BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG MASALAH
Pajak merupakan sumber pasti dalam memberikan kontribusi dana
kepada negara dan memiliki peran yang sangat vital bagi perekonomian
negara. Peranan pajak dalam pembiayaan pembangunan Negara yang
dicerminkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dari tahun ke tahun. Misalnya untuk APBN tahun 2015 dimana
pendapatan negara yang sebesar Rp 1.793,6 triliun ternyata dipenuhi dari
penerimaan pajak sebesar Rp 1.380,0 triliun atau sebesar 77% nya. Lalu
untuk APBN tahun 2016 dimana pendapatan negara yang sebesar Rp
1.822,5 triliun ternyata dipenuhi dari penerimaan pajak sebesar Rp
1.546,7 triliun atau meningkat menjadi sebesar 85% nya. Sedangkan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2017, dimana
target pendapatan negara sebesar Rp 1.750,3 triliun akan dipenuhi
dengan penerimaan pajak dengan target Rp 1.498,9 triliun atau sebesar
86%. Untuk memenuhi harapan akan meningkatnya peranan pajak dalam
pembangunan
mengupayakan
tersebut,
maka
intensifikasi
Direktorat
pemungutan
Jenderal
pajak
dan
Pajak
harus
ekstensifikasi
luar atau dalam negeri lalu atas penghasilan tersebut dikenakan tarif yang
besifat progresif. Kemudian ada juga yang dinamakan scheduler taxation
yaitu dikenakan tarif pajak tersendiri yang berbeda beda yang dibuat
dalam satu tabel.
Sektor pajak penghasilan di Indonesia adalah penyumbang terbesar
bagi pendapatan negara dan akan selalu ada selama di negara tersebut
masih ada aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakatnya. Aktivitas
ekonomi masyarakat meliputi banyak lapisan masyarakat misalnya saja
sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Terkait hal ini maka pada 1 Juli
2013 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 mengenai Pajak Penghasilan Final 1% bagi pelaku usaha yang
memiliki peredaran bruto dibawah 4,8 miliar rupiah setahun (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013). Menurut
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak, Peraturan pemerintah ini
dibuat karena pendapatan pajak dari sektor usaha kecil dan menengah
belum maksimal. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini
menekankan pada peredaran bruto yang tidak boleh melebihi 4,8 miliar
selama satu tahun pajak.
Dengan ditetapkannya peraturan ini akan menimbulkan dampak bagi
pemerintah maupun bagi para wajib pajak. Dari sisi pemerintah, sudah
jelas dengan keluarnya peraturan ini dapat meningkatkan pendapatan
negara dari sektor pajak, sedangkan dari sisi wajib pajak manfaat
positifnya adalah administrasi lebih mudah yaitu langsung di hitung dari
omset dikali 1% tidak perlu ada koreksi fiskal atau hal lainnya yang
mungkin tidak dimengerti oleh wajib pajak, kemudian bagi wajib pajak
tertentu yang memiliki profit margin yang tinggi akan diuntungkan karena
dasar pengenaan pajaknya langsung dari peredaran bruto dikali 1%,
namun demikian bila peraturan ini dikaji mengenai profit margin yang
dihasilkan maka masih ada wajib pajak yang kegiatan usahanya memiliki
profit margin yang rendah. Ini akan menyebabkan kerugian apabila hal