPRD.
4. Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD
Pasal 24
Peraturan Tata Tertib DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
Pasal 25
Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan tertutup
berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD atas asas kesepakatan di antara pimpinan DPRD.
Pasal 26
membantu
DPRD
dalam menyelenggarakan
tugas
dan
2. Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang Sekretaris DPRD yang diangkat oleh
Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas persetujuan
pimpinan DPRD.
3. (3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD.
4. Sekretaris DPRD dapat menyediakan tenaga ahli dengan tugas membantu anggota
DPRD dalam menjalankan fungsinya.
5. Anggaran Belanja Sekretaris DPRD ditetapkan dengan keputusan DPRD dan
dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Bagian Keempat
Kepala Daerah
Pasal 30
Setiap Daerah dipimpin oleh seseorang Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu
oleh seseorang Wakil Kepala Daerah.
Pasal 31
1. Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga
sebagai wakil Pemerintah.
2. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah, Gubernur
bertanggung jawab kepada DPRD Propinsi.
3. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
5. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 32
1. Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati.
2. Kepala Daerah Kota disebut Walikota.
3. Dalam
menjalankan
tugas
dan
kewenangannya
selaku
Kepala
Daerah,
4. Ketua dan para Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua
Panitia Pemilihan merangkap sebagai anggota.
5. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Pemilihan, tetapi bukan
anggota.
Pasal 35
1. Panitia Pemilihan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), bertugas :
1. melakukan pemeriksaan berkas identitas mengenai bakal calon berdasarkan
persyaratan yang telah ditetapkan dalam Pasal 33;
2. melakukan kegiatan teknis pemilihan calon; dan
3. menjadi penanggung jawab penyelenggaraan pemilihan.
2. Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada DPRD untuk ditetapkan
sebagai calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.
Pasal 36
1. Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan pasangan bakal calon sesuai dengan
syarat yang ditetapkan dalam Pasal 33.
2. Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil
Kepala Daerah dan menyampaikannya dalam rapat paripurna kepada pimpinan
DPRD.
3. Dua fraksi atau lebih dapat secara bersama-sama mengajukan pasangan bakal calon
Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 37
1. Dalam Rapat Paripurna DPRD, setiap fraksi atau beberapa fraksi memberikan
penjelasan mengenai bakal calonnya.
2. Pimpinan DPRD mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi,
serta rencana-rencana kebijakan apabila bakal calon dimaksud terpilih sebagai Kepala
Daerah.
3. Anggota DPRD dapat melakukan tanya jawab dengan para bakal calon.
4. Pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi-fraksi melakukan penilaian atas kemampuan
dan kepribadian para bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara
menetapkan sekurang-kurangnya dua pasang calon Kepala Daerah dan calon Wakil
Kepala Daerah yang akan dipilih satu pasang di antaranya oleh DPRD.
Pasal 38
1. Nama-nama calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh
Pimpinan DPRD dikonsultasikan dengan Presiden.
2. Nama-nama calon Bupati dan calon Wakil Bupati serta calon Walikota dan Wakil
Walikota yang akan dipilih oleh DPRD ditetapkan dengan keputusan Pimpinan
DPRD.
Pasal 39
1. Pemilihan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dilaksanakan dalam
Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari
jumlah anggota DPRD.
2. Apabila jumlah anggota DPRD belum mencapai kuorum, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama satu jam.
3. Apabila ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum dicapai, rapat
paripurna diundur paling lama satu jam lagi dan selanjutnya pemilihan calon Kepala
Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah tetap dilaksanakan.
Pasal 40
1. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,
bebas, rahasia, jujur, dan adil.
2. Setiap anggota DPRD dapat memberikan suaranya kepada satu pasang calon Kepala
Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dari pasangan calon yang telah ditetapkan
oleh pimpinan DPRD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4).
3. Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Kepala Daerah yang memperoleh suara
terbanyak pada pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sebagai
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan disahkan oleh Presiden.
Pasal 41
Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilh kembali hanya untuk
sekali masa jabatan.
Pasal 42
1. Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak
atas nama Presiden.
Gubernur bagi Kepala Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah Kota, sekurangkurangnya sekali dalam satu tahun, atau jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah
atau apabila diminta oleh Presiden.
Pasal 45
1. Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPRD pada setiap
akhir tahun anggaran.
2. Kepala Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada DPRD untuk hal
tertentu atas permintaan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
Pasal 46
1. Kepala Daerah yang ditolak pertanggungjawabannya, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45, baik pertanggungjawaban kebijakan pemerintahan maupun
pertanggungjawaban keuangan, harus melengkapi dan/atau menyempurnakannya
dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari.
2. Kepala
Daerah
yang
sudah
melengkapi
dan/atau
menyempurnakan
pertanggungjawabannya menyampaikannya kembali kepada DPRD, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
3. Bagi Kepala Daerah yang pertanggungjawabannya ditolak kedua kalinya, DPRD
dapat mengusulkan pemberhentiannya kepada Presiden.
4. Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 47
Kepala Daerah mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa untuk mewakilinya.
Bagian Keenam
Larangan Bagi Kepala Daerah
Pasal 48
Kepala Daerah dilarang :
1. turut serta dalam perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara/Dearah, atau
dalam yayasan bidang apapun juga;
2. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya,
anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang
secara nyata merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara
atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
Pasal 52
1. Kepala Daerah yang diduga melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia diberhentikan untuk sementara
dari jabatannya oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD.
2. Kepala Daerah yang terbukti melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah
belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan keputusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap diberhentikan dari
jabatannya oleh Presiden, tanpa persetujuan DPRD.
3. Kepala Daerah yang setelah melalui proses peradilan ternyata tidak terbukti
melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diaktifkan kembali dan
direhabilitasi selaku Kepala Daerah sampai akhir masa jabatannya.
Pasal 53
1. DPRD memberitahukan akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah secara tertulis
kepada yang bersangkutan, enam bulan sebelumnya.
2. Dengan adanya pemberitahuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah
mempersiapkan pertanggungjawaban akhir masa jabatannya kepada DPRD dan
menyampaikan pertanggungjawaban tersebut selambat-lambatnya empat bulan
setelah pemberitahuan.
Pasal 54
Kepala Daerah yang ditolak pertanggungjawabannya oleh DPRD, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53, tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Kepala Daerah dalam masa
jabatannya berikutnya.
Bagian Kedelapan
Tindakan Penyidikan Terhadap Kepala Daerah
Pasal 55
1. Tindakan penyidikan terhadap Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya
persetujuan tertulis dari Presiden.
2. Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
adalah :
1. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
Keuangan
Kepala
Daerah
Pasal 59
Kedudukan keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kesebelas
Perangkat Daerah
Pasal 60
Perangkat daerah terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas Daerah dan lembaga teknis daerah
lainnya, sesuai dengan kebutuhan daerah.
Pasal 61
1. Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah.
2. Sekretaris Daerah Propinsi diangkat oleh Gubernur atas persetujuan pimpinan DPRD
dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
3. Sekretaris
Daerah
Propinsi
karena
jabatannya
adalah
Sekretaris
Wilayah
Administrasi.
4. Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris Daerah Kota diangkat oleh Bupati atau
Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
syarat.
5. Sekretaris Daerah berkewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun
kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis, dan unit
pelaksana lainnya.
6. Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
7. Apabila Sekretaris Daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas Sekretaris
Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Pasal 62
1. Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah.
2. Dinas dipimpin oleh seseorang Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah dari
Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
3. Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 63
Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku
wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(3), dilaksanakan oleh Dinas Propinsi.
Pasal 64
1. Penyelenggaraan bidang pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan oleh instansi vertikal.
2. Pembentukan, susunan organisasi, formasi, dan tata laksananya, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 65
Di Daerah dapat dibentuk lembaga teknis sesuai kebutuhan Daerah
Pasal 66
1. Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin
oleh Kepala Kecamatan
pelimpahan
sebagian
wewenang
pemerintahan
dari
DAERAH
DAN
KEPUTUSAN
Pasal 69
Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka
penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
Pasal 70
Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain
Pasal 76
Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
Pemerintah Wilayah Propinsi melakukan pengawasan pelaksanaan administrasi kepegawaian
dan karir pegawai di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KEPEGAWAIAN DAERAH
Pasal 78
1. Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2. Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Daerah dibiayai dari dan atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 79
Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas :
1. pendapatan asli daerah, yaitu :
1. hasil pajak daerah;
2. hasil retribusi daerah;
3. hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang
dipisahkan; dan
4. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah;
2. dana perimbangan;
3. pinjaman daerah; dan
4. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Pasal 80
nonfiskal tertentu.
2. Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 84
Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan dan pembentukannya diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 85
1. Barang milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat
digadaikan, dibebani hak tanggungan, dan/atau dipindahtangankan.
2. Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang :
1. penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya.
2. Persetujuan penyelesaian sengketa perdata secara damai; dan
3. tindakan hukum lain mengenai barang milik Daerah.
Pasal 86
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
selambat-lambatanya satu bulan setelah ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
2. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran berakhir.
3. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan.
4. Pedoman tentang penyusunan, perubahan, dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah disampakan kepada Gubernur bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dan kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Pemerintah Propinsi untuk diketahui.
6. Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
Daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
pelaksanaan tata usaha keuangan Daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
BAB IX
KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 87
1. Beberapa Daerah dapat mengadakan kerja sama antar-Daerah yang diatur dengan
keputusan bersama.
2. Daerah dapat membentuk Badan Kerja Sama Antar-Daerah.
3. Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan
keputusan bersama.
4. Keputusan bersama dan/atau badan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3), yang membebani masyarakat dan Daerah harus mendapatkan
persetujuan DPRD masing-masing.
Pasal 88
1. Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan
lembaga/badan di luar negeri, yang diatur dengan keputusan bersama, kecuali
menyangkut kewenangan pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
2. Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 89
1. Perselisihan antar-Daerah diselesaikan oleh Pemerintah secara musyawarah.
2. Apabila dalam penyelesaian perselisihan antar-Daerah, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), terdapat salah satu pihak yang tidak menerima keputusan Pemerintah, pihak
tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Mahkamah Agung.
BAB X
KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 90
Selain Kawasan Perkotaan yang berstatus Daerah Kota, perlu ditetapkan Kawasan Perkotaan
yang terdiri atas :
1. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian Daerah Kabupaten;
2. Kawasan Perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah
Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa, yang merupakan
Pemerintahan Desa.
Bagian Kedua
Pemerintah Desa
Pasal 95
1. Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut, dengan nama lain dan
perangkat Desa.
2. Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa dari calon yang memenuhi syarat.
3. Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan
disahkan oleh Bupati.
Pasal 96
Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung
sejak tanggal ditetapkan.
Pasal 97
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa warga negara Republik
Indonesia dengan syarat-syarat :
1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
3. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau kegiatan organisasi
terlarang lainnya;
4. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau
berpengetahuan yang sederajat;
5. berumur sekurang-kurangnya 25 tahun;
6. sehat jasmani dan rohani;
7. nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya;
8. berkelakuan baik, jujur, dan adil;
istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa.
Pasal 105
1. Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang
memenuhi persyaratan.
2. Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota.
3. Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
4. Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Bagian Keempat
Lembaga Lain
Pasal 106
Di Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa dan ditetapkan
dengan Peraturan Desa.
Bagian Kelima
Keuangan Desa
Pasal 107
1. Sumber pendapatan Desa terdiri atas :
1. pendapatan asli Desa yang meliputi :
1. hasil usaha Desa;
2. hasil kekayaan Desa;
3. hasil swadaya dan partisipasi;
4. hasil gotong royong; dan
5. lain-lain pendapatan asli Desa yang sah;
2. bantuan dari Pemerintah Kabupaten yang meliputi :
1. bagian dari perolehan pajak dan retribusi Daerah;
2. bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang
Sumber pendapatan Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Tata cara dan pungutan obyek pendapatan dan belanja Desa ditetapkan bersama
antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa.
Pasal 108
Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Kerja Sama AntarDesa
Pasal 109
1. Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur
dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat.
2. Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk
Badan Kerja Sama.
Pasal 110
Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak ketiga yang merencanakan pembangunan bagian
wilayah Desa menjadi wilayah permukiman, industri, dan jasa wajib mengikutsertakan
Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasannya.
Pasal 111
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten, sesuai dengan pedoman umum yang ditetapkan oleh Pemerintah
Presiden mengenai :
1. pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan pemekaran Daerah.
2. Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah; dan kemampuan Daerah Kabupaten
dan Daerah Kota untuk melaksanakan kewenangan tertentu, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11.
2. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah terdiri atas Menteri Dalam Negeri, Menteri
Keuangan, Menteri Sekretaris Negara, menteri lain sesuai dengan kebutuhan,
perwakilan Asosiasi Pemerintah Daerah, dan wakil-wakil Daerah yang dipilih DPRD.
3. Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan karena jabatannya adalah Ketua dan
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
4. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengadakan rapat sekurang-kurangnya satu
kali dalam enam bulan.
5. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah bertanggung jawab kepada Presiden.
6. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 116
Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dibantu oleh Kepala
Sekretariat yang membawahkan Bidang Otonomi Daerah dan Bidang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 117
Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta karena kedudukannya diatur tersendiri dengan
Undang-Undang.
Pasal 118
1. Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dapat diberikan otonomi khusus dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
2. Pengaturan mengenai penyelenggaraan otonomi khusus, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 119
Pasal 134
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
Pada tanggal 7 Mei 1999
di
Jakarta
di
Jakarta