FILARIASIS
A. Definisi
Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak
mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.1
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infestasi satu atau dua cacing jenis filaria yaitu
Wucheria bancrofti atau Brugia malayi. Cacing filaria ini termasuk family Filaridae, yang
bentuknya langsing dan ditemukan dalam sistem peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat,
atau rongga serosa pada vertebrata. Cacing bentuk dewasa dapat ditemukan pada pembuluh
dan jaringan limfa pasien.2
B. Epidemiologi
Filariasis limfatik diderita oleh lebih dari 90 juta orang di seluruh dunia dan ditemukan
meliputi daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian, namun
konsekuensi dari infeksinya dapat menyebabkan kesulitan personal dan sosioekonomi yang
signifikan. WHO telah mengidentifikasi filariasis limfatik sebagai penyebab kedua dari
disabilitas permanen dan jangka panjang. Filariasis tidak memiliki predileksi ras.3
Prevalensi microfilaria meningkat bersamaan dengan umur pada anak-anak dan
meningkat antara umur 20-30 tahun, pada saat usia pertumbuhan, serta lebih tinggi pada lakilaki dibanding wanita.3
C. Penyebab dan Transmisi
Filariasis limfatik disebabkan oleh infestasi dari family Filariodidea yang merupakan
nematoda jaringan. Terdapat 3 jenis cacing filaria yaitu :
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah
tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke
orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut.
Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah,
Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.4
D. Siklus Hidup
Wuchereria bancrofti
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe; bentuknya halus seperti
benang dan berwarna putih susu. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung.
Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu
saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria W. bancrofti bersifat
periodisitas nokturna. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam.4,5
Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di
pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Parasit ini tidak
ditularkan oleh nyamuk Mansonia.Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang.
Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu.3,4,5
Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang
lebih 7 bulan. Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam
lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot thorax. Mula-mula
parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang,
disebut larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi,
tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III.4,5
Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen
kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III
menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam
tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva
mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, lalu stadium V atau
cacing dewasa.4,5
Fakultas Kedokteran Universitas MataramPage 2
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menemukan mikrofilaria dalam sediaan darah, cairan
hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan darah tebal dengan pewarnaan Giemsa,
tehnik Knott, membrane filtrasi dan tes provokasi DEC.
Sensitivitas bergantung pada volume darah yang diperiksa, waktu pengambilan dan
keahlian teknisi yang memeriksanya. Pemeriksaan ini tidak nyaman, karena
pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari antara pukul 22.00-02.00
mengingat periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna.
Spesimen yang diperlukan 50l darah dan untuk menegakan diagnosis diperlukan
20 mikrofilaria/ml(Mf/ml).
3. Deteksi antibodi
Peranan antibodi antifilaria subklas IgG4 pada infeksi aktif filaria membantu
dikembangkannya serodiagnostik berdasarkan antibodi kelas ini. Pemeriksaan ini
digunakan untuk pendatang yang tinggal didaerah endemik atau pengunjung yang
pulang dari daerah endemik.
4. Deteksi antigen yang beredar dalam sirkulasi.
Pemeriksaan ini memberikan hasil yang sensitif dan spesies spesifik dibandingkan
dengan pemeriksaan makroskopis. Terdapat dua cara yaitu dengan ELISA (enzymelinked immunosorbent) dan ICT card test (immunochromatographic). Hasil tes positif
menunjukkan adanya infeksi aktif dalam tubuh penderita, selain itu, tes ini dapat
digunakan juga untuk monitoring hasil pengobatan.
Kekurangan pemeriksaan ini adalah tidak sensitif untuk konfirmasi pasien yang diduga
secara klinis menderita filariasis. Tehnik ini juga hanya dapat digunakan untuk infeksi
filariasis bancrofti. Diperlukan keahlian dan laboratorium khusus untuk tes ELISA
sehingga sulit untuk di aplikasikan di lapangan.
ICT adalah tehnik imunokromatografik yang menggunakan antibodi monoklonal dan
poliklonal. Keuntungan dari ICT adalah invasif minimal (100 l), mudah digunakan,
tidak memerlukan teknisi khusus, hasil dapat langsung dibaca dan murah.
5.
atau individu dengan antigen +). Kekurangannya adalah diperlukan penanganan yang
sangat hati-hati untuk mencegah kontaminasi spesimen dan hasil positif palsu.
Diperlukan juga tenaga dan laboratorium khusus selain biaya yang mahal.
6.
Radiodiagnostik
Menggunakan USG pada skrotum dan kelenjar inguinal pasien, dan akan tampak
gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dancing worm).
Limfosintigrafi menggunakan dextran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif
yang menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada pasien dengan
asimptomatik milrofilaremia
I. Pengobatan
Tujuan terapi adalah mengurangi dan mengontrol edema serta mencegah infeksi. Tirah
baring ketat dengan tungkai sedikit ditinggikan dapat membantu memobilisasi cairan.
Latihan pasif dan aktif membantu pengaliran cairan limfa ke aliran darah. Alat kompresi
eksternal akan memompa cairan ke proksimal dari kaki ke pinggang.3
Apabila pasien dirawat jalan, ia harus mengenakan stoking elastic yang ukurannya sesuai.
Pada terapi awal, furosemid diberikan secara intermitten untuk menghindari kelebihan
cairan yang terjadi akibat mobilisasi cairan ekstrasel. Diuretik juga digunakan secara
paliatif untuk limfadema disertai peninggian tungkai dan pemakaian stoking penekan,.
Tetapi penggunaan diuretik masih kontroversial.3,7
Penatalaksaan cangkok kulit dan flap secara pascaoperatif sama dengan terapi yang
digunakan pada keadaan lain. Antibiotika profilaksis perlu diberikan selama 5-7 hari.
Peninggian tungkai yang terkena dan observasi adanya komplikasi sangat penting.
Komplikasi bisa berupa nekrosis pada flap, hematoma atau abses di bawah flap dan
selulitis.1,3,7
Pengobatan dibagi menjadi 4 yaitu:1,3,6
a. Pengobatan Umum1,3
1. Istirahat di tempat tidur, pindah ketempat daerah yang lebih dingin akan
mengurangi derajat serangan akut.
2. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder.
3. Pengikatan didaerah pembendungan akan mengurangi edema.
Fakultas Kedokteran Universitas MataramPage 7
b. Pengobatan spesifik1,3,7
1. DEC sebagai satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relative murah. Pengobatan
dilakukan dengan pemberian DEC 6 mg/kg BB/ hr selama 12 hari. Pengobatan ini
dapat diulang 1 hingga 6 bln kemudian bila perlu atau DEC selama 2 hr/bln (6-8
mg/kgBB)
2. Ivermektin
Meski ivermektin sangat efektif dalam menurunkan kadar mikrofilaremia tampaknya
tidak dapat membunuh cacing dewasa sehingga tidak dapat menyembuhkan infeksi
secara menyeluruh.
3. Albendazol
Bersifat makrofilarisidal dengan pemberian setiap hari selama 2-3 minggu. Namun
dari penelitian dikatakan obat ini masih belum optimal.
c. Pengobatan penyakit1,3
Hidrokel besar yang tidak mengalami regresi spontan sesudah terapi adekuat harus
dioperasi dengan tujuan drainase cairan dan pembebasan tunika vaginalis yang terjebak
untuk melancarkan aliran limfe.
d. Pembedahan1,3
J. Pencegahan
perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan,
namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan
bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Ilmu penyakit dalam
Pencegahan individu1,3
Kontak dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan obat oles
antinyamuk, kelambu atai insektisida
Pencegahan masal1,3
Control penyakit pada populasi adalah melalui control vector (nyamuk). Namun hal ini
terbukti tidak efektif mengingat panjangnya masa hidup parasit (4-8 tahun). Pada
pengobatan masal pemberian DEC diberikan dalam dosis rendah (6mg/kgBB)dengan
jangka waktu pemberian yang lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pengendalian Peyakit
FIlariasis (Kaki Gajah), Jakarta:2005
2. Departemen Kesehatan R.I., Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2007
3. Pohan HT. Filariasis. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p. 2931-7.
4. Supali T, Kurniawan A, Partono F. Wuchereria bancrofti. In : Sutanto I, Ismid IS,
Sjarifuddin PK, Sungkar S, ed. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4th ed. Jakarta :
FKUI; 2009. p. 32-8.
5. Supali T, Kurniawan A, Partono F. Wuchereria bancrofti. In : Sutanto I, Ismid IS,
Sjarifuddin PK, Sungkar S, ed. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4th ed. Jakarta :
FKUI; 2009. p. 38-42.
6. Wayangankar S. Filariasis. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/217776overview. Accessed on April, 1 2014.
Fakultas Kedokteran Universitas MataramPage 9