Anda di halaman 1dari 10

PEMBAHASAN

1. Perwujudan Nilai-Nilai Kemanusiaan yang Abadi


a. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila Kemanusiaan yang adil dan Beradab secara sistematis didasari
dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan
menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar
fundamental

dalam

kehidupan

kenegaraan,

kebangsaan,

dan

kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis


antropologi bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani
(jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan
kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sabagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sabagai makhluk yang
beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam
peraturan perundang-undangan Negara harus mewujudkan tercapainya
tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat
manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan Negara. Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku
manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik
terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap
lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan

nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya bermoral dan


beragama.
Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral
kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintah Negara, politik
ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahan dan keamanan serta dalam
kehidupan keagamaan. Oleh karena itu dalam kehidupan bersama dalam
Negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk saling menghargai
sekalipun terdapat untuk saling menjaga keharmonisan dalam kehidupan
bersama.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa
hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradap harus
berkodrat adil. Hal ini mengadung suatu pengertian bahwa hakikat
manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap
manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan Negara, adil terhadap
lingkungannya

serta

adil

terhadap

Tuhan

Yang

Maha

Esa.

Konsekuensinya nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil


dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak
asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa
membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa,
tidak semena-menaterhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilanilai kemanusiaan (Darmodihardjo, 1996).
b. Implementasi Sila Kedua (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab)

Sila kedua ini mengandung makna warga Negara Indonesia


mengakui adanya manusia yang bermartabat (bermartabat adalah
manusia memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tinggi dan harus
dipertahankan dengan kehidupan yang layak), memperlakukan sesama
secara adil (adil dalam pengertian tidak berat sebelah, jujur, tidak
berpihak dan memperlakukan orang secara sama) dan beradab (beradab
dalam arti mengetahui tata krama, sopan santun dalam kehidupan dan
pergaulan) dimana manusia memiliki daya cipta, rasa niat, dan
keinginan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan.
Jadi sila kedua ini menghendaki warga Negara untuk menghormati
kedudukan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan masingmasing, setiap manusia mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak
jujur serta menggunakan norma sopan santun dalam pergaulan sesama
manusia. Butir-butir implementasi sila kedua adalah sebagai berikut:
1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia. Butir ini menghendaki bahwa
setiap manusia mempunyai martabat, sehingga tidak boleh
melecehkan manusia yang lain, atau meghalangi manusia lain
untuk hidup secara layak, serta menghormati kepunyaan atau
milik (harta, sifat, dan karakter) orang lain serta menjalankan
kewajiban atau sesuatu yang harus dilakukan sesama manusia
yaitu menghormati hak manusia lain seperti hidup, rasa aman,
dan hidup layak.

2) Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki


adanya suatu keinginan yang sangat besar untuk memperoleh
sesuatu dan rasa untuk memiliki dan kalau perlu berkorban untuk
mempertahankannya. Oleh sebab itu, baik agama, suku,
pendidikan, ekonomi, politik, sebaran geografi seperti kota dan
desa, dan lain-lain, sebagai manusia Indonesia, kita harus tetap
memiliki keinginan untuk mencintai sesama manusia (yaitu rasa
memiliki dan kemauan berkorban untuk sesama manusia
sehingga tercipta hidup rukun dan sejahtera.
3) Mengembangkan sikab tenggang rasa.

Tenggang

rasa

menghendaki adanya usaha dan kemauan dari setiap manusia


Indonesia untuk menghargai dan menghormati perasaan orang
lain. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, setiap manusia
Indonesia untuk saling menghormati perasaan satu sama lain
dengan menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Sebagai
contoh selalu memberikan kritik yang membangun dengan cara
yang santun dan berfokus pada permasalahan alih-alih kepada
individu.
4) Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti
berwenang-wenang, berat sebelah dan tidak berimbang. Oleh
sebab itu, butir ini menghendaki, perilaku setiap manusia
terhadap orang tidak boleh sewenang-wenang harus menjunjung
hak dan kewajiban. Manusia karena kemampuan dan usahanya
sehinga mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain baik

dalam kekuasaan, ekonomi atau kekayaan dan status sosial tidak


boleh sewenang-wenang.
c. Nilai-Nilai Sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung makna :
kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam
hidup bersama atas tuntutan mutlak hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
Yang perlu diperhatikan dan merupakan dasar hubungan semua
umat manusia dalam mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah pengakuan hak asasi manusia. Manusia harus diakui dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai Tuhan Yang
Maha Esa yang sama derajatnya. Untuk itu perlu dikembangkan juga
sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa atau tepo
seliro. Oleh karena itu sikap dan perilaku semena-mena terhadap orang
lain merupakan perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Dalam sila ke dua terkandung nilai-nilai humanistis, antara lain:
1) Pengakuan atas adanya martabat manusia dengan segala hak
asasinya yang harus dihormati oleh siapapun.
2) Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia.
3) Pengertian manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa,
karsa dan iman, sehingga nyatalah bedanya dengan makhluk
lain.
2. Nilai Kemanusiaan Yang Universal
a. Definisi Kemanusiaan Universal
Kemanusiaan universal adalah bahwa manusia dibekali akal dan pikiran
untuk melakukan segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi
makhluk yang paling sempurna dari semua makhluk cipaanNya. Memiliki

harkat dan martabat yang sama sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa,
mempunyai persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban.
b. Perpektif Historis Pemikiran Humanisme dalam Kontruksi
Kebangsaan Indonesia
Sebelum negara Indonesia terbentuk pada 17 Agustus 1945, bentuk
pemerintahan adalah kerajaan-kerajaan. Awal abad ke-16 bangsa Eropa
seperti Belanda mulai masuk ke Indonesia dan terjadilah perubahan politik
kerajaan yang berkaitan dengan perebutan daerah. Kontak dengan bangsa
Eropa telah membawa perubahan-perubahan dalam pandangan masyarakat
yaitu

dengan

masuknya

paham-paham

baru,

seperti

liberalisme,

demokrasi, nasionalisme. Hingga sampai akhirnya Indonesia dapat


menumbuhkan jiwa Nasionalisme dan bersatu untuk merdeka(Ahmad,
2000: 45).
Sebagai tindakan lanjut dari janji Kaisar Hirohito yang akan
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia maka dibentuklah
suatu

badan

yang

bertugas

menyelidiki

usaha-usaha

persiapan

kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan nama Badan Penyelidik


Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Muhammad Yamin,
Soepomo, Moh. Hatta, dan Soekarno berpidato guna membahas tentang
rancangan usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI. Setelah sidang
tersebut dibentuklah panitia kecil yaitu panitia sembilan. Panitia sembilan
bersidang tanggal 22 Juni 1945 dan menghasilkan kesepakatan yang
dituangkan dalam Mukadimah Hukum Dasar. Pada sidang kedua BPUPKI
tgl 10 Juli 1945 dibicarakan mengenai materi undang-undang dasar dan
penjelasannya. Sidang kedua ini juga berhasil menentukan bentuk negara

Indonesia yaitu Republik. Seiring berjalannya waktu, dibentuklah PPKI


yang bertugas melanjutkan tugas BPUPKI.
Seiring dengan kekalahan Jepang, para pemuda mendesaak agar
kemerdekaan dilaksanakan secepatnya tanpa menunggu persetujuan dari
jepang. Dan pada akhirnya Soekarno-Hatta bersedia memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 atas nama bangsa
Indonesia (Junanto, 2012: 67).
Sehari setelah Indonesia merdeka, PPKI mengadakan sidang
pertamanya. Dalam sidang tersebut terdapat perubahan yang telah
dilakukan yaitu perubahan pada sila pertama (tujuh buah kata dihilangkan
dan diganti dengan kata-kata Yang Maha Esa) dan beberapa perubahan
pada rancangan UUD. Pada saat itu juga Pembukaan Undang-Undang
Dasar dan pasal-pasal UUD disahkan menjadi Undang-Undang dasar
negara Republik Indonesia. Pada sidang tersebut juga menetapkan Ir.
Soekarno dan Moh.Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia.
Selanjutnya sidang tersebut juga membicarakan rancangan aturan
peralihan.
Dalam pidato Soekarno jelas terlihat bahwa Pancasila ini
merupakan hasil kombinasi dari gagasan pemikiran yang diimpor dari
Eropa, yakni humanisme, sosialisme, nasionalisme yang dikombinasikan
dengan Islamisme yang berasal dari gerakan Islam modern di Timur
Tengah. Tentu saja kita tidak bisa menutup kemungkinan bahwa salah satu
atau lebih dari prinsip-prinsip Pancasila telah ada dalam masyarakat di
Nusantara sebelumnya seperti yang dinyatakan Soekarno. Yang ingin
ditunjukkan dari pernyataan dalam pidato ini adalah bahwa spiritualitas

yang menjadi domain kedaulatan masyarakat pasca kolonial menjadi


bermasalah ketika digunakan untuk mencari akar spiritualitas itu di dalam
Pancasila sebagai sebuah ideologi nasional. Masalah tersebut muncul
karena ketika kita mencari akar spiritualitas yang diklaim sebagai produk
alamiah, yang kita temukan sekali lagi adalah hasil konsep-konsep Barat
yang direpresentasikan sebagai sesuatu yang berakar pada budaya lokal.
Ini menjadi jelas terlihat jika kita mengamati konsep gotong-royong yang
oleh Soekarno disebut sebagai inti dari Pancasila, tetapi jika ditelusuri ke
belakang merupakan hasil konstruksi politik kolonialisme ( Ahmad, 2000:
66).
Argumen di atas menunjukkan bahwa nasionalisme Indonesia
sebagai sebuah model nasionalisme masyarakat pasca kolonial jauh lebih
kompleks dari pada nasionalisme Timur dan Barat maupun dari
spiritualitas Timur sebagai satu-satunya wilayah di mana masyarakat pasca
kolonial mampu membangun autentitasnya (kealamiahannya). Artinya,
domain spiritual dalam nasionalisme Indonesia bagaimanapun diisi oleh
elemen-elemen yang melekat erat pada dan lahir dari proses dialektis
dengan kolonialisme. Mengklaim bahwa nasionalisme Indonesia berakar
secara alami pada budaya lokal tidak memiliki landasan historis yang
cukup kuat. Dari sini kita bisa mengambil satu kesimpulan yang tentunya
masih dapat diperdebatkan, inspirasi utama. bahwa Indonesia baik sebagai
konsep bangsa maupun ideologi nasionalisme yang menopangnya adalah
produk kolonialisme yang sepenuhnya diilhami oleh semangat modernitas
di mana budaya Barat menjadi sumber (Much. Abdul, 2012: 35).

c. Nilai Kemanusiaan dalam Perumusan Pancasila


Dasar pemikiran kenapa Kemanusian Yang Adil dan Beradab
dijadikan sila kedua dari Pancasila dikarenakan pencetus ide Pancasila
Bung Karno

yang hidup di masa penjajahan Belanda merasa ada

perlakuan yang tidak manusiawi dari penjajah Belanda terhadap bangsa


pribumi atau mayoritas bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke
dengan satu dan lain cara.
Dalam penghayatan Kemanusian Yang Adil dan Beradab yang
paling penting dan tidak pernah bisa dijalankan oleh pemerintah adalah
supremasi hukum yang tidak pandang bulu seperti diamanatkan oleh UUD
45 pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Alim, Muhammad. 2001. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Madinah dan UUD 1945. Yogyakarta: Press.
Bakry, Noor. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Choir, Much Abdul. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan di Pergurun Tinggi.
Sukoharjo: Pustaka Abadi Sejahtera.
http://syawal09.blogspot.co.id/2015/05/makalah-kemanusiaan-yang-adil-dan.html
http://alfinarizqi94.blogspot.co.id/2013/09/kemanusiaan-universal.html
Junanto, Subar. 2012. Pendidikan Pancasila. Surakarta: Pustaka Media.
Lathif, Yudhi. 2011. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas
Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Ubaidillah, Ahmad. 2000. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM dan
Masyarakat Madani. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Press.

10

Anda mungkin juga menyukai