Anda di halaman 1dari 8

Aceh

Aceh

Provinsi

Mesjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh

Lambang

Semboyan: "Pancacita"
(dari bahasa Sanskerta yang artinya "Lima cita-cita")

Peta lokasi Aceh

Negara
Hari jadi
Dasar hukum
Ibu kota
Koordinat

Indonesia
7 Desember 1959
UU RI No. 24/1956
UU RI No. 44/1999
UU RI No. 18/2001
UU RI No. 11/2006 (Pemerintahan
Aceh)
Banda Aceh (dulu Koetaradja)
1 40' - 6 30' LU
94 40' - 98 30' BT

Pemerintahan
Gubernur
dr. H. Zaini Abdullah
Area
Total
58.375.63 km2 (22,538.96 mil)
[1]
Populasi (2010)

Total
Kepadatan
Demografi

4,494,410
77/km2 (200/sq mi)

Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil,


Alas, Tamiang, Kluet, Simeulue,
Suku bangsa
Sigulai, Lekon, Haloban, Pakpak,
Nias[2]
Islam (98,19%), Kristen (1.12%),
Katolik (0,07%), Hindu (0,003%),
Agama
Budha (0,16%), Konghucu (0,0008%),
lain-lain (0,006%)[3]
Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil,
Alas, Tamiang, Kluet, Devayan,
Bahasa
Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon, Nias
dan Indonesia.[4]
Zona waktu
WIB
Kabupaten
18[5]
Kota
5[6]
Kecamatan
276[7]
Desa/kelurahan 6.455[8]
Lagu daerah
Bungong Jeumpa
Situs web
www.acehprov.go.id
Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatera
dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Ibu kotanya adalah Banda Aceh. Jumlah
penduduk provinsi ini sekitar 4.500.000 jiwa. Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman dan
Nikobar di India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala
di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera
Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran
penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh
adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai
oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas
penjajah Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya,
Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif (menjunjung tinggi nilai agama).[9] Persentase
penduduk Muslimnya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka hidup sesuai syariah Islam.
[10]
Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang diatur
tersendiri karena alasan sejarah.[11]
Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi dan gas alam.
Sejumlah analis memperkirakan cadangan gas alam Aceh adalah yang terbesar di dunia.[9] Aceh
juga terkenal dengan hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan dari Kutacane di
Aceh Tenggara sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional bernama Taman
Nasional Gunung Leuser (TNGL) didirikan di Aceh Tenggara.
Aceh adalah daratan yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi Samudra Hindia 2004.
Setelah gempa, gelombang tsunami menerjang sebagian besar pesisir barat provinsi ini. Sekitar
170.000 orang tewas atau hilang akibat bencana tersebut.[12] Bencana ini juga mendorong
terciptanya perjanjian damai antara pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM).

Demografi
Suku bangsa

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh
Aceh memiliki 13 suku bangsa asli. Yang terbesar adalah Suku Aceh yang mendiami wilayah
pesisir mulai dari Langsa di pesisir timur utara sampai dengan Trumon di pesisir barat selatan.
Etnis kedua terbesar adalah Suku Gayo yang mendiami wilayah pegunungan tengah Aceh. Selain
itu juga dijumpai suku-suku lainnya seperti, Aneuk Jamee di pesisir barat dan selatan, Singkil
dan Pakpak di Subulussalam dan Singkil, Alas di Aceh Tenggara, Kluet di Aceh Selatan dan
Tamiang di Tamiang.
Suku Devayan mendiami wilayah selatan Pulau Simeulue sedangkan Suku Sigulai dan Suku
Lekon di utaranya. Suku Haloban dan Suku Nias terdapat di Pulau Banyak
Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (50,32%), Jawa
(15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak (2,26%),
Minangkabau (1,09%), lain-lain (10,09%)[23] Namun sensus tahun 2000 ini dilakukan ketika
Aceh dalam masa konflik sehingga cakupannya hanya menjangkau kurang dari setengah
populasi Aceh saat itu. Masalah paling serius dalam pencacahan ditemui di kabupaten Aceh
Timur dan Aceh Utara, dan tidak ada data sama sekali yang dikumpulkan dari kabupaten Pidie.
Ketiga kabupaten ini merupakan kabupaten dengan mayoritas suku Aceh.[24]
Berdasarkan sensus BPS 2010 diperoleh hasil 10 suku bangsa terbesar di Aceh, yaitu:[25]
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Suku Bangsa
Suku Aceh
Suku Jawa
Suku Gayo
Suku Batak
Suku Alas
Suku Simeulue
Suku Aneuk Jamee
Suku Tamiang
Suku Singkil
Suku Minangkabau
Lain-lain

Jumlah
3.160.728
399.976
322.996
147.295
95.152
66.495
62,838
49.580
46.600
33.112
89.172

Persentase
70,65
8,94
7,22
3,29
2,13
1,49
1,40
1,11
1,04
0,74
1,99

Bahasa

Masjid Raya Baiturrahman


Bahasa daerah yang paling banyak dipakai di Aceh adalah Aceh yang dituturkan oleh etnis Aceh
di sepanjang pesisir Aceh. Bahasa terbesar kedua adalah Gayo di dataran tinggi Gayo, Alas di
dataran tinggi Alas, Aneuk Jamee di pesisir barat selatan, Singkil dan Pakpak di tanah Singkil,
Kluet di Aceh Selatan dan Tamiang di Tamiang.
Di Simeulue bagian utara dijumpai Sigulai dan Lekon, sedangkan di selatannya dijumpai
Devayan. Haloban dan Nias dijumpai di Pulau Banyak.

Agama

Vihara Dharma Bhakti di Banda Aceh


Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh
hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.
Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh
pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka.
Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.
Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena
di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut
agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Kalangan intelektual Aceh sendiri masih
memperdebatkan apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat atau itu cuma
karena alasan politis saja.[26] Alasan yang juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret
ketika itu berkenaan dengan politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya
hukum Islam diproduksi pasca kenabian selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua aliran
besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.[27]

Seni dan Budaya


Rencong Aceh

Rumoh Aceh, rumah adat Aceh di Museum Aceh


Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia
lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya
seperti:

Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)

Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)

Sastra

Bustanussalatin

Hikayat Prang Sabi

Hikayat Malem Diwa

Legenda Amat Rhang Manyang

Legenda Putroe Neng

Legenda Magasang dan Magaseueng

Senjata tradisional
Rencong adalah senjata tradisional suku Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat
lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori
belati.
Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti sikin panyang,
peurise awe, peurise teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng.

Rumah Tradisional
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung
dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu
seuramo keu (serambi depan), seuramo teungoh (serambi tengah) dan seuramo likt
(serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).

Tarian

Tari Seudati di Sama Langa tahun 1907

Tari Saman dari Gayo Lues


Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang
sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional
dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan
Tari Saman.
Tarian Suku Aceh

Tari Laweut

Tari Likok Pulo

Tari Pho

Tari Ranup lam Puan

Tari Rapa'i Geleng

Tari Rateb Meuseukat

Tari Ratoh Duek

Tari Seudati

Tari Tarek Pukat

Tarian Suku Gayo

Tari Saman

Tari Bines

Tari Didong

Tari Guel

Tari Munalu

Tari Turun Ku Aih Aunen

Tarian Suku Alas

Tari Mesekat

Tarian Suku Melayu Tamiang

Tari Ula-ula Lembing

Makanan Khas

Mi Aceh tumis dengan daging


Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai bebek, kari
kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu emping melinjo
asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, ketan
durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi
andalan bagi Aceh. Di Pidie Jaya terkenal dengan kue khas Meureudu yaitu ade. Di Aceh Utara
lazim kita temukan kuliner khas lainnya yaitu martabak durian yang lezat. Kuliner Bireuen yang
paling terkenal adalah sate matang yang merupakan sate daging sapi atau kambing yang dibakar
yang pada awalnya berasal dari kota Matang Glumpang Dua. Sementara kuliner khas Aceh yang
sering ditemukan dijual di luar provinsi Aceh adalah mie Aceh, sejenis mie kuning basah yang
diracik dengan bumbu khas nan pedas.

Nama : Alianzah Anang Sugiyono


Kelas : XI TSM 1

Anda mungkin juga menyukai