Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negeri yang rawan dan rentan terhadap bencana, baik
yang berasal dari alam maupun yang terjadi akibat perbuatan manusia.
Indonesia adalah negeri yang rawan dan rentan terhadap bencana, baik yang
berasal dari alam maupun yangterjadi akibat perbuatan manusia . Dalam kurun
waktu lima tahun, 1998-2004 terjadi 1150 kali bencana, dengan korban jiwa
9900 orang serta kerugian sebesar Rp 5922 miliar. Tiga bencana utama adalah
banjir (402 kali, korban 1144 jiwa, kerugian 647,04 miliar Rp), kebakaran
(193 kali, korban 44 jiwa, kerugian 137,25 miliar Rp) dan tanah longsor (294
kali, korban 747 jiwa, kerugian 21,44 miliar Rp)-Bakornas PBP 2005.
Menarik, karena tiga bencana tersebut adalah bencana akibat perbuatan
manusia. Kartodihardjo dan Jhamtani menyebut hal ini sebagai bencana
pembangunan, yang didefinisikan sebagai gabungan faktor krisis lingkungan
akibat pembangunan dan gejala alam itu sendiri, yang diperburuk dengan
perusakan sumberdaya alam dan lingkungan serta ketidakadilan dalam
kebijakan pembangunan sosial.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi kejadian bencana alam di Kalimantan
2. Mengidentifikasi Budaya Masyarakat Kalimantan terhadap bencana
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui kejadian bencana alam di Kalimantan
2. Untuk mengetahui Budaya Masyarakat Kalimantan terhadap bencana

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Kejadian Bencana di Kalimantan

Bencana seperti banjir, kekeringan dan longsor sering dianggap sebagai


bencana alam dan juga takdir. Padahal fenomena tersebut, lebih sering terjadi
karena salah urus lingkungan dan aset alam, yang terjadi secara akumulatif
dan terus-menerus.
Menurut Kartodihardjo dan Jhamtani, bencana banjir mencakup 32,96% dari
jumlah kejadian bencana, sementara tanah longsor merupakan 25,04% dari
total kejadian bencana. Bahkan, di pesisir Jawa, pada kurun waktu 1996
hingga 1999 saja, setidaknya terdapat 1.289 desa terkena bencana banjir.
Jumlahnya semakin meningkat hampir 3 kali lipatnya (2.823 desa) hingga
akhir tahun 2003, yang juga merupakan implikasi dari rusaknya ekosistem
pesisir akibat dari konversi lahan, destructive fishing, reklamasi, hingga
pencemaran laut (dimana 80% industri di Pulau Jawa berada disepanjang
pantai utara Jawa).
Bencana demi bencana yang setiap tahun melanda Kalimantan Selatan
sepertinya bagai dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Di tahun 2009
saja menurut data dari Dinsos Kalsel sudah terjadi 21 kali banjir dan ada
sekitar lebih dari 15.000 hektar persawahan yang terendam banjir. Tercatat 11
dari 13 kabupaten/kota di Kalsel merupakan daerah langganan banjir dan
tanah longsor setiap tahunnya. Daerah tersebut meliputi Kabupaten Tabalong,
Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Barito Kuala,
Tanah Laut, dan Kotabaru. Kabupaten Hulu Sungai Utara, Banjar, dan Tanah
Bumbu merupakan daerah paling rawan terhadap ancaman bencana ini. Untuk
Kota Banjarmasin juga tidak aman karena rob atau pasang laut selalu terjadi
dan merendami permukiman warga. Menurut catatan Dinas Kessos Kalsel,
sepanjang 2009, korban bencana alam ini mencapai 19.366 keluarga dengan
taksiran kerugian Rp3 miliar lebih.
2.2 Identifikasi Budaya Masyarakat Kalimantan Terhadap Bencana
Banjir di Kalimantan bukan sekadar besaran curah hujan lagi sebab kalau
itu masalahnya, dari dulu orang di sini telah mengantisipasi dengan
mendirikan rumah panggung. Yang terjadi justru ini adalah buah dari

kerusakan alam semakin parah. Kondisi ini setidaknya diakui Gubernur


Kalsel Rudy Ariffin saat rapat mitigasi bencana beberapa waktu lalu di
Banjarmasin, Kalsel. Akan tetapi, fakta di Kalsel, hutan gundul sangat luas,
lubang bekas tambang yang tidak direklamasi juga terus bertambah.
Dampaknya, erosi pun semakin besar, sungai-sungai akhirnya mendangkal
dan bisa dipastikan ketika banjir air meluap ke mana-mana bahkan berarus
deras.
Mitigasi Banjir dengan Bantuan Masyarakat
Menurut masyarakat yang wawancara, banjir tidak dapat sepenuhnya
dihindari, namun masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan tindakan-tindakan
seperti:
1. Membersihkan selokan, got dan sungai dari sampah dan pasir, sehingga
dapat mengalirkan air keluar dari daerah perumahan dengan maksimal.
2. Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk
mencegah

dibuangnya

sampah

ke

sungai

atau

selokan.

3. Memperkokoh bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak


belukar, dan membuat bidang resapan di halaman rumah yang terhubung
dengan

saluran

drainase.

4. Memindahkan rumah, bangunan dan konstruksi lainnya dari dataran banjir


sehingga daerah tersebut dapat dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan
air yang tidak dapat ditampung dalam badan sungai saat hujan.
5. Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat
diserap oleh pepohonan melalui program pemerintah pusat dan daerah.
6. Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah

Sumber :
http://borneoclimate.info/index.php/site/article/metode-antisipasi-da mitigasiserta-adaptasi-bencana-banjir-di-kecamatan-timpah
https://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/yuni-ikawati/
https:///Wahana%20Lingkungan%20Hidup%20Indonesia

20Kalimantan

%20Selatan%20_%20Ancaman%20Bencana%20Ekologis%20di
%20Kalsel.htm

Anda mungkin juga menyukai