Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Neurofibromatosis (NF) merupakan kelainan multisistem dan gejala
predisposisi tumor yang disebabkan oleh mutasi genetik pada kromosom 1717q11.2 pada NF tipe 1 (NF1) atau penyakit von Recklinghausen, dan pada
kromosom 22-22q12.2 pada NF tipe 2 (NF2). Penyakit ini diturunkan dengan pola
autosomal dominan, namun 50% kasus disebabkan oleh mutasi spontan. Kejadian
neurofibromatosis ini sangat langka. Prevalensi NF1 adalah 1 dari 3000 kelahiran,
sedangkan prevalensi NF2 adalah 1 dari 40.000 kelahiran. Diagnosis biasanya
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan secara spesifik didasarkan pada
kriteria diagnostik yang telah ditentukan.1,2
Neurofibromatosis dikarakteristikkan oleh adanya heterogenitas pada
gejala klinis, antara lain pada kulit dan sistem saraf. Lesi juga dapat ditemukan di
mata dan adneksa okular lain. NF1 merupakan bentuk neurofbromatosis dengan
manifestasi okular paling banyak, yaitu berupa berupa neurofibroma fleksiform
pada kelopak mata, glioma optik, dan glaukoma kongenital primer. Nodul Lisch
pada iris merupakan salah satu kriteria diagnostik. Glaukoma dan pembesaran
bola mata ditemukan pada beberapa kasus NF1 dan terdapat keterkaitan orbitafasial. Glioma nervus optikus dapat menyebabkan strabismus dan proptosis, dan
neurofibroma palpebra dapat mencapai ukuran tertentu dan menunjukkan
transformasi maligna. Manifestasi lain yang lebih jarang ditemukan antara lain
nodul koroid, tumor vasoproliferatif, lesi limbus dan glaukoma neovaskular. Pada
kasus NF2 manifestasi okular dapat ditemukan katarak hingga hamartoma saraf
optikus, dan kombinasi hamartoma epitel pigmen dan retina.1,2
Penyakit ini memerlukan follow-up sepanjang hidup karena berbagai
manifestasi klinis dapat muncul dalam beberapa periode yang berbeda. Perjalanan
menjadi maligna memang sangat jarang hanya sekitar 10%, tetapi progresivitas
menjadi kanker mungkin saja terjadi, sehingga diagnosis dini NF1 sangat penting
dilakukan oleh klinisi.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Neurofibroma terdiri dari kata neuro berarti saraf dan fibroma
adalah tumor yang terjadi pada jaringan ikat (fibrosa). Tumor ini pertama
kali ditemukan pada tahun 1882 seorang profesor dari Jerman bernama
Friedrich Daniel von Recklinghausen. Neurofibroma sendiri dapat
didefinisikan sebagai tumor yang berasal dari jaringan ikat selubung saraf
tepi.2

2.2

Epidemiologi
Neurofibromatosis diturunkan dengan pola autosomal dominan,
namun

50%

kasus

disebabkan

oleh

mutasi

spontan.

Kejadian

neurofibromatosis ini sangat langka. Prevalensi NF1 adalah 1 dari 3000


kelahiran, sedangkan prevalensi NF2 adalah 1 dari 40.000 kelahiran.
Prevalensi sama pada semua ras dan etnis. Tidak ada perbedaan prevalensi
pada laki-laki maupun perempuan.1,2
2.3

Etiologi
Neurofibromatosis

disebabkan

oleh

mutasi

genetik,

yaitu

perubahan permanen pada sekuens DNA. Sebagai akibatnya, pertumbuhan


jaringan saraf tidak terkontrol dengan baik. Pada NF1 mutasi genetik
terjadi pada kromosom 17-17q11.2 sedangkan pada NF2 mutasi terjadi
pada kromosom 22-22q12.2. Kromosom 17 mengkode pembentukan
neurofibromin, suatu gen supresor tumor yang berfungsi menghambat
onkoprotein p21. Kromosom 22 mengatur produksi merlin/schannomin
yaitu protein yang juga berfungsi sebagai penekan tumor.3

Gambar 1. Pedigree pewarisan neurofibroma

2.4

Patogenesis
Gen NF1 berfungsi untuk membentuk protein yang disebut sebagai
neurofibromin. Protein ini dibentuk di banyak sel, termasuk sel saraf dan
sel-sel yang menyelubungi saraf (oligodendrosit dan sel Schwann).
Neurofibromin merupakan 220 kDa guanosine triphospate (GTP)aseactivating cytoplasmatic protein yang bertindak sebagai supresor tumor
yang menjaga pertumbuhan dan pembelahan sel terkontrol. Neurofibromin
meregulasi RAS protein, terutama dengan mengubah bentuk aktif RASGTP menjadi bentuk tidak aktif RAS-GDP. Mutasi pada gen NF1
menyebabkan produksi neurofibromin yang nonfungsional, sehingga
terjadi kelebihan bentuk aktif RAS-GTP, yang mencetuskan pertumbuhan
sel berlebihan, menyebabkan deregulasi dan tumorigenesis. Akibatnya
tumor seperti neurofibroma dapat timbul sepanjang perjalanan saraf di
seluruh tubuh. Namun belum diketahui bagaimana mutasi pada gen NF1
dapat menyebabkan manifestasi klinis lain seperti caf au lait spot.4,5,6
Mutasi gen pada NF1 diturunkan secara autosomal dominan.
Pasien dengan kondisi ini lahir dengan kondisi satu salinan gen NF1
bermutasi pada tiap sel. Pada hampir setengah kasus gen tersebut
diturunkan dari orangtua yang mengalami mutasi gen. Kasus lain terjadi

akibat mutasi baru pada gen NF1 tanpa riwayat adanya penyakit tersebut
dalam keluarga mereka. Tidak seperti kondisi autosomal dominan lainnya
dimana satu salinan gen yang bermutasi dapat menyebabkan kelainan,
pada NF1 diperlukan dua salinan gen yang bermutasi untuk mencetuskan
perkembangan tumor. Mutasi pada salinan gen kedua di sel-sel selubung
saraf dapat terjadi kapan saja selama kehidupan.6
2.5

Manifestasi Klinis
Pada NF1, gejala klinis yang menyerang saraf, kulit, okular, dan
sistem skeletal biasanya tidak ditemukan saat lahir namun dapat muncul
beberapa tahun kemudian. Sekitar 95% pasien NF1 didiagnosis pada usia
8 tahun hingga 20 tahun. NF1 juga berhubungan dengan kondisi sistemik
lainnya seperti peningkatan frekuensi kejadian tumor sistem saraf pusat,
defisit kognitif, kejang, displasia serebrovaskular, dan hipertensi. Harapan
hidup lebih pendek pada pasien NF1 meskipun data yang ada masih
terbatas.2
2.5.1

Manifestasi Kutaneus
Caf au lait spot dan freckling sering ditemukan pada
pasien NF1. Caf au lait spot tidak ditemukan saat lahir namun
tampak jelas pada usia 1 tahun yakni berupa lesi pigmentasi pada
kulit dengan batas tegas. Freckling ditemukan pada hampir 80%
pasien di bawah usia 6 tahun dan pada 90% pasien di atas usia 30
tahun. Freckling ditemukan di regio aksila atau inguinal dan
berukuran kurang dari 5 mm (Crowes sign).7

Gambar 2. Caf au lait spot

Gambar 3. Freckling pada regio aksila

Neurofibroma ditemukan hampir pada semua pasien NF1


yang berusia lebih dari 30 tahun, sering ditemukan di daerah badan
bagian atas dengan 20% di kepala dan leher. Neurofibroma dibagi
menjadi bentuk kutaneus, subkutaneus, dan fleksiform. Secara
histologis, neurofibroma dibentuk oleh sel Schwann, sel nonneoplasma seperti fibroblas, sel mast dan makrofag, dan sel endotel
dan perineural.2,7

Gambar 4. Neurofibroma kutaneus

Secara

klinis,

neurofibroma

kutaneus

bersifat

asimptomatik, lunak, berwarna cokelat, berukuran dari beberapa


milimeter

hingga

sentimeter.

Jenis

subkutaneus

memiliki

konsistensi keras, nyeri tekan, ukuran sekitar 3-4cm. Neurofibroma


fleksiform

mirip

kecenderungan

dengan

untuk

neurofibrosarkoma

tipe

lainnya,

berubah

menjadi

atau

schwannoma

namun
maligna
maligna.

memiliki
seperti
Seiring

bertambahnya usia, tumor ini terus berkembang hingga dapat


mengenai palpebra dan mengganggu fungsi penglihatan.2,7
2.5.2

Manifestasi Sistemik dan Skeletal


Manifestasi sistemik pada NF1 jarang terjadi antara lain
gangguan kardiovaskular dengan hipertensi, peningkatan insidensi
pheochromocytoma dan koartasi aorta, defisit neurokognitif,
leukimia, dan limfoma. Kelainan sistem skeletal yang ditemukan
antara lain skoliosis pada 10-15% kasus, penipisan tulang panjang,
pseudoarthrosis tibia, dan hilangnya tulang sphneoid pada 1-6%
kasus. Erosi atau demineralisasi tulang disebabkan oleh tekanan
dari neurofibroma fleksiform.8

Gambar 5. Skoliosis pada pemeriksaan rontgen

Gambar 6. Displasia tulang tibia dan fibula

2.5.3

Manifestasi Okular dan Adneksa


Neurofibroma fleksiform palpebra biasanya monolateral,
sering mengenai kelopak mata bagian atas, dan biasanya muncul
setelah usia 2 tahun. Kelainan ini memiliki kecenderungan untuk
terus tumbuh dan menyebabkan ptosis asimetris yang berkaitan
dengan deformasi batas kelopak mata. Pada beberapa kasus
neurofibroma dapat berkembang menjadi palpebral elephantiasis.
Hipertrofi serabut saraf pada tumor selubung saraf dapat dirasakan

melalui palpasi pada pemeriksaan fisik kelopak mata. Ptosis


berhubungan dengan deformasi fasial, megalopftalmus, dan NF1
dikenal sebagai sindrom Francois-Katz. Pertumbuhan cepat yang
tidak biasa dan perdarahan membutuhkan investigasi lebih lanjut
untuk

menyingkirkan

kemungkinan

transformasi

maligna.

Neurofibroma fleksiform palpebra cenderung mengalami relaps,


dan komplikasi tindakan operatif menyebabkan perdarahan.2,9,10

Gambar 7. Neurofibromatosis pleksiform palpebra

Gambar 8. Neurofibroma konjungtiva

Manifestasi okular lain pada NF1 meliputi neurofibroma


konjungtiva dan dikarakteristikkan dengan hipertrofi saraf kornea
intrastroma yang disebur lignes grise. Hamartoma iris pada NF1
atau disebut juga sebagai nodul Lisch biasanya tampak sebelum

usia 2 tahun. Nodul Lisch tampak sebagai reddish brown spots di


bagian bawah iris mata dan merupakan akibat dari proliferasi dari
melanosit dan fibroblas. Secara histologis, nodul Lisch merupakan
hamartoma melanositik yang tersusun dari melanosit, fibroblas,
dan sel mast. Sel mast dilaporkan telah ditemukan dalam
neurofibroma

dan

nodul

Lisch.

Nodul

Lisch

tidak

merepresentasikan penyebab morbiditas ataupun disabilitas, namun


merupakan salah satu kriteria diagnostik NF1 yang penting. Nodul
Lisch tidak mengganggu fungsi penglihatan. Observasi dengan
menggunakan

slit-lamp

menunjukkan

karakteristik

nodul

berukuran sekitar 2 mm, tanpa vaskularisasi, dan terdapat variasi


kromatik dari warna putih, kuning, hingga cokelat.2,11

Gambar 9. Nodul Lisch pada iris

Pada beberapa pasien NF1 berkembang tumor yang tumbuh


sepanjang saraf dari mata menuju otak yang disebut sebagai glioma
jaras optik/optic pathway glioma (OPG). Manifestasi klinis
bergantung pada lokasi tumor. OPG ditemukan pada 15-30% kasus
NF1, sekitar 50% nya memiliki gejala, dimana 5-12% gejala
berupa gangguan pelihatan: penurunan visus hingga kebutaan,
gangguan persepsi warna, defek pupil aferen relatif, edem papil,
dan atrofi saraf optikus. Diskus optikus dapat tampak normal,
edema atau atrofi, dan kompresi menyebabkan oklusi vena retina
sentral. Pada glioma intraorbita pasien mengalami proptosis. Pada
glioma di kiasma pasien dapat mengalami gangguan lapangan

pandang atau gejala sekunder akibat gangguan pada sistem saraf


pusat.12

Gambar 10. Glioma Jaras Optik

Glaukoma yang berhubungan dengan NF1 harus dievaluasi


oleh dokter spesialis mata selama pemeriksaan klinis. Glaukoma
ditemukan pada 1 dari 300 pasien NF1 dan sekitar 23% dari pasien
yang memiliki kelainan orbita-fasial pada NF1. Pembesaran bola
mata asimetris pada ipsilateral orbital-fasial NF1 ditemukan pada
pasien dengan glaukoma, dengan panjang aksial bervariasi dari 2636mm, berbeda dengan bagian kontralateral mata yang tidak
terkena sekitar 4-6mm.2,13
Badan siliaris dapat menebal dan terdapat tanda-tanda
infiltrasi sudut oleh neurofibroma atau nodul Lisch. Glaukoma
yang tampak saat lahir biasanya menunjukkan adanya kelainan
pada sudut kongenital. Asesmen untuk glaukoma, meliputi tekanan
intraokular, gonioskopi, pemeriksaan lapangan pandang, dan
penilaian nervus optikus disarankan untuk dilakukan pada semua
pasien NF1. Kelainan koroidal tidak dapat terdeteksi dengan
pemeriksaan fundus ataupun angiografi fluoresen.2
Pada kasus NF2, karakteristik klinis ditandai oleh adanya
schwannoma vestibular bilateral, meningioma multipel, tumor
saraf kranial, tumor spinal, dan kelainan pada mata. Manifestasi
10

okular yang berbahaya yang dapat terjadi adalah hamartoma nervus


optikus dan hamartoma retina (kombinasi hamartoma epitel
pigmen dan retinal). Sekitar 60-80% pasien mengalami katarak
onset dini. Manifestasi lain adalah adanya keratitis distrofik akibat
keterlibatan saraf kranial V atau paresis fasial akibat keterlibatan
saraf kranial VII.2
2.6

Penegakkan Diagnosis
Kriteria diagnostik yang digunakan untuk menegakkan diagnosis
NF ditetapkan oleh National Institute of Health pada tahun 1987. Individu
dengan dua atau lebih kriteria berikut dapat didiagnosis mengalami NF1.6
-

Terdapat 6 atau lebih makula caf au lait berukuran diameter >5mm


pada individu prepubertal, dan diameter >15mm pada individu

postpubertal
Terdapat 2 atau lebih neurofibroma tipe apa saja, atau satu

neurofibroma fleksiform
Freckling regio aksila atau inguinal
Glioma nervus optikus
Terdapat 2 atau lebih nodul Lisch (iris hamartoma)
Lesi tulang seperti displasia sphenoid atau penipisan korteks tulang

panjang dengan atau tanpa pseudoarthrosis


Keluarga 1 generasi (orang tua, saudara atau keturunan) yang
mengalami NF1 yang sesuai dengan kriteria diatas

Tabel 1. Diagnosis banding NF1 dan NF212


NF1
Genetik
autosomal
dominan
Kriteria
diagnostik

Kromosom 17

Dua dari karakteristik berikut.


- Neurofibroma:

NF2
Kromosom 22

Tumor nervus VIII


bilateral
(neuroma

11

Temuan klinis

Temuan okular

2.7

terlokalisir (>2) atau


fleksiform
Spot Caf au lait (>5)
Freckling
aksila/inguinal
Nodul Lisch (>2)
Displasia sphenoid
Glioma saraf optikus
Keluarga 1 generasi
dengan NF1

Kulit: Caf au lait, freckling


aksila/inguinal, neurofibroma
SSP: astrositoma, meningioma
Viseral:
phaechromocytoma,
rabdomioma jantung
Tulang: displasia sphenoid
Neurofibroma: pada kelopak,
koroid, atau orbita
Iris: nodul Lisch proliferasi dari
melanosit pada stroma anterior
Retina: hamartoma astrositik
tumor yang terbentuk oleh
proliferasi astrosit pada retina
dalam
Koroid: penebalan difus dari
jaringan neurofibromatosa
Glaukoma:
sekunder
akibat
jaringan neurofibromatosa yang
melapisi trabekular meshwork atau
neovaskularisasi

akustik)
Atau dua dari karakteristik
berikut.
- Tumor nervus VIII
unilateral
- Neurofibroma
- Meningioma
- Glioma
- Schwannoma
- Juvenile
posterior
subcapsular
lens
opacity (PSCC)
- Keluarga 1 generasi
dengan NF2

Lensa: PSCC
Hamartoma okular
Nervus optikus: meningioma

Tatalaksana
Neurofibromatosis tipe 1 dan 2 memiliki kesamaan pada genetik,
manifestasi kutaneus, fenotip yang heterogen, dan perjalanan penyakit
yang biasanya bersifat progresif. Namun onset, progresivitas gejala, dan
prognosis

kedua

penyakit

itu

berbeda.

Manifestasi

klinis

dan

keparahannya pun berbeda pada tiap individu. Luasnya manifestasi klinis


12

dan hambatan dalam memprediksi onset atau keparahan gejala baru yang
timbul, serta komplikasi neurofibromatosis menyebabkan penyakit ini sulit
untuk ditatalaksana. Terapi untuk neurofibromatosis belum ada, sehingga
tatalaksana

lebih

ditujukan

untuk

meningkatkan

kualitas

hidup

penderita.14,15
Sifatnya yang individual, unik, dan tidak dapat diprediksi
menyebabkan penderita NF harus diperiksa secara periodik untuk
mendeteksi dini gejala baru dan komplikasi. Follow up pada pasien NF
meliputi pemeriksaan oftalmologis, kulit dan skeletal, evaluasi audiologis,
evaluasi

fungsi

kognitif,

pengukuran

tekanan

darah,

dan

elektroensefalogram. Pemeriksaan oftalmologis, kulit, skeletal dan tekanan


darah dilakukan sepanjang hidup penderita NF, sedangkan pemeriksaan
lain didasarkan pada gejala dan tanda klinis yang muncul.14,15
Tidak ada terapi khusus yang dapat mencegah perkembangan NF1.
Tetapi, penanganan dini dapat meminimalisasi dan mencegah komplikasi
lanjut. Penanganan pada pasien terkait dengan beberapa disiplin klinik,
untuk mengetahui progresivitas penyakit, deteksi keterlibatan organ lain,
selain jaringan kulit. Tumor kulit dapat diangkat untuk alasan estetik baik
melalui bedah eksisi, elektrokauter, ataupun laser ablasi. Sampai saat ini
pengobatan NF terbatas pada pembedahan baik untuk alasan estetik atau
mencegah hilang fungsi, meskipun sulit untuk diangkat seutuhnya dan
kemungkinan dapat tumbuh lagi.16
Caf au lait spot dan freckling menyebabkan masalah kosmetik.
Nodul Lisch bisa dilihat dengan bantuan alat dan tidak menimbulkan
gangguan penglihatan. Makrosefali juga dapat menimbulkan masalah
kosmetik. Tidak ada terapi obat maupun tindakan operatif untuk
mentatalaksana Caf au lait spot, freckling ataupun makrosefali.14,15
Tatalaksana OPG dimulai jika pasien mengalami penurunan visus
progresif, proptosis, atau keadaan yang mengancam jiwa akibat kompresi
intrakranial. Kemoterapi dengan carboplatin dan vincristine merupakan
terapi pilang, meskipun angka rekurensinya mencapai 50%. Radioterapi

13

dilakukan jika terapi dengan kemoterapi gagal, namun penggunaannya


sudah mulai ditinggalkan karena efek samping berupa defisit kognitif,
penyakit serebrovaskular dan pertumbuhan tumor baru. Kondisi tertentu
misalnya pada proptosis berat dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
tindakan operatif.14,15

Gambar 11. Algoritma tatalaksana dan follow-up OPG pada NF1

2.8

Komplikasi
Beragam

manifestasi

klinis

pada

NF1

dan

kemungkinan

komplikasi yang terjadi dijelaskan dalam Tabel 2. Tidak semua penderita


NF1 mengalami komplikasi. Pengaruh NF1 terhadap mortalitas masih
belum begitu jelas, namun penderita usia muda biasanya memiliki gejala
yang lebih parah sehingga dampak terhadap kualitas hidupnya lebih buruk.

14

Beberapa studi kohort menunjukkan penurunan ekspektansi hidup hingga


8-15 tahun. Penyebab utama kematian penderita NF1 adalah neoplasma
maligna, terutama malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST).
Evaluasi medis berkala diperlukan untuk deteksi dini kondisi ini.
Vaskulopati juga merupakan penyebab kematian pada penderita NF1 usia
muda dan pada pasien asimptomatik, terutama akibat displasia
fibromuskular vaskular dan malformasi.2
Tabel 2. Beragam komplikasi pada NF115
Kriteria diagnosis
Caf
au
freckling
Nodul Lisch
Neurofibroma

lait,

Lokasi
Kulit

Glioma/astrositoma

Mata
Kutaneus
Subkutaneus, saraf
Plexiform,
paraspinal
Plexiform, diffuse V
nerve
plexiform,
difus, wajah/leher/
badan/anggota
gerak
Optikal

Displasia tulang

Serebral,
posterior,
spinalis
Sphenoid

fossa
medulla

Tulang pipih dan


panjang
Gangguan
sistem Otak,
fossa
saraf pusat
posterior, medulla
spinalis
Displasia lain
Makrosefali, otak
Vertebra
Thorakal
Anggota gerak

Kemungkinan
Konsekuensi
Kosmetik

Kosmetik, gatal
Nyeri, nyeri tekan
Nyeri, kelemahan
Kosmetik
Kelemahan,
kosmetik

Penurunan visus
Gejala neurologis

Deformitas fasial

Kemungkinan
Komplikasi

Kelemahan,
MPNST
Nyeri,
kematian

MPNST,

Penurunan
visus,
kemoterapi
Defisit neurologis,
kemoterapi

Pseudoarthrosis

Disfigurement,
gangguan
penglihatan
Amputasi

Defisit
kognitif,
gangguan perilaku

Retardasi
mental,
ADHD, Autisme

Kosmetik
Skoliosis distrofik
Excavatum pectus
Genu varum/valgum

Kelemahan,
paralisis
Tindakan operatif
Tindakan operatif
15

Predisposisi tumor

Defek
kongenital

2.9

jantung

Serebrovaskular
Vaskular ginjal
Vaskular
gastrointestinal
Stenosis aqueduktal,
otak
Darah

Gejala neurologis
Hipertensi
Ileus,
nyeri,
perdarahan
Hidrosefalus, nyeri
kepala
Leukemia

Gastrointestinal
Payudara
Pheochromocytoma
Jantung

GIST
Kanker
Hipertensi
Gagal
kongestif

jantung

Stroke
Penyakit jantung
Bervariasi
Hipertensi kranial
Operasi
dan
kemoterapi,
kematian
Bervariasi,
termasuk kematian
Operasi, kematian

Pencegahan
Neurofibromatosis merupakan penyakit keturunan yang diturunkan
secara autosomal dominan. Apabila salah satu orang tua menderita
kelainan NF, maka 50% kemungkinan anaknya menderita penyakit ini.
Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan konsultasi genetik pada
penderita yang merencanakan untuk memiliki keturunan.15
Untuk mencegah komplikasi, mengurangi komorbiditas dan
meningkatkan kualitas hidup. Pasien harus dikonsultasikan kepada:

Seorang ahli saraf untuk memberikan informasi mengenai perubahan


status neurologis

Seorang ahli bedah saraf untuk mengidentifikasi dan mengobati tulang


belakang atau tumor otak.

Opthalmologist untuk mendapatkan ketajaman informasi mengenai


visual, cacat bidang atau penampilan dari nodul lisch.

Ahli ortopedi untuk mengevaluasi kelainan terkait tulang.


Tekanan darah harus sering diperiksa dan hipertensi harus segera

diobati jika terdeteksi. Setiap perubahan yang mungkin terjadi dalam


pemeriksaan

sensoris

atau

motoris

(seperti

inkontinensia)

harus

didokumentasikan dan dievaluasi dengan hati-hati.

16

2.10

Prognosis
Prognosis NF1 bervariasi, bergantung pada keparahan penyakit dan
keterlibatan organ, serta ada tidaknya keganasan. Hanya 10% kasus yang
berkembang menjadi keganasan. Namun demikian, NF1 dapat memiliki
prognosis yang buruk apabila telah terjadi komplikasi neurofibroma yang
mengenai organ-organ dalam.16

BAB III
SIMPULAN
Neurofibromatosis

merupakan

kelainan

multisistem

dan

gejala

predisposisi tumor yang disebabkan oleh mutasi genetik pada kromosom 17-

17

17q11.2 pada NF tipe 1 (NF1) atau penyakit von Recklinghausen, dan pada
kromosom 22-22q12.2 pada NF tipe 2 (NF2). Penyakit ini diturunkan dengan pola
autosomal dominan, namun 50% kasus disebabkan oleh mutasi spontan.
Gangguan ini dapat menyerang semua ras, semua kelompok etnis dan jenis
kelamin.
Gejala klinis dapat menyerang saraf, kulit, okular, dan sistem skeletal.
NF1 juga berhubungan dengan kondisi sistemik lainnya seperti peningkatan
frekuensi kejadian tumor sistem saraf pusat, defisit kognitif, kejang, displasia
serebrovaskular, dan hipertensi. Manifestasi kutaneus yang khas ditemukan adalah
Caf au lait spot dan freckling. Sedangkan manifestasi okular dapat bervariasi
antara lain adanya nodul Lisch, neuofibroma pleksiform pada palpebra dan
konjungtiva, OPG, dan glaukoma, sehingga pemeriksaan oftalmologis merupakan
salah satu pemeriksaan esensial pada kasus NF. Manifestasi okular yang
berbahaya adalah OPG karena dapat menyebabkan penurunan visus hingga
kebutaan. Diagnosa klinis sendiri dapat ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik
yang telah ditetapkan oleh National Institute of Health (NIH).
Tidak ada terapi khusus yang dapat mencegah perkembangan NF1, tetapi,
penanganan dini dapat meminimalisasi dan mencegah komplikasi lanjut.
Tatalaksana lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Follow
up pada pasien NF sangat penting dilakukan sepanjang hidup penderita, meliputi
pemeriksaan oftalmologis, kulit dan skeletal, evaluasi audiologis, evaluasi fungsi
kognitif, pengukuran tekanan darah, dan elektroensefalogram. Penderita NF harus
mengikuti konsultasi genetik jika berencana untuk memiliki keturunan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jain, Gunjan, V.K. Jain, I.K. Sharma, R. Sharma, N. Saraswati.


Neurofibromatosis Type 1 Presenting with Ophthalmic Features: A Case
Series. Journal of Clinical Diagnostic Research. 2016 Nov, Vol 10(11):1-3.
18

2. Abdolrahimzadeh, B, D.C Piraino, G. Albanese, F. Cruciani, S. Rahimi.


Neurofibromatosis: an update of ophthalmic characteristics and applications of
optical coherence tomography. Clinical Ophthalmology 2016:10 851-860.
3. Jett K, Friedman MJ. Clinical and genetic aspects of neurofibromatosis 1.
Genet Med. 2010;12:111.
4. Schnur RE. Type 1 neurofibromatosis: a genio-oculo- dermatologic update.
Ocular Genetics. 2012;23:364372.
5. Rauen KA, Huson SM, Burkitt-Wright E, et al. Recent developments in
neurofibromatoses and RASopathies: management, diagnosis and current and
future therapeutic avenues. Am J Med Genet. 2014;12:110.
6. National Institutes of Health. 2017. Neurofibromatosis

type

1.

https://ghr.nlm.nih.gov/condition/neurofibromatosis-type-1#resources
7. Guttmann DH, Aylswort A, Carey CJC, et al. The diagnosis, evaluation and
multidisciplinary management of neurofibromatosis 1 and neurofibromatosis
2. JAMA. 1997;278:5157.
8. Hirbe AC, Gutmann DH. Neurofibromatosis type 1: a multidisciplinary
approach to care. Lancet Neurol. 2014;13:834843.
9. Recupero SM, Abdolrahimzadeh S, Lepore G, et al. Lapparato oculare nelle
sindromi neurocutanee. [The ocular apparatus in neurocutaneous syndromes].
Rome, Italy: Verduci editore; 2004:726. Italian.
10. Coban-Karatas M, Altan-Yaycioglu R, Bal N, Akova YA. Management of
facial disfigurement in orbitotemporal neurofibromatosis. Ophthalm Plas
Reconstr Surg. 2010;26:124126.
11. Lewis RA, Riccardi VM. Von Recklinghausen neurofibromatosis. Incidence of
iris hamartoma. Ophthalmology. 1981;88:348354.
12. Sehu, K.W. W.R. Lee. 2005. Ophthalmic Patology: An Ilustrated Guide for
Clinicians. Glasgow, UK: Blackwell Publishing.
13. Mantelli F, Abdolrahimzadeh S, Mannino G, Lambiase A. Unusual case of
angle closure glaucoma in a patient with neurofibromatosis type 1. Case Rep
Ophthalmol. 2014;5:386391.
14. Rodrigues, L.O.C, dkk. Neurofibromatoses: Part 1 Diagnosis and
Differential Diagnosis. Arq Neuropsiquiatr 2014;72(3):241-250
15. Batista, P.B, dkk. Neurofibromatosis: Part 2 Clinical Management. Arq
Neuropsiquiatr 2015;73(6):531-543
16. Pandaleke, T.A, P.L. Suling. Neurofibromatosis Tipe 1 dengan Neurofibroma

Pleksiformis. MDVI. 2014 Vol 41(2):73-78


19

Anda mungkin juga menyukai