Anda di halaman 1dari 16

HERNIA

Pembimbing:
dr. Hamzah Sp.B
Penulis:
Vivi Srima Dewi
Valensia Putra
Sindry Johnson
Dixie Tri Susanti
Farizan Nurmushoffa

100100030
100100047
100100051
100100087
100100234

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
MEDAN
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lobang
abnormal. (Dorland,1998). Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskoloaponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. (Jong,
2004). Hernia diberi nama menurut letaknya dapat terjadi di diafragma, inguinal,
umbilikal, dan femoral. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau
kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan sifatnya, hernia dapat disebut
hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk (usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk ke perut, tidak ada keluha
nyeri atau gejala obstruksi usus) dan jika isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke
dalam rongga perut, maka disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh
perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta
(perleketan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus. Dan
disebut dengan hernia inkarserata atau hernia strangulate bila isinya terjepit oleh cincin
hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. (Jong, 2004).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hernia
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lobang
abnormal. (Dorland,1998). Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskoloaponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. (Jong,
2004).
2.2 Klasifikasi Hernia
Hernia diberi nama menurut letaknya dapat terjadi di diafragma, inguinal,
umbilikal, dan femoral. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau
kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan sifatnya, hernia dapat disebut
hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk (usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk ke perut, tidak ada keluha
nyeri atau gejala obstruksi usus) dan jika isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke
dalam rongga perut, maka disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh
perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta
(perleketan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus. Dan
disebut dengan hernia inkarserata atau hernia strangulate bila isinya terjepit oleh cincin
hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. (Jong, 2004).
2.3

Etiologi
Hernia inguinal adalah hernia ke dalam kanalis inguinal. (Dorland,1998).

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena yang didapat.
Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak lelaki daripada perempuan.
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus
3

internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong hernia dan isi hernia.
Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang
sudah terbuka cukup lebar itu. (Jong, 2004).
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus
internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan
adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya
hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya
hernia. (Jong, 2004).
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis, antara
lain: kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis, prosesus vaginalis yang terbuka (baik
kongenital maupun didapat), tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik,
hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites, kelemahan otot dinding perut karena usia,
defisiensi otot, dan hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok, penuaan atau
penyakit sistemik. (Jong, 2004 dan Schwartz, 2000)
2.4 Klasifikasi Hernia Inguinalis
Hernia Inguinalis Direk (Medialis)
Hernia inguinalis direk terjadi sekitar 15% dari semua hernia inguinalis. Kantong
hernia inguinalis direk menonjol langsung ke anterior melalui dinding posterior kanalis
inguinais medial terhadap arteria, dan vena epigastrika inferior, karena adanya tendo
conjunctivus (tendo gabungan insersio musculus obliquus internus abdominis dan
musculus transversus abdominis) yang kuat, hernia ini biasanya hanya merupakan
penonjolan biasa, oleh karena itu leher kantong hernia lebar. (Snell, 2006).
Hernia inguinalis direk jarang pada perempuan, dan sebagian besar bersifat
bersifat bilateral. Hernia ini merupakan penyakit pada laki-laki tua dengan kelemahan
otot dinding abdomen. (Snell, 2006).

Gambar 1. Anatomis Hernia Inguinalis

Gambar 2. Hernia Inguinalis Indirek dan Hernia Inguinalis Direk


5

Hernia Inguinalis Indirek (Lateralis)


Hernia inguinalis indirek merupakan bentuk hernia yang paling sering ditemukan
dan diduga mempunyai penyebab kongenital. (Snell, 2006).
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
yang terletak di sebelah lateral vasa epigastric inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan
keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. (Mansjoer, 2000).
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penutunan testis tersebut akan
menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang
disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini
sudah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.
Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun
lebih dahulu maka kanalis kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal kanalis
yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. (Mansjoer, 2000). Bila prosesus
terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul hernia inguinalis
kongenital. Pada orang tua, kanalis tersebut telah menutup namun karena lokus minoris
resistensie maka pada keadaan yang menyebabkan peninggian tekanan intra abdominal
meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis
akuisita. (Mansjoer, 2000).

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada
hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul
pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring.
Keluhan nyeri jarang dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
periumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu
segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual muntah
baru timbul kalau terjadi inkaserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau
ganggren. (Jong, 2004).

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada saat inspeksi
saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateral muncul sebagai penonjolan
di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas medial bawah. Kantong hernia yang
kosong dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong
yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung
tangan sutera, tetapi pada umumnya tanda ini susah ditentukan. Kalau kantong hernia
berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum maupun
ovarium. Dengan jari telunjuk atau dengan jari kelingking, pada anak dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan cara mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum
melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah hernia ini dapat direposisi
atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masuk berada dalam anulus
eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentu hernia berarti hernia
inguinalis lateralis, dan bagian sisi jari yang menyentuhnya adalah hernia inguinalis
medial. (Jong, 2004).

2.6

Penatalaksanaan Hernia Inguinalis


Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian

penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Reposisi tidak dilakukan pada hernia strangulata kecuali pada anak-anak. Reposisi
dilakukan secara bimanual dimana tangan kiri memegang isi hernia dengan membentuk
corong dan tangan kanan mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit
tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkaserasi sering
terjadi pada umur kurang dari dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya
gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi dibanding orang dewasa. Hal ini disebabkan
oleh karena cincin hernia pada anak-anak masih elastis dibanding dewasa. Reposisi
dilakukan dengan cara menidurkan anak dengan pemberian sedatif dan kompres es di atas
hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil maka anak akan dipersiapkan untuk operasi
berikutnya. Jika reposisi tidak berhasil dalam waktu enam jam maka harus dilakukan
operasi sesegera mungkin. (Jong, 2004). Pemakaian bantalan atau penyangga hanya
bertujuan agar menahan hernia yang sudah direposisi dan tidak pernah menyembuh dan
harus dipakai seumur hidup. Cara ini mempunyai komplikasi antara lain merusak kulit
7

dan tonus otot dinding perut di daerah yang ditekan sedangkan strangulasi tentang
mengacam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada
tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis. (Jong, 2004).
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip pengobatan
hernia adalah herniotomi dan hernioplasti. (Jong, 2004).
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi,
Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Jong, 2004).
Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik dalam mencegah residif
dibandingkan dengan herniotomi. Dikenalnya berbagai metode hernioplastik seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan
memperkuat fasia tranversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus abdominis
internus dan m. internus abdominis yang dikenal dengan cojoint tendon ke ligamentum
inguinal poupart menurut metode basinni atau menjahit fasia tranversa, m.tranversa
abdominis, m.oblikus internus ke ligamentum cooper pada Mc Vay. (Jong, 2004). Teknik
herniorafi yang dilakukan oleh basinni adalah setelah diseksi kanalis inguinalis,
dilakukan rekontruksi lipat paha dengan cara mengaproksimasi muskulus oblikus
internus, muskulus tranversus abdominis dan fasia tranversalis dengan traktus iliopubik
dan ligamentum inguinale, teknik ini dapat digunakan pada hernia direk maupun hernia
indirek. (Jong, 2004).
2.7

Komplikasi Hernia Inguinalis


Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi

hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponibel: ini dapat terjadi kalau
isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal atau
merupakan hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali benjolan. Dapat pula
terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata/
inkarserasi yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia
sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia hernia femoralis dan hernia
obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial. (Jong, 2004 ; Girl dan Mantu, 1992).
8

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan
jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudant berupa
cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan
rongga perut. (Jong, 2004). Akibat penyumbatan usus terjadi aliran balik berupa muntahmuntah sampai dehidrasi dan shock dengan berbagai macam akibat lain. (Girl dan Mantu,
1992).

BAB III
LAPORAN KASUS
1.1.

Anamnesis
Identitas Pasien
Nama

: Kasri

Tgl lahir/Umur

: 85 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pensiunan

Agama

: islam

Alamat

: Jl. Willem Iskandar

Tanggal Masuk

: 18 agustus 2015

Keluhan utama

: benjolan di lipatan paha kanan

Telaah

: Hal ini dialami pasien sejak 1 tahun yang lalu, benjolan

dapat
turun dan naik terutama ketika pasien mengedan batuk atau
bersin. Pasien belumpernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya.

RPT

RPO

:-

Status Presen:
Sensorium

: Compos Mentis

TD

: 110/70 mmHg
10

HR

: 88x/minute

RR

: 24x/minute.

Temperature : 36,9oC

Status Generalisata
Kepala

: Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), ikterik


(-/-),
RC (+/+), pupil isokor, d: 3mm/3mm.

T/H/M

: Dalam batas normal

Leher

: Tidak ada kelainan

Thoraks

: Inspeksi

: Simetris fusiformis, ketinggalan nafas (-)

Palpasi

: Stem fremitus kiri=kanan, kesan normal

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : SP: vesikuler di kedua lap. paru ; ST: Abdomen

\
Ekstremitas

Toleransi Operasi

: Inspeksi

: Simetris, distensi (-)

Palpasi

: Soepel, distensi (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Normoperistaltik

: Superior

: Tidak ada kelainan

Inferior

: Tidak ada kelainan

: Status cor

: low-moderate risk

Status pulmo: low-risk


11

Status hematologi: low-risk


Status metabolic : low-risk

HASIL LABORATORIUM (18/08/2015)


Parameter

Unit

Hasil

Nilai

Haemoglobin (Hb)

g%

12.1

12,6-17,4

Eritrosit

106/mm3

4.5

4,20-4,87

Leukosit

103/mm3

6.3

4,5-11,0

Hematocrit

35.3

43-49

Trombosit

103/mm3

191

150-450

MCV

Fl

78.3

85-95

MCH

Pg

26.8

28-32

MCHC

g%

34.2

33-35

RDW

17,00

11,6-14,8

Neutrofil

71,60

37-80

Limposit

14,30

20-40

Monosit

21,60

2-8

Eosinofil

1-6

Basofil

0,200

0-1

95,00

70-120

Hitung jenis

Metabolisme karbohidrat
Blood Glucose

mg/dL

12

Diagnosis

: Hernia inguinalis lateral

Tindakan
Rencana

: operasi hernioraphy
: toleransi operasi

FOLLOW UP

18/8/201
5

S : Demam (-)
O : Sens: Compos mentis, hemodinamik stabil
A : Hernia inguinalis lateral
P : IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i
Puasa 6-8 jam
R/ Operasi hernioraphy (18/6/2015)

19/8/201
5

S : Demam (-)
O : Sens: Compos mentis, hemodinamik stabil
A : Hernia inguinalis lateral
P : IVFD Ringer Laktat 10gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj. Ketorolac1 gr/8 jam
Inj. Ranitidine 1gr/12 jam

13

20/8/201
5

S : Demam (-)
O : Sens: Compos mentis, hemodinamik stabil
A : Hernia inguinalis medialis
P : diet MB
IVFD Ringer Laktat 10gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj. Ketorolac1 gr/8 jam
Inj. Ranitidine 1gr/12 jam

21/8/201
5

S : Demam (+)
O : Sens: Compos mentis, hemodinamik stabil
A : Hernia inguinalis medialis
P : diet MB
IVFD Ringer Laktat 10gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj. Ketorolac1 gr/8 jam
Inj. Ranitidine 1gr/12 jam
Injeksi Novalgin 1 amp

14

15

16

Anda mungkin juga menyukai