Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
I

Latar Belakang

Hipoglikemi adalah salah satu kegawatan yang mengancam bila tidak segera teratasi,
dimana terjadi akibat menurunnya kadar glukosa darah kurang dari 60 mg/dl. Hipoglikemi
dapat disebabkan oleh puasa, khususnya puasa yang disertai olahraga, karena olahraga
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel-sel otot. Hipoglikemia lebih sering disebabkan
kelebihan dosis insulin pada pengidap diabetes dependent insulin (IDDM). Otak memerlukan
glukosa darah sebagai sumber energi utama. Oleh sebab itu jika gula darah terlalu rendah
maka organ pertama yang terkena dampaknya adalah sistem saraf pusat, seperti sakit kepala
akibat perubahan aliran darah otak, konfusi, iritabilitas, kejang, dan koma. Selain itu,
hipoglikemia juga menyebabkan pengaktifan sistem saraf simpatis yang menstimulasi rasa
lapar, gelisah, berkeringat dan takikardia.
Studi yang berlangsung dari tahun 1998-2002, melibatkan 1.465 partisipan dengan DM
tipe 2 dan berusia rata-rata 65 tahun yang pernah mengalami sekali atau lebih episode
hipoglikemia, menunjukkan sebanyak 17% menderita demensia, dibandingkan dengan 10,3%
dari mereka yang tidak ada riwayat hipoglikemia. Risiko terjadinya demensia ada 26% pada
kelompok pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia berat sebanyak 1 kali, meningkat 15%
pada pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia berat sebanyak 2 kali, dan menjadi 16%
pada pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia 3 kali atau lebih. (Soemadji 2007, 1870).

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60 mg/dl, yang
merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemi oral (Hudak / Galu).
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetik sebagai akibat dari menurunnya
kadar glukosa darah, yaitu mencapai kurang dari 50 mg/100 ml darah (Eliabeth J. Corwin,
2009 : 623). Kadar gula darah normal adalah 80-120 mg/dl pada kondisi puasa dan 100-180
mg/dl pada kondisi setelah makan. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak,
misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 5 jam sesudah makan
atau terjadi sebagai reaksi terhadap karbohidrat.

Anatomi fisiologi

Pengaturan Kadar Glukosa Darah


Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi kebutuhan
tubuh , khususnya sistem saraf dan peredaran darah (eritrosit). Kegagalan glukoneogenesis
berakibat FATAL, yaitu terjadinya DISFUNGSI OTAK yang berakibat KOMA dan kematian.
Hal ini terjadi bilamana kadar glukosa darah berada di bawah nilai kristis. Nilai normal
laboratoris dari glukosa dalam darah ialah : 65-110 ml/dl atau 3.6-6.1 mmol/L. Setelah
penyerapan makanan kadar glukosa darah pada manusia berkisar antara 4.5-5.5 mmol/L. Jika

orang tersebut makan karbohidrat kadarnya akan naik menjadi sekitar 6.5-7.2 mmol/L. Saat
puasa kadar glukosa darah turun berkisar 3.3-3.9 mmol/L.
Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolik dan hormonal.
Pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik. Aktivitas metabolik yang mengatur
kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
a

Mutu dan jumlah glikokisis dan glukoneogenesis,

Aktivitas enzim-enzim, seperti glokukinase dan heksokinase.

Hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar glukosa darah
adalah insulin. Insulin dihasikan dari sel-sel b dari pulau pulau langerhans pankreas dan
disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan hiperglikemia.
Proses pelepasan insulin dari sel B pulau langerhans Pankreas dijelaskan sebagai berikut :

Glukosa dengan bebas dapat memasuki sel-sel B langerhans karena adanya


Transporter glut 2. Glukosa kemudian difosforilasi oleh enzim glukokinase yang
kadarnya tinggi. Konsentrasi glukosa darah mempengaruhi kecepatan pembentukan
ATP dari proses glikolisis, glukoneogenesis, siklus kreb dan Electron Transport
System di mitokondria.

Peningkatan produksi ATP akan menghambat pompa kalium (K+pump) sehingga


membran dan mendorong terjadinya eksositosis insulin. Selanjutnya insulin dibawa
darah dan mengubah glukosa yang kadarnya tinggi menjadi glikogen.

Enzim yang kerjanya berlawanan dengan insulin adalah glukoagon. Glukoagon


dihasilkan sel-sel A langerhans pankreas. Sekresi hormon ini distimulasi oleh keadaan
hipoglikemia. Bila glukoagon yang dibawa darah sampai di hepar maka akan
mengaktifkan

kerja

glukoneogenesis.

enzim

fosforilase

sehingga

mendorong

terjadinya

ETIOLOGI
1. Kadar Insulin Berlebihan
Dosis Berlebihan
Peningkatan bioavailibilitas insulin
2. Peningkatan sensitivitas insulin
Defisiensi hormon counter-regulatory
Penurunan berat badan
Latihan jasmani, postpartum, variasai siklus menstruasi
3. Asupan karbohidrat kurang
Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang
Diet slimming, anorexia nervosa
Muntah, gastroparesis
Menyusui
4. Lain-lain
Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
Alkohol, obat ( salisilat, sulfonamid, penyekat non-selektif, pentamidin)

Patofisiologi

Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada
glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat
memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam
beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada
suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system
saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah
dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar
glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi
tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala hipoglikemi terdiri dari 2 fase, yaitu :


1

Fase 1, gejala-gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga hormon


epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena pada saat itu
pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi
hipoglikemi lanjut.

Fase 2, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, sehingga
dinamakan gejala neurologis.
(Arif Mansjoer, 2001 : 603)

Gejala dan tanda hipoglikemia :


1

Gejala karena efek hipoglikemi pada saraf otonom


a

Banyak keringat walaupun udara dingin atau berkeringat dingin

Timbul rasa lapar

Parestesia pada bibir dan jari

Pucat

Palpitasi

Tremor

Gejala karena efek hipoglikemik pada sistem saraf pusat


a

Penglihatan kabur dan diplopia

Sakit kepala

Gerakan-gerakan yang bersifat spastik

Sering menguap

Perubahan psikis karena hipoglikemia


a

Depresi dan iritabel

Sering mengantuk tapi tidak dapat tidur pada malam hari

Tidak mampu konsentrasi

Gejala karena efek hipoglikemi pada sistem muskular


Rasa lemah dan mudah capai selama mengerjakan kegiatan fisik
(Moelianto et all 2001, 389)

Sebelum gejala-gejala di atas timbul, di lepaskanlah epinefrin yang disebut sebagai gejala
peringatan. Namun pada penderita hipoglikemia yang rekuren seringkali tidak mengalami
gejala peringatan sebelum jatuh koma. Hal ini disebabkan karena kekurangan epineprin
dalam tubuhnya. Begitu pula pada penderita diabetes yang lebih dari 10 tahun mendapatkan
insulin juga sering mengeluh timbul reaksi hipoglikemik tanpa reaksi peringatan. Hal tersebut

dikarenakan berkurangnya respon simpatis terhadap hipoglikemia. Pendapat lain mengatakan


hal itu disebabkan adanya neuropati saraf sensorik. Bila timbul gejala tetapi penderita tidak
segera mendapatkan pertolongan yang adekuat maka akhirnya penderita dapat terjatuh dalam
koma.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan kadar glukosa darah


Bila terdapat kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl. Pemeriksaan dilakukan saat
sebelum dan sesudah diberikan bolus dekstrosa.
Pemeriksaan Urine
(Moelianto et al 2001, 391)

PENATALAKSANAAN

Pengobatan reaksi insulin selalu glukosa. Jika pasien dapat menelan, cara terbaik
pemberian glukosa adalah dengan memberikan minuman yang mengandung glukosa atau
sukrosa. Jika gemetar, dalam keadaan stupor, atau tidak kooperatif untuk minum, berikan
dekstrosa bolus 25 g dari 50% selama beberapa menit. Jumlah glukosa yang dibutuhkan
untuk meredakan reaksi insulin akut tidak banyak. Gula darah dapat meningkat dari 20 mg/dl
menjadi 120 mg/dl dengan pemberian glukosa < 25 g (3 sendok teh) pada orang dewasa
berukuran rata-rata.

Rincian penatalaksanaan sebagai berikut :


a

Bila klien masih dalam keadaan sadar, tindakan dapat dilakukan oleh pasien itu
sendiri dengan makan roti atau pisang.

Bila belum tertolong, beri klien minum teh manis, makan makanan berkarbohidrat
atau bila perlu tetesi gula kental atau madu di bawah lidah.

Bila pasien dalam keadaan tidak sadar (koma hipoglikemi) :


-

Injeksi glukosa 40% iv 25 ml infus glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang
setiap jam sampai sadar (maksimum 6 x)

Setelah gula darah stabil infus glukosa 10% dilepas anti glukosa 5% stop.

Injeksi efedrin (bila tidak ada kontra indikasi : jantung) 25-50 mg atau injeksi
glukagon 1 mg (IM)
Reaksi hipoglikemi harus segera di atasi dengan tujuan :

Memenuhi kebutuhan glukosa otak agar tidak terjadi gangguan yang


irreversible.

Tidak mengganggu regulasi diabetes mellitus.


Pedoman :
Peningkatan glukosa darah di arahkan ke kadar glukosa puasa, yaitu
120 mg/dl
Satu flakon (25 ml) dekstrosa 40% (10 gram dekstrosa) dapat
menaikkan kadar glukosa 25-50 mg/dl

Petunjuk praktis rumus pemberian terapi adalah 3-2-1


Kadar
glukosa mg/dl

Terapi

Glukosa 1 flakon (25 ml) 40 % (10


g), menaikkan kadar glukosa 25-50

< 30 mg/dl

mg/dl
Inj. Iv dekstrosa 40%, Rumus 3

30 60 mg/dl

bolus 3 flakon
Inj. Iv dekstrosa 40%, Rumus 2

60-100 mg/dl

bolus 2 flakon
Inj. Iv dekstrosa 40%, Rumus 1
bolus 1 flakon

PROGNOSIS

Keadaan hipoglikemia lebih membahayakan jika dibandingkan dengan keadaan


hiperglikemia, kematian dapat terjadi karena keterlambatan dalam pengobatan. (Arif
Mansjoer, 2001).

Pengkajian
a

Keluhan Utama
Takikardi, gemetar, pandangan kabur, pusing, lapar, penurunan kesadaran.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Hipoglikemi dapat terjadi akibat intake nutrisi yang tidak adekuat, dan olah
raga yang terlalu berat. Namun mekanisme umum dan penting adalah respon
terhadap terapi insulin.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Asupan nutrisi yang tidak adekuat, olahraga terlalu berat, dosis insulin terlalu
berlebih, atau menderita penyakit Diabetes Mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


Anggota keluarga ada yang menderita Diabetes Mellitus.

b. Pemeriksaan fisik
1.

System Pernafasan atau Breathing (B1)


Takipnea, RR meningkat.

2.

System Kardiovaskuler atau Blood (B2)


Takikardi, penurunan atau peningkatan tekanan darah.

3.

System Persyarafan atau Brain (B3)


Pusing, pening, sakit kepala, gangguan penglihatan, mengantuk (somnolen), reflek
menurun, stupor sampai koma.

4.

System Perkemihan atau Bladder (B4)


Pada penderita yang tidak sadar sering di jumpai menghilangnya kontrol atas otot-otot
sfingter dengan akibat miksi.

5.

System Pencernaan atau Bowel (B5)


Mual muntah, rasa haus, rasa lapar, defekasi yang tidak terkontrol.

6.

System Musculoskeletal dan integument atau Bone (B6)


Lemah, penurunan kekuatan otot, kesemutan.

c. Diagnosa
1

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat peningkatan


kebutuhan metabolik sekunder.

Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah seperti,
gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom,
koma hipoglikemi

d Intervensi
DX I : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder.
Tujuan :
-

kelemahan yang berkurang

berpartisipasi dalam perawatan diri

mempertahankan kemampuan aktivitas seoptimal mungkin


Intervensi
monitor keterbatasan aktivitas,

kelemahan saat aktivitas


2

bantu

dalam

melakukan

berikan istirahat yang adekuat

kolaborasi

untuk

memberikan diet yang adekuat


5

dalam

latihan

membantu energi tidak banyak


digunakan

kolaborasi dengan dokter dan


fisioterapi

memenuhi kebutuhan aktivitas


klien

diet

intervensi

dengan tepat

aktivitas sehari-hari

ahli

Rasional
merencanakan

metabolismre

membutuhkan

energi
5

aktivitas

menentukan

terapi

aktivitas

yang tepat

DX II : Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah


seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi
Tujuan :

Komplikasi tidak terjadi

Kekurangan glukosa dapat di perbaiki


Intervensi
Cek serum glukosa sebelum

Rasional
Serum glukosa terkontrol

Mengetahui tanda hipoglikemi

dan setelah makan


2

Monitor : kadar glukosa, pucat,


keringat dingin, kulit yang

dan sebagai dasar intervensi

lembab

selanjutnya

Monitor vital sign

Mengetahui kondisi klien

Monitor kesadaran

Menjaga agar klien dalam

kesadaran yang baik


5

Monitor tanda gugup,

irritabilitas

mengambil tindakan yang


cepat agar komplikasi tidak
terjadi

Lakukan pemberian susu

mencukupi nutrisi agar adekuat

menjaga kondisi klien dalam

manis peroral 20 cc X 12
7

Analisis kondisi lingkungan

keadaan baik/normal

yang berpotensi menimbulkan


hipoglikemi.
8

Cek tanda-tanda infeksi

mencegah infeksi sehingga


komplikasi tidak terjadi

kolaborasi pemberian Dex 15


% IV dan O2 1 lt 2 lt /menit

menstabilkan kondisi klien

BAB III
PENUTUP
I

Kesimpulan

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60 mg/dl, yang
merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemi oral (Hudak / Galu).
Hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar glukosa darah
adalah insulin. Insulin dihasikan dari sel-sel betha dari pulau pulau langerhans pankreas dan
disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan hiperglikemia.
Hipoglikemia disebabkan oleh puasa dengan aktivitas berlebihan salah satunya.
Gejala hipoglikemi diantaranya tremor, gemetar bahkan pingsan. Anataklaksanaan dengan
pemberian glukosa untuk memulihkan kemb ali kjondisi klien sesuai gejala yang
ditimbulkan.,
.

Anda mungkin juga menyukai