Anda di halaman 1dari 9

TUGAS DISASTER

Strategi Pengendalian Infeksi dalam Bencana


Dosen Pembimbing : Ratna Puji Priyanti, S.Kep., Ns., MS

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
1. Icha Dwi Yuliani
2. Musafaah
3. Sella Enizar

( 130801024 )
( 130801028 )
( 130801038 )

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB
JOMBANG
2016

Strategi Pengendalian Infeksi dalam Bencana


Icha Dwi Yuliani 1, Musafaah 1, Sella Enizar 1
1

Stikes Pemkab Jombang, musya.zahra@gmail.com

ABSTRAK
Kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tidak hanya dalam segi material
dan lingkungan saja, akan tetapi juga dalam segi kesehatan. Untuk itu, diperlukan
suatu tindakan untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh bencana.
Pengendalian infeksi dalam bencana dapat menurunkan penyebaran berbagai
penyakit menular yang diakibatkan oleh bencana. Namun, pengendalian infeksi
dalam bencana diharapkan lebih fokus dalam hal hal yang selama ini kurang
mendapatkan perhatian khusus seperti pengendalian infeksi di Rumah Sakit
lapangan, pengendalian infeksi di tempat pengungsian, pengendalian infeksi
dalam proses transportasi korban bencana serta pengendalian infeksi intra hospital
pasca bencana. Pentingnya kesadaran dalam pengendalian infeksi dalam bencana
mulai mendapat perhatian petugas kesehatan. Pengendalian infeksi dapat
dilakukan dengan cara mengatur alur keluar masuknya pasien, penempatan tempat
tidur, mengatur pembuanagn limbah, mengatur pengguanaan air bersih dan toilet,
mengatur tempat penyimpanan dan penyajian makanan, serta penggunaan APD
bagi petugas kesehatan, Kerjasama dari berbagai lintas sektor sangat di harapkan
demi menurunkan prevalensi penyebaran infeksi dalam bencana di masa
mendatang.
Kata Kunci : Strategi, pengendalian infeksi, bencana

PENDAHULUAN
Saat ini, bencana banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Kita tidak
dapat menghindari suatu bencana karena kita tidak mengetahui kapan, dimana,
dan bagaimana bencana terjadi. Pengertian bencana itu sendiri adalah suatu
gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas
dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam)
dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna
mengatasinya dengan sumber daya yang ada (Asian Disaster Reduction Center ,
2003). Kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tidak hanya dalam segi material
dan lingkungan saja, akan tetapi juga dalam segi kesehatan baik kesehatan petugas
kesehatan maupun kesehatan para korban yang tertimpa bencana tersebut.
Menyusul bencana tsunami tahun 2004 yang melanda Asia tenggara dan
menewaskan lebih dari 225.000 orang atau pun gempa bumi yang melanda Haiti
dengan 220.000 orang meninggal dan lebih dari 300.000 terluka,terdapat berbagai
penyakit yang ditimbulkan ( Maegele, M, 2006 dan Lichtenberger, P.dkk. 2010 ).
Lebih dari setengah korban bencana yang mengalami luka luka karena tertimpa
puing puing bangunan, terdapat pula korban yang terkena infeksi baik itu infeksi
saluran pernafasan maupun infeksi pada luka yang disebabkan karena
terkontaminasinya luka oleh bakteri bakteri yang ditimbulkan dari bencana
tersebut ( Todd,Betsy, 2006 ).
Mencegah penularan agen infeksi saat bencana merupakan komponen
penting dari manajemen darurat ( Rebmann, Terri, 2008 ). Berbagai infeksi ini
dapat ditularkan secara cepat melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
Tenaga medis maupun relawan yang ikut membantu korban bencana mempunyai
resiko yang cukup besar untuk tertular infeksi (Uckay, I, 2008 ). Tanpa disadari
berbagai macam penyakit ini dapat diperoleh saat proses evakuasi, proses
trasportasi pasien bahkan saat menangani para korban bencana yang sudah berada
di pengungsian serta di rumahsakit. Untuk itu perlu adanya suatu cara untuk
mengontrol berbagai infeksi yang ditimbulkan dari bencana agar infeksi tidak
meluas.

Manajemen Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Lapangan


Sesaat setelah terjadi bencana, tim tenaga medis akan membangun sebuah rumah
sakit lapangan yang di gunakan untuk melakukan penanganan pertama korban
luka luka akibat bencana.Seperti saat terjadi bencana gempa bumi di Haiti pada
tahun

2010,

University

[UMHH]membangun

of

Miami

rumah

sakit

Hospital
lapangan

in

Haiti
dengan

mendirikanbeberapa tenda besar yakni 2 tenda digunakan untuk


bangsal perawatan pasien, 1 tenda digunakan sebagai tempat
istirahat

untuk

petugas

kesehatan,

dan

tenda

keempat

digunakan untuk tempat penyimpanan makanan ( Lichtenberger,


P.dkk. 2010 ).
Bangsal perawatan untuk pasien bencana dibagi menjadi 2 bagian. Bagian
pertama digunakan untuk ruang operasi darurat serta untuk unit perawatan kritis.
Sedangkan bagian lainnya digunakan untuk perawatan pasien umum serta untuk
perawatan anak anak ( Lichtenberger, P.dkk, 2010 ).
Untuk menghindari terjadinya infeksi, tempat tidur di rumahsakit lapangan di
desain menjadi 4 baris disetiap koridor utama. Selain itu, antara tempat tidur satu
dengan yang lain diberikan jarak kurang lebih 1 meter untuk mencegah penularan
bakteri secara horizontal antar pasien ( Lichtenberger, P.dkk, 2010 ).
Sedangakan untuk mengontrol infeksi di kamar operasi darurat, lantai dan meja
bedah ditutupi dengan plastik, desinfeksi tangan dilakukan sebelum melakukan
operasi dengan menggunakan alkohol 80%, instrumen bedah di sterilisasi secara
manual, yakni dengan direndam dalam desinfektan, dan kemudian disterilkan
dengan menggunakan uap autoclave.desinfeksi lingkungan dalam kamar operasi
menggunakan klorin dioksida berbasis systempenyemprotan elektrostatik (Teknologi
ByoGlobe) ( Lichtenberger, P.dkk, 2010 ).

Pelayanan kesehatan saat bencana membutuhkan program pencegahan infeksi


untuk mencegah penyebaran organisme menular, termasuk memiliki akses ke IP
untuk tujuan konsultasi oleh karena itu individu atau kelompok pekerja harus
mengikuti pelatihan prinsip pencegahan infeksi sebelum terjun langsung ke suatu

bencana ( Rebmann, Terri, 2008 ). Selain itu, petugas kesehatan harus memakai
alat pelindung diri ( masker, sarung tangan, sepatu boots, skot, dan lain - lain )
saat membantu menangani korban bencana.
Manajemen Pengendalian Infeksi di Tempat Pengungsian
Pada saat terjadi suatu bencana, banyak didirikan fasilitas fasilitas
untuk menunjang kebutuhan para korban bencana, baik kebutuhan dalam hal
persedian makanan, tindakan kesehatan, maupun keperluan dasar lain. Pendirian
fasilitas fasilitas ini juga harus dapat meminimalisir penyebaran infeksi karena
tidak menutup kemungkinan penyebaran infeksi lebih mudah terjadi akibat
didirikannya fasilitas fasilitas pendukung.
Makanan yang disediakan untuk pengungsi harus dalam
kondisi yang baik serta disimpan di tempat yang memadai.
Makanan di siapkan secara bertahap oleh staff dapur di bawah
pengawasan dari tim pengendali infeksi. Selain itu, air dan
pembuangan limbah juga harus diperhatikan untuk mengontrol
terjadinya infeksi. Air yang digunakan untuk keperluan minum
berasal dari air kemasan sedangkan untuk kebutuhan sehari
hari

menggunaian

air

sumur

yang

disediakan

oleh

truk

tanker.Sampah di kumpulkan di 2 lokasi dengan menjaga jarak


yang cukup dari tempat penyimpanan makanan dan tempat
tindakan kesehatan. limbah biologis ditempat dalam kantong
biohazard dan sampah non medis dikumpulkan ditempat terpisah
( Lichtenberger, P.dkk, 2010 ).
Lokalisasi, distribusi, dan kebersihan toilet merupakan masalah besar di
tempat pengungsian. Toilet dialokasikan untuk petugas medis, pasien, dan anggota
keluarga pasien. Lokasi fasilitas toilet ini di rencanakan dengan hati-hati agar
tidak terjadi penularan penyakit. Toilet umtuk pasien dan anggota keluarga berada
di dekat pintu masuk rumah sakit, sehingga tidak hanya dapat diakses untuk
pasien saja tetapi juga untuk keluarga dan orang-orang yang ingin ke toilet. Toilet
petugas ditempatkan terpisah dari toilet pasien, dimana toilet petugas ditempatkan

di luar rumah sakit lapangan.Terdapat toilet khusus bagi pasien dengan diare, hal
ini juga mempermudah petugas untuk memantaupasien yang terkena diare.Toilet
dikosongkan satu kali atau dua kali sehari oleh truk sampah dengan sistem hisap (
Lichtenberger, P.dkk, 2010 ).
Karena dalam suatu bencana terjadi kondisi yang penuh sesak sehingga
akan memudahkan penyebaran penyakit yang sangat cepat baik antara individu
maupun petugas kesehatan, korban bencana seharusnya juga mendapatkan vaksin
misalnya vaksin tetanus dan difteri untuk meminimalisir terjangkit penyakit. Hal
terpenting untuk terhindar dari berbagai penyakit adalah dengan cara
mengingatkan para pengungsi untuk menjaga kebersihan diri dengan cara mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan apapun ( Lichtenberger, P.dkk,
2010 ).
Manajemen Pengendalian Infeksi Dalam Proses Transportasi Korban
Bencana
Langkah langkah pengendalian infeksi bagi korban bencana alam juga di
utamakan pada saat transportasi, baik transportasi udara maupun darat. Terdapat
beberapa laporan bahwa kebutuhan perawatan utama pada korban bencana alam
berada pada cara mengevakuasi korban ( Uckay, I, 2008 ).
Pada tsunami tahun 2004, pedoman pengendalian Infeksi ditekankan
pada transportasi medis dengan fokus khusus pada pasien dengan sindroma
gangguan pernafasan akut. Petugas dianjurkan dalam proes transportasi pasien
bencana alam harus diangkut dalam posisi terisolasi. Jika memungkinkan, petugas
harus menggunakan APD seperti baju, masker wajah dan sarung tangan selama
dalam proses transportasi korban baik secara individu maupun korban yang
menggunakan ventilator yang dilengkapi dengan filter anti bakteri. Saat
mengevakuasi korban dengan menggunakan transportasi udara, pesawat harus
dilengkapi denganHigh-Efficiency Particulate Air (HEPA), filtrasi dan ventilasi
juga harus tetap ada ( Uckay, I, 2008 ).
Manajemen Pengendalian Infeksi Intra Hospital Pasca Bencana

Lebih dari setengah korban bencana yang di evakuasi ke rumah sakit


mengalami luka luka terutama luka di bagian kepala, dada dan beberapa anggota
badan. Meskipun luka yang di derita korban sudah ditangani saat proses evakuasi
di tempat kejadian, akan tetapi banyak luka yang terkontaminasi oleh bakteri
sehingga saat korban bencana dipindahkan ke sebuah rumah sakit, korban harus di
isolasi terlebih dahulu sampai jenis bakteri yang ada dalam korban bencana
teridentifikasi ( Maegele, M, 2006 ).
Selain itu saat terjadi bencana Tsunami di Asia Tenggara pada tahun
2004, banyak korban menderita gangguan saluran pencernaan yang disebabkan
karena para korban tsunami mengalami aspirasi air laut yang mengandung tanah
serta puing puing yang di timbulkan dari bencana tsunami ( Maegele, M, 2006 ).
Dalam pengendalian infeksi, sebaiknya semua pasien segera menerima
terapi anti-infeksi empirik setelah mereka tiba. Terapi ini menggunakan kombinasi
kuinolon dan clindamycin. Manajemen anti infeksi segera dilakukan sesuai
dengan hasil yang masuk dari mikrobiologi dan pola resisten. Carbapenems dan
glikopeptida digunakan untuk mengontrol infeksi multiple resisten yang
melibatkan E. Faecium, MRSA, spesies Aeromonas, ESBL yang memproduksi
E.Coli, P. aeruginosa, K pneumonia dan S. maltophilia. Sedangkan multiple
resisten A. Bumanii digunakan untuk mengontrol infeksi pada

korban yang

sensitive terhadap sulbactam. Pasien yang positif MRSA, dimana penggunaan


vankomisin tidak efektif, maka akan digunakan Linezolid ( Maegele, M, 2006 ).
Selain itu, dalam jurnal penelitian Maegele, M ( 2006 ), Infeksi jamur
yang melibatkan C. albicans serta spesies non-albicans diobati dengan
vorikonazol. Pengobatan Anti infeksi dikombinasikan dengan melakukan
debridement pada luka

dan pengangkatan jaringan devitalized yang dapat

dilakukan pada semua korban luka kecuali satu pasien yakni pasien yang tiba di
rumahsakit dengan sepsis yang membutuhkan dosis tinggi katekolamin.
Penggunaan antiseptic berbasis alcohol untuk kebersihan tangan juga
sangat

berperan penting dalam bencana dan dalam pencegahan penularan

penyakit seperti konjungtivitis, diare, hepatitis B, HIV, pathogen enteric (seperti

Escherichia coli), dan mungkin Mycobacterium tuberculosis, ISPA (infeksi


salauran pernafasan atas. Selain itu, pengumpulan data merupakan salah satu alat
pantau untuk mengotrol infeksi dan melaksanakan pengendalian tahap - tahap
infeksi ( Todd,Betsy. 2006 ).

DAFTAR PUSTAKA
Maegele, M. 2006. One year ago not business as usual: Wound management,
infection and psychoemotional control during tertiary medical care
following the 2004 Tsunami disaster in southeast Asia. Di Unduh 16
November

2016

dari :https://ccforum.biomedcentral.com/articles/10.1186/cc4868
Lichtenberger, P.dkk. 2010. Infection Control in Field Hospitals after a Natural
Disaster: Lessons Learned after the 2010 Earthquake in Haiti.Jurnal
Infection Control and Hospital Epidemiology vol. 31 no. 9. Di
Unduh
dari

16

November

2016

:http://phydatabase.med.miami.edu/documents/Pub/Infection

%20Control%20in%20Field%20Hospitals-Haitian
%20Earthquake.pdf
Todd,Betsy. 2006. Infection Control and Hurricane KatrinaWhat nurses can learn
in the aftermath of the disaster.AJN 106 ( 03 ). Di Unduh 16
November

2016

dari:

http://pdfs.journals.lww.com/ajnonline/2006/03000/Infection_Contro
l_and_Hurricane_Katrina__What.20.pdf?token=method|
ExpireAbsolute;source|Journals;ttl|1479541472081;payload|
mY8D3u1TCCsNvP5E421JYK6N6XICDamxByyYpaNzk7FKjTaa1
Yz22MivkHZqjGP4kdS2v0J76WGAnHACH69s21Csk0OpQi3YbjE
MdSoz2UhVybFqQxA7lKwSUlA502zQZr96TQRwhVlocEp/sJ586a
VbcBFlltKNKo+tbuMfL73hiPqJliudqs17cHeLcLbV/CqjlP3IO0jGH
lHQtJWcICDdAyGJMnpi6RlbEJaRheGeh5z5uvqz3FLHgPKVXJzdi

12yhCbjzH4lIcNppQ+94AYcTdmLV8oako/2VHehfcE=;hash|
xDc93UENFVPh/R/vubsSQQ==
Uckay, I. 2008. Multi-resistant infections in repatriated patientsafter natural
disasters: lessons learned from the2004 tsunami for hospital
infection control.Journal of Hospital Infection 68 (1-8).Di Unduh 16
November

2016

dari
:https://www.researchgate.net/profile/Didier_Pittet/publication/5769
614_Multi
resistant_infections_in_repatriated_patients_after_natural_disasters
_lessons_learned_from_the_2004_tsunami_for_hospital_infection_c
ontrol/links/0deec52f8d23dafc88000000.pdf
Rebmann, Terri . 2008. APIC State-of-the-art Report: The roleof the infection
preventionist inemergency management. Di Unduh 16 November
2016
dari
:https://www.researchgate.net/profile/Terri_Rebmann/publication/24
234091_APIC_State-of-theArt_Report_the_role_of_the_infection_preventionist_in_emergency
_management/links/09e415058a187629fd000000.pdf

Anda mungkin juga menyukai