Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1

Hasil Percobaan

4.1.1 Hasil Analisa FFA Metil Ester


Pada percobaan ini, dilakukan analisa kadar FFA terhadap metil ester yang
dihasilkan. Diperoleh kadar FFA:
1. Bahan baku

: Minyak Goreng Bimoli

Kadar FFA

: 0,135 %

2. Metil ester
Tabel 4.1 Hasil Analisa Kadar FFA Metil Ester
Run
I

Katalis
(%)

II

0,8
1,0

II

1,2

Waktu
(menit)

Suhu
(C)

Minyak :
Metanol

Massa Metil
Ester (gr)

Kadar
FFA
0,0948 %

60

60

1:6

20

0,1016 %
0,0948 %

Tabel 4.2 Hasil Analisa Metil Ester Hasil Transesterifikasi


Senyawa
Minyak
Metil ester
I
Metil ester
II
Metil ester
III
SNI

Massa
(gr)

Densitas
(60oC)
kg/m3

Viskositas x
10-3 (60oC)
kg/m.s

Viskositas
Kinematik
(60oC) mm2/s
(cSt)

Yield (%)

150

877,6

0,03030

3,4525

60,6

832,2

0,002611

3,138

40,40

41,4

822,1

0,003740

4,529

27,60

34,8

822,1

0,003110

3,783

23,20

850-890

2,3-6,0

4.2

Pembahasan

4.2.1 Analisa Densitas Metil Ester


Densitas bahan merupakan suatu parameter yang dapat memberikan informasi
keadaan fisika dan kimia suatu bahan. Dalam laboratorium riset, pengukuran densitas
bahan sampel menjadi tahapan yang sangat penting karena densitas bahan
merupakan representasi dari populasi sample. Saat ini, masih diperlukan cara
pengukuran densitas sampel berukuran kecil dengan metode yang sederhana, tidak
mahal, praktis, cepat, serta memiliki keakuratan yang tinggi. Salah satu sifat fisika
dari suatu benda adalah densitas atau rapat massa. Densitas bahan merupakan suatu
parameter yang dapat memberikan informasi keadaan fisika dan kimia suatu bahan.
Dilaboratorium analisis industri terutama industri pangan atau kesehatan, sampel
bahan yang sering digunakan adalah berupa bahan-bahan organik (Sucipto, dkk.,
2014).
Bahan organik merupakan kumpulan beragam senyawa-senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami dekomposisi, baik berupa humus hasil
humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi maupun mikroba
heterotrofik dan ototrofik yang terlibat didalamnya (Sucipto, dkk., 2014)
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara perbandingan katalis
reaktan dengan densitas metil ester :
835
830
Densitas (kg/m3)

825
820
815
0.5

0.7

0.9

1.1

1.3

1.5

1.7

1.9

Katalis (%)
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Perbandingan Katalis Terhadap Densitas (kg/m3)

Pada gambar di atas hubungan katalis terhadap densitas. Dari grafik terlihat
kurva mengalami penurunan dimana pada run I campuran dengan persen katalis 0,8
%, diperoleh metil ester dengan densitas 832,2 kg/m3; pada run II dan run III
campuran mengalami penurunan dengan persen katalis 1,0 % dan 1,2 %, diperoleh
metil ester dengan densitas 822,1 kg/m3.
Berdasarkan teori densitas adalah perbandingan jumlah massa suatu zat terhadap
volumenya pada waktu tertentu. Semakin rendah waktu, maka berat jenis biodiesel
akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya. Keberadaan gliserol dalam biodiesel
mempengaruhi densitas biodiesel karena gliserol memiliki densitas yang cukup
tinggi (1,26 g/cm3). Sehingga jika gliserol tidak terpisah dengan baik dari biodiesel,
maka densitas biodiesel akan meningkat (Putra, dkk., 2012).
Densitas dipengaruhi oleh tahap pemurnian karena tahap pemurnian yang kurang
baik dapat menyebabkan densitas biodiesel mempunyai densitas bervariasi. Biodiesel
memiliki densitas sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan petrodiesel (Sales, 2011).
Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 04-7182-2006) densitas
biodiesel pada suhu 40 oC adalah 850-890 kg/m3 (Affandi, dkk., 2013). Semakin
banyak persen katalis yang diberikan maka nilai massa jenis cenderung turun
(Dewajani, 2011).
Berdasarkan teori yang disebutkan diatas maka percobaan yang dilakukan
tidak sesuai dengan teori. Hal ini dikarenakan:
1. Pada proses pemisahan dengan corong pemisah terdapat biodiesel yang ikut
keluar dengan lapisan bawah yang merupakan lapisan gliserol, katalis sisa
dan metanol.
2. Proses pengendapan yang terlalu singkat, disarankan untuk pengendapan
selama 24 jam.

4.2.2 Analisa Viskositas Metil Ester


Viskositas adalah bahan bakar utama properti karena membujuk atomisasi
bahan bakar pada injeksi ke dalam mesin diesel pengapian ruang dan akhirnya,
pembentukan deposito mesin (Wendi dan Valentino, 2014). Viskositas adalah sifat
yang pentingdari senuah zat cair. Sistem fisis dan berbagai macam aplikasi dalam
aliran pipa, aliran darah, pelumasan medan magnet dalam planet dan bintang, segala
macam aliran zat cair dikontrol oleh tingkat viskositas dari cairan tersebut. Viskostas
didefenisikan sebagai gesekan internal dari cairan. Sifat mikroskopis dari gesekan
internal dalam cairan adalah analog dengan konsep mikroskopis mekanika gesekan
dalam sistem obyek bergerak pada suatu permukaan yang diam. Energi yang
diberikan menghasilkan pergeseran diantara dua benda yang saling menempel yang
disebabkan oleh ketidakhalusan permukaan, energi ini juga digunakan untuk
mengawali dan menjaga gerakan obyek pada permukaan itu. Pengukuran visksista
dilakukan dengan banyak cara, diantara metode bola jatuh, silinder konsentik,
metode plate and cone, piringan sejajar dan metode kapilaritas ( Hananto, dkk.,2011)
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara perbandingan katalis
rekatan dengan viskositas metil ester.
0.0040
0.0030
Viskositas (kg/m.s) 0.0020
0.0010
0.0000
0.5

0.7

0.9

1.1

1.3

1.5

1.7

1.9

Katalis (%)
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Katalis terhadap Viskositas Metil Ester
Pada gambar di atas, terlihat kurva pengaruh persen katalis terhadap viskositas
mengalami fluktuasi, pada run I campuran dengan persen katalis 0,8 %, diperoleh
metil ester dengan viskositas 0,002611 kg/m.s; pada run II campuran dengan persen
katalis 1 %, diperoleh metil ester dengan viskositas 0,003740 kg/m.s, dan pada run

III campuran dengan persen katalis reaksi 1,2 %, diperoleh metil ester dengan
viskositas 0,0003110 kg/m.s.
Berdasarkan teori, semakin tinggi nilai katalis maka dapat meningkatkan
emulsi sehingga meningkatkan viskositas dari biodiesel (Rahkadima dan Purwati,
2011). Semakin tinggi nilai katalis dengan tidak melebihi nilai optimum katalis maka
nilai viskositas akan semakin naik. Jika pemakaian katalis yang tidak tepat dapat
meningkatkan emulsi sehingga meningkatkan viskositas dari biodiesel dan
mengganggu pemisahan gliserol (Hikmah dan Zulyana, 2010). Nilai viskositas
ASTM D 675108 pada suhu 40 oC menurut Standart Nasional Indonesia sebesar
1.96.0 mm2/s (Muppaneni, 2013)
Selain itu, viskositas merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan
dalam pipa kapiler pada gaya gravitasi atau daya alir. Kecepatan mengalir juga
tergantung pada massa jenis maka pengukuran ini dinyatakan dengan viskositas
kinematik. Salah satu tujuan transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah
untuk menurunkan viskositas trigliserida. Nilai viskositas biodiesel mengalami
penurunan dengan semakin lamanya waktu reaksi dan semakin meningkatnya suhu
(Affandi, dkk., 2013).
Berdasarkan teori yang disebutkan diatas maka percobaan yang dilakukan tidak
sesuai dengan teori dimana viskositas biodiesel justru meningkat dengan semakin
tingginya rasio mol reaktan. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1. Pemurnian biodiesel yang kurang maksimal sehingga masih terdapat komponen
lain seperti air sehingga berpengaruh terhadap viskositas biodiesel.
2. Temperatur biodiesel yang tidak konstan selama pengkuran dalam viskosimeter.

4.2.3 Analisa Viskositas Kinematik Metil Ester


Viskositas dibagi menjadi dua macam yaitu viskositas dinamik atau viskositas
mutlak. Dimana, viskositas dinamik adalah sifat fluida yang menghubungkan
tegangan geser dengan gerakan fluida. Viskositas dinamik tampaknya sama dengan
ratio tegangan geser terhadap gradien kecepatan sehingga karena itu dimensinya
adalah gaya kali waktu per satuan luas atau massa per satuan panjang dan waktu
sedangkan viskositas kinematik adalah perbandingan antara viskositas dinamik
dengan kerapatan fluida (Priyanto, 2012)
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara perbandingan katalis
rekatan dengan viskositas kinematik metil ester.
5.00
4.00
3.00
Viskositas Kinematik (mm2/s)

2.00
1.00
0.00
0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9
Katalis (%)

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Perbandingan Katalis terhadap Viskositas Kinematik


Metil Ester
Pada gambar di atas, terlihat kurva pengaruh persen katalis terhadap viskositas
kinematik mengalami fluktuasi, dari run I dengan persen katalis 0,8 % diperoleh
viskositas kinematik metil ester 3,138 mm2/s (cSt); pada run II campuran dengan
persen katalis 1,0 %, diperoleh metil ester dengan viskositas kinematik 4,529 mm2/s
(cSt); dan pada run III campuran dengan persen katalis 1,8%, diperoleh metil ester
dengan viskositas kinematik 3,783 mm2/s (cSt).
Berdasarkan teori, viskositas kinematik digunakan untuk

pengukuran

resistensi terhadap aliran bahan bakar dan juga dapat digunakan untuk memilih profil
asam lemak dalam bahan baku yang digunakan untuk produksi biofuel. masing-

masing untuk bahan bakar biodisel. Viskositas adalah bahan bakar utama properti
karena membujuk atomisasi bahan bakar pada injeksi ke dalam mesin diesel
pengapian ruang dan akhirnya, pembentukan deposito mesin (Wendi dan Valentino,
2014).
Dengan adanya penambahan konsentrasi katalis menyebabkan penurunan
viskositas kinematik biodiesel (Kalyani, dkk., 2012). Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI), viskositas kinematik biodiesel pada suhu 40 oC adalah 2,3-6,0 cSt
(SNI, 2006).
Dalam proses transestrifikasi asam lemak bebas (FFA) isi bahan baku yang
merupakan parameter penting untuk menganggap seperti itu bisa mempengaruhi
reaksi kimia. FFA tinggi dalam bahan baku akan menghasilkan sabun formasi ketika
bahan kimia alkali digunakan sebagai katalis karena mereka bereaksi untuk
menetralkan FFA dalam minyak. Pembentukan sabun dapat menurunkan yield
biodiesel dan mempersulit pemisahan dan pemurnian produk biodiesel. Sebagai
akibat dari meningkatnya konsentrasi katalis, campuran katalis dan reaktan bisa
menjadi terlalu kental yang mengarah ke masalah pencampuran dan permintaan
konsumsi daya yang lebih tinggi untuk cukup pengadukan (Wendi dan Valentino,
2014).
Berdasarkan teori yang disebutkan di atas, maka hasil percobaan telah sesuai
dengan teori dan kondisi yang paling mendekati SNI adalah run II dengan persen
katalis 1% dimana viskositas kinematik metil ester sebesar 4,529 cSt. Jadi kondisi
optimum pada percobaan ini adalah percobaan run II.

4.2.4 Hubungan Antara Viskositas Kinematik dan Densitas dalam Reaksi


Transesterifikasi
Viskositas merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa
kapiler pada gaya gravitasi atau daya alir. Kecepatan mengalir juga tergantung pada
massa jenis maka pengukuran ini dinyatakan dengan viskositas kinematik. Salah satu
tujuan transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah untuk menurunkan
viskositas trigliserida. Nilai viskositas biodiesel mengalami penurunan dengan
semakin lamanya waktu reaksi dan semakin meningkatnya suhu (Affandi, dkk.,
2013).
Berikut adalah gambar yang menunjukkan hubungan antara densitas dengan
viskositas kinematik densitas metil ester.
5.00
4.00
3.00
Viskositas Kinematik (mm2/s)

2.00
1.00
0.00
820 822 824 826 828 830 832 834
Densitas (kg/m3)

Grafik 4.4 Pengaruh Densitas terhadap Viskositas Kinematik Metil Ester


Pada gambar di atas, terlihat kurva hubungan densitas dengan viskositas metil
ester mengalami penurunan dimana pada run I dengan densitas 832,2 kg/m3
diperoleh viskositas kinematik metil ester sebesar 3,138 mm2/s, pada run II dengan
densitas 822,1 kg/m3 kurva mengalami penurunan dengan viskositas kinematik
sebesar 4,529 mm2/s; dan pada run III dengan densitas 822,1 kg/m3 kurva mengalami
peningkatan dengan viskositas kinematik sebesar 3,783 mm2/s.
Berdasar teori, ada beberapa sifat fisik membatasi penggunaan biodiesel dalam
mesin diesel, terutama viskositas. Viskositas memiliki efek pada kualitas atomisasi,

ukuran penurunan bahan bakar dan penetrasi. Sehingga mempengaruhi kualitas


pembakaran. Viskositas metil ester bervariasi yaitu kisaran 4,94-6,84 mm2 s -1 .
Secara umum, viskositas CFME berkurang dengan waktu reaksi meningkat dan suhu
reaksi. Viskositas memiliki efek pada kualitas atomisai, ukuran dry bahan baku dan
penetrasi (Alptekin dan Mustafa, 2011). Katalis padat heterogen digunakan untuk
memproduksi biodiesel dan diperoleh hasil lebih dari 90% FAME, menggunakan
berbagai jenis tumbuhan minyak (Martins,dkk., 2013)
Viskositas adalah tingkat resistensi bahan untuk mengalir, bahan kental tinggi
mengalir dengan susah payah, sementara yang kurang kental mengalir dengan
mudah. Hal ini menyebabkan pembentukan deposit mesin karena mempengaruhi
atomisasi bahan bakar pada injeksi ke dalam ruang bakar, semakin tinggi viskositas,
semakin besar kecenderungan bahan bakar untuk ditimbulkan. Nilai viskositas
kinematik biodiesel menurun dengan peningkatan suhu.Viskositas fluida dapat
dinyatakan sebagai viskositas dinamis dan viskositas kinematik. Viskositas dinamis
diukur dalam satuan yang disebut centipoise (Isioma,dkk., 2013)
Kinematik memperhitungkan densitas fluida dan diukur dalam satuan yang
disebut centistokes .Rentang viskositas diterima untuk biodiesel menurut ASTM
D6751 adalah antara 1,9 dan 6,0 mm2 / s. Batas atas untuk biodiesel lebih tinggi dari
batas atas untuk bahan bakar diesel normal (4.1 mm2 / s) dan harus diperhitungkan
ketika melihat campuran. Viskositas biodiesel merupakan elemen penting dalam
kinerja bahan bakar di mesin baik sebagai viskositas rendah dan tinggi dapat
memiliki efek negatif pada kinerja sebuah mesin. Sementara viskositas rendah tidak
memberikan pelumasan yang cukup untuk fit presisi pompa injeksi bahan bakar
(yang mengakibatkan kebocoran atau meningkat memakai), viskositas tinggi
mengarah pada pembentukan tetesan besar di injeksi (yang mengakibatkan
pembakaran miskin, mengangkat asap knalpot dan emisi) (Isioma,dkk., 2013)
Oleh karena itu semakin rendah nilai densitas, maka akan semakin rendah juga
nilai viskositasnya.
Berdasarkan teori yang disebut, dapat disimpulkan bahwa percobaan yang
dilakukan telah sesuai dengan teori yang ada pada run I, II dan III, dimana semakin
besar densitas maka vikositas akan berkurang.

4.2.5 Analisa Yield Metil Ester


Biodiesel diperoleh oleh alkali-katalis transesterifikasi minyak nabati atau
lemak alami dengan alkohol (metanol biasanya, tetapi etanol juga cocok). Tiga reaksi
berturut-turut diminta untuk menyelesaikan transesterifikasi molekul trigliserida.
Sebuah besar kelebihan alkohol yang diperlukan untuk mencapai konversi yang
tinggi dan katalis diperlukan untuk memperoleh harga yang wajar. Basa katalis
seperti natrium atau kalium hidroksida lebih disukai (Ivanoiu, 2011).
Berikut adalah gambar yang menunjukkan hubungan antara perbandingan
katalis reaktan dengan yield metil ester.
45
40
35
30
25
% Yield 20
15
10
5
0
0.5

0.7

0.9

1.1

1.3

1.5

1.7

1.9

Katalis (%)
Grafik 4.5 Pengaruh Perbandingan Katalis terhadap Yield Metil Ester
Pada gambar di atas, terjadi fluktuasi yield terhadap bertambahnya persen
katalis. Pada run I yield Metil Ester yang dihasilkan sebesar 40,400 % dengan persen
katalis 0,8 %; pada run II campuran dengan persen katalis 1,0 % diperoleh yield
sebesar 27,600 %; dan pada run III campuran dengan persen katalis 1,2 %, diperoleh
yield sebesar 23,200 %.
Berdasarkan teori pada awal reaksi, reaksi transesterifikasi tergantung pada
pencampuran dan penyebaran alkohol ke dalam minyak, reaksi berlangsung sangat
cepat. Waktu reaksi yang berlebih akan menimbulkan pengurangan jumlah yield
akibat reaksi balik transesterifikasi, sehingga jumlah ester berkurang dan juga
menyebabkan banyaknya asam lemak yang membentuk sabun (Affandi, dkk., 2013).

Yield biodiesel meningkat dengan meningkatnya dosis katalis dan maksimum


diperoleh pada dosis 1% untuk penggunaan katalis NaOH (Liu dan Wang, 2013).
Etanol untuk rasio molar minyak memiliki pengaruh yang sangat kuat pada
yield biodiesel. Sebuah tinggi minyak alkohol rasio molar diperlukan untuk
mendorong reaksi terhadap reaksi dapat dibuktikan dengan cara berikut:
1. Penggunaan katalis padat dapat mengurangi etanol terhadap minyak dan
menyebabkan signifikan penurunan total pada energi.
2. Pemulihan dan penggunaan kembali pada reaksi alkohol dan pemanfaatan
nilai tambah gliserol dapat dipisahkan dari biodiesel.
3. Aliran kontinue merupakan aliranan produksi (batch mode continuous).
4. Mengintegrasikan proses superkritis dengan sistem tenaga co-generation.
5. Pemulihan energi dan pemanfaatan dengan menerapkan penukar panas
untuk memulihkan limbah panas dari superkritis proses siklus panas
pompa
(Muppaneni, 2013)
Berdasarkan teori yang disebut, dapat disimpulkan bahwa percobaan yang
dilakukan telah sesuai dengan teori dimana yield yang dihasilkan akan semakain
berkurang seiring dengan penambahan katalis.

Anda mungkin juga menyukai