Anda di halaman 1dari 13

Nama

Ni Komang Widyari

E-mal

We_dyari@yahoo.com

Kelas

1A Kebidanan

Absen

40 / E113079

Kampus

Stikes Bina Usada Bali

Inseminasi Kawin Suntik Dalam Pandangan Agama

Pengertian Inseminasi
Secara sederhana, inseminasi (buatan) adalah proses penempatan sperma dalam
organ reproduksi wanita dengan tujuan untuk mendapatkan kehamilan. Ini harus
dilakukan pada masa paling subur dari seorang wanita, yakni sekitar 24-48 jam sebelum
ovulasi terjadi. Inseminasi buatan yang paling populer digunakan adalah IUI atau Intra
Uterine Insemination. IUI merupakan proses fertility treatment yang melibatkan air
mani yang dicuci dan kemudian ditransfer ke dalam rahim wanita dengan menggunakan
jarum suntik khusus. Cara ini merupakan cara yang paling umum dan biasanya
berhasil.. Atau definisi lain dari Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu
cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan
telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat
kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut
'insemination gun'.

Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu disediakan
ovom (sel telur dan sperma). Jika saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur)
terdapat sel-sel yang masak maka sel telur itu di hisab dengan sejenis jarum suntik
melalui sayatan pada perut, kemudian di taruh dalam suatu taqbung kimia, lalu di
simpan di laboratorium yang di beri suhu seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel
kelamin tersebut bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote
berkembang menjadi morulla lalu dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita. Akhirnya
wanita itu akan hamil. Inseminasi permainan (pembuahan) buatan telah dilakukan oleh
para sahabat nabi terhadap pohon korma. Bank sperma atau di sebut juga bank ayah
mulai tumbuh pada awal tahun 1970.
Inseminasi buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang
mandul, untuk mengembang biakan manusia secara cepat, untuk menciptakan
manusia jenius, ideal sesuai dengan keinginan, sebagai alternative bagi manusia
yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah dan untuk percobaan ilmiah
Inseminasi buatan dilihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi dua:
1. inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (artificial insemination
husband)
2. inseminasi buatan yang bukan sperma suami atau di sebut donor atau AID
(artificial insemination donor)
untuk inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri di bolehkan bila
keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak
akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadinya perceraian)

Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak
berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad
ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi.
Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon
kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru
saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian
dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata
kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan
cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB.
Tujuan Inseminasi Buatan
- Memperbaiki mutu genetika ternak;
- Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan
sehingga mengurangi biaya;
- Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka
waktu yang lebih lama;
- Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
- Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.

Keuntungan Inseminasi Buatan (IB)


1. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
2. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
3. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding)
4. Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka waktu
yang lama;
5. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan
telah mati;
6. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik
pejantan terlalu besar;
7. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan
dengan hubungan kelamin.

Kerugian IB
1. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak
akan terjadi terjadi kebuntingan;
2. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi
betina keturunan / breed kecil;
3. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
4. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor
tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).

Penampungan Semen
- Dapat dilakukan 1-3 x /minggu
- Harus terampil dalam menyiapkan alat penampung (vagina buatan) dan terampil
dalam menampung semen
- Evaluasi kualitas semen : gerakan massa, motilitas, LD dan konsentrasi. Hanya yang
kualitas baik yang dapat diproses lebih lanjut.
- Pengenceran dan pengawetan
- Pengawetan : semen beku atau semen cair (chilled semen)

Jenis - jenis Inseminasi


Selain IUI, ada juga beberapa proses inseminasi lain yang perlu kita ketahui:
1. Intravaginal Insemination (IVI)
Yaitu jenis inseminasi yang paling sederhana, dan melibatkan penempatan sperma
ke dalam vagina wanita. Idealnya, sperma harus ditempatkan sedekat mungkin dengan
leher rahim. Metode inseminasi ini dapat digunakan bila menggunakan sperma donor,
dan ketika tidak ada masalah dengan kesuburan wanita. Namun, tingkat keberhasilan
IVI tidak sesukses IUI, dan ini merupakan proses inseminasi yang tidak umum.
2. Intracervical Insemination (ICI)
Dengan proses ICI, sperma ditempatkan secara langsung di dalam leher rahim.
Sperma tidak perlu dicuci, seperti dengan IUI, karena air mani tidak langsung
ditempatkan di dalam rahim. ICI lebih umum daripada IVI, tapi masih belum sebaik IUI
dari prosentase keberhasilannya. Dan lagi, biaya inseminasi dengan ICI biasanya lebih
rendah daripada IUI karena sperma tidak perlu dicuci.
3. Intratubal Insemination (ITI)
Proses ITI merupakan penempatan sperma yang tidak dicuci langsung ke tuba
fallopi seorang wanita. Sperma dapat dipindahkan ke tabung melalui kateter khusus
yang berlangsung melalui leher rahim, naik melalui rahim, dan masuk ke saluran tuba.
Metode lainnya dari ITI adalah dengan operasi laparoskopi. Sayangnya, inseminasi
melalui ITI memiliki resiko lebih besar untuk infeksi dan trauma, dan ada perdebatan
dikalangan ahli tentang kefektifannya daripada IUI biasa. Karena sifatnya invasif, biaya
ITI lebih tinggi, dan tingkat keberhasilannya tidak pasti.
Dengan adanya proses inseminasi ini, banyak pasangan yang akhirnya berhasil
memiliki buah hati. Namun, sering kali kemajuan teknologi ini disalahgunakan. Yang
paling populer adalah dengan adanya donor sperma, terutama bagi kalangan lesbian atau
penganut kebebasan hidup.

Contoh Kasus Inseminasi Buatan


12 Juni 2009 di Gaberahap.wordpress.com
Perjalanan Penantian Memperoleh Anak
Kami adalah sepasang suami istri yang memulai hidup berumah tangga pada
tanggal 25 Maret 2001. Saya adalah seorang tunanetra sedangkan istriku
berpengelihatan awas.Upacara pernikahan yang teramat sederhana menandai permulaan
kami menempuh hidup bersama sebagai suami istri. Kehidupan dalam tatanan yang
sama sekali baru bagi kami tentu saja tidak mudah dijalani. Kami sering terlibat dalam
beda pendapat yang berujung pada pertengkeraan. Pertengkaran demi pertengkaran
menjadikan kami semakin menyadari kepribadian masing-masing. Kesadaran yang
semakin tumbuh menambah rasa membutuhkan di antara kami.
Setelah satu tahun menempuh hidup berumah tangga, ternyata kami belum
dikaruniai keturunan. Tanda-tanda kehamilan belum pernah nampak pada istriku.
Menyadari keadaan itu, saya teringat pesan salah seorang paman yang berprofesi
sebagai dokter kandungan, jika pernikahan sudah berusia satu tahun dan belum
menampakan tanda-tanda kehamilan pada istri maka sebaiknya segera dikonsultasikan
ke dokter. Hal itu disebabkan semakin lama tidak dikonsultasikan berarti semakin sulit
pertolongan yang diberikan dokter. Berdasar keterangan paman, saya lalu berkonsultasi
langsung kepada paman
sendiri karena beliau seorang dokter kandungan. Langkah awal yang diberikan paman
adalah pemberian obat penyubur selama satu bulan pada istri saya.
Satu bulan berlalu tetapi belum ada tanda kehamilan juga. Lalu pengobatan
diulang untuk periode satu bulan lagi dan tanda kehamilan belum datang juga.
Memasuki bulan ketiga, saya diminta melakukan tes sperma. Hasil tes menunjukkan
bahwa jumlah sperma saya pada batas minimal dan terjadi aglitinasi yang cukup tinggi.
Aglitinasi adalah terikatnya ekor sperma satu dengan yang lain sehingga menghambat
kemampuan bergerak menembus sel telur.
Berdasarkan hasil tes itu, saya diminta paman berkonsultasi kepada dokter
andrologi. Dokter andrologi melakukan pemeriksaan dan mengulang tes sperma. Hasil
pemeriksaan menunjukkan saya mengalami herni dan varises di skortum (kantung buah
zakar). Adapun tes sperma menunjukkan jumlah sperma minimal dan gerakan sperma di
tempat lebih tinggi daripada gerakan lari sperma.
Istri juga dikonsultasikan kepada seorang dokter kandungan etapi kali ini
bukan paman. Hasil pemeriksaan ternyata keasaman yang disebabkan keputihan pada
istriku cukup tinggi. Selanjutnya kami berdua sama-sama diterapi. Bulan demi bulan
kami jalani dengan jadwal terapi yang ketat. Namun tanda-tanda kehamilan itu belum
nampak.
Suatu saat dokter andrologi meminta saya melakukan tes ketahanan hidup
sperma selama 24 jam. Atas permintaan dokter itu saya menyetujuinya. Namun
sebelum tes dilakukan dokter mengatakan, bahwa daripada mubasir sperma dibuang
setelah dites, beliau meminta izin untuk memilih sperma terbaik dan kemudian
diinseminasikan kepada istri saya. Atas permintaan itu pun saya menyetujuinya.
Tes selesai dilakukan dan hasilnya spema saya cukup banyak yang dapat
bertahan hidup selama 24 jam. Selanjutnya inseminasi dilakukan terhadap istri. Oleh
karena inseminasi itu dilakukan tidak semata-mata dengan tujuan inseminasi dan
persiapannya pun tidak untuk inseminasi, kami tidak terlalu berpikir terjadi

kehamilan.Ternyata kehendak Alloh SWT lebih berkuasa dibanding apapun juga. Istriku
terlambat haid. Keterlambatan haid yang terjadi tidak meyakinkan sebagai tanda
kehamilan karena kadang-kadang timbul bercak darah. Ditambah lagi inseminasi tidak
dilakukan semata-mata untuk itu semakin membuat tidak berpikir terjadi kehamilan.
Namun perasaanku mengatakan ada kehadiran mahluk Alloh SWT yang hadir di antara
kami. Saya juga tiba-tiba senang terhadap rujak dan sering letih. Sesuatu yang lebih
aneh bagiku adalah keingiinan terhadap suatu barang tidak dapat ditolak oleh akal sehat.
Keadaan itu tidak dirasakan istriku sama sekali. Menyadari kejadian yang tidak
biasanya itu saya meminta istri tes kehamilan.
Istri menolak melakukannya dengan alasan dia tidak merasa apa-apa. Mendapat reaksi
itu membuat saya agak memaksa istri untuk tes. Disebabkan tes yang dilakukan
setengah terpaksa, isriku mengalami kesulitan untuk buang air kecil saat tes. Setelah
minum dalam jumlah banyak akhirnya
dapat buang air kecil dan tes dilakukan. Hasil tes sungguh diluar dugaan karena ternyata
istriku hamil.
Kegembiraan tentu kami beserta keluarga besar
rasakan. Di balik
kegembiraan kami terselip rasa khawatir, yaitu kecemasan. Kecemasan
itu berkaitan dengan bercak darah yang merupakan tanda terjadi pendarahan. Dokter
berusaha menyelamatkan janin kami dengan memberi obat penguat. Doa demi doa kami
lantumkan kepada Alloh SWT sebagai pemilik hidup dan mati manusia agar
menyelamatkan janin kami. Alloh SWT melalui takdirNya akhirnya meggariskan
tanggal 14 September 2003 janin kami terpaksa dicuret karena sudah tidak tumbuh lagi.
Kami hanya dapat menangis menghadapi kejadian yang melenyapkan harapan selama
ini. Itulah saat iman kami sangat turun karena lupa bahwa segala sesuatu berasa dari
Alloh SWT dan akan kembali kepada Alloh SWT.
Setelah operasi, janin yang dikeluarkan kemudian diperiksa. Alhamdulillah
tidak ada jaringan yang bersifat ganas. Selanjutnya istri dites torch. Dalam tes ini
diketahui beberapa virus termasuk tokso bersarang di darah istriku. Pengobatan selama
tiga bulan tanpa boleh putus lalu dilakukan untuk menekan jumlah virus tokso dalam
darah. Tiga bulan berlalu dan inseminasi mulai dicoba diulang, tetapi kali ini dengan
persiapan matang dan dilakukan oleh dokter kandungan.
Sekali lagi Alloh SWT melalui takdir-Nya menunjukkan kekuasaan yang tidak
tertanding oleh siapapun dan apapun. Ternyata inseminasi kali ini gagal. Kehamilan
yang diharap belum datang kepada istriku. Hal ini tentu saja menggoncangkan semangat
juang kami. Beberapa bulan kami menghentikan usaha yang selama ini dilakukan.
Istirahat tersebut selain untuk menyusun semangat juang, juga guna mengumpulkan
uang kembali yang selama ini tersedot dalam jumlah besar.
Setelah semangat terkumpul kembali, kami mulai kembali. Kali ini kami
ulang dari dokter andrologi sebagaimana pada awal terapi. Terapi mulai dilakukan dan
inseminasi mulai dipersiapkan kembali. Obat-obat mulai kami konsumsi dan tanggal
inseminasi pun sudah ditentukan. Alloh Yang Maha Besar sekali lagi memperlihatkan
kekuasaan kepada kami hamba-hamba-Nya yang lemah. Bulan Juni tahun 2004
ternyata istriku terlambat haid, tetapi kali ini tanpa diikuti bercak darah dan tanpa
inseminasi.
Ketidakyakinan terjadinya kehamilan sekali lagi meliputi istriku. Kali ini aku
membujuk untuk tes kehamilan tanpa paksaan melainkan pemahaman baik dan buruk
ketidakyakinan yang timbul. Aku menyatakan menghormati ketidakmauannya untuk tes,
di lain sisi aku memberi gambaran sisi negatifnya. Sisi negatif tersebut adalah jika tidak

diketahui hamil atau tidak padahal haid terlambat, maka saat berhubungan akan timbul
keraguan dalam bawah sadarku tentang hamil atau tidaknya sang istri. Perlu diketahui di
sini bahwa janin berumur tri semester pertama sangat lemah dan rentan terkena
pancaran sperma. Akhirnya istriku memahaminya dan mau melakukan tes. Dalam tes
kali ini terjadi sekali lagi kelucuan, yaitu alat tesnya terbalik. Bagaimana mungkin
timbul hasil hamil atau tidak jika alat tesnya terbalik? Setelah menyadarinya istriku
mengulang dan ternyata dia hamil.
Kasus Kedua
Sperma Tidak Berkualitas, Bayi Inseminasi Lahir Normal
Kesuksesan Dokter Tim Reproduksi dan Bayi Tabung RSWS Menangani
Infertilitas
Pertama kalinya, rekayasa teknologi reproduksi pada penanganan infertilitas
(ketidaksuburan) dengan menggunakan teknik inseminasi intra uterina, sukses
dilakukan tim dokter reproduksi manusia dan bayi tabung RS Dr Wahidin Sudirohusodo
(RSWS). Proses ini merupakan satu langkah sebelum teknik fertilisasi invitro atau lebih
dikenal dengan bayi tabung.Laporan: Anggi S. Ugart
Pasangan Usniwati dan Eddy Tunggal boleh berbahagia dan bangga. Bayi
mungil laki-laki hasil rekayasa reproduksi inseminasi itu lahir normal dan sehat, Selasa
pukul 14.05 Wita. Meski proses inseminasi dilakukan di RS Wahidin, namun sang ibu
memilih RS Elim Makassar untuk melahirkan. Pasangan berbahagia asal Kabupaten
Bantaeng itu, hanya butuh waktu kurang dari tiga bulan dalam persiapan inseminasi
tersebut.
Metode inseminasi dilakukan jika dengan metode pengobatan yang lain belum
menghasilkan kehamilan. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Wahidin
Sudirohusodo, dr Eddy Hartono, SpOG yang terlibat langsung menangani proses
inseminasi menyatakan rasa senangnya.
Sebab, kata dia, selama kurun waktu sejak tim bayi tabung RS Wahidin berdiri satu
tahun lalu, dari 20 kasus inseminasi yang dilakukan RS Wahidin, baru pasangan Eddy
dan Usni yang berhasil. "Tim kami sangat senang dan bangga atas keberhasilan ini.
Pasangan ini sudah lima tahun menikah dan belum pernah dikaruniai anak. Setelah
melakukan terapi dengan ketekunan berusaha, doa dan keikhlasan, mereka akhirnya
berhasil mendapatkan anak. Orangtua lain yang sulit memiliki anak pun bisa
melakukannya," ujar Eddy.
Dalam dunia kedokteran, Inseminasi Intra Uterina (IIU) merupakan tindakan rekayasa
teknologi reproduksi yang paling sederhana, dimana sperma yang telah dipreparasi
diinseminasikan ke dalam kavum uteri (rahim) pada saat sekitar hari ovulasi.
Namun, syaratnya, tidak ada hambatan mekanik pada fungsi organ reproduksi
wanita, seperti kebuntuan tuba (saluran sel telur) dan faktor peritoneum/endometriosis.
"Jika ada hambatan seperti kista dan kelainan anatomik, maka harus diangkat dulu baru
bisa diterapi," ujar dr Eddy.
Dalam kasus pasangan Eddy dan Usni, memang ada poin tersendiri. Usia keduanya
terbilang masih muda, sehingga peluang berhasil dalam program inseminasi juga lebih
besar. Usni baru berusia 22 tahun dan Eddy 35 tahun. Masalah yang ada pada Usni,
menurut Eddy, indung telurnya terkadang tidak mengeluarkan sel telur. Tak hanya itu,

ketika sperma sang suami diperiksa, kualitas sperma juga tidak bagus. Sehingga,
kehamilan sangat sulit terjadi.
Sperma Eddy, morfologi atau bentuknya tidak lengkap. "Pada sperma suami Usni, yang
normal hanya 5 persen sehingga sulit menembus sel telur," ujar dokter dari bagian
Fertilitas, Endokrinologi dan Reproduksi Fakultas Kesehatan (FK) Unhas/RS Wahidin
Sudirohusodo ini.
Upaya penanganan infertilitas, sebaiknya tak hanya perempuan yang melakukan
pemeriksaan ke dokter tapi juga pihak pria. Sebab, 40-50 persen pria penyumbang
infertilitas. Inseminasi sebenarnya, kata Eddy, juga bisa dilakukan pada pasangan yang
usianya 30-an hingga 40 tahun. Namun, usia muda tentu saja lebih berpeluang untuk
berhasil. Usni dan Eddy harus melakukan persiapan tiga bulan sebelum inseminasi.
Tak hanya sperma yang dipersiapkan, tapi juga sel telur. Untuk itu, pada hari ketiga
haid Usni, dokter memberinya pemicu ovulasi atau biasa awam menyebutnya obat
penyubur. Hari ke-9, dokter melakukan monitoring sel telur. "Ternyata, setelah di USG
transvaginal, sel telurnya tidak bagus. Responnya buruk. Yang normal, sel telur
ukurannya 18-20 mm, Usni hanya 10 mm sehingga stimulasinya kurang kuat," ujar dr
Eddy.
Karena kondisi tersebut, dokter lalu memberikan suntikan hormon FSH yang berfungsi
untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel telur (ovum) pada ovarium
(indung telur). Diharapkan suntikan FSH membuat sel telur matang. Usni harus
menjalani suntikan ini setiap hari selama lima hari. Setelah itu, dokter menyuntik
hormon pematang sel telur (Beta HCG). Sel telur yang matang siap dibuah sel sperma.
Sembari proses pematangan sel telur, pakar embriologi juga melakukan pencucian
terhadap sperma untuk memilih sperma Eddy yang benar-benar berkualitas. Dua pakar
embriologi yang melakukannya adalah Marce Pasambe, S.Si dan Irna Haemi Muchtar S.
Si. "Pencucian ini untuk memilih sperma yang terbaik. Bagus kualitas, morfologi dan
gerakannya bagus. Pencucian itu dilakukan dengan medium G III Series dari Swedia.
Akhirnya dihasilkan 2,4 juta sel sperma. Sperma itu kami suntikan melalui spoit ke
rahim setelah memastikan sel telur juga benar-benar matang dan siap dibuahi. Setelah
menunggu 1 jam, pasangan itu bisa pulang," ungkap Marce.
Ternyata, usaha itu berhasil. Dua minggu sejak inseminasi, saat dilakukan USG
dokter melihat adanya pembuahan atau kehamilan. Alhasil, bayi laki-laki lahir sehat dari
rahim Usni. Saat ditemui di RS Elim, Usni dan Eddy sangat senang sembari menemani
bayinya.
Meski belum diberi nama, bayi yang lahir dengan berat 2,9 kg dan panjang 48 cm itu
akan diarahkan jadi dokter atau pengusaha oleh orangtuanya. "Kuncinya hanya mau
berusaha, tidak malu memeriksakan diri. Jangan hanya istri yang periksa tapi juga
suami," ujar Eddy, yang sempat mencoba berbagai pengobatan alternatif seperti
mengurut dan minum ramuan tradisional sebelum melakukan inseminasi. Untuk biaya
inseminasi, menurut dr Eddy tak kurang dari Rp5 juta.

Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan

1. Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro


transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut
baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah
(keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan
mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
2. Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah
bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian
mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika
dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami
ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami
ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
3.

Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka
secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps.
250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak
tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes
DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan
perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320
dan 1338 KUHPer.)

4. Jika salah satu benihnya berasal dari donor


Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro
transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan
dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi
pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan
memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan
keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan
melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka
anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut.
Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
5. Jika semua benihnya dari donor
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada
perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang
terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari
pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang
terikat dalam perkawinan yang sah.

6. Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki
status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan
secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara
biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka
anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap
kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan
beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover
kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada
khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio
yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai
inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal
dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi
fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat
dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
Pandangan Agama Terhadap Inseminasi
1. Pandangan Agama Islam
Inseminasi pada dasarnya bersifat netral. Namun kenetralan tersebut bisa berubah
sesuai dengan hal-hal yang mengiringi dilakukannya inseminasi. Jadi, meskipun
memiliki daya guna tinggi, terapan sains modern juga sangat rentan terhadap
penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama,
tidak beriman dan tidak beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal,
sehingga hal tersebut menjadi sebuah kejahatan. Oleh karena itu, kaedah dan ketentuan
syariah patut dijadikan sebagai pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini, sebab
penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan
hukum yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif Medicine,
DR. Andrew Weil sangat merasa resah dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi
teknologi kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami
konsekuensi etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard
Caplan, Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of
Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam praktek
teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut John Naisbitt dalam
High Tech - High Touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi pada
1960an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada, yang diciptakan oleh
kemajuan di bidang teknologi pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah
Kontemporer, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam al-Quran dan
al-Sunnah bahkan dalam kajian fiqh klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini

hendak dikaji menurut hukum islam maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad
yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahid), agar dapat ditemukan
hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa al-Quran dan al-Sunnah yang
merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini
seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner, tentunya oleh para ulama dan
cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh
kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli
kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika
Menurut Mahmud Syaltut penghamilan buatan (jika menggunakan sperma donor)
adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena
memasukkan mani orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah
secara syara, yang dilindungi hukum syara.
Hal senada juga disampaikan oleh Yusuf Al-Qardlawi. Beliau menyatakan bahwa
Islam mengharamkan pencakokan sperma apabila pencakokan itu bukan dari sperma
suami
Dengan demikian, dapat dikatakan hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada
manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma
atau ovum suami isteri sendiri, maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri
tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu memperoleh
keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah al-hajaatu tanzilu manzilah al dharurah
(hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma
dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan
ibu yang melahirkannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor
sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat (dampak negatif) daripada
maslahah (dampak positif). Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu
suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan
keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan
mafsadahnya jauh lebih besar (jika menggunakan donor), antara lain berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan
kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan
kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran
sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah
tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi
bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan

suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin


hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma
dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak
hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal
42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka tampaknya memberi pengertian
bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak
yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini,
terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f)
tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dan lain-lain.
Lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma
dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
2. Pandangan Agama Kristen
Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi
tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia.
Hal ini karena beberapa alasan, di antaranya:
a.
b.
c.
d.
e.

Melibatkan aborsi
Tidak mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai manusia
Masturbasi (pengambilan sperma) selalu dianggap sebagai perbuatan dosa
Dilakukan di luar suami istri yang normal
Menghilangkan hak sang anak untuk dikandung secara normal, melalui
hubungan perkawinan suami istri.

3. Pandangan Agama Katholik


Menurut agama katolik hubungan suami istri harus mempunyai tujuan union
(persatuan suami istri) dan procreatin (terbuka untuk kemungkinan lahirnya anak).
Maka, inseminasi baik yang heterolog (melibatkan pihak ke tiga) maupun yang
homolog (antara hubungan suami istri itu sendiri) tidak sesuai dengan ajaran iman
katolik, karena dalam prosesnya meniadakan proses union (persatuan suami istri).
4. Pandangan Agama Budha
Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan
kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup
berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di vihara
--sebagai Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini-- ataupun tinggal di rumah sebagai
anggota masyarakat biasa.

Sesungguhnya dalam agama Budha, hidup berumah tangga ataupun tidak adalah
sama saja. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang
berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia dengan pilihannya,
melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Orang yang
demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup dalam rumah
tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Buddha. Dengan demikian, inseminasi
tidak diperbolehkan dalam agama budha.
5. Pandangan Agama Hindu
Inseminasi atau pembuahan secara suntik bagi umat Hindu dipandang tidak sesuai
dengan tata kehidupan agama Hindu, karena tidak melalui samskara dan menyulitkan
dalam hukum kemasyarakatan.
Demikian agama menilai terhadap praktek inseminasi sebagai solusi teknologi dari
masalah yang dialami manusia.

Daftar Pustaka
https://www.google.com/search?
q=inseminasi+kawin+suntik+menurut+pandangan+agama&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&channel=fflb
http://robbysaputrasiakper.blogspot.com/2012/04/dilema-etis.html
http://waw100.blogspot.com/2012/10/inseminasi-buatan-ib-atau-kawin-suntik.html

Anda mungkin juga menyukai