Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

I DENGAN PNEUMONIA NEONATUS


DI RUANG PERINATOLOGI DI RUMAH SAKIT GATOT SOEBROTO
JAKARTA PUSAT
2017

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.

Adisti Mulyadara
Asep ardi
Esti Oktaviani
Umu Hanifah
Yoel Sihombing

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2017

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................

KATA PENGANTAR..........................................................................................

xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................

B. Tujuan ..............................................................................................................

C. Sistematika Penulisan.......................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Konsep Dasar ................................................................................................


Anatomi Fisiologis.........................................................................................
Patofisiologis..................................................................................................
Pemeriksaan Penunjang..................................................................................
Penatalaksanaan..............................................................................................
Konsep Perkembangan dan Pertumbuhan......................................................
Konsep Hospitalisasi......................................................................................
Asuhan Keperawatan......................................................................................

4
4
6
11
13
13
18
21

BAB IIITINJAUAN KASUS


A. Format Pengakjian Fisik.................................................................................
B. Data Fokus......................................................................................................
C. Analisa Data.....................................................................................................
D. Diagnosa Keperawatan...................................................................................
E. Intervensi Kepearawatan................................................................................
F. Implementasi Keperawatan............................................................................
G. Evaluasi .........................................................................................................

28
34
35
37
37
39
42

BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................
B. Implementasi ...................................................................................................
C. Evaluasi ............................................................................................................

47
48
69

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................

51

B. Saran.................................................................................................................

51

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

52

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmaatullahi wa barakaatu


Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga
makalah keperawatan anak yang berjudul asuhan keperawatan pnemonia pada neonatus
di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat ini telah selesai tepat pada waktunya. Guna
untuk memenuhi nilai tugas keperawatan anak program profesi Ners.
Terimah kasih kami ucapkan kepada dosen-dosen pembimbing yang mana telah
membantu kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Dan juga pihakpihak lain yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami sadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari teman teman sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita dalam mengembankan Profesionalisme keperawatan
di Indonesia. Kami ucapkan terima kasih
Wassalamualaikum waarahmatullahi wa barakatu
BAB I
LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan salah satu infeksi yang tersering pada neonatus dan
salah satu penyebab terpenting kematian perinatal. Masa neonatus merupakan masa
yang paling rentan terinfeksi pada anak (Stoll dan Kliegman, 2011). Salah satu
penyakit infeksi yang merupakan penyebab mortalitas utama pada neonatus adalah
pneumonia (Duke, 2005). Pada neonatus, pneumonia dapat diakibatkan karena
proses yang terjadi dalam kehamilan, ketika proses persalinan, maupun didapatkan
setelah kelahiran (Barnett dan Klein, 2006).
Patogenesis dari pneumonia sangat terkait dengan sistem imun. Ketika sistem
imun seseorang dalam keadaan baik, patogen penyebab pneumonia dapat
dihancurkan oleh makrofag alveolus (Mandell dan Wunderink, 2008). Oleh karena

itu, pneumonia dapat menginfeksi orang yang sistem pertahanan tubuhnya lemah
atau belum kompeten , misalnya pada neonatus (Stoll dan Kliegman, 2011).
Kemungkinan terinfeksi pneumonia semakin tinggi jika terdapat faktor risiko
yang mendukung, di antaranya berat lahir rendah (Rudan et al, 2008). Penelitian
yang dilakukan oleh Ying et al (2010) menunjukkan bahwa pneumonia neonatus
berkorelasi dengan berat lahir. Kejadian pneumonia neonatus diobservasi lebih tinggi
pada bayi dengan berat lahir rendah.
Kejadian infeksi pada neonatus diobservasi lebih tinggi pada usia kehamilan
yang lebih muda dan menurun seiring bertambahnya usia kehamilan (Puopolo et al,
2011). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa neonatus preterm lebih berisiko
mengalami pneumonia dibandingkan neonatus yang lahir cukup bulan. Berdasarkan
penelitian Wulandari, dkk (2014), menyatakan bahwa orang yang terkena pneumonia
berat berisiko 20,274% engalami kematian. Selain itu pneumonia lebih banyak
terjadi di negara berkembang (82%) dibandingkan negara maju (0,05%). Menurut
WHO (2014), kematian pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 berada pada urutan
ke-8 setelah India (174.000), Nigeria (121.000), Pakistan (71.000), DRC (48.000),
Ethiopia (35.000), China (33.000), Angola (26.000), dan Indonesia (22.000).
Pneumonia merupakan pembunuh nomor 1 di dunia pada bayi dan anak-anak usia <5
tahun. Diperkirakan menyebabkan sekitar 2 juta kematian (1 kematian setiap 15
detik) dari 9 juta kematian setiap tahunnya pada usia tersebut.
Demam saat proses persalinan juga berpengaruh terhadap kejadian infeksi pada
neonatus. Semakin tinggi suhu tubuh ibu ketika persalinan, risiko terjadinya infeksi
pada neonatus semakin tinggi. Data menyebutkan bahwa peningkatan risiko infeksi
dimulai pada suhu 37,5oC sampai 38oC. Selanjutnya, pada suhu lebih dari 38oC
terdapat peningkatan ekstrim angka kejadian infeksi pada neonatus (Puopolo etal,
2011).
Pada penelitian lain yang dilakukan Choudury et al (2010) demam intrapartum
merupakan faktor risiko yang sangat signifikan terhadap pneumonia neonatus. Selain
itu, ketuban pecah dini merupakan salah satu faktor risiko infeksi pada neonatus.
Kejadian infeksi pada neonatus meningkat seiring dengan peningkatan durasi
ketuban pecah dini.
Data tertinggi infeksi pada neonatus ditemukan pada ketuban pecah dini 25 jam
sebelum kontraksi uterus pertama kali (Puopolo et al, 2011). Ketuban pecah dini
adalah salah satu prediktor terjadinya pneumonia neonatus (Barnett dan Klein, 2006).

Penyakit infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia pada neonatus diketahui


dapat menyebabkan displasia bronkopulmonar dan sekuel lainnya pada anak. Respon
inflamasi yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan fibronektin sehingga
menyebabkan fibrosis, meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga menyebabkan
edema paru, serta peningkatan sekresi mukus yang menyebabkan obstruksi.
Penanganan yang lambat akan menyebabkan gangguan perkembangan paru pada
neonatus sehingga menyebabkan displasia bronkopulmonar (Bancalari, 2011).
Oleh karena tingginya risiko morbiditas dan mortalitas yang dapat diakibatkan
oleh pneumonia neonatus, serta komplikasi yang ditimbulkan olehnya, maka peneliti
tertarik untuk mengangkat kasus pneumonia sebagai asuhan keperawatan yang akan
di presentasiakan di hadapan dosen dan rekan ners UPN Veteran Jakarta

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit pneumonia, konsep
pertumbuhan dan perkembangan, konsep hospitalisasi.
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan
intervensi.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia,
yang

meliputi

ppengkajian,

diagnosa

keperawatan,

intervensi,

implementsi, dan evaluasi.


C. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini meliputi:
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan dan sistematika
BAB II :

penulisan.
Kosep dasar meliputi definisi, anatomi fisiologi, patofisiologi
dan patoflow, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, konsep
pertumbuhan, konsep perkembangan, konsep hospitalisasi,

pegkajian
BAB III :

keperawatan,

diagnosa

keperawatan,

rencana

keperawatan.
Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian keperawatan, analisa
data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi

BAB IV :
BAB V :

dan evaluasi.
Pembahasan Kasus
Penutup yang meliputi kesimpulan dan sara
BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini
berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas
napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia
< 2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1
tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5
tahun (Depkes RI, 2002).
Definisi lainnya disebutkan pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru
yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal
masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer atau
komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut
Misnadiarly (2008), pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru,
dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. UNICEF/WHO (2006) menyatakan pneumonia merupakan sakit yang
terbentuk dari infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang
secara spesifik mempengaruhi paru-paru dan Depkes RI (2007) mendefenisikan
pneumonia sebagai salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang
mengenai bagian paru (jaringan alveoli).
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Sistem Pernafasan Bagian Atas

a. Hidung
Merupakan saluran utama dan yang pertama yang dilapisi dengan
membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut
mukosa hidung. Lendir disekresikan secara terus menerus oleh sel-sel boblet
yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke
nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
b. Tekak (Faring)
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga
mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan
lariofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorium dan digestif.
c. Tenggorok (Laring)
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring juga merupakan saluran udara dan bertindak
sebegai pembentuk suara.
2. Saluran Pernapasan bagian bawah
a. Batang Tenggorok (Trakea)
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk huruf C, sebelah dalam
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia.
b. Cabang tenggorok (Bronkus)
Merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus ada 2 yaitu: Bronkus kanan dan
bronkus kiri. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan mempunyai 3
cabang. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang, lebih ramping dan mempunyai 2 cabang.
c. Ranting-ranting tenggorok (Bronchiolus)
Merupakan cabang yang lebih kecil dari bronkus. Pada ujung bronhiolus
terdapat gelembung atau alveoli.
d. Alveoli

Alveoli adalah kantung udara, didalam alveoli darah hampir langsung


bersentuhan dengan udara dan didalam alveoli ada jaringan pembuluh darah
kapiler, didalam alveoli inilah terjadi pertukaran gas. Paru terbentuk oleh
sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel sel alveolar, sel alveolar tipe
I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II selsel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar tipe III adalah makrofag
yang merupakan sel-sel fagositosis yang besar memakan benda asing dan
bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.
e. Paru paru
Paru-paru ada dua, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terdiri dari
3 lobus, dan paru kiri terdiri dari 2 lobus.
f. Pembuluh darah
pada paru Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak
mengandung oksigen (O2) dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru.
Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronchialis membawa darah
yang berisi oksigen (O2) langsung dari aorta torasika ke paru-paru untuk
menghantarkan oksigen (O2) ke dalam jaringan paru-paru.
3. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan mencakup 2 proses, yaitu:
a. Pernapasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2) dan penegluaran
karbondiosida (CO2) secara keseluruhan
b. Pernapasan dalam yaitu proses pertukaran gas anatar sel jaringan dengan
cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel). Proses fisiologi
pernapasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses, yaitu:
1) Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
2) Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam
kapiler paru
3) Transper yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh (Evelyn C. 2009)
C. PATOFISIOLOGI & PATOFLOW

Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder
dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan
normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah
steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi
dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier
anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi
dengan refleks epiglottis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke
arah cranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi
lokal imunoglobin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,
sitokin, immunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi patogen
penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada pejamu yang
berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy
dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia
epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi
sel-sel mononuclear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN
akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya
sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas
kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini
akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke
dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada
ruang interstitial yang terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat
hemoragik. Infiltrasi ke interstitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral
pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena rusaknya
barier mukosa.

Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadangkadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia
tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas pejamu. Ketika
bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan
dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan
ditangkap oleh lapisan cairan epithelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada
respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi immunoglobulin G spesifik. Dari
proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian
kecil kuman akan dilisis melaui perantaraan komplemen. Mekanisme seperti ini
terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak berkapsul seperti
streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri dalam
alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan
perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi.
Hal ini akan mengakibtkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas, dan
hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan
dilapisis oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui pori-pori
kohn. Area edematus ini akan membesar secara sentrifugal dan akan membentuk area
sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin, sel-sel lekosit PMN) dan
bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif
oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui
degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap
semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi kosolidasi pneumonia terjadi ketika antibody antikapsular timbul
danleukosit

PMN

meneruskan

aktifitas

fagositositnya:

sel-sel

monosit

akan

membersihkan debris. Sepanjang struktur reticular paru masih intak (tidak terjadi
keterlibatan intestinal). Parenkim paru akan lebih sempurna dan perbaikan kapiler
alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan paru pada paru minimum.
Pada infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus, kerusakan jarinngan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan
x

Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teicoic acid yang terdapat di dinding sel
dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektin,
kolagen dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus aureus akan
menghasilkan factor-faktor yang virulensi yang berbeda pula. Dimana factor virulensi
tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan melindungi kuman dari pertahanan
tubuh penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan yang local dan
bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi. Beberapa
strain Staphylococcus aureus menghasilkan kapsul polisakarida atau slime layer yang
akan berinteraksi dengan opsonofagositosis. Penyakit yang serius sering disebabkan
Staphylococcus aureus yang memproduksi koagulase. Produksi coagulase dan clumping
factor akan menyebabkan plasma menggumpal melalui interaksi dengan fibrinogen
dimana hal ini berperan penting dalam melokalisasi infeksi (contoh: pembentukan
abses, pneumatosel). Beberapa strain Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa
enzim seperti catalase (meng-nonaktifkan hydrogen peroksida, meningkatkan ketahanan
intraseluler kuman) pennicilinase atau lactamase (menonaktifkan penisilin pada
tingkat molecular dengan membuka cincin beta laktam molekul penisilin) dan limpase.
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat
kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan
volume ini tubuh akan berusaha mengompensasinya dengan cara meningkatkan volume
tidal dan frekuensi napas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea
dengantanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio antara
ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yangdisebut perfusion mismatch,tubuh
berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha napas ekstra dan pasienterlihat sesak.
Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional karena proses inflamasi
maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkangangguan pertukaran gas yang
berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal napas.

D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/mm3, kadang kadang mencapai 30.000/mm3, dan pada
hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju Endap Darah.
Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih dalam batas normal.
x

Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut akibat hipoksemia dan
hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan analisis gas darah. Pada sebuah
penelitian ditemukan leukositosis pada 91 sampel penelitian, dan 4 sampel
ditemukan leukopeni.
Penelitian yang lain juga menemukan leukositosis pada 235 sampel
penelitian, dan sebanyak 6 sampel ditemukan leukopeni. Pada penelitian
sebelumnya yang memiliki lebih banyak data karakteristik pasien pneumonia
komunitas, ditemukan leukositosis sebanyak 764 pada pasien rawat inap, serta
cenderung mengalami hipoalbuminemia hingga 63% dari sampel yang diteliti.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pnumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis yang
muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada pleuritis, disertai
pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan radiografi dada. Temuan pada
pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu bercak infiltrat kecil di area
udara sebagai konsolidasi lobar dengan bronkogram udara hingga infiltrat alveolar
difus atau infiltrat interstisial.
Efusi pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga
dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan terkadang juga
dapat menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles pada infeksi akibat
S.aureus.
Hubungan antara patogen penyebab dengan pola gambaran radiologi dapat
dilihat pada tabel 6 dan tabel 7 sebagai berikut :

3. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi lebih pasti,
mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab infeksi di suatu daerah,
mengetahui tingkat resistensi suatu patogen, serta dapat memperkirakan jenis terapi
empirik apa yang perlu diberikan. Pengecatan gram pada sputum dapat membantu
x

untuk

pemberian

obat

pada

terapi

empirik.

Panduan

IDSA/ATS

juga

merekomendasikan agar specimen sputum dapat diperoleh sebelum pemberian


antibiotik. sebelum pemberian antibiotik untuk pertama kalinya. Pengecatan gram
itu sendiri juga dapat mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik
khasnya, misal Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri
gram negatif. Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk
memastikan sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur.
Kultur dapat dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur sputum
dapat membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab pneumonia komunitas
kaitannya dengan signifikansi epidemiologi, pola transmisi yang sering terjadi, atau
adanya resistensi. Kultur darah sebaiknya dilakukan pada pasien pneumonia
komunitas derajat berat, dikarenakan kemungkinan terjadinya multiinfeksi lebih
tinggi dibandingkan infeksi pneumonia komunitas pada umumnya. Cairan pleura
atau cairan pada serebrospinal sebaiknya juga dijadikan sampel apabila terdapat
dugaan terjadi infeksi di rongga yang diisi cairan tersebut.
4. Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan melihat
hasil dari anamnesis, gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
radiologi, laboratorium, dan mikrobiologi. Menurut Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksaan Pneumonia Komunitas, diagnosis pneumonia komunitas dapat
ditegakkan apabila pada foto thoraks ditemukan infiltrat baru atau progresif
ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
a.
b.
c.
d.
e.

Batuk batuk bertambah


Perubahan karakteristik dahak / purulen
Demam >38oC
Adanya tanda konsolidasi paru, suara napas bronkial dan
Jumlah leukosit >10.000/ul atau <4000/ul

E. PENTALAKSANAAN
1. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan
sensitivitas antibiotika (Jeremy, 2007).
2. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas

hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan


napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi
mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi
membantu bersihan sputum (Jeremy, 2007).
F. KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
1. Definisi Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel atau organ yang bisa diukur. (Soetjiningsih,
1995). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur
tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah
banyak) sel-sel dan juga karena bertambah besarnya sel. (IDAI, 2002).
Pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran. (Whaley and Wong).
2. Definisi Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses
pematangan.

(Soetjiningsih,

1995).

Perkembangan

adalah

bertambahnya

kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur, dapat diperkirakan dan diramalkansebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi. (IDAI, 2002).
Perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari
tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui
proses maturasi dan pembelajaran terhadap perkembangan emosi, social dan
intelektual anak. (Whaley and Wong).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
a. Faktor Genetik
Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitifitas
jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan
tulang, termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologik, jenis kelamin dan suku bangsa.
b. Faktor Lingkungan
1) Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan (faktor
prenatal). Gisi ibu waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia,
endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas dan anoksia embrio.

2) Faktor lingkungan setelah lahir ( Faktor post natal )


a) Lingkungan biologis, meliputi Ras, Jenis kelamin, Umur, Gizi,
Perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, fungsi metabolisme
dan hormon.
b) Faktor fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.
c) Faktor Psikososial yaitu stimulasi, motivasi belajar, ganjaran / hukuman
yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah.
d) Faktor keluarga dan adat istiadat.
4. Teori Perkembangan
a. Sigmeun Freud ( Perkembangan Psychosexual )
1) Fase Oral (0 1 tahun)
Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat
kepuasaan saat mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas
mengisap jari dan tangannya atau benda benda sekitarnya.
2) Fase Anal (2 3 tahun)
Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus
saat BAB, waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan
bertanggung jawab.
3) Fase Urogenital atau faliks (usia 3 4 tahun)
Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi
tokoh sentral bila menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki laki
pada ibunya menimbulkan gairah sexual dan perasaan cinta yang
disebut oedipus compleks.
4) Fase Latent (4 5 tahun sampai masa pubertas )
Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik
dan kognitifnya. Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak
nak mencari teman sesuai jenis kelaminnya, serta mencari figur (role
model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa.
5) Fase Genitalia

Alat reproduksi sudah mulai matang, heteroseksual dan mulai menjalin


hubungan rasa cinta dengan berbeda jenis kelamin.
a. Piaget (Perkembangan Kognitif)
Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan
kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan
masalah kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak
menjadi

konkrit,

bagaimana

menimbulkan

prestasi

dengan

kemampuan yang dimiliki anak.


1) Tahap sensori motor ( 0 2 tahun)
Perilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan
mental yang bersifat simbolis (berpikir). Sekitar usia 18 24
bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal kemampuan
berfikir.
2) Tahap pra operasional ( 2 7 tahun)
a) Tahap pra konseptual (2 4 tahun) anak melihat dunia hanya
dalam hubungan dengan dirinya, pola pikir egosentris. Pola
berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan
kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu ( ayam bertelur
jadi semua binatang bertelur ) atau karena ciri ciri objek
tertentu ( truk dan mobil sama karena punya roda empat ).
Pola penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu
mengubah ubah kriteria klasifikasinya. Misal mula mula
ia mengelompokkan truk, sedan dan bus sendiri sendiri, tapi
kemudian mengelompokan mereka berdasarkan warnanya,
lalu berdasarkan besar kecilnya, dst.
b) Tahap intuitif( 4 7 tahun)

Pola pikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat


pada bagian bagian terentu dari objek dan semata mata
didasarkan atas penampakan objek.
3) Tahap operasional konkrit ( 7 12 tahun)
Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang
diubah bagaimanapun bentuknya, bila tidak ditambah atau
dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan anak
mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam
cirinya seperti : tinggi, besar, kecil, warna, bentuk, dst.
4) Tahap operasional formal (mulai usia 12 tahun)
Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi
objek objek yang ia pikirkan. Pola pikir menjadi lebih fleksibel
melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.
b. Erikson ( Perkembangan Psikososial)
Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana
individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang
paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada
penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan
tugas perkembangannya.Perkembangan Psikososial meliputi :
1) Trust vs. Misstrust ( 0 1 tahun)
Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan
konflik basic trust dan misstrust, bila anak mendapatkan rasa
amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri
terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.
2) Autonomy vs shame and doubt ( 2 3 tahun)

Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik


sehingga terjadi peningkatan keterampilan motorik, anak perlu
dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga
menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan
hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu ragu.
Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak.
3) Initiatif vs Guilty (3 6 tahun)
Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri
dan mandiri, anak akan mengembangkan kemampuan berinisiatif
yaitu perasaan bebas untuk melakukan sesuatu atas kehendak
sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap
ragu-ragu, maka ia akan selalu merasa bersalah dan tidak berani
mengambil tindakan atas kehendak sendiri.
4) Industry vs inferiority (6 11 tahun)
Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah,
tuntutan peran dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga
konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah diri. Bila
lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan
muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah
diri.
5) Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun)
Anak mulai dihadapkan pada harapan harapan kelompoknya
dan dorongan yang makin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia
mulai berpikir bagaimana masa depannya, anak mulai mencari
identitas dirinya serta perannya, jika ia berhasil melewati tahap
ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya.
6) Intimacy vs Isolation ( dewasa awal )

Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan


membina hubungan dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan
keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan
mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.
7) Generativy vs self absorbtion ( dewasa tengah )
Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya,
pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman
di masa lalu menyebabkan individu mampu berbuat banyak untuk
kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka
mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.
8) Ego integrity vs Despair ( dewasa lanjut )
Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu.
Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan
menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum
siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.

G. KONSEP HOSPITALISASI
1. Definisi
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak saat sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi
faktor stresor bagi anak dan keluarganya (Wong, 2009).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan tertentu atau darurat yang mengharuskan
seorang anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi perawatan sampai
pemulangannya ke rumah (Supartini, 2004).

2. Stresor Dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi
anak-anak. Mereka sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi
karena stres akibat perubahan dari kesehatan sehat biasa dan lingkungan, dan
keterbatasan

jumlah

mekanisme

koping

yang

dimiliki

anak

dalam

menyelesaikan stresor. Stresor utama dari hospitalisasi adalah: cemas karena


perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri.
a. Cemas karena perpisahan Sebagian besar stres yang terjadi pada bayi di usia
pertengahan sampai anak periode prasekolah adalah cemas karena perpisahan.
Adapun respon perilaku anak akibat perpisahan menurut (Hockenberry &
Wilson 2013) dibagi dalam tiga tahap, antara lain: tahap protes, tahap putus
asa, dan tahap pelepasan.
1) Tahap protes Pada tahap ini anak-anak bereaksi secara agresif terhadap
perpisahan dengan orangtua. Mereka menangis dan berteriak memanggil
orangtua mereka, menolak perhatian dari orang lain, dan kedukaan mereka
tidak dapat ditenangkan. Perilaku yang diobservasi selama masa bayi akhir
seperti: menangis, berteriak, mencari orangtua dengan mata, memegang
orangtua dengan erat, dan menghindari kontak mata dengan orang asing.
Sedangkan untuk masatoodler, perilaku yang dapat diobservasi seperti:
menyerang orang asing dengan verbal, menyerang orang asing dengan
fisik, mencoba kabur untuk mencari orangtua, dan mencoba menahan
orangtua untuk tetap tinggal. Perilaku-perilaku tersebut dapat berlangsung
dari beberapa jam sampai beberapa hari. Protes seperti menangis, dapat
berlangsung hanya berhenti bila lelah dan pendekatan orang asing dapat
mencetuskan peningkatan stres.
2) Tahap putus asa Selama tahap ini tangisan berhenti dan muncul depresi.
Anak tersebut menjadi begitu aktif, tidak tertarik bermain atau terhadap
makanan, dan menarik diri dengan orang lain. Perilaku yang dapat
diobservasi seperti: tidak aktif, menarik diri dengan orang lain,
depresi/sedih, tidak tertarik dengan lingkungan,tidak komunikatif, mundur
x

ke perilaku awal (mengompol, mengisap ibu jari, menggunakan dot dan


botol). Lamanya perilaku tersebut berlangsung secara bervariasi. Kondisi
fisik anak dapat semakin memburuk karena menolak untuk makan,
minum, atau bergerak.
3) Tahap pelepasan Tahap ini disebut juga tahap penyangkalan. Anak
akhirnya menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak menjadi lebih
tertarik dengan lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain, dan tampak
membina hubungan baru dengan orang lain. Perilaku yang dapat
diobservasi seperti: menunjukkan peningkatan minat terhadap lingkungan
sekitar, berinteraksi dengan orang asing atau pemberi asuhan yang
dikenalnya, membentuk hubungan baru namun dangkal, dan tampak
bahagia. Pelepasan biasanya terjadi setelah perpisahan yang terlalu lama
dengan orangtua dan jarang terlihat pada anak-anak yang menjalani
hospitalisasi. Perilaku tersebut mewakili penyesuaian terhadap kehilangan.

3. Stresor Dan Reaksi Keluarga Terhadap Anak Yang Dihospitalisasi


a. Reaksi orangtua
Hampir semua orangtua berespon terhadap penyakit dan hospitalisasi
anak mereka dengan reaksi yang luar biasa konsisten. Pada awalnya orangtua
berespontidak percaya, terutama jika penyakit tersebut muncul tiba-tiba dan
serius. Setelah realisasi penyakit, orangtua bereaksi marah atau merasa bersalah
ataupun keduaduanya. Mereka dapat menyalahkan diri mereka sendiri atas
penyakit anak tersebut seringan apapun atau marah kepada orang lain karena
beberapa kesalahan. Takut, cemas, dan frustasi juga merupakan perasaan yang
banyak diungkapkan oleh orangtua. Seringkali kecemasan yang paling besar
berkaitan dengan keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis yang dilakukan
pada anak.

Perasaan frustasi sering berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang prosedur dan pengobatan, ketidaktahuan tentang aturan dan peraturan
rumah sakit, rasa tidak diterima oleh petugas, atau takut mengajukan pertanyaan.
Frustasi yang dirasakan orangtua dapat dikurangi jika orangtua mengetahui apa
yang akan terjadi dan apa yang diharapkan dari mereka, dianjurkan untuk
berpartisipasi dalam perawatan anak, dan dianggap sebagai kontributor paling
utama terhadap kesehatan anak.
Orangtua akhirnya dapat bereaksi dengan beberapa tingkat depresi.
Depresi biasanya terjadi karena krisis akut sudah berlalu, seperti setelah
pemulangan atau pemulihan yang sempurna. Orangtua dapat juga merasa
khawatir dan merindukan anak-anak mereka yang lain, yang mungkin
ditinggalkan dalam perawatan keluarga, teman, atau tetangga.

b. Reaksi saudara kandung (sibling)


Reaksi saudara kandung terhadap anak yang menjalani hospitalisasi
mengalami: kesepian, ketakutan, khawatir, marah, benci, iri, dan merasa
bersalah. Hal ini disebabkan orangtua lebih sering memberi perhatiannya kepada
anak yang sedang menjalani hospitalisasi.
c. Perubahan peran keluarga
Kehilangan peran orangtua, saudara kandung (sibling), dan peran
keturunan dapat mempengaruhi setiap anggota keluarga dengan cara yang
berbeda. Salah satu reaksi orangtua yang paling banyak terjadi adalah
perhatian khusus dan intensif terhadap anak yang sedang sakit. Anak-anak
yang lain biasanya mengganggap hal ini sebagai suatu yang tidak adil dan
menginterpretasikan sikap orangtua terhadap mereka sebagai penolakan.
Anak yang sakit juga dapat merasa iri dan kesal dengan saudaranya. Karena
posisi mereka istimewa dalam keluarga, mereka bisa saja menyangkal
kehadiran saudaranya.

4. Dampak hospitalisasi
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang terjadi pada
anak. Ketika anak dirawat di rumah sakit, mereka akan mudah mengalami stres
akibat adanya perubahan dari segi status kesehatannya maupun lingkungannya
dalam kebiasaan mereka sehari-hari dan disebabkan juga karena anak memiliki
keterbatasan koping dalam mengatasi masalah yang bersifat menekan. Anak juga
akan mengalami gangguan emosional dan gangguan perkembangan saat menjalani
hospitalisasi (Utami, 2014).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia(malnutrisi)
d. Neurosensori
Gejala

sakit

kepala

daerah

frontal

(influenza)

Tanda : perusakan mental (bingung)

e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
f. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dyspnea
Tanda :sputum:merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus:

taksil

dan

vocal

bertahap

meningkat

dengan

konsolidasiBunyi nafas menurun


Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
g. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda

DRG

menunjukkan

rerata

lama

dirawat

6-8

hari

Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan


rumah (Somantri, I. 2008)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler ditandai
dengan Gas Darah Arteri abnormal, PH artery abnormal,sianosis,nafas cuping
hidung,dan gelisah (rewel)
b. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh diatas normal, dan kulit terasa hangat.
c. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai
dengan penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan peningkatan
suhu tubuh.
3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA

TUJUAN DAN

INTERVENSI

KRETERIA HASIL
1. Gangguan

Setelah dilakukan tindakan

NIC label

pertukaran gas b.d.

keperawatan selama 4x 24

Respiratory Monitoring

perubahan membran

jam diharapkan pertukaran

1. Monitor laju ritme dari nafas

aveolar-kapiler

gas adekuat dengan kreteria

2. Monitor suara nafas

ditandai dengan Gas

hasil :

Darah Arteri

NOC label

abnormal, PH artery

Respiratory status

tambahan seperti snoring


3. Monitor peningkatan
kelelahan

abnormal,sianosis,na

RR normal (skla 5)

fas cuping

Ritme respiratory

kegelisahan, dan kekurangan

normal (skala 5)

oksigen

hidung,dan gelisah
(rewel)

4. Monitor peningatan

Kedalaman nafas normal 5. Monitor sekresi dari sistem


pernafasan pasien
(skala 5)
6. Berikan terapi perawatan
Akumulasi sputum tidak
nebulizer sesuai kebutuhan
ada (skala 5)
Oxigen therapy
Respiratory status :Gas
7. Bersihkan skresi mulut
exchange
hidung dan trakea sesuai
Tekanan parsial
kebutuhan
karbondioksida pada
8. Memeberikan terapi oksigen
darah arteri normal
sesuai kebutuhan
(skala 5)
9. Monitor aliran oksigen
pH arteri normal (skala
10. Monitor kerusakan kulit dari
5)
gesekan dengan selang
Tidak terjadi sianosis
oksigen
(skala 5)

2. Hipertermia b.d.

Setelah dilakukan tindakan

NIC : Vital Signs Monitoring

dehidrasi dan

keperawatan selama 4x 24

1. Monitor TTV pasien

penyakit ditandai

jam diharapkan suhu tubuh

(tekanan darah, nadi, suhu,

dengan peningkatan

pasien dalam batas normal

dan pernapasan).

suhu tubuh diatas

dengan kriteria hasil :

2. Monitor dan laporkan tanda

normal, dan kulit

NOC : Vital Signs

terasa hangat.

Suhu tubuh dalam batas


normal (3637,50C)dengan skala 5.

dan gejala hipertermi.


3. Kaji warna kulit, suhu,
kelembapan
4. Identifikasi kemungkinan

TTV dalam rentang normal

penyebab perubahan tanda

(tekanan darah, nadi,

vital.

pernapasan) dengan skala 5.

NIC : Temperatur Regulation


5. Anjurkan penggunaan
selimut hangat untuk
menyesuaikan perubahan
suhu tubuh.
6. Anjurkan asupan nutrisi dan
cairan adekuat.
NIC : Fever Treatment
7. Anjurkan pemberian kompres
hangat.

3. Kekurangan volume

Setelah dilakukan tindakan

NIC label:Fluid management

cairan b.d.

keperawatan selama 4x 24

kehilangan cairan

jam diharapkan kebutuhan

(kelembaban membrane

keluarga aktif

volume cairan pasien

mukosa, nadi yang adekuat)

ditandai dengan

terpenuhi dengan kriteria

secara tepat

penurunan turgor

hasil :

kulit, memebran

Noc label:

mukosa kering, dan

Hydrasi:

peningkatan suhu

tubuh.

2. Atur catatan intake dan output


cairan secara akurat
3. Beri cairan yang sesuai

Turgor kulit kembali


normal (skala 5)

1. Monitoring status hidrasi

Membrane mukosa

Fluid monitoring:
4. Identifikasi factor risiko

tampak lembab (skala 5)

ketidakseimbangan cairan

Intake cairan yang

(hipertermi, infeksi, muntah

adekuat (skala 5)

dan diare)

Tidak terdapat diare


(skala 5)

5. Monitoring tekanan darah,


nadi dan RR
x

Fluid balance:
-

Nadi normal (skala 5)

Intake dan output cairan 6. Lakukan 5 benar pemberian

IV teraphy:

seimbang dalam

terapi infuse (benar obat,

sehari(skala 5)

dosis, pasien, rute, frekuensi)


7. Monitoring tetesan dan tempat
IV selama pemberian
Diarrhea managemenet:
8. Monitoring tanda dan gejala
diare
9. Ketahui penyebab diare
10. Evaluasi mengenai
pengobatan terhadap efek
gastrointestinal
11. Instruksikan keluarga untuk
memantau warna, volume,
frekuensi dan konsistensi
feses
12. Monitoring kulit dan perianal
pasien untuk mengethui
adanya iritasi dan ulserasi

4. Ketidakefektifan

Setelah dilakukan tindakan

NIC label :

regimen terapeutik

keperawatan selama 4x 24

Family Involvement Promotion

keluarga b.d. konflik

jam diharapkan regimen

keputusan ditandai

terapeutik keluarga efektif

keterlibatan keluarga dalam

dengan

NOC label :

perawatan pasien

ketidakefektifan

Family participation in

aktifitas kluaraga

professtional care

untuk memenuhi
tujuan kesehatan

Partisipasi pada rencana


perawatan (skala 5)

1. Indentifikasi kemampuan

2.

Identifikasi harapan keluarga


terhadap pasien

3. Ajak anggota keluarga dan


pasien untuk ikut dalam
perencanaan perawatan
x

Partisipasi pada

mencakup hasil yang

penyediaan perawatan

diharapkan dan tindakan dari

Evaluasi dari efektifitas

rencana keperawatann

dari perawatan

4. Identifikasi mekanisme
koping yang digunakan oleh
keluarga
5. berikan informasi krusial
pada keluarga pasien tentang
kondisi pasien

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS
DATA IDENTITAS
Nama klien

: By.M.Ilham

Tanggal lahir

: 15-12-16

Usia/JK

: 4 hari

NamaIbu

: Dewi widiawati

UsiaIbu

Nama Ayah

: M.Agus

Usia Ayah

Pekerjaan Ayah

: TNI-AL

Pekerjaan Ibu

: IRT

RIWAYAT BAYI
Apgar Skore

: 13.. 5..7..

Usia Gestasi

: 29 Minggu

Berat & panjang lahir

:1200 gram/30 cm

Komplikasi kelahiran

:Hamil 29 minggu + KPD

Data lain

RIWAYAT IBU
Status maternal

: G3.P2.A0.O.

Komplikasi kehamilan

27

Jenis persalinan

: SC atas indikasi letak sungsang + KPD

Data lain

PENGKAJIAN FISIK
1. Reflek:
Moro ( )
Menggenggam
( ) lemah
Menghisap ( ) lemah
Data lain:
2. Tonus/aktifitas
1) Aktif ( ) Tenang ( ) Letargi ( ) Kejang ( )
Informasi lain
:
2) Menangis keras ( )
Menangis lemah ( )
Menangis melengking ( )
Sulit menangis ( )
Data lain:
3) Kepala/leher
a. Fontanel anterior: lunak ( ) datar ( ) tegas ( ) cekung (
menonjol ( )
b. Sutura sagitalis: tepat ( ) menjauh (

) terpisah (

) tumpangtindih (

)
c. Gambaran wajah: simetris ( ) asimetris ( )
d. Molding ( ) caput succedanum ( ) cephalhematoma (

Data lain:
4) Mata
a. Bersih ( ) sekresi (
b. Sklera : anikterik

)
Jarak interkantus..

Data lain:
5) THT
a. Telinga normal ( ) abnormal ( ) simetris ( ) asimetris (
b. Hidung: sekresi ( ) napascupinghidung ( )

Data lain:
6) Wajah
a. Labioskizis (
b. Palatoskizis (

)
)

Data lain:

28

7) Abdomen
a. Bising usus 3x/menit
b. Lunak ( ) tegas ( ) datar ( ) kembung ( )
c. Lingkar perut 23 cm
d. Liver: tidak teraba ( ) teraba< 2 cm ( ) teraba> 2 cm (

Data lain:
8) Toraks
a. Simteris ( ) asimetris ( )
b. Retraksi dinding dada ( )
c. Klavikula normal ( ) abnormal ( )
9) Paru-paru
a. Suara nafas kanan kiri sama ( ) tidak sama (
b. Suara nafas bersih ( ) ronchi ( ) sekresi (

)
) wheezing (

vesikuler ( )
c. Alat bantu nafas ( ) dosis CPAP 7 L/menit
10) Jantung
a. Bunyi normal sinus rhythm (NSR) frekuensi:
b. Murmur ( ) PMI ( ) Lokasi ( )
c. Capillary refill ( 2 )
d. Denyut nadi: 167
Data lain:
11) Ekstrimitas
a. Gerakan bebas ( ) ROM terbatas ( ) tidak terkaji ( )
b. Ekstrimitas atas: normal ( ) abnormal ( ) sebutkan
c. Ekstrimitas bawah: normal ( ) abnormal ( ) sebutkan
d. Panggul: normal ( ) abnormal ( ) tidak terjadi ( )
Data lain:
12) Umbilikus
Normal ( ) abnormal (
Data lain:
13) Genital
Normal ( ) abnormal (
Data lain:
14) Anus
Paten ( ) imperforate (
Data lain:
15) Spina
Normal ( ) abnormal (
Data lain:
16) Kulit

) inflamasi (

) drainage (

) sebutkan
)
)

29

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Warna : kulit terlihat kemerahan


Sianosis ( - ) tidak ada sianosis pada anggota tubuh
Tanda lahir : tidak ada
Turgor kulit : turgor elastis
Edema : tidak ada edema
Lanugo : terdapat lanugo pada ekstremitas atas dan bawah

Data lain:
17) Suhu
a. Lingkungan
Penghangat radian ( ) pengaturan suhu ( ) inkubator ( ) suhu ruang (
) box terbuka (
)
b. Kulit
Suhu kulit: 37,2C
Data lain:
RIWAYAT SOSIAL
1. Struktur keluarga (genogram 3 generasi)

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Budaya : Jawa
Suku : jawa
Agama : Islam
Bahasa utama : Indonesia
Perencanaan makanan bayi : ASI eksklusif
Masalah sosial yang penting :
Hubungan orang tua dan bayi : keluarga inti

Ibu
Tingkah Laku

Menyentuh

Memeluk

Berbicara

Berkunjung

Memanggil nama

Kontakmata
9. Orang terdekat yang dapat dihubungi : Ayah dan Ibu
10. Orang tua berespon terhadap penyakit: ya ( ) tidak ( )
Respon: orangtua memberikan perawatan untuk kesembuhan anaknya
11. Orang tua berespon terhadap hospitalisasi: ya ( ) tidak ( )

Ayah

30

Respon:
12. Riwayat anak lain
Jenis kelamin

Riwayat kelahiran

Riwayat lain

Riwayat penyakit

Data lain:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan
Radiologi
Laboratorium

Nilai Normal

Hasil

Analisa

RESUME KEPERAWATAN

Pemeriksaan Laboratorium 16-12-16

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hitung jenis

Nilai Rujukan

Hasil
18,6
55
5,1
30830*
19200

31

Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

MCV
MCH
MCHC
RDW
Gol Darah
Kimia Klinik
- GDS
CRP Semi kuantitatif

0
0*
85*
7*
8
106
36
34
17,30*
0
83
<6

B. DATA FOKUS
Data Subjektif

Data Objektif
Catatan Medis :
1. Hasil Tanda Tanda Vital:
a. RR : 62x/m
1. Bayi NKB + SMK + Sepsis neonatus
b. N: 129 dpm
awitan dini
c. Suhu: 37 C
2. Keluarga mengatakan bayi lahir secara SC 2. Klien mendapat terapi cairan PG2, (SMI)/jam
3. Dokter mengatakan bayi lahir tidak 3. Klien nampak terpasang alat bantu nafas
4. Klien terpasang OGT warna coklat saaat
langsung menangis
puasa
5. Hasil nilai Laboratorium :
a. Hemoglobin : 18,6
b. Hematokrit : 5,5
c. Eritrosit : 5,1
d. Leukosit : 30830
e. Trombosit : 19200
f. Basofil : 0
g. Eosinofil : 0
h. Neutrofil : 85
i. Limfosit: 7
j. Monosit: 8
k. RDW : 17.30
l. Gol. Darah: 0
m. GDS : 83
n. CRP semi kuantitaf: <6
6. BB: 1320 gram, BB Lahir 1200 Gram
7. Terapi 02 CPAP 7 liter
8. Terapi Obat:
a. Bacteysin 2 x 35 mg Iv
b. Gentamycin 1x 7 mg Iv / gram
c. Aminofilin 2 x 3,5 mg Iv

32

d. Omz 1x 5 mg Iv
9. Klien mendapat pototherapi blue light
10. Hasil
foto
rontgen
:
infiltrat
retikulogranular di kedua paru, suspek
HMD grade I

C. ANALISA DATA
Data

Masalah Keperawatan

DS:
-

Keluarga klien mengatakan usia kehamilan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
sepsis neonantrum

klien 29 minggu
D0:
-

Hasil Tanda Tanda Vital:


a. RR : 62x/m
b. N: 129 dpm
c. Suhu: 37 C
Bayi terpasang CPAP 7 liter S: 36,9 Fi02

21%
Hasil

Pemeriksaan

radiologi

infiltrat

retikologronular di kedua paru, suspek


-

HMD grade 1 D0 pnemonia


Skor Downes: 3
Terlihat retraksi dada
Nafas cuping hidung

Ds:
-

Keluarga mengatakan bayi lahir usia 29


minggu

Do:
-

Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan tubuh b.d bayi prematur (29 minggu)


Bayi minum asi melalui OGT 1 cc/ 3 jam
Bayi puasa dari tanggal 19/12/16 Ogt

33

berawarna coklat
Terpasang infus PG II 5 Ml/ Jam
Mukosa bibir kering
Refleks menghisap lemah
BB lahir 1200 gram
Tonus otot bayi lemah
RDW: 17.30%

Ds:
-

Suami mengatakan ketuban pecah saat


dirumah

Do:
-

Hasil Laboratorium:
a. Leukosit : 30830
b. Eosinofil: 0%
c. Neurofil: 85%
d. Limfosit: 7%

Resiko Infeksi berhubungan dengan ketuban


pecah dini

Klien mendapatkan terapi obat


a. Bactesyn 2 x 35 mg
b. Gentamisin 1 x 75 mg
c. Aminofluid 2 x 3,5 mg

DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
1.

TANGGAL DITEMUKAN
19-12-2016

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
sepsis neonantrum

19-12-2016
2.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b.d bayi prematur (29 minggu)

34

19-12-2016

Infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini

3.

TUJUAN & KRITERIA

DIAGNOSA MEDIS

HASIL

INTERVENSI

Ketidakefektifan

Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

polanafas

keperawatan selama 1x 24

berhubungan dengan jam


sepsis neonantrum

diharapkan

masalah

keperawatan
ketidakefektifan pola nafas
dapat

teratasi

dengan

kriteria hasil :
1. Suara nafas bersih tidak
ada sianosis dan dypneu
2. Ttv dalam batas normal
3. Menunjukan jalan nafas

ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Monitor respirasi dan status 02
5. Pantau tanda tanda vital
6. Monitor kualitas nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor adanya chusing triad
9. Monitor adanya sianosis perifer
10. Monitor / auskultasi suara paru

1.
2.
3.
4.
Setelah
dilakukan 5.
Gangguan
nutrisi
keperawatan selama 1x 24
kurang
dari
jam diharapakan masalah 6.
kebutuhan tubuh b.d
keperawatan nutrisi dapat
7.
bayi prematur (29
terpenuhi dengan kriteria
minggu)
hasil :
8.
1. Adanya peningkatan BB
yang paten

sesuai tujuan
2. BB ideal
3. Tidak ada tanda tanda

Kaji intoleran terhadap minum


Hitung kebutuhan asi bayi
Ukur masukan dan pengeluaran
Timbang berat badan setiap hari
Catat perilaku makan dan aktivitas secara
adekuat
Pantau kordinasi refleks menghisap dan
menelan
Berikan terapi cairan sesuai dengan
anjuran dokter
Monitor kulit kering dan perubahan

pigmentasi
9. Monitor

turgor

kulit

mal nutrisi

35

1. Kaji hasil laboratorium


2. Kaji tanda-tanda infeksi suhu tidak stabil,
apnea, refleks menghisap kurang
3. Kaji riwayat kesehatan ibu
4. Berikan antibiotik sesuai program
5. Instrusikan keluarga untuk cuci tangan
sebelum dan sesudah berkunjung
6. Pertahankan teknik isolasi
Infeksi keperawatan selama 1x 24 7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
Setelah dilakukan tindakan

Resiko

berhubungan dengan jam masalah keperawatan


ketuban pecah dini

infeksi

dapat

teratasi

pemasangan alat
8. Batasi pengunjung

dengan kriteria hasil

IMPLEMENTASI
DX

TANGGAL

KEP

JAM
19-12-2016

08.00

NAMA &

IMPLEMENTASI

EVALUASI

Memonitor respirasi dan status O2

Klien mendapat terapi O2

TTD

CPAP 7 liter, suhu 36,9 0 c, Fi


Melakukan

pemeriksaan

TTV O2 21%

bayi ilham
I

S: 36,5 0 C

08.16

N: 158 x/menit

Rr : 35 x/menit
Menimbang BB bayi

36

09.00

Mengobservasi terapi cairan yang Berat Bayi 1320 gram


diberikan

09.20

Bayi mendapat cairn protein


Mengobservasi kebutuhan cairan glukosa

ml/

jam

(Iv)

bayi
I

Bayi mendapat asi 1cc/3 jam

09.40
Mengobservasi hasil laboratorium

Nilai abnormal :

10.20

II

10.25

Menginstruksikan

kakek

klien

untuk

tangan

dan

mencuci

memakai masker saat berkunjung

Leukosit : 30830/ ul
Eusinoofil: 0%
Netrofil: 85%
Limfosit: 7%

Keluarga

kooperatif,

cuci

tangan sebelum dan sesudah


memegang pasien

Menjaga

dan

mempertahankan
Perawat

teknik isolasi pasien


III

tempat

10.35

mengganti
tidur,

alas

mengganti

pampers

dan

mempertahankan

tekhnik

isolasi pasien
Mengobservasi

tindakan
Bayi

fisiotherapi
III

cairan

CPAP

Cairan irigasi diganti, suhu:


39,0 0c, flow udara 7 liter/m

11.30
Menghitung
antibiotik
13.00

saat

dan

mengatur FI02 21 %

II

tenang

dilakukan fisiotherapy

10.50
Mengganti

III

terlihat

dosis

pemberian
Dosis

program

jumlah

kesediaan yang tersedia

37

20-12-2016
I

08.30

Mengatur dan merapikan tempat Kain diganti posisi bayi slim


tidur
Klien menggunakan CPAP 7

08.35

Memonitor respirasi dan status O2


Memonitor tanda-tanda vital

08.36

liter FiO2 21%


S: 37oc N: 168 x/m
Rr: 80 x/m

Mengkaji refleks menghisap bayi


II

08.40

II

08.40

Refleks bayi lemah


Memonitor turgor kulit
Kulit elastis dan hangat
Mempertahankan teknik aseptik

III

08.40

saat pemeriksaan

Perawat mencuci tangan dan


menutup kembali inkubator

Memberikan asi pada bayi


II

09.20

III

10.00

Asi Icc/ 3 jam lewat OGT


Obeservasi hasil laboratorium dan
radiologi

Infiltrat minimal di peritular


kanan suspek pneumonia

21-12-2017
I

08.10

Monitor status respirasi dan O2

Klien

menggunakan

nasal

kanul, O2 0,3 liter, respirasi


65x/m
I

08.15

Mengkaji tanda-tanda sianosis

Kulit terlihat merah, tidak ada


tanda sianosis

08.15

Mengkaji vital sign

S: 36,9 oc N: 158 x/m


Rr: 76 x/m

38

III

II

08.15

09.00

Mempertahankan teknik aseptik Perawat

mencuci

saat pemeriksaan

sebelum tindakan

Menyiapkan asi bayi

Bayi

tangan

mendapatkan

susu

formula 2cc/ 3 jam


II

12.00

Memberikan asi melalui OGT

Bayi

mendapatkan

susu

formula 2cc/ 3 jam


III

12.25

Mengganti

popok

bayi, Popok di ganti, tidak ada

pertahankan teknik asepsis

tanda infeksi

EVALUASI
Tanggal
19-20-2017

Diagnosa

EVALUASI HASIL

Keperawatan

TINDAKAN

PARAF
NAMA
JELAS

S: O: - Hasil Tanda- Tanda vital:


Suhu: 36,80c
N: 128x/menit
Rr: 64x/menit
-

Terpasag CPAP 7 liter


Skor downes 3
Terlihat retraksi dada
Nafas cuping hidung

A: Masalah keperawatan Pola nafas belum teratasi


P: lanjutkan intervensi:
-

Monitor respirasi dan status oksigen

39

Monitor TTV
Monitor sianosis

S: keluarga klien mengatakan usia lahir 29 minggu


II

O: - Terpasang OGT berawarna coklat


-

refleks menghisap lemah


Tonus otot lemah
Bayi puasa

A: masalah keperawatan nutrisi belum teratasi


P: intervensi dilakukan dengan :
-

Kaji reflek menghisap


Timbang Berat Badan
Monitor Turgor kulit

S: ayah klien mengatakan ketuban pecah saat dirumah


O: - hasil laboratorium:
a.
b.
c.
d.

III

Leukosit : 30840/ul
Eosinofil: 0%
Neutrofil: 85%
Aminofluid: 2x3,5 mg

- Klien mendapat terapi :


a. bactesyn 2x35 mg
b. gentamisin 1x7 mg
c. aminofluid 2x3,5
- hasil rontgen : pneumonia
- suhu : 36,50c
- infiltrat minimal di perihilar dan parakardial
-

suspek pneumonia
bayi lahir secara SC

A: Masalah Keperawatan Infeksi Belum teratasi


P: Intervensi dilakukan dengan:
a. pertahankan teknik aseptik
b. kaji tanda tanda infeksi

40

20-12-2017

S: O: Hasil Tanda- Tanda vital:


Suhu: 370c
N: 168x/menit
A: Masalah keperawatan Pola nafas belum teratasi
P: lanjutkan intervensi:
-

II

Monitor respirasi dan status oksigen


Monitor TTV
Monitor sianosis

S: O: - bayi mendapat asi 1cc/3 jam


-

Terpasang OGT refleks menghisap lemah


Tonus otot lemah

A: masalah keperawatan nutrisi belum teratasi


P: intervensi dilakukan dengan :
-

Kaji reflek menghisap


Timbang Berat Badan
Monitor Turgor kulit

S: III

O: - Klien mendapat terapi :


d. bactesyn 2x35 mg
e. gentamisin 1x7 mg
f. aminofluid 2x3,5
- hasil rontgen : pneumonia
- suhu : 370c
- infiltrat minimal di perihilar dan parakardial
suspek pneumonia
A: Masalah Keperawatan Infeksi Belum teratasi
P: Intervensi dilakukan dengan:
-

pertahankan teknik aseptik


41

21-12-2017

kaji tanda tanda infeksi

S:O:
-

Klien menggunakan nasal kanul, O2 0,3 liter,

respirasi 65x/m
Kulit terlihat merah, tidak ada tanda sianosis
S: 36,9 oc N: 158 x/m Rr: 76 x/m

A: Masalah keperawatan Pola nafas teratasi sebagian


P: lanjutkan intervensi:
-

Monitor respirasi dan status oksigen


Monitor TTV
Monitor sianosis

S: II

O: - bayi mendapat asi 2cc/3 jam


-

Terpasang OGT refleks menghisap kuat


Tonus otot lemah

A: masalah keperawatan nutrisi belum teratasi


P: intervensi dilakukan dengan :
-

Kaji reflek menghisap


Timbang Berat Badan
Monitor Turgor kulit

S: O: - Klien mendapat terapi :


a.
b.
c.
-

III

bactesyn 2x35 mg
gentamisin 1x7 mg
aminofluid 2x3,5
leukosit : 30100

A: Masalah Keperawatan Infeksi Belum teratasi


P: Intervensi dilakukan dengan:
-

pertahankan teknik aseptik


kaji tanda tanda infeksi

42

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang di lakukan pada bayi I dengan
diagnose pneumonia, maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara
teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Kami
merencanakan keperawatan yang meliputi pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
A. Diagnose Keperawatan
1. Diagnose yang muncul
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sepsis neonatrum.
Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan
data subjektif yaitu ibu klien mengatakan usia kehamilan klien 29
minggu, dan data obyektif yaitu hasil Tanda Tanda Vital: RR : 62x/m, N:
129 x/m, Suhu: 37, Bayi terpasang CPAP 7 liter S: 36,9 Fi02 21%, hasil
Pemeriksaan radiologi infiltrat retikologronular di kedua paru, suspek
HMD grade 1 D0 pnemonia, skor downes: 3, terlihat retraksi dada, nafas
cuping hidung. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan
yang dirasakan pasien saat itu dan apabila masalah itu tidak segera
ditangani akan menimbulkan gangguan pertukaran udara sehingga pasien
akan merasa sesak.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

bayi

prematur (29 minggu).


Alasan diagnose tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan
data subyektif yaitu ibu bayi mengatakan bayi lahir saat usia kehamilan
29 minggu, dan data obyektif yaitu bayi minum asi melalui OGT 1 cc/ 3
jam, bayi puasa dari tanggal 19/12/16 Ogt berawarna coklat, terpasang

43

infus PG II 5 Ml/ Jam, mukosa bibir kering, refleks menghisap lemah,


BB lahir 1200 gram, tonus otot bayi lemah, RDW: 17.30%.
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
Alasan diagnose tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan
data subyektif yaitu ibu mengatakan ketuban pecah saat dirumah dan
data obyektif yaitu Hasil Laboratorium: Leukosit : 30830, Eosinofil: 0%,
Neurofil: 85%, Limfosit: 7%, Klien mendapatkan terapi obat, Bactesyn 2
x 35 mg, Gentamisin 1 x 75 mg, Aminofluid 2 x 3,5 mg.
2. Diagnosa keperawatan yang tidak mucul namun ada dalam tinjuan teori
a. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh diatas normal, dan kulit terasa hangat.
Hipertermi adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat yaitu lebih dari
37,5 derajat celcius. Diagnose ini dapat ditegakan bila suhu tubuh bayi
lebih dari 37,5 derajat celcius, kulit teraba hangat, warna kulit merah,
ubun-ubun cekung. Pada pengkajian tidak didapatkan data-data
pendukung seperti diatas sehingga diagnose tersebut tidak ditegakan.
b. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai
dengan penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan
peningkatan suhu tubuh.
Kekurangan volume cairan adalah keadaan ketika seorang individu yang
tidak menjalani puasa mengalami atau berisiko mengalami dehidrasi
vaskuler, interstiasial, atau intravaskuler. Diagnosa tersebut dapat di
tegakan apabila terdapat data satu atau lebih yang antara asupan dan
haluaran, penurunan berat badan, kulit/membrane mukosa kering. Dan
mungkin terdapat peningkatan natrium serum, penurunan haluaran urine
berlebihan, urine memekat atu sering berkemih, penurunan turgor kulit,
haus, mual, anoreksia ( Carpenito, 2007 ). Pada pengkajian tidak
ditemukan data-data pendukung seperti diatas sehingga diagnose tersebut
tidak di tegakkan.
B. Implementasi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sepsis neonantrum
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah monitor laju
ritme dari nafas, monitor suara nafas tambahan seperti snoring, monitor
peningkatan kelelahan, monitor peningatan kegelisahan, dan kekurangan

48

oksigen, monitor sekresi dari sistem pernafasan pasien, berikan terapi


perawatan nebulizer sesuai kebutuhan, bersihkan skresi mulut hidung dan
trakea sesuai kebutuhan, memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan,
monitor aliran oksigen, monitor kerusakan kulit dari gesekan dengan selang
oksigen.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d bayi prematur
(29 minggu)
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah kaji tanda-tanda
infeksi suhu tidak stabil, apnea, refleks menghisap kurang, monitor kulit
kering dan perubahan pigmentasi, kaji intoleran terhadap minum, hitung
kebutuhan asi bayi, ukur masukan dan pengeluaran, timbang berat badan
setiap hari, catat perilaku makan dan aktivitas secara adekuat, pantau
kordinasi refleks menghisap dan menelan, perikan terapi cairan sesuai
dengan anjuran dokter monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah kaji riwayat
kesehatan ibu, berikan antibiotik sesuai program, instrusikan keluarga untuk
cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung, pertahankan teknik isolasi,
pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat, batasi pengunjung.
C. EVALUASI
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sepsis neonantrum
Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah suara nafas bersih tidak ada
sianosis dan dypneu, ttv dalam batas normal, menunjukan jalan nafas yang
paten. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil obyektif:
Hasil Tanda- Tanda vital: suhu: 36,80c, N: 128x/menit, Rr: 64x/menit,
terpasag CPAP 7 liter, skor downes 3, terlihat retraksi dada, nafas cuping
hidung. Hal tersebut menandakan diagnosa pertama belum teratasi sebagian
sehingga tindakan perlu dilanjutkan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d bayi prematur
(29 minggu)
Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah adanya peningkatan BB sesuai
tujuan, BB ideal, tidak ada tanda-tanda mal nutrisi. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diperoleh data obyektif yaitu terpasang OGT
berawarna coklat, refleks menghisap lemah, tonus otot lemah, bayi puasa.

49

Hal tersebut menandakan diagnosa pertama belum teratasi sebagian sehingga


tindakan perlu dilanjutkan.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh data obyektif yaitu hasil
laboratorium: Leukosit : 30840/ul, Eosinofil: 0%, Neutrofil: 85%,
Aminofluid: 2x3,5 mg, Klien mendapat terapi : bactesyn 2x35 mg,
gentamisin 1x7 mg, aminofluid 2x3,5, hasil rontgen : pneumonia, suhu :
36,50c, infiltrat minimal di perihilar dan parakardial suspek pneumonia, bayi
lahir secara SC

50

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi
pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-kanak
dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer atau komplikasi dari
penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Pneumonia adalah salah satu
penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya
didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan
kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak
dan balita hampir di seluruh dunia. Etiologi dari pneumonia paling umum
ditemukan adalah disebabkan karena bakteri streptococcus. Diperkirakan
pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.
B. Saran
Dengan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat menambah dan
mengembangkan referensi tentang penyakit pneumonia dalam melakukan study
di fakultas keperawatan serta bagi perawat diharaapkan juga menangani dan
menanggulangi penyakit pneumonia pada kliennya

DAFTAR PUSTAKA

51

Depkes RI, 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Dirjen PP& PL, Jakarta.
Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan 34. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Hockenberry, M.J & Wilson, D. 2009. Essential of Pediatric Nursing . St. Louis
Missoury: Mosby
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoniapada Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.
NANDA. 2013. Diagnosis Keperawatan. Alih Bahasa: Made Sumarwati dan Nike
Budhi Subekti . Jakarta: EGC
Nursalam. 2003. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan.
Jakarta : EGC
Somantri, I. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9. Jakarta: EGC
Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. PenerbitBuku
Kedokteran EGC : Jakarta

52

Anda mungkin juga menyukai