Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.

Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan

sumber panas seperti korban api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahanbahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).1
1.2.

Epidemiologi
Luka

bakar

yang

diakibatkan

unsur

ketidaksengaan

maupun

kesengajaan

bervariasi.Kejadian luka bakar paling sering terjadi di rumah, dengan aktivitas memasak
sebagai faktor penyebab paling umum.Luka bakar pada anak-anak terjadi lebih sering di
rumah (84%) dan ketika anak-anak tidak diawasi (80%).Orang dewasa baik pria maupun
wanita biasanya mengalami luka bakar saat berada di rumah, di luar rumah, maupun saat
kerja.Luka bakar pada wanita dewasa paling umum terjadi saat berada di rumah, dan pada
pria dewasa umumnya terjadi di luar rumah atau di lokasi kerja.Lansia biasanya mengalami
luka bakar di kamar mandi dan dapur sebagai kejadian tersering.Konflik bersenjata juga
dapat meningkatkan insidensi luka bakar.2
1.3.

Etiologi
1. Trauma Termal
Air mendidih (scalds). Hingga 70% luka bakar pada anak disebabkan
air panas. Air mendidih menyebabkan luka bakar derajat IIa hingga
derajat IIb.
Api (flame). Sering berhubungan dengan trauma inhalasi. Biasanya
menyebabkan trauma derajat IIb atau derajat III.
Kontak benda panas (contact). Biasanya terjadi pada pasien epilepsi,
akibat pengaruh alkohol atau obat-obatan terlarang, atau pada
kecelakaan di area industri. Juga sering pada pasien tua dengan
penurunan kesadaran sehingga menyebabkan kontak dengan objek
panas. Kontak tersebut biasanya menyebabkan luka bakar derajat IIb
atau derajat III.
2. Trauma Radiasi

Paling umum terjadi akibat pajanan yang terlalu lama terhadap sinar
ultraviolet (sunburn).
3. Trauma Elektrik
Biasanya arus listrik akan membuat jalur dengan membentuk satu titik masuk
dan keluar dan jaringan diantara kedua titik tersebut akan mengalami jejas
seketika. Jumlah panas yang masuk menentukan derajat kerusakan jaringan.
Dapat dihitung dengan 0,24 x (tegangan listrik, dalam volt)2 x resistensi listrik.
Tampak bahwa tegangan menjadi faktor utama derajat kerusakan jaringan.
Trauma listrik dapat dibagi menjadi tiga, antara lain :
Listrik setempat. Terkena tegangan rendah yang menyebabkan luka
kecil namun dalam. Dapat mengganggu siklus jantung dan
menyebabkan aritmia.
True high tension injuries (trauma tegangan tinggi sesungguhnya).
Terkena tegangan >1.000V dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang luas hingga menyebabkan kehilangan ekstremitas. Kerusakan otot
dapat menyebabkan rabdomiolisis hingga gagal ginjal. Resusitasi dan
debridement segera dan agresif sangat dibutuhkan. Kontak dengan
tegangan >70.000V dapat berakibat fatal.
Flash injury terjadi ketika terdapat percikan api dari sumber tegangan
tinggi yang menyebabkan luka superfisial pada bagian tubuh yang
terpajan, biasanya pada tangan dan wajah. Pada kasus ini tidak terdapat
aliran listrik yang mengalir langsung ke tubuh pasien.
Bagian terpenting dari trauma listrik adalah mengamati jantung.Apabila
gambaran EKG saat kunjungan normal dan tidak ada riwayat penurunan
kesadaran, pengamatan jantung tidak dibutuhkan.Namun bila ada, sebaiknya
dilakukan monitor dalam 24 jam.
4. Trauma Kimia
Dapat terjadi di area industry atau rumah tangga. Pada umumnya luka bakar
bersifat dalam karena selama agen korosif masih kontak dengan kulit, ia akan
terus berlanjut mengakibatkan nekrosis koagulatif. Bahan yang bersifat alkali
mengakibatkan penetrasi yang lebih dalam dan menyebabkan luka bakar yang
lebih buruk daripada bahan yang bersifat asam.1,3
1.4.

Patofisiologi

Luka bakar menghasilkan respon lokal dan respon sistemik. Pada respon lokal, luka
bakar mengakibatkan denaturasi protein dan nekrosis koagulatif. 1 Terdapat tiga zona luka
bakar (Jackson, 1947) :
1. Zona koagulasi, dimana hal ini terjadi pada kerusakan maksimum, terdapat
kehilangan jaringan yang ireversibel.
2. Zona stasis, dimana zona ini mengalami penurunan perfusi jaringan. Resusitasi pada
luka bakar bertujuan untuk meningkatkan perfusi jaringan pada zona ini dan
mencegah kerusakan jaringan menjadi ireversibel.
3. Zona hiperemia, dimana pada zona ini perfusi jaringan meningkat. Jaringan pada zona
ini akan mengalami perbaikan kecuali jika terdapat sepsis berat ataupun hipoperfusi
yang berkepanjangan.
Ketiga zona ini adalah tiga dimensi, dan kehilangan jaringan pada zona stasis akan
menyebabkan jaringan luka semakin dalam dan semakin luas.3
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada lokasi luka bakar memiliki efek
sistemik jika luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh. Respon sistemik
yang dapat terjadi antara lain :
1. Perubahan Kardiovaskular
Permeabilitas kapiler meningkat,

yang

mengakibatkan

kehilangan

protein

intravaskular dan cairan ke kompartemen interstitial.Terjadi vasokonstriksi arteriarteridi perifer dan splanknik. Kontraktilitas myokardiak menurun, yang mungkin
diakibatkan oleh dikeluarkannya tumor necrosis factor . . Perubahan ini, disertai
dengan kehilangan cairan dari jaringan luka bakar, dapat menyebabkan hipotensi
sistemik dan berujung pada hipoperfusi organ.
2. Perubahan Respiratorik
Mediator inflamasi menyebabkan vasokonstriksi, dan pada luka bakar berat dapat
terjadi respiratory distress syndrome.
3. Perubahan Metabolik
BMR meningkat hingga tiga kali lipat dari BMR normal.Hal ini jika disertai
hipoperfusi splanknik, membutuhkan suplai enteral yang segera dan agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas usus.
4. Respon imunologik
Terjadi down regulation non-spesifik pada system imun baik selular maupun
humoral.3
1.5.

Diagnosis

1.5.1. Anamnesis

Anamnesis penyebab luka bakar sangat berguna dalam penentuan penanganan luka
bakar. Luka bakar dapat disebabkan oleh api, cairan panas, bahan kimia, uap panas, ledakan,
dan sebagainya. Penting juga diketahui lamanya dan lokasi pajanan.Mekanisme cedera yang
berhubungan juga perlu ditanyakan, misalnya ledakan, jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan
sebagainya.Trauma akibat ledakan dapat menghasilkan proyektil yang menyebabkan fraktur
maupun kerusakan organ dalam.Pasien dengan keluhan sakit kepala atau pusing dan
menderita luka bakar karena api, harus dipertimbangkan keracunan karbon monoksida.
Luka bakar terjadi pada usia ekstrem dapat membawa komorbiditas dan mortalitas
lebih besar. Perhatian terhadap usia<3 atau >60 tahun, karena imunitas kurang dibanding usia
lainnya. Wajah, kepala, tangan, kaki, dan perineum (area primer) memerlukan perhatian
khusus. Penyakit penyerta, alergi, dan konsumsi obat-obatan dan alkohol terakhir juga perlu
ditanyakan.4,5
1.5.2. Kedalaman Luka Bakar

Derajat 1
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis.Kulit tampak kemerahan.Nyeri hilang
dalam 48-72 jam.Sembuh tanpa cacat.
Derajat 2
Kerusakan mengenai seluruh epidermis disertai sebagian dermis, terasa nyeri, kulit
kemerahan, edematous, timbul bulae. Luka bakar derajat 2 dibagi 2 jenis, yaitu :
Superfisial
Kulit kemerahan, edematous, timbul bulae, nyeri.Banyak sel basal selamat,
alat-alat di bagian dermis baik, pelebaran pembuluh darah.Sembuh dalam 2
minggu dengan tanpa atau parut minimal.
Dalam
Kerusakan jaringan epidermis dan sebagian dermis, masih basah tapi tampak
pucat, nyeri kurang dibandingkan derajat 2 superfisial.Dapat sembuh dalam

beberapa minggu hingga beberapa bulan disertai jaringan parut.


Derajat 3
Kerusakan seluruh lapisan dermis atau lebih dalam.Tampak epitel terkelupas dan,
daerah putih karena koagulasi protein dermis. Dermis yang terbakar akan mengering
dan menciut disebut eskar. Tidak ada perfusi darah dan tidak ada sensasi rasa
nyeri.Penyembuhan spontan tidak mungkin terjadi. Setelah minggu kedua tampak
jaringan granulasi yang harus ditutup dengan skin graft, bila dibiarkan akan terjadi
kontraktur (jaringan parut yang menebal dan menyempit).4,5,6

1.5.3. Luas Luka Bakar


Presentasi dari total area permukaan tubuh yang terbakar (TBSA). Untuk
memudahkan perhitungan, satu telapak tangan pasien adalah 1 3/4 % TBSA.Perhitungan
berdasarkan Rule of Nine (Wallace) :

Kepala, leher : 9%
Lengan, tangan : 2 x 9%
Paha, betis, kaki : 4 x 9%
Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%
Genitalia : 1%

Gambar Petunjuk praktis diatas berguna untuk mengevaluasi keparahan dari luka bakar dan
menentukkan manajemen cairan.Tubuh orang dewasa secara umum dibagi atas bagian
permukaan tubuh yakni 9% setiap fraksinya.
Penilaian berbeda pada anak karena ukuran kepala dan kedua tungkai berbeda.
Anak 9 tahun
Kepala : 14%
Tungkai, kaki : 16%
Bagian lain sama dengan dewasa
Bayi 1 tahun
Kepala, leher : 18%
Tungkai, kaki : 14%
Bagian lain sama dengan dewasa

Cara perhitungan lain dengan menggunakan Lund dan Browder Chart, mungkin lebih tepat,
tapi sukar dipakai sebagai acuan dalam praktek sehari-hari.4,5,6

Gambar Petunjuk praktis diatas berguna untuk mengevaluasi keparahan dari luka bakar dan
menentukkan manajemen cairan.Tubuh anak memiliki perbedaan pada kepala dan
ekstremitas.

1.5.4. Pembagian Berat Luka Bakar

1.6.

Berat/kritis
Derajat 2 lebih dari 25%
Derajat 3 lebih dari 10%atau terdapat pada muka, kaki, tangan
Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas, atau fraktur
Luka bakar akibat listrik
Sedang
Derajat 2 : 15-25%
Derajat 3 kurang dari 10%, kecuali muka, kaki, tangan
Ringan
Derajat 2 kurang dari 15%5
Penatalaksanaan
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan

menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada
api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan
berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas.8

Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka
bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertaa
akan mengentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang
akan berlangusng walaupun api telah dipadamkan, sehinggan destruksi tidak meluas.8
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang
terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk
berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup atau
terbuka.8
Pada luka bakar luas dan dalam, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit terdekat
yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang memadai untuk penangan luka bakar
tersebut. Dalam perjalaanan penderita sudah dilengkapi dengan infus dan penutup kain yang
bersih serta mobil ambulans atau sejenisnya yang bisa membawa penderita dalam posisi
tidur.8
Walaupun terdapat trauma penyerta, luka bakarlah yang paling berpotensi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta yang lebih berpotensi tinggi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas, pasien distabilkan terlebih dahulu di trauma centre
sebelum ditransfer ke unit luka bakar.8
Pada luka bakar berat, selain penangan umum seperti pada luka bakar ringan, kalau
perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala syok.Bila penderita
menunjukkan gejala terbakarnya jalan napas, diberikan campuran udara lembab dan
oksigen.Kalau

terjadi

edema

laring,

dipasang

pipa

endotrakea

atau

dibuat

trakeostomi.Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan jalan napas, mengurangi dead space,


dan memudahkan pembersihan jalan napas dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan
keracunan CO, segera diberikan oksigen murni.8
Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyak-banyaknya dan
diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik juga diperlukan karen aasam
hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka bakar.8
Primary Survey dan Resusitasi

Primary survey dan resusitasi pada pasien dengan luka bakar berfokus pada jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi.
Jalan napas
Edema laring dapat terjadi dalam 24-48 jam pertama setelah terhisap asap atau uap
panas sehingga memerlukan penanganan segera agar tidak serjadi obstruksi jalan
napas dan henti napas. Selain itu perlu diperhatiakn tanda-tanda obstruksi jalan napas
seperti stridor, mengi, suara serah sehingga tindakan intubasi dapat segera dilakukan
karena keterlambatan melakukan penilaian dapat menyebabkan terjadinya intubasi
yang sulit. Bila ditemukan rmabut hangus terbakar, wajah terbakar, serak, disfoni,
batuk, jelaga di mulut dan hidung, tanpa disertai distres napas, harus dicurigai
kemungkinan adanya edema yang mengancam di jalan napas atas dan bawah.2
Pernapasan
Penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi perlu dilakuakn denhan melihat usaha
napas, ekspansi dada, suara napas dan adanya sianosis. Pulse oksimetri dapat
digunakan untuk melihat saturasi seseorang dengan luka bakar2
Hipoksia biasanya berhubungan erat dengan trauma inhalasi, ventilasi yang tidak
adekuat dikarenakan luka melingkar pada dada. Pemberian oksigen dengan atau tanpa
intubasi harus segera diberikan.6
Harus selalu mencurigai paparan terhadap CO pada pasien yang terkena luka bakar
pada area yang tertutup.Diagnosis pada keracunan CO diawali dengan riwayat
paparan dan pengukuran langsung dengan carboxyhemoglobin (HbCO). Pasien
dengan level CO kurang dari 20% biasanya tanpa gejala, tetapi pasien dengan level
CO yang lebih tinggi dapat menunjukkan tanda:6

Sakit kepala dan mual


Kebingungan
Koma
Kematian

Pasien dengan keracunan CO diberikan oksigen murni 100%.


Sirkulasi

10

Gangguan sirkulasi dengan penilaian berupa kesadaran, nadi, warna kulit, waktu
pengisian kapiler dan suhu ektermitas.Pemberian cairan intravena bertujuan untuk
memperbaiki hipovolemi akibat dari kebocoran kapiler kulit yang terluka.Kebocoran
kapiler lokal dan sistemik dapat terjadi secara proporsional sesuai dengan luas dan
kedalaman luka bakar.Perhitungan luasnya

permukaan luka bakar dengan

menggunakan rule of nine9

Pemberian Cairan Intravena8

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti.
Kemudian juamlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara
untuk mengitung kebutuhan cairan ini.
Cara evans adalah sebagai berikut: 1) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg
menjadi mL NaCl per 24 jam; 2) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg
menjadi mL plasma per 24 jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang
akibat udem.Plasma diberikan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh
dan meninggikan tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar dan
menarik kembali cairan yang telah keluar, 3) Sebagai pengganti cairan yang hilang
akibat penguapan, diberikan 2000 cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.Pada
hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.Penderita mula-mula
dipuasakan karena peristalsis usu terhambat pada keadaan prasyok, dan mulai
diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali.Kalau diuresis pada hari
ketiga memuaskan dan penderuta dapat minum tanpa kesulitan, infus dapat dikurangi,
bahkan dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter, yaitu luas luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg x 4 mL larutan
Ringer.
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam
16 jam.Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan ringer laktat.Hari
kedua diberikan setengah cairan hari pertama.Pemberian cairan dapat ditambah (jika
perlu), misalnya pada pendrita dalam keadaan syok, atau jika diuresis kurang.Untuk

11

itu, pemantauan yang ketat sangat penting, karena fluktuasi perubahan keadaan sangat
cepat terutama pada fase awal luka bakar.
Initnya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurangkurangnya 1000-1500mL/24jam atau 1mL/kgBB/jam dan 3mL/kgBB/jam pada pasien
anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal atau tidak.
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang tidak betul
dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.Hiponatremia sebagai gejala
keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda kejang. Kekurangan ion K
akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari EKG yang menunjukkan depresi
segmen ST atau gelombang U. Ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus dikoreksi
namun bukan menjadi prioritas utama dalam resusitasi cairan emergensi manajamen
primer pasien trauma
Kontrol infeksi dan penanganan nyeri
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.Yang banyak dipakai
adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada infeksi,
antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.8
Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberiakn opiat melalui intavena dalam dosis serendah
mungkin yang menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa disertao hipotensi.8
Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupas ATS dan/atau toksoid.
Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen
yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar
protein tinggi.8
Pada masa kini, tiap unit luka bakar sudah menerapkan pemberian dini nutrisi enteral melalui
selang nasogastrik untuk mencegah terjadinya ulkus Curling dan memenuhi kebutuhan status
hipermetabolsiem yang tarjadi pada fase akut luka bakar. Nutrisi enteral ini diberikan melalui
selang nasogastrik yang sekaligus berfungsi untuk mendekompresi lambung.8

12

Penderita yang sudah mulai stabila keadaanya memerlukan fisioterapi untuk memperlancar
peredaran darah dan mecegah kekauan sendi.8
Perawatan luka bakar
Tujuan utama dari perawatan luka bakar adalah untuk mengurangi kehilangan cairan,
mencegah pengeringan kulit yang masih layak, mempercepat penyembuhan dan mencegah
terjadinya infeksi.Tatalaksana awal luka bakar adalah melakukan pembersihan dan
membuang jaringan yang. Eksisi dan skin graft pada luka bakar yang dalam menjadi pilihan
yang utama walaupun belum ada penelitian terkontrol yang membuktikannya.9
Luka bakar derajat satu dan dua menyisakan elemen epitel berupa kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen
epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi.Pada luka lebih dalam perlu diusahakan
secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan memberi obat topikal yang daya
tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan
secara terbuka atau tertutup.8
Masih banyak kontroversi dalam pemakaian obat-obatan topikal, tetapi yang penting obat
topikal tersebut membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa nyeri, bisa menembus eskar
dan mempercepat epitelisasi. Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver
sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment).8
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan salep atau krim.Antibiotik dapat diberikan
dalam bentuk sediaan kasa. Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau nitrasargenti 0,5%. Kompres naras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam sulfida atau klorida
yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua kain.Krim silver sulfadiazine 1%
sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif
terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Krim ini dioleskan tanpa
pembalut, dan padat dibersihkan dan diganti setiap hari.8
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah.Permukaan luka yang selalu terbuka
menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya, bila digunakan
obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor.8

13

Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup
luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedemikian rupa sehingga masih cukup
longgar untuk berlangsungnya penguapan.Keuntungan perawatan tertutup adalah luka
tampak rapi, terlindung, dan enak bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dana lebih
banyak karena dipakainya banyak pembalut dan antisepsis. Kadang suasana luka yang
lembab dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila
pembalut melekat pada luka, tetapi tidak berbau sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditunggu
sampai terlepas sendiri.8
Tindakan Bedah
Pemotongan eskar atau eskaratomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga yang melingkar
pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan pembengkakan yang terus
berlangsung yang dapat mengakibatkan penjepitan yang membahayakan sirkulasi sehinggan
bagian distal bisa mati.Tanda dini penjepitan adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa
sampai kebas pada ujung-ujung distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan terlepas.8
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi
tangensial.Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah keadaan penderita menjadi stabil
karena eksisi tangensial juga menyebabkan perdarahan.Biasanya eksisi dini ini dilakukan
pada hari ke-3 sampai ke-7, dan pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial
sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi
perdarahan yang cukup banyak.8
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup dengan skin graft yang
umumnya diambil dari kulit penderita sendiri.Penutupan luka bakar dengan bahan biolohis
seperti kulit mayat atau kulit binatang atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat
keterbatasan luas kulit penderita.Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapay
berfungsi sementara untuk sebagai pengjalang penguapan berlebihan, pencegahan infeksi
yang lebih parah dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutupan sementara ini
harus diganti dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.8
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin
grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Sking

14

grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan
granulasi.8
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang dapat digunakan
jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin subtitute ini antar lain integra, aloderm dan
dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemen-elemen epitelnya telah dibuang
sehingga secara teoritis bersifar bebas antigen dan berfungsi sebagai kerangka pengganti
dermis.Dermagraft merupakan hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan
membran silikon, kolagen babi dan jaring nilon. Setelah dua minggu, membran silikon
dikelupas dan digantikan dengan STSG (split thickness skin graft). Integra merupakan analog
dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapiran silikon tipis.8

1.7.

Komplikasi

1.8.

Syok hipovolemik
Hypothermia
Pneumonia berhungan dengan ventilator
Edema laring
Acute respiratory distress syndrome
Keracunan metabolic (CO, HCN)
Compartment syndrome (abdomen, thoraks, maupun ekstremitas)
Deep vein thrombosis dan emboli paru
Gagal ginjal akut
Infeksi akibat kateterisasi urin
Sepsis
MODS
Skar
Kontraktur (pemendekkan dan pengetatan ligament, sendi, otot, ataupun kulit)4,7

Prognosis
Untuk mengukur prognosis penderita luka bakar dapat menggunakan Baux Score

(mortalitas sebanding dengan %TBSA). Namun dengan meningkatnya kualitas penanganan


luka bakar, Baux score tidak lagi akurat. Umur, ukuran luka bakar, dan trauma inhalasi
menjadi indikator terpenting pada mortalitas penderita.Pada pasien non-ekstrim, komorbid
seperti HIV, kanker metastasis, penyakit ginjal, dan penyakit hepar berpengaruh pada
mortalitas dan lama rawatan. Pada sebuah studi terbaru yang melibatkan 68.661 pasien luka
bakar menemukan nilai prediksi mortalitas tertinggi, yakni umur, %TBSA, traua inhalasi,
trauma lain yang menyertai, dan pneumonia.4

15

16

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Porter and Kaplan. 2011. The Merck Manual Nineteenth edition.


Center for Disease Control. Fire deaths and injuries: Fact sheet overview. [Accessed

3.

on February 21,2016].
Hettiararchy, S. and Dziewulski, P. Pathophysiology and types of burns. BMJ. 2004.

4.

June 12; 328(7453):1427-9.


Friedstat J, Endorf FW, Gibran NS. 2010. Schwartzs Principle of Surgery 10 th

5.
6.
7.

edition: Burns (ch. 8 : 227-236). Mc Graw Hill Education : New York.


Sudjatmiko, G. 2014. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi Edisi 4.
American College of Surgeon. 2010. ATLS 9th edition.
Mayo clinic. 2015. Burns : complication. Assessed on 21th February 2016 from

8.

www.mayoclinic.org/diseases-conditions/burns.
Jong, W.D., dan Sjamsujidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. EGC.

9.

Jakarta.
Dewi, R., 2014. Current Evidences in Pediatric Emergencies Management. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai