Anda di halaman 1dari 39

BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis

merupakan

penyakit

menular

yang

disebabkan

oleh

Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat


merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Bruner dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan

oleh

mikrooganisme

Mycobacterium

tuberculosis

(Elizabeth

J.

Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau
saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. Anatomi Fisiologi
a.

Anatomi Paru
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang

merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu
digfrahma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
6

menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk
melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan
paru. Ketika dinding dada dan diagfrahma kembali ke ukurannya semula
(ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara
keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya
membutuhkan energi: fase ekspirasi normalnya positif. Inspirasi menempati
sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
Pleura. Bagian terluar dari paru-paru, dikelilingi oleh membran halus, licin
yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan
permukaan superior diagfrahma. Pleura parietalis melapisi tiraks dan pleura
viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut
spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduannya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks
menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua
struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.
Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobu-lobus. Paru kiri atas lobus bawah dan
atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus
lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang
merupakan perluasan pleura.
Bronkus dan bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap
lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada
paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan
dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi
drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental
kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh
jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus segmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus,
yang tidak mempunyai kartilagi dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya
tergantung pada rekoil elastik otot polos sekelilingnya dan pada tekanan alveolar.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan nafas. Bronkus
7

dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut
pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan
yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju
laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis,
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian
menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara
jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan
udara konduksi mengandung sekital 150 ml udara dalam percabangan
trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai
ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon
dioksida terjadi dalam alveoli.
Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam
kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika
mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter
persegi (seukuran lapang tenis).
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang
membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara
metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir,
bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
(Brunner & Suddarth, EGC : 2002)
b.

Fisiologi
Transpor Oksigen. Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari
sel melalui sirkulasi darah. Sel-sel berhubungan dekat dengan kapiler, yang
berdinding tipis sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran atau lewatnya
oksigen dan karbon dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi dari kapiler,
menembus dinding kapiler ke cairan interstisial dan kemudian melalui membran
sel-sel ke jaringan, tempat dimana oksigen dapat digunakan oleh mitokondria untuk
8

pernafasan selular. Gerakan karbon dioksida juga terjadi melalui difusi dan
berlanjut dengan arah yang berlawanan dari sel ke dalam darah.
Pertukaran Gas. Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena
sistemik (dimana disebut darah vena) dan mengalir ke sirkulasi pulmonal.
Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru lebih rendah
dibanding dengan konsentrasi dalam kantung udara paru, yang disebut alveoli.
Sebagai akibat gradien konsentrasi ini, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam
darah. Karbon dioksida yang mempunyai konsentrasi dalam darah lebih tinggi dari
dalam alveoli, berdifusi dari dalam alveoli. Gerakan udara ke dan keluar jalan nafas
(ventilasi) secara kontinue memurnikan oksigen dan membuang karbon dioksida
dari jalan dalam paru. Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan
darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ini disebut respirasi. (Brunner &
Suddarth, EGC : 2002).

C. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun
dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin,
2007)

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
9

tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam
sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam
hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat
kompleks

(ranke).

keduanya

dinamakan

tuberkulosis

dan terbentuklah primer


primer,

yang

dalam

perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru


primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis

antara lain ( Elizabeth J

powh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2).

Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam


terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)

3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik


4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by
pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
10

9). Petugas kesehatan

D. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana
badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh
darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
11

kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.


5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan
berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kesulitan tidur
pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
6. Takikardia

E. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:
Kelas
0

Keterangan

Tipe
Tidak ada pejanan TB.

Tidak ada riwayat terpajan.

Tidak terinfeksi

Reaksi

Terpajan TB

negative.
Riwayat terpajan

Ada infeksi TB

Reaksi tes kulit tuberculin positif

Tidak timbul penyakit

Pemeriksaan bakteri negative (bila

terhadap

tes

tuberculin

dilakukan)
3
4

TB, aktif secara klinis

Tidak ada bukti klinis, bakteriologik


Biakan M.
tuberkulosis (bila

TB,

dilakukan).
Riwayat episode TB atau

Tidak aktif secara klinis

Ditemukan radiografi yang abnormal


atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau

radiografik

penyakit

12

Tersangka TB

Diagnosa ditunda

(Price, 2005)

F. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru- paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut
sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan
dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg
1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paruparu atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama
leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala

pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh

dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri
akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh
13

waktu 10-20 hari.


Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang
dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat
terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau
usus.
Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan brokus sehingga menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini
disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

14

15

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 3
bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.

2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
16

Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2
fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
17

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung


sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur
dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama
dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Efek Samping OAT :

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.


Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.adapun efek
samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau
ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus.

2. Rifampisin
Efek samping ringan

yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil dan


18

nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,
muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan
jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang
lain.
4. Etambutol
Etambutol

dapat

menyebabkan

gangguan

penglihatan

berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai,
jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB
yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
19

dengan keseimbangan dan pendengaran.


Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat

ialah

telinga mendenging

(tinitus),

pusing dan

kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan
alat

keseimbangan

makin

parah

dan

menetap

(kehilangan

keseimbangan dan tuli).


Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul
tiba- tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek
samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan
sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak
boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin. (http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf)
H.

Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Tuberkulin
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Pemeriksaan Bakteriologis
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
5. Uji BCG
(Asril Bahar, 2001).

I.

Konsep Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
20

sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel. Adanya multiflikasi dan pertambahan ukuran sel berarti ada
pertambahan secara kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu
bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa (IDAI, 2000). Jadi, pertumbuhan lebih
ditekankan pada bertambahnya ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau
lebih matang bentuknya, seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan
lingkar kepala. Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang
bervariasi sesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara umum, pertumbuhan fisik
dimulai dari arah kepala ke kaki. Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala
berlangsung lebih dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian
bawah. Pada masa fetal pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan masa
setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan
bagian bawah akan bertambah secara teratur. Pada usia dua tahun, besar kepala kurang
dari seperempat panjang badan keseluruhan, sedangkan ukuran ekstremitas bawah lebih
dari seperempatnya.
J.

Konsep Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2000).
Dengan

demikian,

aspek

perkembangan

ini

bersifat

kualitatif,

yaitu

pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Hal ini


diawali

dengan

berfungsinya

jantung

untuk

memompakan

darah,

kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap,


duduk, berjalan, memungut benda-benda di sekelilingnya serta kematangan
emosi dan sosial anak.
K.

Konsep Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit


menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.
Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai
kejadian

yang

menurut

beberapa

penelitian

ditunjukkan

dengan

pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stress (Supartini, 2004).


21

Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas,


marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000). Perasaan tersebut
dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah
dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan
kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakannya
menyakitkan. Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua
menjadi stres pula, dan stres orang tua akan membuat tingkat stres anak
semakin meningkat (Supartini, 2000).
Dampak Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres
pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh
banyaknya faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga
kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang
mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan
perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan.
Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara
fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang
mendampingi selama perawatan (Marks, 1998).
Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses
penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh
Robert Ader (1885) bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan
mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stress akan terjadi
penekanan system imun (Subowo, 1992). Pasien anak akan merasa nyaman
selama perawatan dengan adanya dukungan social keluarga, lingkungan
perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan
perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan hasil
pengamatan penulis, pasien anak yang dirawat di rumah sakit masih sering
mengalami stres hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap
pengobatan, asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas
kesehatan.

Fakta

tersebut

merupakan

masalah

penting

yang

harus

mendapatkan perhatian perawat dalam pengelolah asuhan keperawatan


(Nursalam, 2005)

22

Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai
perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut
bersifat

individual,

dan

sangat

bergantung

pada

tahapan

usia

perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem


pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada
umumnya,

reaksi

anak

terhadap

sakit

adalah

kecemasan

karena

perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi
anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan
perkembangan anak.
1. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan
dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan
kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger
anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada
anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan
sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan
merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan
adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya
perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan
ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
2. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan
sumber stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat
perpisahan. Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya yaitu tahap
protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku
yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua
atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa,
perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif,
kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis.
Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar
mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan
anak

mulai

pembatasan

terlihat

menyukai

terhadap

lingkungannya.

pergerakannya,

anak

Oleh

karena

akan

adanya

kehilangan
23

kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada


lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan
sebelumnya atau regresi. Terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang
dirasakan karena mendapatkan tindakan invasive, seperti injeksi, infus,
pengambilan

darah,

anak

akan

meringis,

menggigit

bibirnya,

dan

memukul.Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri


dan mengomunikasikan rasa nyerinya.
3. Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari
lingkungan

yang

menyenangkan,

dirasakannya
yaitu

aman,

lingkungan

penuh

rumah,

kasih

sayang,

permainan,

dan

dan

teman

sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia


prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis
walaupun

secara

perlahan,

dan

tidak

kooperatif

terhadap

petugas

kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan


control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya
pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri.
Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan
anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan
prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini
menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal
dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan
perawat, dan ketergantungan pada orang tua.
4. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah
dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi
akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas.
Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan
kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya
kelemahan

fisik.

Reaksi

terhadap

perlukaan

atau

rasa

nyeri

akan

ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena


anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah
24

mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit


bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
5. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak

usia

remaja

memersepsikan

perawatan

di

rumah

sakit

menyebabkan timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan


teman sebayanya. Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa
kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut.
Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol
terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau petugas
kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan
aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang
dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas
kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas
kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan
menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan,
dan/atau menolak kehadiran orang lain (Supartini,2004) .
Pencegahan Dampak Hospitalisasi
Dirawat di rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan
pengalaman yang mengerikan bagi anak-anak. Anak seringkali mengalami
hal-hal yang tidak menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari
lingkungan rumah sakit yang asing, serta pengobatan maupun pemeriksaan
yang kadang kala menyakitkan bagi si anak. Oleh karena itu, peran perawat
sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dampak tersebut.
1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan
menghambat

proses

penyembuhan

anak

dan

dapat

mengganggu

pertumbuhan dan perkembangan anak.


2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal.
25

Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam


mengawasi perawatan anak.

3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)


Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai
teknik

misalnya

distraksi,

relaksasi,

imaginary.

Apabila

tindakan

pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama
pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak.
4. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam
proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan
akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat
tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.
5. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui

modifikasi

lingkungan

fisik

yang

bernuansa

anak

dapat

meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan


anak

sehingga

anak

selalu

berkembang

dan

merasa

nyaman

di

lingkungannya (Aziz, 2005).

L.

Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
1.

Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah,


jumlah keluarga.

2.

Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah

sakit.
3.

Riwayat

penyakit

sekarang:
26

Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada


tempat- tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5.

Riwayat

sosial

ekonomi

dan

lingkungan.
Riwayat keluarga.

Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang


sama.
Aspek psikososial.

Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan


bebas, menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.

Masalah

berhubungan

dengan

kondisi

ekonomi,

untuk

sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak


bersemangat dan putus harapan.

Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran
udara kurang, daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup
sinar matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.

Pola fungsi kesehatan.


1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang
dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim
menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga
tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
27

3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas
padakuadran

dan

hepatomegali,

kiri

atas

nyeri

tekan

dan splenomegali.

4) Pola aktifitas latihan


Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas
berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit

tidur,

frekwensi

tidur

berkurang

dari

biasanya,

sering

berkeringat pada malam hari.


6) Pola kognitif perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan,
rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya
gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru
dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang
akhirnya

membuat

kondisi

penderita

menjadi

perasaan

tak

berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)


8) Pola peran hubungan
Penderita

dengan

TB

paru

akan

mengalami

gangguan

dalam

hal

hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk


menghindari penularan terhadap anggota keluarga

yang lain.

(Marilyn. E. Doenges,
1999).
Aktivitas/istirahat
Gejala

kelemahan

dan

kelelahan
28

Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari


dan berkeringat pada malam hari
Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea

Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi

Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/


berat badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
Perkusi

Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat


kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar
dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara

pekak.
Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah.
cukup

Bila terdapat kavitas

yang

besar, auskultasi memberikan suara


29

amforik. Bila

mengenai

memberikan suara napas

pleura, auskultasi

yang lemah sampai tidak terdengar

sama sekali.
Palpasi

badan

teraba

hangat

(demam)
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada

tahap aktif penyakit


Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk

usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.


Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area

indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak
aktif.

Reaksi

secara

berarti

bermakna pada pasien

menunjukkan

penyakit

yang secara klinik sakit

berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi


disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.

Anemia bila penyakit berjalan menahun

Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

LED

meningkat

terutama

pada

fase

akut

umumnya

nilai

tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.


GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa

kerusakan paru.
Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;

adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.


Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak
normalnya retensi
30

air dapat ditemukan pada TB paru kronis


luas. b.

Radiologi

Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan

kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan


menunjukan lebih luas
TB

dapat

termasuk

rongga

akan

fibrosa.

Perubahan

mengindikasikan
TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous.
Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam
dan diafragma menonjol ke atas.
Bronchografi : merupakanpemeriksaan

khusus untuk

melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru


karena TB.
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai

adalah penebalan

pleura,

efusi

TBC
pleura

atau

empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura). c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural.

2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1.

Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya


infeksi kuman tuberkulosis

2.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret


kental atau

sekret darah,

kelemahan,

upaya batuk

buruk, edema trakeal/faringeal.


3. Gangguanpertukaran gas berhubungandengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran
alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
31

4.

Gangguan keseimbangan

nutrisi, kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya


produksi

sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan

finansial.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen.

8. Kurang pengetahuan

tentang kondisi,

pengobatan,

pencegahan berhubungan dengan tidak ada


menerangkan,

informasi

yang

tidak

akurat,

yang

terbatasnya

pengetahuan/kognitif
3) Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya
infeksi kuman tuberkulosis.
Tujuan:

Tujuan:

Tidak

terjadi

penyebaran

infeksi

setelah

dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam dengan


kriteria hasil :
-

Klien

mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko

penyebaran infeksi
-

Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola


hidup dalam melakkan lingkungan yang nyaman.

TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi

Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa
ataupun menyanyi. Untuk

Membantu

menerima perlunya mematuhi program


untukmencegah
Pemahaman

bagaimana

pasien

menyadari/

pengobatan

pengaktifan berrulang.
penyakit

disebarkan

dan
32

kesadarankemungkinan

tranmisi

membantu

pasien

orang

terdekat untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain


2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah,
sahabat karib, dan tetangga.
Orang-orang

yang

terpajan

ini

perlu

program

terapi

obat

untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.


3.

Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak


pada tisu, menghindari meludah sembarangan, kaji pembuangan
tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong
untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku

yang

diperlukan

untuk

melakukan

pencegahan

penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
Dapat

membantu

menurunkan

rasa

terisolasi

pasien

an

membuang stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.


5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam
indikator adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun
adanya dibetes militus, kanker, kalium.
7.

Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk


mengubah

pola

hidup

dan

menghindarimenurunkan

insiden

eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi
pada adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran
infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering
makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya

anoreksia

dan

malnutrisi

sebelumnya

merendahkan
33

tahanan terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.


10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk

mempercepat

penyembuhan

infeksi.

Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau

sekret

darah,

kelemahan,

upaya

batuk

buruk,

edema

trakeal/faringeal.
Tujuan:

Setelah

dilakukan

asuhan

keperawatan

selama

2x30

menit, diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan


kriteria hasil :
-

pasien

melaporkan

sesak

berkurang
-

pernafasan teratur

ekspandi

dinding

dada

simetris
-

ronchi tidak ada

sputum berkurang atau tidak

ada
-

frekuensi

nafas

normal

(16-

24)x/menit
Intervensi
Mandiri
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas
abnormal
34

Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan


dengan obstruksi jalan napas
2) Monitor

usaha

pernafasan,

pengembangan

dada,

dan

keteraturan Untuk menentukan intervensi yang tepat dan


mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan
3)

Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke

belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau

tanda-tanda

vital

terutama

keadaan

umum

frekuensi

pernapasan
Untuk

mengetahui

pasien
5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan

ekspansi

paru

optimal
6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam
keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret
sehingga jalan

nafas klien kembali efektif

7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak


ada kontraindikasi
Untuk meningkatkanrasa nyaman pasien dan membantu
pengeluaran sekret
8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Fisioterapi dada

terdiri dari postural drainase, perkusi dan

fibrasi yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien


sehingga jalan nafas klien kembali efektif
9) Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan
nafas klien

kembali efektif secara mekanik

10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi


35

Membantu

membebaskan

jalan

napas
Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan

obat

sesuai

indikasi

misalnya

bronkodilator,

mukolitik, antibiotik, atau steroid


Membantu membebaskan jalan napas secara
kimiawi

Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :

Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang

Pasien melaporkan tidak letih atau

lemas

Napas teratur

Tanda vital stabil

Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 :

95100 mmH
Intervensi

Mandiri
36

1.

Mengkaji
penggunaan

frekuensi
otot

dan

aksesori,

kedalaman
napas

pernafasan.

bibir,

ketidak

Catat

mampuan

berbicara / berbincang
Berguna

dalam

evaluasi

derajat

distress

pernapasan

atau

kronisnya proses penyakit


2.

Mengobservasi
serta mencatat
atau
Sianosis

kuku

warna

kulit,

membran

adanya sianosis

mukosa

dan

perifer

kuku,

(kuku)

sianosis pusat (circumoral).


menggambarkan

vasokontriksi/respon

tubuh

terhadap demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan


kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia
sistemik
3. Mengobservasi kondisi

yang memburuk. Mencatat adanya

hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran,


serta dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk
memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkanuntuk dilakukan tindakan keperawatan

kritis

jika diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan

kematian

memerlukan

intervensi

medis

secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada


kondisi insufisiensi respirasi berat.
Kolaborasi
1)

Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal


kanul dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60
mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan
pasien

2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.


Untuk

memantau

perubahan

proses

penyakit

dan

memfasilitasi perubahan
37

Dx 4
Gangguan

keseimbangan

nutrisi,

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.


Tujuan:

Setelah

diberikan

tindakan

keperawatan

diharapkan

kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:


Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda
malnutrisi.

Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan


dan mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan,
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising
usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi
yang tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan
intake diet pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya

dengan

medikasi.

Awasi

frekuensi,

volume,

konsistensi Buang Air Besar (BAB).


Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan bedrest.
38

Membantu

menghemat

energi

khusus

saat

demam

terjadi

peningkatan metabolik.
6.

Lakukan

perawatan

mulut

sebelum

dan

sesudah

sputum

atau

tindakan

pernapasan.
Mengurangi

rasa

tidak

enak

dari

obat-obat

yang digunakan yang dapat merangsang muntah.


7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein
dan karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi
adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi

pemeriksaan

laboratorium.

(BUN, protein serum, dan

albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program
terapi.

Dx 5
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang
atau terkontrol, dengan KH:
Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
Pasien tampak rileks
Intervensi:
Mandiri
1.

Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk.


Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
39

2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD

menunjukan bahwa pasien

mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda


vital telah terlihat.
3.

Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan


posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut
dapat menghilangkan

ketidaknyamanan dan

memperbesar

efek terapi analgesik.

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.


Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan
umum.
5.

Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada


selama episode batuk.
Alat

untuk mengontrol ketidaknyamanan dada

sementara

meningkatkan keefektifan upaya batuk


Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama

1x24

jam

diharapkan hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :


-

Pasien

melaporkan

panas

badannya

turun.
-

Kulit tidak merah.

Suhu dalam rentang normal : 36,5-

37,70C.
40

Nadi

dalam

batas

normal

60-100

x/menit.
-

Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70

mmHg.
-

RR

dalam

batas

normal

16-

20x/menit.
Intervensi :
Mandiri
1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali
ada kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4)

Berikan

kompres

air

biasa/hangat Untuk menurunkan


suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk

menurunkan

suhu

tubuh

yang

bekerja

langsung

di

dengan

ketidak

seimbangan

keperawatan

pasien

hipotalamus

Dx 7
Intoleransi

aktivitas

berhubungan

antara suplai dan kebutuhan oksigen.


Tujuan:
Setelah

diberikan

tindakan

diharapkan
41

mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan


kriteria hasil:

Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap


aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.

Intervensi:
1.

Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat

laporan

dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.


Menetapkan kemampuan

atau

kebutuhan

pasien

memudahkan pemilihan intervensi


2.

Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase


akut sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan
istirahat

3.

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan


perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah

baring

dipertahankan

selama

fase

akut

untuk

menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk


penyembuhan.
4.

Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk

istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5.

Bantu

aktivitas perawatan

diri yang diperlukan. Berikan

kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.


Meminimalkan

kelelahan

dan

membantu

keseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen

Dx 8
Kurang

pengetahuan tentang kondisi,

pengobatan, pencegahan

berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang


42

tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif


Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria hasil:
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan
kebutuhan pengobatan.

Melakukan

perubahan

prilaku

dan

pola

hidup

unruk

memperbaiki

kesehatan umurn

dan

menurunkan

resiko

pengaktifan

ulang

luberkulosis paru.
Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
1.

Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan,


tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya:


jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang
interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
4. Jelaskan tentang efek
gangguan

penglihatan,

samping obat: mulut


sakit

kering,

kepala, peningkatan

konstipasi,

tekanan

darah.

Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani


43

terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Kebiasaan minuM alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan..
Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Pengetahuan

yang

cukup

dapat

mengurangi

resiko

penularan/

kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,


pneumotorak, fibrosis,

efusi

pleura,

empierna,

bronkiektasis,

hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula bronkopleural,


Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

4) Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
Dx 2 : pertukaran gas pasien efektif
Dx 3 : Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Dx 4 : Nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 : Suhu tubuh pasien kembali normal
Dx 6 : Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
Dx 7 : Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya

44

Anda mungkin juga menyukai