Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
Adisti Mulyadara
Asep ardi
Esti Oktaviani
Umu Hanifah
Yoel Sihombing
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan ..............................................................................................................
C. Sistematika Penulisan.......................................................................................
4
4
6
11
13
13
18
21
28
34
35
37
37
39
42
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................
B. Implementasi ...................................................................................................
C. Evaluasi ............................................................................................................
47
48
69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................
51
B. Saran.................................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
52
KATA PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan salah satu infeksi yang tersering pada neonatus dan
salah satu penyebab terpenting kematian perinatal. Masa neonatus merupakan masa
yang paling rentan terinfeksi pada anak (Stoll dan Kliegman, 2011). Salah satu
penyakit infeksi yang merupakan penyebab mortalitas utama pada neonatus adalah
pneumonia (Duke, 2005). Pada neonatus, pneumonia dapat diakibatkan karena
proses yang terjadi dalam kehamilan, ketika proses persalinan, maupun didapatkan
setelah kelahiran (Barnett dan Klein, 2006).
Patogenesis dari pneumonia sangat terkait dengan sistem imun. Ketika sistem
imun seseorang dalam keadaan baik, patogen penyebab pneumonia dapat
dihancurkan oleh makrofag alveolus (Mandell dan Wunderink, 2008). Oleh karena
itu, pneumonia dapat menginfeksi orang yang sistem pertahanan tubuhnya lemah
atau belum kompeten , misalnya pada neonatus (Stoll dan Kliegman, 2011).
Kemungkinan terinfeksi pneumonia semakin tinggi jika terdapat faktor risiko
yang mendukung, di antaranya berat lahir rendah (Rudan et al, 2008). Penelitian
yang dilakukan oleh Ying et al (2010) menunjukkan bahwa pneumonia neonatus
berkorelasi dengan berat lahir. Kejadian pneumonia neonatus diobservasi lebih tinggi
pada bayi dengan berat lahir rendah.
Kejadian infeksi pada neonatus diobservasi lebih tinggi pada usia kehamilan
yang lebih muda dan menurun seiring bertambahnya usia kehamilan (Puopolo et al,
2011). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa neonatus preterm lebih berisiko
mengalami pneumonia dibandingkan neonatus yang lahir cukup bulan. Berdasarkan
penelitian Wulandari, dkk (2014), menyatakan bahwa orang yang terkena pneumonia
berat berisiko 20,274% engalami kematian. Selain itu pneumonia lebih banyak
terjadi di negara berkembang (82%) dibandingkan negara maju (0,05%). Menurut
WHO (2014), kematian pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 berada pada urutan
ke-8 setelah India (174.000), Nigeria (121.000), Pakistan (71.000), DRC (48.000),
Ethiopia (35.000), China (33.000), Angola (26.000), dan Indonesia (22.000).
Pneumonia merupakan pembunuh nomor 1 di dunia pada bayi dan anak-anak usia <5
tahun. Diperkirakan menyebabkan sekitar 2 juta kematian (1 kematian setiap 15
detik) dari 9 juta kematian setiap tahunnya pada usia tersebut.
Demam saat proses persalinan juga berpengaruh terhadap kejadian infeksi pada
neonatus. Semakin tinggi suhu tubuh ibu ketika persalinan, risiko terjadinya infeksi
pada neonatus semakin tinggi. Data menyebutkan bahwa peningkatan risiko infeksi
dimulai pada suhu 37,5oC sampai 38oC. Selanjutnya, pada suhu lebih dari 38oC
terdapat peningkatan ekstrim angka kejadian infeksi pada neonatus (Puopolo etal,
2011).
Pada penelitian lain yang dilakukan Choudury et al (2010) demam intrapartum
merupakan faktor risiko yang sangat signifikan terhadap pneumonia neonatus. Selain
itu, ketuban pecah dini merupakan salah satu faktor risiko infeksi pada neonatus.
Kejadian infeksi pada neonatus meningkat seiring dengan peningkatan durasi
ketuban pecah dini.
Data tertinggi infeksi pada neonatus ditemukan pada ketuban pecah dini 25 jam
sebelum kontraksi uterus pertama kali (Puopolo et al, 2011). Ketuban pecah dini
adalah salah satu prediktor terjadinya pneumonia neonatus (Barnett dan Klein, 2006).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit pneumonia, konsep
pertumbuhan dan perkembangan, konsep hospitalisasi.
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan
intervensi.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia,
yang
meliputi
ppengkajian,
diagnosa
keperawatan,
intervensi,
penulisan.
Kosep dasar meliputi definisi, anatomi fisiologi, patofisiologi
dan patoflow, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, konsep
pertumbuhan, konsep perkembangan, konsep hospitalisasi,
pegkajian
BAB III :
keperawatan,
diagnosa
keperawatan,
rencana
keperawatan.
Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian keperawatan, analisa
data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi
BAB IV :
BAB V :
dan evaluasi.
Pembahasan Kasus
Penutup yang meliputi kesimpulan dan sara
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini
berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas
napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia
< 2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1
tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5
tahun (Depkes RI, 2002).
Definisi lainnya disebutkan pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru
yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal
masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer atau
komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut
Misnadiarly (2008), pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru,
dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. UNICEF/WHO (2006) menyatakan pneumonia merupakan sakit yang
terbentuk dari infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang
secara spesifik mempengaruhi paru-paru dan Depkes RI (2007) mendefenisikan
pneumonia sebagai salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang
mengenai bagian paru (jaringan alveoli).
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Sistem Pernafasan Bagian Atas
a. Hidung
Merupakan saluran utama dan yang pertama yang dilapisi dengan
membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut
mukosa hidung. Lendir disekresikan secara terus menerus oleh sel-sel boblet
yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke
nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
b. Tekak (Faring)
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga
mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan
lariofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorium dan digestif.
c. Tenggorok (Laring)
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring juga merupakan saluran udara dan bertindak
sebegai pembentuk suara.
2. Saluran Pernapasan bagian bawah
a. Batang Tenggorok (Trakea)
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk huruf C, sebelah dalam
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia.
b. Cabang tenggorok (Bronkus)
Merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus ada 2 yaitu: Bronkus kanan dan
bronkus kiri. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan mempunyai 3
cabang. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang, lebih ramping dan mempunyai 2 cabang.
c. Ranting-ranting tenggorok (Bronchiolus)
Merupakan cabang yang lebih kecil dari bronkus. Pada ujung bronhiolus
terdapat gelembung atau alveoli.
d. Alveoli
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder
dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan
normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah
steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi
dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier
anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi
dengan refleks epiglottis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke
arah cranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi
lokal imunoglobin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,
sitokin, immunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi patogen
penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada pejamu yang
berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy
dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia
epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi
sel-sel mononuclear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN
akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya
sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas
kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini
akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke
dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada
ruang interstitial yang terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat
hemoragik. Infiltrasi ke interstitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral
pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena rusaknya
barier mukosa.
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadangkadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia
tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas pejamu. Ketika
bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan
dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan
ditangkap oleh lapisan cairan epithelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada
respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi immunoglobulin G spesifik. Dari
proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian
kecil kuman akan dilisis melaui perantaraan komplemen. Mekanisme seperti ini
terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak berkapsul seperti
streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri dalam
alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan
perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi.
Hal ini akan mengakibtkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas, dan
hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan
dilapisis oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui pori-pori
kohn. Area edematus ini akan membesar secara sentrifugal dan akan membentuk area
sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin, sel-sel lekosit PMN) dan
bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif
oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui
degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap
semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi kosolidasi pneumonia terjadi ketika antibody antikapsular timbul
danleukosit
PMN
meneruskan
aktifitas
fagositositnya:
sel-sel
monosit
akan
membersihkan debris. Sepanjang struktur reticular paru masih intak (tidak terjadi
keterlibatan intestinal). Parenkim paru akan lebih sempurna dan perbaikan kapiler
alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan paru pada paru minimum.
Pada infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus, kerusakan jarinngan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan
x
Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teicoic acid yang terdapat di dinding sel
dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektin,
kolagen dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus aureus akan
menghasilkan factor-faktor yang virulensi yang berbeda pula. Dimana factor virulensi
tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan melindungi kuman dari pertahanan
tubuh penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan yang local dan
bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi. Beberapa
strain Staphylococcus aureus menghasilkan kapsul polisakarida atau slime layer yang
akan berinteraksi dengan opsonofagositosis. Penyakit yang serius sering disebabkan
Staphylococcus aureus yang memproduksi koagulase. Produksi coagulase dan clumping
factor akan menyebabkan plasma menggumpal melalui interaksi dengan fibrinogen
dimana hal ini berperan penting dalam melokalisasi infeksi (contoh: pembentukan
abses, pneumatosel). Beberapa strain Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa
enzim seperti catalase (meng-nonaktifkan hydrogen peroksida, meningkatkan ketahanan
intraseluler kuman) pennicilinase atau lactamase (menonaktifkan penisilin pada
tingkat molecular dengan membuka cincin beta laktam molekul penisilin) dan limpase.
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat
kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan
volume ini tubuh akan berusaha mengompensasinya dengan cara meningkatkan volume
tidal dan frekuensi napas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea
dengantanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio antara
ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yangdisebut perfusion mismatch,tubuh
berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha napas ekstra dan pasienterlihat sesak.
Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional karena proses inflamasi
maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkangangguan pertukaran gas yang
berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal napas.
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/mm3, kadang kadang mencapai 30.000/mm3, dan pada
hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju Endap Darah.
Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih dalam batas normal.
x
Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut akibat hipoksemia dan
hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan analisis gas darah. Pada sebuah
penelitian ditemukan leukositosis pada 91 sampel penelitian, dan 4 sampel
ditemukan leukopeni.
Penelitian yang lain juga menemukan leukositosis pada 235 sampel
penelitian, dan sebanyak 6 sampel ditemukan leukopeni. Pada penelitian
sebelumnya yang memiliki lebih banyak data karakteristik pasien pneumonia
komunitas, ditemukan leukositosis sebanyak 764 pada pasien rawat inap, serta
cenderung mengalami hipoalbuminemia hingga 63% dari sampel yang diteliti.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pnumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis yang
muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada pleuritis, disertai
pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan radiografi dada. Temuan pada
pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu bercak infiltrat kecil di area
udara sebagai konsolidasi lobar dengan bronkogram udara hingga infiltrat alveolar
difus atau infiltrat interstisial.
Efusi pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga
dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan terkadang juga
dapat menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles pada infeksi akibat
S.aureus.
Hubungan antara patogen penyebab dengan pola gambaran radiologi dapat
dilihat pada tabel 6 dan tabel 7 sebagai berikut :
3. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi lebih pasti,
mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab infeksi di suatu daerah,
mengetahui tingkat resistensi suatu patogen, serta dapat memperkirakan jenis terapi
empirik apa yang perlu diberikan. Pengecatan gram pada sputum dapat membantu
x
untuk
pemberian
obat
pada
terapi
empirik.
Panduan
IDSA/ATS
juga
E. PENTALAKSANAAN
1. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan
sensitivitas antibiotika (Jeremy, 2007).
2. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
(Soetjiningsih,
1995).
Perkembangan
adalah
bertambahnya
kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur, dapat diperkirakan dan diramalkansebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi. (IDAI, 2002).
Perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari
tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui
proses maturasi dan pembelajaran terhadap perkembangan emosi, social dan
intelektual anak. (Whaley and Wong).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
a. Faktor Genetik
Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitifitas
jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan
tulang, termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologik, jenis kelamin dan suku bangsa.
b. Faktor Lingkungan
1) Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan (faktor
prenatal). Gisi ibu waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia,
endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas dan anoksia embrio.
konkrit,
bagaimana
menimbulkan
prestasi
dengan
G. KONSEP HOSPITALISASI
1. Definisi
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak saat sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi
faktor stresor bagi anak dan keluarganya (Wong, 2009).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan tertentu atau darurat yang mengharuskan
seorang anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi perawatan sampai
pemulangannya ke rumah (Supartini, 2004).
jumlah
mekanisme
koping
yang
dimiliki
anak
dalam
4. Dampak hospitalisasi
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang terjadi pada
anak. Ketika anak dirawat di rumah sakit, mereka akan mudah mengalami stres
akibat adanya perubahan dari segi status kesehatannya maupun lingkungannya
dalam kebiasaan mereka sehari-hari dan disebabkan juga karena anak memiliki
keterbatasan koping dalam mengatasi masalah yang bersifat menekan. Anak juga
akan mengalami gangguan emosional dan gangguan perkembangan saat menjalani
hospitalisasi (Utami, 2014).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia(malnutrisi)
d. Neurosensori
Gejala
sakit
kepala
daerah
frontal
(influenza)
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
f. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dyspnea
Tanda :sputum:merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus:
taksil
dan
vocal
bertahap
meningkat
dengan
DRG
menunjukkan
rerata
lama
dirawat
6-8
hari
TUJUAN DAN
INTERVENSI
KRETERIA HASIL
1. Gangguan
NIC label
keperawatan selama 4x 24
Respiratory Monitoring
perubahan membran
aveolar-kapiler
hasil :
Darah Arteri
NOC label
abnormal, PH artery
Respiratory status
abnormal,sianosis,na
RR normal (skla 5)
fas cuping
Ritme respiratory
normal (skala 5)
oksigen
hidung,dan gelisah
(rewel)
4. Monitor peningatan
2. Hipertermia b.d.
dehidrasi dan
keperawatan selama 4x 24
penyakit ditandai
dengan peningkatan
dan pernapasan).
terasa hangat.
vital.
3. Kekurangan volume
cairan b.d.
keperawatan selama 4x 24
kehilangan cairan
(kelembaban membrane
keluarga aktif
ditandai dengan
secara tepat
penurunan turgor
hasil :
kulit, memebran
Noc label:
Hydrasi:
peningkatan suhu
tubuh.
Membrane mukosa
Fluid monitoring:
4. Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan cairan
adekuat (skala 5)
dan diare)
Fluid balance:
-
IV teraphy:
seimbang dalam
sehari(skala 5)
4. Ketidakefektifan
NIC label :
regimen terapeutik
keperawatan selama 4x 24
keputusan ditandai
dengan
NOC label :
perawatan pasien
ketidakefektifan
Family participation in
aktifitas kluaraga
professtional care
untuk memenuhi
tujuan kesehatan
1. Indentifikasi kemampuan
2.
Partisipasi pada
penyediaan perawatan
rencana keperawatann
dari perawatan
4. Identifikasi mekanisme
koping yang digunakan oleh
keluarga
5. berikan informasi krusial
pada keluarga pasien tentang
kondisi pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS
DATA IDENTITAS
Nama klien
: By.M.Ilham
Tanggal lahir
: 15-12-16
Usia/JK
: 4 hari
NamaIbu
: Dewi widiawati
UsiaIbu
Nama Ayah
: M.Agus
Usia Ayah
Pekerjaan Ayah
: TNI-AL
Pekerjaan Ibu
: IRT
RIWAYAT BAYI
Apgar Skore
: 13.. 5..7..
Usia Gestasi
: 29 Minggu
:1200 gram/30 cm
Komplikasi kelahiran
Data lain
RIWAYAT IBU
Status maternal
: G3.P2.A0.O.
Komplikasi kehamilan
27
Jenis persalinan
Data lain
PENGKAJIAN FISIK
1. Reflek:
Moro ( )
Menggenggam
( ) lemah
Menghisap ( ) lemah
Data lain:
2. Tonus/aktifitas
1) Aktif ( ) Tenang ( ) Letargi ( ) Kejang ( )
Informasi lain
:
2) Menangis keras ( )
Menangis lemah ( )
Menangis melengking ( )
Sulit menangis ( )
Data lain:
3) Kepala/leher
a. Fontanel anterior: lunak ( ) datar ( ) tegas ( ) cekung (
menonjol ( )
b. Sutura sagitalis: tepat ( ) menjauh (
) terpisah (
) tumpangtindih (
)
c. Gambaran wajah: simetris ( ) asimetris ( )
d. Molding ( ) caput succedanum ( ) cephalhematoma (
Data lain:
4) Mata
a. Bersih ( ) sekresi (
b. Sklera : anikterik
)
Jarak interkantus..
Data lain:
5) THT
a. Telinga normal ( ) abnormal ( ) simetris ( ) asimetris (
b. Hidung: sekresi ( ) napascupinghidung ( )
Data lain:
6) Wajah
a. Labioskizis (
b. Palatoskizis (
)
)
Data lain:
28
7) Abdomen
a. Bising usus 3x/menit
b. Lunak ( ) tegas ( ) datar ( ) kembung ( )
c. Lingkar perut 23 cm
d. Liver: tidak teraba ( ) teraba< 2 cm ( ) teraba> 2 cm (
Data lain:
8) Toraks
a. Simteris ( ) asimetris ( )
b. Retraksi dinding dada ( )
c. Klavikula normal ( ) abnormal ( )
9) Paru-paru
a. Suara nafas kanan kiri sama ( ) tidak sama (
b. Suara nafas bersih ( ) ronchi ( ) sekresi (
)
) wheezing (
vesikuler ( )
c. Alat bantu nafas ( ) dosis CPAP 7 L/menit
10) Jantung
a. Bunyi normal sinus rhythm (NSR) frekuensi:
b. Murmur ( ) PMI ( ) Lokasi ( )
c. Capillary refill ( 2 )
d. Denyut nadi: 167
Data lain:
11) Ekstrimitas
a. Gerakan bebas ( ) ROM terbatas ( ) tidak terkaji ( )
b. Ekstrimitas atas: normal ( ) abnormal ( ) sebutkan
c. Ekstrimitas bawah: normal ( ) abnormal ( ) sebutkan
d. Panggul: normal ( ) abnormal ( ) tidak terjadi ( )
Data lain:
12) Umbilikus
Normal ( ) abnormal (
Data lain:
13) Genital
Normal ( ) abnormal (
Data lain:
14) Anus
Paten ( ) imperforate (
Data lain:
15) Spina
Normal ( ) abnormal (
Data lain:
16) Kulit
) inflamasi (
) drainage (
) sebutkan
)
)
29
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Data lain:
17) Suhu
a. Lingkungan
Penghangat radian ( ) pengaturan suhu ( ) inkubator ( ) suhu ruang (
) box terbuka (
)
b. Kulit
Suhu kulit: 37,2C
Data lain:
RIWAYAT SOSIAL
1. Struktur keluarga (genogram 3 generasi)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Budaya : Jawa
Suku : jawa
Agama : Islam
Bahasa utama : Indonesia
Perencanaan makanan bayi : ASI eksklusif
Masalah sosial yang penting :
Hubungan orang tua dan bayi : keluarga inti
Ibu
Tingkah Laku
Menyentuh
Memeluk
Berbicara
Berkunjung
Memanggil nama
Kontakmata
9. Orang terdekat yang dapat dihubungi : Ayah dan Ibu
10. Orang tua berespon terhadap penyakit: ya ( ) tidak ( )
Respon: orangtua memberikan perawatan untuk kesembuhan anaknya
11. Orang tua berespon terhadap hospitalisasi: ya ( ) tidak ( )
Ayah
30
Respon:
12. Riwayat anak lain
Jenis kelamin
Riwayat kelahiran
Riwayat lain
Riwayat penyakit
Data lain:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan
Radiologi
Laboratorium
Nilai Normal
Hasil
Analisa
RESUME KEPERAWATAN
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hitung jenis
Nilai Rujukan
Hasil
18,6
55
5,1
30830*
19200
31
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Gol Darah
Kimia Klinik
- GDS
CRP Semi kuantitatif
0
0*
85*
7*
8
106
36
34
17,30*
0
83
<6
B. DATA FOKUS
Data Subjektif
Data Objektif
Catatan Medis :
1. Hasil Tanda Tanda Vital:
a. RR : 62x/m
1. Bayi NKB + SMK + Sepsis neonatus
b. N: 129 dpm
awitan dini
c. Suhu: 37 C
2. Keluarga mengatakan bayi lahir secara SC 2. Klien mendapat terapi cairan PG2, (SMI)/jam
3. Dokter mengatakan bayi lahir tidak 3. Klien nampak terpasang alat bantu nafas
4. Klien terpasang OGT warna coklat saaat
langsung menangis
puasa
5. Hasil nilai Laboratorium :
a. Hemoglobin : 18,6
b. Hematokrit : 5,5
c. Eritrosit : 5,1
d. Leukosit : 30830
e. Trombosit : 19200
f. Basofil : 0
g. Eosinofil : 0
h. Neutrofil : 85
i. Limfosit: 7
j. Monosit: 8
k. RDW : 17.30
l. Gol. Darah: 0
m. GDS : 83
n. CRP semi kuantitaf: <6
6. BB: 1320 gram, BB Lahir 1200 Gram
7. Terapi 02 CPAP 7 liter
8. Terapi Obat:
a. Bacteysin 2 x 35 mg Iv
b. Gentamycin 1x 7 mg Iv / gram
c. Aminofilin 2 x 3,5 mg Iv
32
d. Omz 1x 5 mg Iv
9. Klien mendapat pototherapi blue light
10. Hasil
foto
rontgen
:
infiltrat
retikulogranular di kedua paru, suspek
HMD grade I
C. ANALISA DATA
Data
Masalah Keperawatan
DS:
-
Keluarga klien mengatakan usia kehamilan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
sepsis neonantrum
klien 29 minggu
D0:
-
21%
Hasil
Pemeriksaan
radiologi
infiltrat
Ds:
-
Do:
-
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
33
berawarna coklat
Terpasang infus PG II 5 Ml/ Jam
Mukosa bibir kering
Refleks menghisap lemah
BB lahir 1200 gram
Tonus otot bayi lemah
RDW: 17.30%
Ds:
-
Do:
-
Hasil Laboratorium:
a. Leukosit : 30830
b. Eosinofil: 0%
c. Neurofil: 85%
d. Limfosit: 7%
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
1.
TANGGAL DITEMUKAN
19-12-2016
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
sepsis neonantrum
19-12-2016
2.
34
19-12-2016
3.
DIAGNOSA MEDIS
HASIL
INTERVENSI
Ketidakefektifan
polanafas
keperawatan selama 1x 24
diharapkan
masalah
keperawatan
ketidakefektifan pola nafas
dapat
teratasi
dengan
kriteria hasil :
1. Suara nafas bersih tidak
ada sianosis dan dypneu
2. Ttv dalam batas normal
3. Menunjukan jalan nafas
ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Monitor respirasi dan status 02
5. Pantau tanda tanda vital
6. Monitor kualitas nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor adanya chusing triad
9. Monitor adanya sianosis perifer
10. Monitor / auskultasi suara paru
1.
2.
3.
4.
Setelah
dilakukan 5.
Gangguan
nutrisi
keperawatan selama 1x 24
kurang
dari
jam diharapakan masalah 6.
kebutuhan tubuh b.d
keperawatan nutrisi dapat
7.
bayi prematur (29
terpenuhi dengan kriteria
minggu)
hasil :
8.
1. Adanya peningkatan BB
yang paten
sesuai tujuan
2. BB ideal
3. Tidak ada tanda tanda
pigmentasi
9. Monitor
turgor
kulit
mal nutrisi
35
Resiko
infeksi
dapat
teratasi
pemasangan alat
8. Batasi pengunjung
IMPLEMENTASI
DX
TANGGAL
KEP
JAM
19-12-2016
08.00
NAMA &
IMPLEMENTASI
EVALUASI
TTD
pemeriksaan
TTV O2 21%
bayi ilham
I
S: 36,5 0 C
08.16
N: 158 x/menit
Rr : 35 x/menit
Menimbang BB bayi
36
09.00
09.20
ml/
jam
(Iv)
bayi
I
09.40
Mengobservasi hasil laboratorium
Nilai abnormal :
10.20
II
10.25
Menginstruksikan
kakek
klien
untuk
tangan
dan
mencuci
Leukosit : 30830/ ul
Eusinoofil: 0%
Netrofil: 85%
Limfosit: 7%
Keluarga
kooperatif,
cuci
Menjaga
dan
mempertahankan
Perawat
tempat
10.35
mengganti
tidur,
alas
mengganti
pampers
dan
mempertahankan
tekhnik
isolasi pasien
Mengobservasi
tindakan
Bayi
fisiotherapi
III
cairan
CPAP
11.30
Menghitung
antibiotik
13.00
saat
dan
mengatur FI02 21 %
II
tenang
dilakukan fisiotherapy
10.50
Mengganti
III
terlihat
dosis
pemberian
Dosis
program
jumlah
37
20-12-2016
I
08.30
08.35
08.36
08.40
II
08.40
III
08.40
saat pemeriksaan
09.20
III
10.00
21-12-2017
I
08.10
Klien
menggunakan
nasal
08.15
08.15
38
III
II
08.15
09.00
mencuci
saat pemeriksaan
sebelum tindakan
Bayi
tangan
mendapatkan
susu
12.00
Bayi
mendapatkan
susu
12.25
Mengganti
popok
tanda infeksi
EVALUASI
Tanggal
19-20-2017
Diagnosa
EVALUASI HASIL
Keperawatan
TINDAKAN
PARAF
NAMA
JELAS
39
Monitor TTV
Monitor sianosis
III
Leukosit : 30840/ul
Eosinofil: 0%
Neutrofil: 85%
Aminofluid: 2x3,5 mg
suspek pneumonia
bayi lahir secara SC
40
20-12-2017
II
S: III
21-12-2017
S:O:
-
respirasi 65x/m
Kulit terlihat merah, tidak ada tanda sianosis
S: 36,9 oc N: 158 x/m Rr: 76 x/m
S: II
III
bactesyn 2x35 mg
gentamisin 1x7 mg
aminofluid 2x3,5
leukosit : 30100
42
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang di lakukan pada bayi I dengan
diagnose pneumonia, maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara
teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Kami
merencanakan keperawatan yang meliputi pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
A. Diagnose Keperawatan
1. Diagnose yang muncul
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sepsis neonatrum.
Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan
data subjektif yaitu ibu klien mengatakan usia kehamilan klien 29
minggu, dan data obyektif yaitu hasil Tanda Tanda Vital: RR : 62x/m, N:
129 x/m, Suhu: 37, Bayi terpasang CPAP 7 liter S: 36,9 Fi02 21%, hasil
Pemeriksaan radiologi infiltrat retikologronular di kedua paru, suspek
HMD grade 1 D0 pnemonia, skor downes: 3, terlihat retraksi dada, nafas
cuping hidung. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan
yang dirasakan pasien saat itu dan apabila masalah itu tidak segera
ditangani akan menimbulkan gangguan pertukaran udara sehingga pasien
akan merasa sesak.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
bayi
43
48
49
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi
pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-kanak
dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer atau komplikasi dari
penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Pneumonia adalah salah satu
penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya
didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan
kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak
dan balita hampir di seluruh dunia. Etiologi dari pneumonia paling umum
ditemukan adalah disebabkan karena bakteri streptococcus. Diperkirakan
pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.
B. Saran
Dengan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat menambah dan
mengembangkan referensi tentang penyakit pneumonia dalam melakukan study
di fakultas keperawatan serta bagi perawat diharaapkan juga menangani dan
menanggulangi penyakit pneumonia pada kliennya
DAFTAR PUSTAKA
51
Depkes RI, 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Dirjen PP& PL, Jakarta.
Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan 34. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Hockenberry, M.J & Wilson, D. 2009. Essential of Pediatric Nursing . St. Louis
Missoury: Mosby
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoniapada Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.
NANDA. 2013. Diagnosis Keperawatan. Alih Bahasa: Made Sumarwati dan Nike
Budhi Subekti . Jakarta: EGC
Nursalam. 2003. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan.
Jakarta : EGC
Somantri, I. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9. Jakarta: EGC
Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. PenerbitBuku
Kedokteran EGC : Jakarta
52