Anda di halaman 1dari 17

PERTAMINA RU IV (CILACAP)

PT. PERTAMINA (Persero) membangun unit pengolahan minyak di


berbagai wilayah di Indonesia. Saat ini PT. PERTAMINA (Persero) telah
8 mempunyai tujuh Refinery Unit (RU) yang tersebar di sebagian wilayah
Indonesia. Akan tetapi satu diantaranya hanya mampu mengolah 5.000 barrel per
hari, sehingga pada tahun 2007 ditutup. Antara lain : 1. RU I Pangkalan Brandan
(Sumatra Utara), kapasitas 5000 barrel/hari.* 2. RU II Dumai dan Sungai Pakning
(Riau), kapasitas 170.000 barrel/hari 3. RU III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra
Selatan ), kapasitas 135.000 barrel/hari. 4. RU IV Cilacap (Jawa Tengah),
kapasitas 348.000 barrel/hari. 5. RU V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas
270.000 barrel/hari. 6. RU VI Balongan (Jawa Barat), kapasitas 125.000
barrel/hari. 7. RU VII Kasim (Papua Barat), kapasitas 10.000 barrel/hari. * RU I
Pangkalan Brandan sejak tahun 2006 sudah tidak beroperasi lagi.

Gambar 1. Lokasi Refinery Unit Pertamina seluruh indonesia


Pembangunan Kilang minyak Cilacap ini juga dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM bagi pulau Jawa yang
merupakan daerah yang mengkonsumsi BBM terbanyak di Indonesia. Hingga saat
ini, selain RU IV Cilacap, PERTAMINA telah memiliki unit-unit operasi yang

tersebar di seluruh Indonesia. RU. IV Cilacap merupakan unit pengolahan terbesar


ditinjau dari kapasitas produksinya.
PT Pertamina (Persero) Unit IV Cilacap merupakan salah satu unit
pengolahan minyak dengan kapasitas terbesar yakni 348.000barrel/hari. PT
Pertamina (Persero) Unit IV Cilacap juga merupakan unit pengolahan dengan
fasilitas terlengkap.
Selain itu kilang ini merupakan satu-satunya kilang di Indonesia yang
memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur di
tanah air. Pembangunan kilang minyak di Cilacap dilakukan dalam lima tahap
yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking
Project, dan Kilang SRU.

Gambar 2. Diagram Blok Pertamina RU IV


1. Bahan Baku dan Produk
Produk yang dihasilkan Pertamina RU IV bermacam-macam. Selain BBM,
dihasilkan juga lube base oil (bahan dasar minyak pelumas) dan asphalt. Bahan
baku dan produk yang dihasilkan oleh PT. PERTAMINA RU IV adalah:

1.1. Kilang Lama


1.1.1. Fuel oil complex (FOC) I

Tebel 1. Bahan baku dan produk FOC I


1.1.2.

Lube oil complex (LOC) I

Tabel 2. Bahan baku dan produk LOC I


1.2. Kilang Baru
1.2.1. Fuel oil complex (FOC) II

Tabel 3. Bahan baku dan produk FOC II


1.2.2.

Lube oil complex (LOC) II

Tabel 4. Bahan baku dan produk LOC II


1.3. Kilang Paraxylene

Tabel 5. Bahan baku dan produk paraxylene


1.4. Kilang lube oil complex (LOC) III

Tabel 6. Bahan baku dan produk LOC III


1.5. Produk
1.5.1. Bahan Bakar Minyak
1. Bahan bakar minyak
a. Premium

b. Kerosene

Tabel 8. Spesifikasi kerosene


c. Diesel

Tabel 9. Spesifikasi diesel


d. Minyak bakar

Tabel 10. Spesifikasi minyak bakar


e. Minyak solar

Tabel 11. Spesifikasi minyak solar

Gambar 3. Diagram blok proses pertamina RU IV


2. Bahan bakar khusus
a. Aviation gasoline (avgas)
Aviation Gasoline (avgas) adalah bahan bakar dari pecahan
minyak bumi, dan dibuat untuk bahan bakar transportasi udara
(aviasi), pada pesawat yang menggunakan mesin pembakaran
internal (internal combustion engine), mesin piston atau mesin
reciprocating dengan pengapian bunga api (spark ignition).
Spesifikasi : Aviation Gasoline (Def Stand 91-90/1 (DERD)
2845)
b. Aviation turbine fuel (avtur)
Aviation Turbin Fuel (avtur) adalah bahan bakar yang berasal
dari pecahan minyak bumi, dibuat untuk bahan bakar
transportasi udara (aviasi) pada pesawat yang memiliki mesin
turbin atau mesin pembakaran eksternal. Spesifikasi : Aviation
Turbin Fuel adalah DEF Stand 91-91 Lattest Issue (DERD
2494)
c. Pertamax

Pertamax adalah motor gasoline tanpa timbal dengan


kandungan aditif lengkap generasi mutakhir yang akan
membersihkan Intake Valve Port Fuel Injector dan Ruang
Bakar dari karbon deposit dan mempunyai RON 92 (Research
Octane Number) dan dianjurkan juga untuk kendaraan
berbahan bakar bensin dengan perbandingan kompresi tinggi.
d. Pertamax plus
Pertamax Plus merupakan bahan bakar superior pertamina
dengan kandungan energi tinggi dan ramah lingkungan ,
diproduksi menggunakan bahan baku pilihan berkualitas tinggi
sebagai hasil penyempurnaan formula terhadap produk
Pertamina sebelumnya.
e. Pertamina dex
Pertamina Dex merupakan bahan bakar mesin diesel modern
yang telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang
EURO 2, memiliki angka performa tinggi dengan cetane
number 53 keatas (HSD mempunyai cetane number 45),
memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di bawah 300
ppm.
f. Biosolar
Biosolar merupakan blending antara minyak solar dan minyak
nabati hasil bumi dalam negeri yang sudah diproses
transesterifikasi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
3. Produk produk gas
a. Vigas
Vigas adalah merek dagang Pertamina untuk bahan bakar LGV
(Liquified Gas for Vehicle) yang diformulasikan untuk
kendaraan bermotor terdiri dari campuran propane(C3) dan
butane(C4) yang spesifikasinya disesuaikan untuk keperluan
mesin kendaraan bermotor sesuai dengan SK Dirjen Migas
No.2527.K/24/DJM/2007.
b. Bahan bakar gas
Bahan Bakar Gas adalah gas bumi yang telah dimurnikan,
ramah lingkungan, bersih, handal, murah, dan digunakan

sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor. Komposisi


BBG sebagian besar terdiri dari gas metana dan etana lebih
kurang 90% dan selebihnya adalah gas propana, butana,
nitrogen, dan karbondioksida.
c. Liquified Petroleum Gas (LPG)
Liquified Petroleum Gas adalah produk gas ringan yang
dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau juga dihasilkan
dari pengembunan gas alam di Kilang Unit Pengolahan LPG.
4. Produk non BBM
a. Aspal
Aspal Pertamina memiliki kapasitas produksi 650.000
ton/tahun, diproduksi dalam 2 grade yaitu Penetrasi 60/70 dan
Penetrasi 80/100.
b. Solvent dan Minarex
Di antara jenis solvent adalah Minasol, Pertasol, Solvent
Cemara, Heavy Aromatic, dll.
2. Kilang Minyak I
Kilang minyak I dibangun pada tahun 1974 dan mulai beroperasi sejak
diresmikan Presiden Soeharto pada tanggal 24 Agustus 1976. Kilang ini dirancang
oleh

Shell

International

Petroleum

Maatschappij

(SIPM)

sedangkan

pembangunannya dilakukan oleh kontraktor Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh
kontraktor-kontraktor dalam negeri. Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek
ini adalah Pertamina.
Kilang Minyak I didesain untuk menghasilkan produk BBM dan NBM
(minyak dasar pelumas dan Asphalt). Oleh karena itulah bahan baku kilang ini
adalah minyak mentah dari Timur Tengah, yaitu Arabian Light Crude (ALC) yang
kadar sulfurnya cukup tinggi (sekitar 1,5% berat).
Minyak mentah dengan kadar sulfur yang cukup tinggi dibutuhkan dalam
pembuatan minyak dasar pelumas karena sulfur dapat berperan sebagai agen
antioksidan alami dalam pelumas tetapi kadar sulfurnya juga tidak boleh terlalu
tinggi supaya tidak menyebabkan korosi pada tembaga. Sementara sulfur dalam
Asphalt dapat meningkatkan ketahanan Asphalt terhadap deformasi dan cuaca
yang berubah-ubah. Sekarang bahan baku kilang ini bukan hanya ALC melainkan

juga Iranian Light Crude (ILC) yang kadar sulfurnya 1% berat dan Basrah Light
Crude (BLC).
Kilang ini dirancang dengan kapasitas produksi 100.000 barrel/hari tetapi
karena meningkatnya kebutuhan konsumen kapasitas kilang ini ditingkatkan
menjadi 118.000 barrel/hari melalui Debottlenecking Project pada tahun
1998/1999. Unit Area Kilang Minyak I meliputi:
Fuel Oil Complex I (FOC I) yang memproduksi BBM
Lube Oil Complex I (LOC I) yang memproduksi bahan dasar

pelumas (lube base oil), dan Asphalt


Utilities Complex I (UTL I) yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan
penunjang unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen,

air pendingin, serta fuel system (fuel gas dan fuel oil).
Offsite Facilities, yaitu sebagai fasilitas penunjang yang terdiri dari
tangki- tangki storage, flare system, utility dan environment system.

Gambar 4.Diagram Blok Proses Kilang Minyak I


3. Kilang Minyak II
Kilang Minyak II dibangun pada tahun 1981 dan mulai beroperasi pada
tahun 1983 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 4 Agustus
1983. Kilang Minyak II ini merupakan perluasan dari kilang minyak pertama.
Perluasan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang

terus meningkat. Area Fuel Oil Complex II di kilang ini dirancang oleh Universal
Oil Product (UOP) sedangkan Area Lube Oil Complex II dan III dirancang oleh
Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), dan offsite facilities oleh
Fluor Eastern Inc. Kontraktor utama untuk pembangunan kilang ini adalah Fluor
Eastern Inc. dan dibantu oleh kontraktor-kontraktor dalam negeri.
Pada awalnya, kilang minyak kedua ini dirancang untuk mengolah minyak
mentah dalam negeri karena sebelumnya minyak mentah dalam negeri diolah di
kilang minyak luar negeri kemudian baru masuk kembali ke Indonesia dalam
bentuk BBM dan cara seperti ini sangatlah tidak efisien. Kilang ini mengolah
minyak mentah dalam negeri yang kadar sulfurnya lebih rendah daripada minyak
mentah Timur Tengah. Awalnya, minyak mentah domestik yang diolah merupakan
campuran dari 80% Arjuna Crude (kadar 26 sulfurnya 0,1%/berat) dan 20%
Attaka Crude. Tetapi saat ini, bahan baku yang diolah di kilang minyak kedua ini
adalah minyak cocktail yang merupakan campuran dari minyak mentah dalam dan
luar negeri.
Kilang ini diproyeksikan menghasilkan produk BBM, namun juga
menghasilkan produk Non BBM antara lain : LPG, Base Oil, Minarex, Slack Wax,
naptha, dan aspal. Pada awalnya, kilang ini memiliki kapasitas sebesar 200.000
barrel/hari. Kemudian pada tahun 1996 bersamaan dengan kilang minyak pertama,
kapasitasnya

ditingkatkan

menjadi

230.000

barrel/hari

melalui

proyek

Debottlenecking Project. Area Kilang Minyak II meliputi:


Fuel Oil Complex II (FOC II) yang memproduksi BBM
Lube Oil Complex II (LOC II) yang memproduksi bahan dasar

minyak pelumas dan aspal.


Lube Oil Complex III (LOC III) yang juga memproduksi bahan

dasar minyak pelumas dan aspal.


Utilities Complex II (UTL II) yang memenuhi kebutuhankebutuhan penunjang unit- unit proses seperti steam, listrik, udara
instrument, air pendingin, serta fuel system (fuel gas dan fuel oil)

Gambar 5.Diagram Blok Proses Kilang Minyak II


4. Kilang Paraxylene
Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphta produksi kilang
minyak II dan tersedianya sarana pendukung seperti tangki, dermaga dan utilities
maka pada tahun 1988 dibangun Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) guna
memenuhi kebutuhan bahan baku kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) di Plaju,
sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM.
Kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) dan dibangun pada
tahun 1988 oleh kontraktor Japan Gasoline Corporation (JGC). Kilang petrokimia
paraxylene ini beroperasi setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal
20 Desember 1990. Tujuan pembangunan kilang ini adalah untuk mengolah
naphtha dari FOC II menjadi produk-produk petrokimia, yaitu paraxylene dan
benzene sebagai produk utama serta raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG
sebagai produk sampingan. Total kapasitas produksi dari kilang ini adalah 270.000
ton/tahun.
Dengan adanya kilang paraxylene ini maka keberadaan Pertamina RU IV
semakin penting, karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi
produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, telah
menjadikan RU IV satu-satunya unit pengolahan minyak bumi di Indonesia yang
terintegrasi dengan industri Petrokimia.

Pada awal pembangunan kilang ini, paraxylene yang dihasilkan sebagian


digunakan sebagai bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat
aromatik di Plaju, Sumatera Selatan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha
penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi
kilang BBM, sedangkan sebagian lagi diekspor ke luar negeri. Sekarang
pendistribusian dilakukan pada daerah domestik saja. Sementara, seluruh benzene
yang dihasilkan diekspor ke luar negeri. Produk-produk sampingan dari kilang ini
dimanfaatkan lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Blok diagram proses pertamina ru iv

Anda mungkin juga menyukai