DAFTAR ISI
Abstrak ....................................................................................................................
Prakata ....................................................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 1
Daftar Gambar ........................................................................................................................................ 2
Daftar Tabel ............................................................................................................................................ 3
Bab I Pendahuluan ............................................................................................................................ 4
1.1
1.2
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.3
1.4
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
3.1.1.
3.1.2.
3.1.3.
3.1.4.
Ore Mixing.................................................................................................................... 18
Kalsinasi ....................................................................................................................... 20
Smelting ............................................................................................................................... 23
4.3.1.
4.3.2.
4.3.3.
3.3.1.
Lancing ......................................................................................................................... 26
3.3.2.
Desulfurisasi ................................................................................................................ 28
3.3.3.
3.3.4.
Casting.......................................................................................................................... 32
4.2.
Tujuan .................................................................................................................................. 34
4.3.
4.4.
4.3.1.
Solidifikasi .................................................................................................................... 35
4.3.2.
De-Sulfurisasi............................................................................................................... 36
4.3.3.
Penggunaan waktu pada proses pemurnian crude FeNi . Error! Bookmark not defined.
5.2.
Manajemen Ladle................................................................................................................ 43
Daftar Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
17:
18:
19:
20:
21:
22:
23:
24:
25:
Lancing ........................................................................................................................... 27
De-Sulfurisasi ................................................................................................................ 28
Stirrer DeS ..................................................................................................................... 29
a) L/D Converter, b) Pouring ke dalam L/D Converter ........................................... 30
Proses L/D ..................................................................................................................... 32
Casting ........................................................................................................................... 32
Energi bebas fasa cair dan padat sebagai fungsi temperaturaman 43 ................ 35
Diagram penggunaan waktu ....................................................................................... 42
Manajemen Ladle ......................................................................................................... 43
Daftar Tabel
Tabel 1: Spesifikasi unit RD .............................................................................................................. 17
Tabel 2: Kapasitas Rotary Kiln .......................................................................................................... 21
Tabel 3: Rincian sumber data ........................................................................................................... 34
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Balakang
Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia terus melakukan pembangunan demi
kemajuan dan kemakmuran rakyatnya. Hal ini terutama didukung oleh kenyataan bahwa
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan potensi yang tinggi
untuk digunakan sebagai modal dalam pembangunannya. Di antara berbagai sumber daya
alam yang ada dan berpotensi tinggi dimanfaatkan untuk memberikan kontribusi pada
pembangunan Indonesia adalah kekayaan mineral seperti tembaga, emas, alumunium,
perak, dan nikel. Akan tetapi, era globalisasi telah membuat persaingan terjadi di segala
bidang. Karena itu, seiring dengan persaingan global yang semakin ketat disertai
perkembangan
teknologi,
Indonesia
juga
harus
dapat
mengimbanginya
dengan
meningkatkan keahlian dan keterampilan yang memadai dari sumber daya manusianya.
Salah satu realisasi yang dilakukan pemerintah akan era globalisasi ini adalah dengan
menerapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang berupa larangan bagi perusahaan
tambang untuk menjual tanah air secara utuh. Perusahaan tambang ini harus mampu
mengolah sendiri mineral yang berasal dari tanah air Indonesia sebelum boleh dijual. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang dihasilkan dari mineral yang sudah di
proses. Salah satu mineral berharga yang terkena dampak dari UU ini adalah nikel. Nikel
merupakan salah satu mineral berharga yang banyak terkandung dalam tanah bumi
Indonesia, khususnya pulau Sulawesi dan Maluku. Nikel banyak digunakan sebagai bahan
paduan untuk membuat stainless steel maupun baja paduan super lainnya. UU Nomor 4
Tahun 2009 ini melarang perusahaan pertambangan nikel untuk langsung menjual hasil
tambangnya sehingga harus dibangun smelter untuk melebur bijih nikel dari tanah menjadi
produk lanjutan seperti ferronickel atau nickel matte sebelum bisa dijual.
Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara (UBPN SulTra) PT. ANTAM
(Persero) Tbk. adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada
pengolahan nikel dari mulai bijih hingga menjadi ferronickel. Proses-proses yang ada pada
UBPN SulTra PT. ANTAM (Persero) Tbk. merupakan beberapa dari core competence yang
kami pelajari di selama perkuliahan mulai dari ore preparation, peleburan (smelting), hingga
pemurnian (refining). Oleh karena itu UBPN SulTra PT. ANTAM (Persero) Tbk. ini menjadi
salah satu sasaran pelaksaan Kerja Praktek oleh mahasiswa/i Departemen Teknik Metalurgi
dan Material Universitas Indonesia agar bisa dapat mengaplikasikan ilmu yang dipelajari di
bangku perkuliahan.
Kerja praktik dilaksanakan di FeNi Plant III Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi
Tenggara (UBPN SulTra) PT. ANTAM (Persero) Tbk., selama satu bulan dari tanggal 6
Januari 2016 hingga 6 Februari 2016.
1.2.2
Pelaksanaan program kerja praktek bagi mahasiswa dalam lingkup program pendidikan
strata satu (S-1) Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia memiliki
tujuan, antara lain:
Mengamati secara langsung aplikasi dari teoriteori dasar yang telah diajarkan selama
proses perkuliahan di lapangan terutama berkaitan dengan teori yang ada dalam mata
kuliah Pengolahan Mineral dan Metalurgi Ekstraksi.
Menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang industri yang nantinya akan
membantu dalam menghadapi dunia kerja secara lebih percaya diri.
Memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk menganalisis masalah yang terjadi di
lapangan secara langsung sekaligus berupaya mencarikan solusi dari permasalahan
tersebut.
Mendapatkan gambaran nyata mengenai wujud dan pengoperasian sistem proses atau
fasilitas yang berfungsi sebagai sarana produksi.
Menyelesaikan persoalan yang diberikan oleh pembimbing dari PT. Antam (Persero) Tbk.
UBPN Sulawesi Tenggara terkait proses-proses yang terjadi di dalam pabrik maupun
dosen pembimbing
1.2.3
Ruang lingkup kerja praktek di PT Antam (Persero) Tbk. UBPN Sultra, meliputi kegiatan
sebagai berikut:
1. Orientasi umum di Plant FeNi 1, 2, dan 3
2. Penyelesaian tugas khusus di Processing and Engineering Department yang meliputi
studi literatur, pengambilan data, diskusi dengan pembimbing, perhitungan, dan
evaluasi.
1.2.4
: Pendahuluan
Nikel atau Ni adalah unsur kimia yang ada pada golongan VIIIB dengan nomor atom
28. Logam nikel murni bersifat mengkilap dan berwarna silvery-white dengan sedikit golden
tinge. Nikel tergolong dalam logam transisi yang mempunyai banyak kegunaan dalam
kehidupan sehari-hari. Meskipun kegunaannya tidak secara langsung dalam bentuk logam
murni, nikel merupakan logam paduan dengan karakteristik yang menarik. Nikel adalah
logam non-ferrous yang memiliki sifat mekanis menyerupai besi dan sering dipadukan
dengan besi karena nikel memberikan dampak positif. Pada udara terbuka nikel lebih stabil
bila dibandingkan dengan besi, memiliki ketahanan temperatur tinggi, sulit teroksidasi, dan
tahan korosi. Titik leleh nikel juga lebih tinggi daripada besi, yaitu 1455o C.
Aplikasi nikel yang paling sering digunakan adalah sebagai bahan paduan pembuatan
baja tahan karat atau Stainless Steel (SS). SS merupakan material yang banyak sekali
digunakan karena ketahanan korosinya. Adanya paduan nikel pada SS akan meningkatkan
kekuatannya. Ni juga merupakan austenite former pada besi yang dimana akan
meningkatkan keuletan sehingga ketangguhannya meningkat juga. SS ini biasanya
digunakan untuk otomotif, struktur bangunan, industri aerospace, dll.
Ada tiga metode ekstraksi logam yaitu pirometalurgi, hidrometalurgi, dan elektro
metalurgi. Di pabrik UBPN SulTra PT Antam (Persero) Tbk, bijih nikel yang diperoleh dari
area pertambangan diolah dengan metode pirometalurgi. Pirometalurgi adalah metode
dimana logam diolah dan diekstraksi menggunakan panas pada temperatur yang sangat
tinggi. Panas didapatkan dari tanur listrik (Electric Smelting Furnace) berbahan bakar
batubara (kokas) yang sekaligus bertindak sebagai reduktor. Temperatur yang dicapai
berkisar 1300 1600 oC. Pada temperatur tersebut logam nikel sudah dalam fasa cair dan
sudah tereduksi. Setelah tereduksi, logam masih perlu dimurnikan kembali untuk
mengurangi kadar-kadar pengotor yang ada sehingga bisa siap digunakan sebagai paduan
yang baik.
2.2.
Nikel merupakan salah satu bahan galian yang banyak terdapat di Indonesia
terutama pada Pulau Sulawesi dan Maluku. Bijih nikel yang ada di Sulawesi Tenggara
pertama kali mulai digali dan dieksploitasi oleh E.C. Abendanon pada tahun 1909. Namun
seiring berjalannya waktu, kepemilikan tambang nikel ini beberapa kali berpindah tangan.
Adanya yang memegang kepemilikan ini pada tahun 1942 adalah Oost Borneo Maatschappij
1968,
PT.
Pertambangan
Nikel
Indonesia
bersama
BPU-PERTAMBUN
mengintegrasikan beberapa perusahaan tambang yang ada di Indonesia ada pada masa itu
menjadi satu. Beberapa perusahaan itu antara lain State General Mining Company, State
Bauxite Mining Company, Tjikotok State Gold Mining Company, State Precious Metals
Company, PT. Nickel Indonesia, Diamond Project dan beberapa proyek lainnya menjadi PN
Aneka Tambang. Pada tanggal 30 Desember 1974 status PN berubah menjadi PT. Aneka
Tambang (Persero) hingga sekarang. Pertambangan nikel yang ada di Pomalaa awalnya
hanya untuk mengambil bijih nikel dari tanah secara langsung untuk dijual. Maka untuk
memperpanjang jangka waktu pertambangan nikel di Pomalaa, serta mengingat cadangan
bijih nikel laterit kadar rendah (<1,82% Ni) yang dapat dimanfaatkan cukup besar,
sedangkan bijih nikel laterit yang berkadar tinggi (2,30%) semakin menipis jumlah
cadangannya. Dalam usaha untuk meningkatkan nilai jual secara umum dan agar bijih nikel
kadar rendah tersebut dapat bernilai, didirikanlah pabrik peleburan bijih nikel untuk
memproduksi logam ferronickel.
Sampai saat ini UBPN SulTra PT. ANTAM (Persero) Tbk. mempunyai 3 unit pabrik
FeNi. Pembangunan pabrik FeNi I dimulai pada tahun 1973 dan sudah mulai beroperasi
secara komersil pada tahun 1976. Pabrik FeNi II mulai dibangun pada tahun 1992 dan mulai
bisa beroperasi secara komersil pada tahun 1995. Pabrik FeNi III mulai dibangun pada
tahun 2004 dan mulai beroperasi secara komersil pada tahun 2006. Pada tahun 2013
dimulai
Proyek
perluasan
pabrik
feronikel (P2F)
untuk
2.3.
Arti Visi:
Korporasi
Global Terkemuka
Pengelolaan sumber daya alam yang memberikan nilai tambah pada komoditas inti dan
bisnis pendukungnya
Komoditas inti
Bisnis pendukung
energi,
batubara,
jasa
eksplorasi,
jasa
permunian,
trading,
2.4.
Wakil Kepala Divisi Sumber Daya Manusia dan Coporate Social Responsibility:
2.5.
Lokasi unit bisnis pertambangan nikel pada PT. Antam (Persero) Tbk. UBPN Sulawesi
Tambang Utara
Wilayah penambangan sekitar bukit-bukit Pomalaa sebelah utara. Batas wilayah utara
yaitu sungai Huko-Huko dan batas selatannya sungai Komoro. Luas tambang bagian utara
sekitar 2617 Ha.
2.
Tambang Tengah
Termasuk di dalamnya daerah Tambea, Latumbi, dan daerah sekitar Komoro. Batas utara
adalah daerah tengah sungai Komoro dan batas selatannya sungai Sapura. Luas tambang
bagian tengah sekitar 3625 Ha.
3.
Tambang Selatan
Meliputi gugusan bukit-bukit di bagian utara sungai Oko-Oko, Tanjung Batu Kilat, Kayu
Angin, Tanjung Pakarena, dan tanjung Leppe. Batas utara adalah sungai Sapuran dan
batas selatannya sungai Huko-Huko.
Pomalaa dipilih sebagai tempat pengolahan feronikel karena bahan baku tersedia di
Pomalaa dan sekitarnya. Meskipun sekarang jumlah bijih yang ada di daerah Pomalaa
semakin berkurang tetapi pasokan bijih masih ada di Pulau Sulawesi. Pasokan bijih
dilakukan dengan menggunakan kapal laut karena PT. Antam (Persero) Tbk. UBPN Sultra
memilki dermaga sendiri.
Ore Preparation
Proses ini merupakan tahap persiapan sebelum bijih dilakukan proses peleburan.
Perlunya dilakukan proses ore preparation adalah agar kondisi dan parameter dari bijih yang
akan masuk kedalam proses peleburan sudah sesuai dengan persyaratan, sehingga proses
peleburan dapat berlangsung dengan efisien dan menghasilkan output yang optimum.
Parameter-parameter yang ingin dicapai pada proses ini dapat berupa seperti ukuran dan
kadar kandungan mineral dalam bijih, moisture content, zat-zat yang hilang selama proses
atau biasa disebut LOI, dan lain-lainnya. Proses persiapan bijih meliputi beberapa tahapan,
yaitu ore receiving, ore drying, ore mixing, dan kalsinasi. Berikut ini adalah penjelasan tiap
tahapan tersebut
3.1.1.
Ore Receiving
seragam, sehingga perlu dilakukan penyeragaman ukuran bijih dengan menggunakan alat
Shaking Out Machine (SOM). Wet ore akan diangkut menggunakan wheel loader dan
dimasukkan ke dalam SOM yang memiliki ukuran saringan sebesar 20 x 25 cm. Bijih yang
lolos saringan akan masuk kedalam hopper dan jatuh keatas conveyor yang akan
mentransportasikan ore menuju proses pengeringan. Pada bagian belt conveyor sendiri
terdapat metal detector yang akan mendeteksi apabila terdapat logam asing pada ore maka
belt conveyor akan berhenti secara otomatis. Sedangkan ore yang oversize atau biasa
disebut boulder akan ditampung dan dihancurkan kembali agar ukurannya sesuai dengan
yang diinginkan.
3.1.2.
Ore Drying
Wet Ore yang ditransportasikan oleh conveyor selanjutnya akan masuk ke dalam
tahap pengeringan untuk mengurangi kadar MC yang terkandung dalam ore. Pada proses ini
diharapkan MC akan berkurang dari 30% menjadi 22%. Kadar MC juga tidak direduksi
menjadi 0% karena di khawatirkan ore akan terlalu kering, sehingga saat proses sizing, ore
akan menjadi debu. Maka dari itu penentuan nilai reduksi MC tersebut dipilih dikarenakan
kondisi tersebut sudah paling optimum untuk mereduksi mineral losses, polusi serta
keawetan dari mesin pengering. Proses drying ini dilakukan di dalam Rotary Dryer (RD),
berikut ini adalah spesifikasi unit RD yang dimiliki oleh PT Antam.
Unit
Diameter (m)
Kapasitas (ton/jam)
40
3.2
60
40
3.2
60
50
4.1
60
Proses pengeringan ore berlangsung pada suhu 600oC selama 30 menit dan pada
kemiringan 2o. Selama proses berlangsung, RD akan berputar agar pemananasan pada bijih
merata. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung antara bijih dengan
udara panas dari burner. Sistem pemanasan rotary dryer adalah aliran panas searah(cocurrent) dengan aliran masuk ore. Tujuan dilakukannya system aliran panas ini agar ore yang
berada pada dryer-end akan memiliki suhu yang lebih rendah, sehingga saat proses ore sizing
dan mixing, bijih tidak terlalu panas untuk di proses.
Sumber panas pada RD berasal dari sistem pembakaran yang disebut Hot Air
Generator (HAG). Bahan bakar yang digunakan oleh Hot Air Generator adalah Pulvurized Coal
dan Bahan Bakar Minyak. Pulvurized Coal adalah batu bara yang telah diolah dengan
3.1.3.
Ore Sizing
Conditioned ore hasil pengeringan umumnya bersuhu sekitar 40-50 oC. Pada dryer-end
terdapat trommel screening untuk menyaring conditioned ore yang oversize. Conditioned ore
yang oversize kemudian akan masuk ke dalam mesin Impeller Breaker untuk dilakukan proses
pengecilan ukuran dan selanjutnya diumpankan menuju belt conveyor bersama dengan
conditioned ore yang lolos dari trommel screening. Mesin Impeller Breaker yang digunakan
menggunakan prinsip impactor crusher, yaitu proses pengecilan ukuran bijih yang
menggunakan prinsip gaya impak sehingga diharapkan pada akhirnya semua material
mempunyai ukuran kurang dari 30 mm. Seperti diketahui bahwa pada bagian ore receiving di
pasangkan alat metal detector. Salah satu tujuan utama pemasangan alat tersebut adalah
agar tidak ada logam asing yang masuk ke dalam impeller breaker, karena dapat
menyebabkan keausan pada bagian dinding Impeller Breaker dan menyebabkan umur pakai
3.1.4.
Ore Mixing
Gambar 8: Bin
Presipitator sehingga mineral-mineral yang terkandung dalam debu akan mengendap dan
menyisakan gas-gas yang akan dialirkan keluar melalui cerobong. Sedangkan endapan debu
akan dialirkan menuju dust bin yang kemudian akan ditampung pada dust bin. Debu-debu
tersebut kemudian akan dicampur dengan pengikat atau binder yaitu fine ore bersama
dengan air. Pelletizing ini akan menjadi salah satu bahan pada proses pencampuran
sehingga pada debu dapat diambil kembali mineral-mineral berharga yang masih
b
Gambar 9: a) Unit Pelletizer, b) Proses Pelletizing, c) Pellet
3.1.5.
Kalsinasi
Hasil pencampuran antara conditioned ore, batubara dan pellet akan masuk proses
kalsinasi. Conditioned ore terdiri dari 22% moisture content dan 10% - 12% air kristal
dalam bentuk serpentine (3MgO.2SiO2.2H2O) dan beberapa goethite. Proses kalsinasi
tersebut bertujuan untuk menghilangkan moisture content (MC) dan kadar air kristal serta
lost on ignition (LOI) hingga <1%. Jika masih terdapat ketiga kandungan tersebut pada
ore, maka saat
penguapan air yang berlebihan. Proses ini dilakukan menggunakan Rotary Kiln.
Unit
Panjang (m)
Kapasitas (ton/jam)
96
40
98
60
110
120
end. Tujuan dilakukan sistem counter current adalah agar output dari RK yang berupa kalsin
memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga pada proses peleburan bjih akan lebih efisien
dikarenakan suhu bijih sudah cukup tinggi. Dalam RK sendiri terdapat tiga bagian
berdasarkan proses pemanasannya, yaitu Drying Zone, Pre-Heating Zone, dan Calcining
Zone.
Pada Pre-Heating Zone memiliki suhu operasi sebesar 250-300oC dimana semua
moisture sudah hilang, sedangkan Drying Zone bertujuan penghilangan sebagian air Kristal
dengan suhu operasi 700-850oC, dan pada Calcining Zone di suhu 900-1000oC air kristal
sudah menghilang. Selain dari penghilangan kandungan air pada bijih, di dalam RK terjadi
proses pre-reduksi pada bijih. Berikut ini adalah reaksi pre-reduksi yang terjadi :
Fe2O3.H2O
Fe2O3 + H2O
3MgO.2SiO2.H2O
C + O2
CO
NiO + CO
Ni + CO2
Fe2O3 + CO
FeO + CO2
MgCO3
MgO + CO2
2C + O2
2CO
C + CO2
2CO
Reaksi reduksi yang terjadi adalah reaksi reduksi tidak langsung, yaitu reduksi tidak
dilakukan oleh carbon secara langsung, tetapi dilakukan oleh gas CO yang merupakan hasil
Variable proses yang harus dijaga pada tahap ini adalah temperatur proses dalam
kiln. Jika temperatur terlalu rendah, maka kadar LOI dalam ore akan tinggi. Sedangkan jika
temperatur terlalu tinggi, maka akan terjadi superheating yang menyebabkan terbentuknya
clinker (terak) di dinding dalam kiln. Selain itu, variable yang perlu diperhatikan adalah
fullness dan retention time dari material selama dalam kiln. Fullness adalah derajat ore
dalam memenuhi satu ruangan dalam kiln.
Jika fullness dari material terlalu tinggi, maka panas dari burnerkemungkinan besar
tidak menyapu rata seluruh ore (panas tidak homogen). Sedangkan jika fullness dari
material
terlalu
rendah,
Retention time adalah waktu yang dibutuhkan oleh ore untuk melalui seluruh tahapan
proses dalam. Jika retention time terlalu lama, material terancam mengalami overheat
yang dapat menyebabkan clinker, sementara apabila retention time terlalu rendah,
3.2.
Smelting
Smelting adalah proses reduksi kalsin dengan tujuan membentuk lapisan berbeda
antara leburan logam dan pengotor-pengotornya dalam bentuk slag, untuk kemudian
dipisahkan dan dihasilkan molten crude FeNi. Saat ini terdapat tiga unit tanur busur listrik
(electric arc furnace) yang dimiliki oleh UBPN Pomalaa, yaitu FeNi 2, FeNi 3, dan FeNi 4.
Oprasional ketiga tanur tersebut menjadi tanggung jawab depertemen smelting.
Departemen smelting terdiri dari lima satuan kerja, satu untuk tiap tanur, satuan
kerja water plant, dan satuan kerja taransportasi kalsin. Satuan kerja tanur bertanggung
jawab terhadap pengoprasian tanur yang dibawahinya. Satuan kerja water plant menangani
kebutuhan air saat slag tapping dan kebutuhan air lainnya. Satuan kerja transportasi kalsin
betugas mengatur dan melakukan pemindahan kalsin dari rotary kiln menuju tanur.
4.3.1.
Tanur listrik yang digunakan merupakan jenis Electric Submerged Furnace dengan tiga buah
elektroda sodeberg yang terbuat dari karbon dan tar dengan arus AC. Tiga buah elektroda
yang digunakan menghasilkan busur listrik dengan fasa yang berbeda-beda sehingga
pemanasan rata-rata tiap waktu adalah sama. Dengan kapasitas tanur FeNi 2, FeNi 3, dan
Hatch
Copper Cooler yang terdiri dari 3 baris plate cooler dengan tiap baris terdiri dari 24 buah,
waffle cooler, 4 buahh flanker cooler, fin cooler, skew cooler. Pada dasarnya sistem ini
terdiri dari pipa-pipa tembaga yand berada pada lapisan tengah tembok tanur yang mana
didalamnya dialirkan air.
Lining yang digunakan pada tanur FeNi 2-3 adalah magnesia brick yang dicampurkan
dengan tar dolomite. Material ini dipilih karena mampu memiliki ketahanan mekanik yang
tinggi pada temperatur tinggi dan dalam kondisi oprasi tidak mengalami reaksi dengan
material-material yang dikandungnya.
4.3.2.
Proses Peleburan
Proses peleburan dimulai dengan pemindahan kalsin bersuhu 900o C dari rotary kiln
ke surge hopper untuk ditimbang
menggunakan container wagon menggunakan crane menuju sembilan buah top bin yang
berada diatas tanur. Kalsin yang berada di dalam top bin kemudian diumpankan kedalam
tanur melalui 24 chute, dengan konfigurasi sebagi berikut tiga buah chute berada di antara
elektroda, enam chute berda di sekeliling elektroda, dan lima belas chute lainnya berada
pada sekeliling chute yang mengelilingi elektroda. Penggunaan banyak chute ini
dimaksudkan agar distribusi kalsin pada tanur merata, selain itu lima belas chute disekeliling
chute yang mengelilingi elektroda dimaksudkan untuk menjaga agar temperatur lining tanur
tidak terlalu panas dan tidak cepat rusak. Dalam tanur kalsin akan dipanaskan hingga
1500oC hingga melebur membentuk crude FeNi.
4.3.3.
Reaksi Reduksi
Dalam tanur listrik kalsin mengalami reduksi dengan reduktor karbon yang
berasal dari antrasit, elektroda tanur, dan batu bara yang dikandung kalsin.
Terdapat dua mekanisme reduksi yang dapat terjadi di dalam tanur, yaitu reduksi
langsung dan reduksi tidak langsung.
Reduksi langsung adalah reduksi dimana nikel oksida dan besi oksida yang
dikandung dalam kalsin direduksi secara langsung oleh karbon yang dikandung oleh
reduktor. Reaksi reduksi langsung adalah sebagai berikut
NiO(p) + C(p) Ni(p) + CO2(g)
Fe2O3(p) + C(p) 2FeO(p) + CO(g)
FeO(p) + C(p) Fe(p) + CO(g)
Reduksi tidak langsung adalah reduksi dimana nikel oksida dan besi oksida
yang dikandung dalam kalsin tidak direduksi secara langsung oleh karbon yang
dikandung oleh reduktor, melainkan direduksi oleh gas karbon monoskida yang
dihasilkan akibat pembakaran tidak sempurna karbon yang terdapat pada reduktor
dan reaksi antar karbon dioksida dan karbon pada reduktor. Reduksi ini berjalan
sesuai dengan persamaan berikut:
NiO(p) + CO(g) Ni(p) + CO2(g)
Fe2O3(p) + CO(g) 2FeO(p) + CO2(g)
FeO(g) + CO(g) Fe(p) + CO2(g)
CO2 yang dihasilkan dalam proses in dapat bereaksi dengan karbon pada
reduktor untuk kembali membentuk karbon monoksida melalui reaksi bouduard,
sesuai dengan persamaan berikut:
CO2(g) + C(p) 2CO(g)
3.3.
pembersihan pengotor-pengotor pada crude FeNi hasil dari proses smelting melalui proses
desulfurisasi dan oksidasi untuk produk low carbon. Satuan kerja ini mengoperasikan 3 unit
stasiun desulfurisasi untuk menurunkan kandungan sulfur pada produk
dan 4 unit LD
Converter yang digunakan untuk menurunkan kadar karbon pada produk low carbon FeNi.
Satuan kerja casting bertanggung jawab merubah molten FeNi yang telah
dimurnikan oleh Satker Refining menjadi shot-shot FeNi menggunakan Shot making
machine, selain itu satker ini juga dilengkapi dengan continuous casting machine yang dapat
digunakan untuk memproduksi billet FeNi jika produksi billet dijalankan kembali. Satker
Lining Works berupakan satker supporting yang bertugas melakukan pembuatan dan
perbaikkan linning yang digunakan pada peralatan satker lain, melakukan pembuatan stirrer
yang digunakan pada proses desulfurisasi dan mengoprasikan crane.
3.3.1.
Lancing
3.3.2.
Desulfurisasi
Desulfurisasi bertujuan mengurangi kandungan sulfur dari produk hingga < 0.03%.
Kandungan Sulfur yang tinggi dapat berpengaruh pada saat penggunaan produk FeNi
karena dapat meningkatkan kandugan sulfur dan mengakibatkan terbentuknya inklusi pada
stainless. Sulfur yang terdapat pada crude FeNi dapat berasal dari bijih yang digunakan,
batubara yang digunakan dalam proses kalsinasi maupun dari bahan bakar yang digunakan
sepertu pulverizer coal dan marine fuel oil. Temperatur proses desulfurisasi harus berada
diantara 50-100oC diatas titik lebur sehingga pembekuan FeNi pada ladle dapat dicegah.
Temperatur lebur crude FeNi dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Mp = 1536 {(%C x 73) + (%Si x 12) + (%Ni x 3.5)} OC
Proses desulfurisasi dilakukan dengan rute ladle route, rute ini dipilih karena memiliki
ash (Na2CO3), Fluospar (CaF2), dan jika dibutuhkan ditambahkan aluminium ingot untuk
menjaga ukuran shot dan ferrosilika untuk menjaga agar kandungan silika dalam ruah >
1%. Reaksi desulfurisasi oleh kalsium karbida dapat dinyatakan sebagai berikut.
CaC2 + S CaS + 2C
CaC2 + FeS CaS + 2C + Fe
CaC2 + O2 CO
CaC2 + FeO CaO + 2C + Fe
CaC2 + 2H2O C2H2 + Ca(OH)2
Sedangkan pengikatan sulfat dengan soda ash dapat dinyatakan dalam reaksi berikut.
Na2CO3 + [S] + [Si] Na2S + SiO2 + CO
CaS dan Na2S memiliki suhu lebur jauh lebih tinggi dari suhu oprasi sehingga akan menjadi
slag dipermukaan dan dapat dipisahkan.
3.3.3.
Oksidasi dilakukan apabila produk yang dihasilkan merupakan low carbon ferro
nickel, yang mana membutuhkan kandungan C <0,03%. Proses oksidasi dilakukan
menggunakan LD Converter, pada tengah dari alat ini terdapat pipa yang meniupkan
oksigen kedalam ruah dengan tekanan 2MPa selama 45 menit
Proses oksidasi ini memanfaatkan asa termodinamika dimana afinitas suatu unsur
terhadap oksigen berbeda beda, dan Ni memiliki afinitas yang kecil sehingga sedikit sekali Ni
yang ikut teroksidasi. Urutan afinitas terhadap oksigen adalah sebagai berikut Si > Mn > Cr
> C > P > Fe > Co > Ni. Ketika dilakukan peniupan oksigen di dalam LD converter unsurunsur tersebut akan membentuk senyawa oksida yang memiliki titik lebur tinggi sehingga
akan berbentuk padat dan terpisah sebagai slag, keculali C yang akan membentuk gas CO
atau CO2. Proses oksidasi ini melibatakan reaksi-reaksi yang eksotermik sehingga suhu akhir
3.3.4.
Casting
Casting dalam proses ini adalah quenching logam cair hasil refining pada aliran air
hingga dibentuk shot-shot berbentuk irregular dengan ukuran tertentu, proses ini
menggunakan mesin yang disebut shot making machine
Latar Belakang
Banyaknya permasalahan pada ladle bermula dari adanya metal yang tertinggal atau
membeku. Metal yang membeku pada ladle ini dikarenakan temperatur metal yang drop
selama durasi proses. Temperatur proses yang drop ini dikarenakan waktu proses yang lama
sehingga membuat metal membeku. Metal yang membeku dapat merusak lining dari dinding
refraktori ladle. Sehingga pembekuan metal ini akan menghambat proses karena membuat
4.2.
Tujuan
4.3.
Metode Pengamatan
Pengamatan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu evaluasi terhadap waktu proses
pemurnian secara umum dan evaluasi temperature dan pengaruhnya terhadap pembekuan
crude metal. Evaluasi waktu proses pemurnian dilakukan dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap 15 proses pemurnian dan mencatat waktu yang dibutuhkan tiap ladle
untuk menyelesaikan tiap stasiun pada seluruh proses pemurnian. Evaluasi pengaruh
temperature terhadap pembekuan crude metal dilakukan dengan menganalisis logbook
satuan kerja pre-heating yang mencatat massa dan temperature ladle sebelum dan sesudah
proses.
Data pengamatan terhadap waktu yang dibutuhkan oleh ladle pada satu fase tertentu
dilakukan secara langsung dengan mencatat waktu pergerakan. Sedangkan data lain
didapatkan dari hasil pencatatan oleh operator di stasiun maupun satuan kerja yang
bersangkutan, rincian sumber data dijabarkan sebagai berikut:
No
Data
Sumber
Pengamatan lapangan
pemurnian
2
4.4.
4.3.1.
Dasar Teori
Solidifikasi
Solidifikasi material terjadi karena adanya perbedaan nilai energi bebas Gibbs pada fase
cair dan fase padat suatu material. Gambar 23 menunjukkan nilai energi bebas Gibbs fase
Gambar 23: Energi bebas fasa cair dan padat sebagai fungsi temperatur (Fredriksson, et.al., 2012, halaman 43)
cair dan padat suatu material. Diatas titik lebur (melting point) fase cair (liquid) memiliki
nilai energi bebas yang lebih rendah dibandingkan dengan fase padat atau dapat dikatakan
fase cair lebih stabil dibandingkan fase padat. Keadaan dibawah titik lebur adalah sebaliknya
sedangkan tepat pada titik lebur kedua fase memiliki nilai energi bebas yang sama.
Secara termondinamika, perubahan energi gibbs yang terjadi pada saat solidifikasi
dinyatakan sebagai:
= (
)
seperti yang disebutkan sebelumnya ketika temperatur melting tercapai nilai energi bebas
(
) didapat persamaan berikut:
= (
=(
) (
)
(
)
Dengan
= kalor molar peleburan, = Temperatur lebur, dan = undercooling
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tiga faktor yang mempengaruhi solidifikasi
material adalah kalor molar peleburan, temperatur lebur dan undercooling yang terjadi.
4.3.2.
De-Sulfurisasi
Proses desulfurisasi bertujuan untuk mengurangi kadar sulfur yang ada dalam crude
FeNi hasil peleburan supaya kandungan sulfur pada produk akhir menjadi <0.03%. Sulfur
adalah suatu elemen yang tidak diinginkan dalam produk baja karena beberapa alasan,
yaitu:
Sulfur dapat membentuk sulfida yang menurukan kekuatan butir dan membuat
Sulfur dapat menurunkan sifat mekanis, titik lebur, kekuatan intergranular, dan
sifat kohesi dari baja
Kelarutan unsur S dalam metal cair berkurang dan aktivitasnya bertambah jika di
dalamnya terdapat unsur-unsur C, Si, dan P. Oleh karena itu akan lebih baik jika
desulfurisasi dilakukan pada crude FeNi yang masih banyak mengandung C, Si, dan P
sehingga proses desulfurisasi dilakukan terlebih dahulu sebelum oxidation refining.
Untuk menghilangkan unsur S, dibutuhkan reagen de-sulfurisasi. Reagen desulfurisasi yang biasa digunakan antara lain soda ash (Na2CO3), kalsium karbida (CaC2), dan
fluorspar (CaF2). Metode de-sulfurisasi yang digunakan adalah dengan gerakan pengadukan
sehingga akan terjadi pencampuran antara reagen dan metal sehingga reaksi desulfurisasi
akan dipercepat. Sebelum proses ini dimulai, terlebih dahulu diatur putaran dari stirrer.
Stirrer dimasukkan ke dalam ladle kemudian diputar dan perputarannya dalam crude FeNi
akan mengakibatkan gaya sentrifugal yang bekerja di dalam ladle. Gaya ini menyebabkan
terjadinya aksi pengadukan sehingga reagen desulfurisasi dan crude FeNi akan tercampur
secara merata dan menyebabkan slag desulfurisasi naik ke atas. Reagen ini berfungsi untuk
karbida
(CaC2)
mempunyai
keunggulan
sebagai
reagen
yaitu
kefektifitasannya baik dan ketersediaannya yang banyak. Namun terdapat juga kerugian
penggunaan CaC2 dalam proses de-sulfurisasi karena partikel CaC2 secara kontinu terlapisi
dengan presipitat kalsium sulfide (CaS). Senyawa ini menghalangi reaksi desulfurisasi
dengan membentuk lapisan tebal pada interface logam cair. Untuk mencegah hal ini, ukuran
dari reagen haruslah dibawah 45 micrometer. Dengan ukuran yang kecil dan pengadukan
yang konstan, kemungkinan untuk terjadinya pelapisan oleh presipitat menjadi lebih kecil.
Reaksi-reaksi CaC2 di dalam crude ferronickel secara keseluruhan dicantumkan di bawah ini:
CaC2 + [S] CaS + 2C
CaC2 + FeS CaS +2C + Fe
CaC2 + O2 CaO +2C
C + O2 CO
CaC2 + FeO CaO + 2C + Fe
CaC2 + 2H2O C2H2 + Ca(OH)2
Karena titik lebur CaS adalah 2525C, pada suhu operasi masih tetap berbentuk
padat. Oleh karena itu, CaS yang dihasilkan pada desulfurisasi membentuk slag desulfurisasi
yang padat.
Soda ash (Na2CO3) juga merupakan agen desulfurisasi yang bekerja dengan reaksi:
Na2CO3 + [S] + [Si] Na2S + SiO2 + CO. Soda ash mempunyai keunggulan karena selain
berfungsi sebagai agen de-sulfurisasi, dapat juga sebagai agen de-silikonisasi karena dapat
membentuk SiO2 yang akan meringankan de-silikonisasi pada proses oksidasi.
Fluorspar (CaF2) juga merupakan agen de-sulfurisasi yang memiliki cara kerja mirip
dengan CaC2. Biasanya fluorspar dicampur dengan CaC2 untuk meningkatkan efektivitas
pengikatan sulfur.
Panas yang hilang selama proses desulfurisasi adalah faktor yang penting karena hal
ini mengurangi kalor laten dari logam cair yang ada selama proses desulfurisasi. Tiga
sumber utama dari hilangnya panas adalah radiasi permukaan logam cair, penambahan
reagen yang dingin, dan pemasukkan stirrer desulfurisasi yang dingin. Turunnya temperatur
Crude FeNi biasanya disebabkan oleh lama tapping, serta kondisi ladle dan stirrer De-S yang
mungkin memiliki temperatur yang rendah. Kehilangan temperatur biasanya terjadi saat
proses stirring dengan penurunan sekitar 30oC.
Aspek Termodinamika
Tiga cara penghilangan/pengurangan unsur S dalam besi/baja cair, yakni lewat reaksi
dengan logam yang afinitasnya lebih tinggi terhadap sulfur daripada Fe, lewat reaksi dengan
terak (slag), dan yang terakhir adalah direaksikan dengan senyawa logam yang membentuk
sulfida yang stabil. Bahan desulfurisasi yang utama adalah CaC2 dan Na2CO3. Peninjauan
aspek termodinamika desulfurisasi didasarkan pada keadaan standar. Spontanitas suatu
reaksi dapat dilihat dari perubahan energi bebasnya. Reaksinya dapat dilihat sebagai
berikut:
CaC2 + S CaS + 2C
= + ln
CaC2 pada suhu operasi desulfurisasi cenderung tidak terurai, maka CaC2, CaS, dan C
memiliki nilai a = 1.
= + ln
Kandungan sulfur dalam ruah ferronikel < 1% w/w. Maka dalam hal ini dapat digunakan
rumus keaktifan Henry yang dirumuskan:
= %
Terdapat beberapa permasalahan pada proses desulfurisasi antara lain:
-
Aspek Kinetika
Laju kecepatan suatu reaksi dapat didefenisikan sebagai besar pengurangan konsentrasi
dari reaktan -atau bertambahnya produk hasil reaksi- persatuan waktu. Reaksi desulfurisasi
crude FeNi dengan CaC2 (kalsium karbida) dan Na2CO3 merupakan reaksi yang heterogen
yakni reaksi yang melibatkan lebih dari satu fasa. Tahap reaksi heterogennya sebagai
berikut:
-
Perpindahan (transport) reaktan dari fasa ruah ke tempat reaksi yaitu antarmuka
terak dan logam
4.3.3.
Proses Oksidasi
Tujuan dari proses oksidasi adalah untuk menghilangkan impurity crude FeNi
menjadi FeNi sesuai dengan standar produk dengan menggunakan oxygen blowing dari L/D
Converter. Proses oksidasi terdiri dari proses desilikonisasi, proses dekarbonisasi, dan
temperature control yaitu pengaturan temperature metal FeNi pada setiap proses sesuai
parameter operasi.
Berdasarkan perbedaan karakteristik unsur-unsurnya (Si, Mn, Cr, C, P, Fe, Co, dan
Ni) proses oksidasi dibagi dalam tahap desilikonisasi, dekarbonisasi dan tahap akhir oksidasi.
Pengotor utama yang terdapat pada ferronikel ini antara lain unsur-unsur C, Si, Mn, P, dan
Cr yang memiliki afinitas kimia berbeda-beda terhadap oksigen.
T (kuat) Si > Mn > Cr > C > P > Fe > Co > Ni (lemah)
Pengotor tersebut dalam ferronikel kotor cair ini dioksidasi mengikuti urutan di atas
menjadi senyawa oksida dengan density yang ringan dan terpisah dari fasa metal
membentuk fasa terak dan fasa gas.
Kesetimbangan fasa dalam pemurnian oksida ini berurutan dari atas ke bawah
ditunjukkan sebagai berikut:
melt yang mengakibatkan metal grain melompat keluar. Fenomena ini biasa dikenal dengan
Basicity dari slag diatur pada kisaran 1,4 1,5. Harga basicity tidak boleh terlalu
rendah atau terlalu tinggi. Apabila terlalu rendah akan mengakibatkan lining dari converter
akan cepat rusak karena bereaksi dengan SiO2 dalam slag. Apabila terlalu tinggi dapat
mengakibatkan ledakan (slopping) karena slag terlalu padat untuk dapat dilalui gas-gas
secara difusi yang terdapat dalam melt.
Pada tahap ini sebagian C dan Cr juga akan mengalami reaksi oksidasi:
C(l) + O2(g) CO(g)
C(l) + O2(g) CO2(g)
Cr(l) + SO2(g) 2Cr2O3(l)
Pada reaksi oksidasi karbon ini, reaksi pembentukan C menjadi gas CO cukup
dominan, selain itu terjadi pula reaksi oksidasi akibat penambahan fluks yang ditambahkan
untuk menaikkan kecepatan reaksi oksidasi.
Jika kadar Si hasil peleburan sukup tinggi, reaksi desilikonisasi dilakukan secara
bertahap berdasarkan ketentuan berikut :
-
Kadar Si 1,6-2,5% proses yang dilakukan dalam dua tahap dengan hasil akhir tahap
I 0,5-1,5% Si dan tahap II 0,3% Si.
Kadar Si 2,5-4% proses dilakukan dalam tiga tahap dengan hasil akhir tahap I 1,62,5% Si, tahap II 0,5-1,5% Si dan tahap III 0,3% Si.
Untuk setiap tahap desilikonisasi ini dilakukan pengeluaran slag secara skimming.
4.3.3.2. Tahap Dekarbonisasi
Pada tahap ini, crude FeNi yang memiliki kandungan unsur pengotor seperti 1,5% C;
0,3% Si; dan 0,8% Cr akan dimurnikan untuk mendapatkan kadar yang diinginkan melalui
peniupan oksigen. Pada tahap ini terdapat kemungkinan temperatur crude FeNi akan tinggi
sekali. Untuk mencegah supaya hal ini tidak terjadi, sebelum peniupan oksigen, dimasukkan
5.1.
As
As
As
Asd
100%
5.2.
Manajemen Ladle
Berdasarkan analisa penggunaan ladle selama satu hari dengan asumsi setiap proses
berjalan baik tanpa halangan dengan durasi proses selama 3 jam, metal tapping selalu
dilakukan tepat waktu dengan jarak antar tapping setiap furnace adalah 2 jam, dan selalu
dilakukan preheating setelah penggunaan ladle, penulis menyimpulkan bahwa ladle yang
dibutuhkan untuk satu hari proses adalah 7 ladle. Berikut adalah penjabaran manajemen
Gambar 25: Manajemen Ladle
ladle tersebut:
Menurut penulis, ladle yang dibutuhkan adalah 4 ladle DS dan 3 ladle shot. Ladle DS
harus selalu siap untuk menerima metal hasil tapping setiap 2 jam. Jika total keseluruhan
proses adalah 3 jam, dengan 2.5 jam penggunaan ladle DS dan 0.5 jam lagi penggunaan
ladle shot, 3 ladle DS tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ladle shot dilain
hal punya waktu yang cukup untuk pre-heating hingga digunakan kembali, sehingga penulis
menyimpulkan bahwa 3 ladle shot adalah cukup untuk disirkulasi kembali selama proses.
LAMPIRAN