Anda di halaman 1dari 15

A.

Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Sengketa
a) Pengertian Sengketa Secara Umum
Sengketa atau konflik dapat berasal dari berbagai sumber pemicu. Istilah konflik
berasal dari bahasa Inggris conflict dan dispute yang berarti perselisihan,
percekcokan, atau pertentangan. Perselisihan atau percekcokan tentang sesuatu terjadi
antara dua orang atau lebih. Konflik muncul karena adanya perbedaan kepentingan yang
tidak dapat dikomunikasikan dengan baik. Konflik nyaris tak dapat terpisahkan dari
setiap individu baik terhadap dirinya sendiri maupun dengan orang lain.1
Sengketa dalam pengertian yang luas (termasuk perbedaan pendapat, perselisihan,
ataupun konflik) adalah hal yang lumrah dalam kehidupan bermasyarakat, yang dapat
terjadi saat dua orang atau lebih berinteraksi pada suatu peristiwa dan mereka memiliki
presepsi, kepentingan, dan keinginan yang berbeda terhadap peristiwa tersebut.
Sengketa juga merupakan suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan ini kepada
pihak kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadi lah apa yang
dinamakan dengan sengketa.
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau
konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompokkelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan
itu Winardi mengemukakan : Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individuindividu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang
sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan
yang lain. Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat : Sengketa adalah pertentangan
antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu
kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.2
Adapun definisi sengketa menurut Winardi: Pertentangan atau konflik yang terjadi antara
individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau
kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum
antara satu dengan yang lain.3
1 Intan Nur Rahmawanti dan Rukiyah Lubis, Win-Win Solution Sengketa Konsumen, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta,2014, hlm.33
2 http://nevacipid.blogspot.co.id/2011/03/pengertian-sengketa.html?m=I Diakses Pada Hari Senin
Tanggal 26 Desember 2016 Pukul 20.59 Wita
3 http://Aliesaja.Wordpress.Com/Penyelesaian-Sengketa-Ekonomi.Html, Diakses Tanggal 28 Desember 2016,
Pukul 08.55

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku
pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum
dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Kemudian
sebagaimana definisi sengketa diatas terdapat beberapa bentuk sengketa yang sering
dijumpai yakni : 4
1.
2.
3.
4.

Sengketa dibidang Ekonomi


Sengketa dibidang Pajak
Sengketa dibidang Internasional
Sengketa dibidang Pertanahan
Dengan demikian, yang dapat disimpulkan yang dimaksud dengan sengketa

ialah suatu perselihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang saling
mempertahankan persepsinya masing-masing, dimana perselisihan tersebut dapat terjadi
karena adanya suatu tindakan wanprestasi dari pihak-pihak atau salah satu pihak dalam
perjanjian
Perlu diketahui bahwa Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan
masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanyaConflict Of Interest diantara
para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai
macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa ekonomi.
b) Pengertian Sengketa Keuangan
Sengketa dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sengketa dapat terjadi
antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok
dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan
Negara, antara Negara satu dengan Negara yang lainnya. Dengan kata lain, sengketa
dapat bersifat public maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik dalam
lingkungan lokal, nasional, maupun internasional.

4 ibid

Sebuah konflik terjadi bila dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan
kepentingan berkembang menjadi sebuah sengketa bila pihak yang merasa dirugikan
telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada
pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain.5
Apabila para pihak dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik, maka sengketa
tidak akan terjadi. Namun bila terjadi sebaliknya para pihak tidak dapat mencapai
kesepakatan mengenai solusi pemecahan masalahnya maka sengketa yang timbul.6
Sengketa keuangan biasanya ditafsirkan sebagai sebuah problem yang terjadi
dalam ranah perekonomian sebuah Negara, secara khusus sengketa keuangan diartikan
sebagai sebuah konflik atau pertentangan yang terjadi berkaitan masalah-masalah
keuangan.
Sebagaimana realita yang terjadi bahwa saat ini didalam dunia bisnis terjadi
begitu banyak transaksi setiap harinya, hal itu tidak menutup terjadinya sengketa diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam
bentuk kerja sama dalam dunia ekonomi. Mengingat kegiatan ekonomi khususnya bisnis
yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para
pihak yang terlibat.
Perlu diketahui bahwa Penyelesaian sengketa ekonomi bertujuan untuk
menghentikan pertikaian dan menghindari kekerasan dan akibat-akibat yang mungkin
akan terjadi akibat dari persengketaan tersebut.7
5 Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi. Sengketa dan Penyelesaiannya. Buletin
Musyawarah Nomor 1 Tahun 1. Jakarta : Indonesia Centre for Environmentarl Law 1997, hlm 1.
6 Wirdyaningsih, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm.273
7 http://Tulisanheboh.blogspot.com/Aspek-Hukum-Dalam-Ekonomi-Bab-14.Html, Diakses Pada
Tanggal 28 Desember 2016 Pukul 09.15

Setiap jenis sengketa yang terjadi menuntut akan adanya pemecahan dan
penyelesaian yang cepat dan tepat.

1. Tinjauan Umum Tentang Konsumen dan Pelaku Usaha


a) Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
Sebagai suatu konsep, konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun
lalu di berbagai Negara dan sampai saat ini sudah puluhan Negara memiliki undangundang atau peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen
termasuk penyediaan sarana peradilannya. Sejalan dengan perkembangan itu, berbagai
Negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan
pengaturan perlindungan kepada konsumen. Disamping itu, telah pula berdiri organisasi
konsumen Internasional yaitu Internasional Organization Of Consumers Union (IOCU).
Di Indonesia telah pula berdiri berbagai organisasi konsumen seperti Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, dan organisasi konsumen lain di Bandung,
Yogyakarta, Surabaya, dan sebagainya.8
Istilah konsumen berasal dari bahasa Belanda konsument, bahasa inggris
consumer, yang berarti pemakai. Di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih
luas lagi sebagai korban pemakaian produk yang cacat, baik korban pembeli, bukan
pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan
hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai (Mariam Darus
Badrulzaman 1986:57 dan Agus Brotosusilo 1997:8).9
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga orang lain, maupun
mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.10Ada pula pengertian Konsumen
menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.11
Adapun pengertian konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen
sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga tipe bagian, terdiri atas :12

8 Nurmadjito, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm.12
9 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2000, hlm.200
10 http://id.m.wikipedia.org/wiki/konsumen Diakses pada Hari Rabu 30 November2016 Pukul 16.08
wita.
11 Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen
12 R. I., Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen

a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat


barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu
b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang
dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk
memperdagangkan (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen antara
ini sama dengan pelaku usaha; dan
c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atai pemnfaat barang dan/atau
jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah
tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Pengertian konsumen yang luas seperti itu, sangat tepat dalam rangka
memberikan perlindungan seluas-luasnya kepada konsumen. Walaupun begitu masih
perlu disempurnakan sehubungan dengan penggunaan istilah pemakai demikian pula
dengan eksistensi badan hukum yang tampaknya belum masuk dalam pengertian
tersebut.13
Pengertian pelaku usaha dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen cukup luas. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam
UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat
Eropa terutama Negara Belanda, bahwa yang dapat

dikualifikasi sebagai produsen

adalah: pembuat produk jadi (finished product); penghasil bahan baku; pembuat suku
cadang; setiap orang yang menampakkan dirinya sebgai produsen, dengan jalan
mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu atau tanda lain yang membedakan
dengan produk asli, pada produk tertentu; importir suatu produk dengan maksud untuk
diperjualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam

13 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta 2005, hlm.6

transaksi perdagangan; pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau
importir tidak dapat ditentukan.14
Kepuasan konsumen dalam menggunakan barang/atau jasa merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan.Kepuasan konsumen merupakan perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja
(hasil) suatu produk dengan harapannya.
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No.8 Tahun 1999 disebutkan pelaku usaha adalah
setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam
penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan,
korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor dan lain-lain.15
b) Hak dan Kewajiban Konsumen / Pelaku Usaha
Pembangunan dan perkembangan perekonomian dibidang perindustrian dan
perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/ atau jasa yang
dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung
oleh kemajuan tekhnologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi
barang dan/ atau jasa. Akibatnya barang dan/ atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik
produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.16
Kondisi seperti ini di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena
kebutuhan akan barang dan/ atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin
terbuka lebar, karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang
dan/ atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.17

14 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit.,hlm.8


15 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta:Didit Media,2000), hlm.17.

16 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit.,hlm 37

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Penyusun Naskah Akademik RUU
tentang Perlindungan Konsumen dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Tahun
1991-1992 menunjukkan bahwa tingkat kesadaran konsumen akan hak-haknya, baik di
perkotaan maupun di pedesaan, masih sangat rendah. 18
Langkah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen harus diawali
dengan upaya untuk memahami hak-hak pokok konsumen, yang dapat dijadikan sebagai
landasan perjuangan untuk mewujudkan hak-hak tersebut.
Masyarakat Ekonomi Eropa (Europese Economische Gemeenschap) juga telah
menyepakati lima hak dasar konsumen, yaitu:19
a) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn
gezendheid en veiligheid);
b) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn
economische belangen);
c) Hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergeoding);
d) Hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming);
e) Hak untuk didengar (recht om te worden gehord).
Hak-hak konsumen tersebut, telah diakomodir didalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan
sejumlah hak konsumen. Konsumen mempunyai:20
a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/ atau jasa;
b) Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/ atau jasa;

17 ibid
18 Rachmadi Usman, Op.Cit.,hlm203
19 Rachmadi Usman, Op.Cit.,hlm204
20 Indonesia,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang
digunakan;
e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila
barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang0undangan lainnya.
Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK lebih luas
daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden
Amerika Serikat J.F.Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 Maret 1962, yaitu terdiri
atas:21
a)
b)
c)
d)

Hak memperoleh keamanan (the right to safety);


Hak memilih (the right to choose);
Hak mendapat informasi (the right to be informed);
Hak untuk didengar (the right to be heard) (Mariam Darus Badrulzaman 1986:61)
Bagaimana ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan,

namun secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu:22
21 Hondius, Konsumentenrecht, Praeadvis in Nederlanse Vereniging voor
Rechtsverlijking,Kluwer-Deventer, 1972, hlm. 14, 26, 131 dst. Dikutip dari;
Meriam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut
Perjanjian Baku, dimuat dalam Hasil Simposium Aspek-aspek Hukum Makalah
Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan oleh BPHN, Bina Cipta,
Jakarta,1986, hlm 6. Lihat juga C.Tantri D dan Sulastri, Gerakan Organisasi
Konsumen, Seri Panduan Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
The Asia Foundation, Jakarta, 1995, hlm.19-21.
22 Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di
Indonesia, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya,
2000, hlm.140

a) Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik


kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan;
b) Hak untuk memperoleh barang dan/ atau jasa dengan harga yang wajar; dan
c) Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang
dihadapi;
Oleh karena ketiga hak/ prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak
konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK, maka hal tersebut sangat esensial bagi
konsumen, sehingga dapat dijadikan/ merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen
di Indonesia.
Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen yang
disebutkan di atas harus depenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, karena
pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai
aspek.
Di samping itu dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan
beberapa kewajiban konsumen. Konsumen berkewajiban :
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan;
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa;
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa
demi keamanan dan keselamatan merupakan hal penting mendapat
pengaturan.
Pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan
peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak

membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan


kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung
jawab, jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat
mengabaikan kewajiban tersebut.
Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada
transaksi pembelian barang dan/ atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena
bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada
saat melakukan transaksi dengan produsen. Berbeda dengan pelaku usaha
kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang
dirancang/ diproduksi oleh produsen (pelaku usaha).23
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban.Hak
dan kewajiban pelaku usaha disebutkan pada Pasal 6 dan Pasal 7 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999. Hak Pelaku Usaha yaitu :
a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan;
b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
c) Hak untuk melakukan

pembelaan

diri

sepatutnya

di

dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;


d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan;
e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

23 Kewajiban pelaku usaha beritikad baik, sepenuhnya diuraikan dalam telaah


terhadap ketentuan Pasal 7 UUPK.

b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi


dan jaminan barang dan/ atau jasa serta member penjelasan
pengguanaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif. Ini berarti pelaku usaha dilarang membedabedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha
dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumennya;
d) Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan/ atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau
jasa yang berlaku;
e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/ atau
mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/
atau garansi atas barang yang dibuat dan/ atau yang diperdagangkan;
f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/ atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian,dan pemanfaatan barang dan/ atau ajsa
yang diperdagangkan;
g) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/ atau penggantian apabila barang
dan/ atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Apabila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan
kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban
konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban
konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.Bila
dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang
Hukum

Perdata,

tampak

bahwa

pengaturan

Undang-Undang

Perlindungan Konsumen lebih spesifik. Karena di Undang-Undang


Perlindungan Konsumen pelaku usaha selain harus melakukan

kegiatan usaha dengan itikad baik ia juga harus mampu menciptakan


iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku
usaha.24
2. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pembiayaan Bank
Kebijakan di bidang pengembangan kegiatan lembaga pembiayaan diatur
berdasarkan Keppres No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan
Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No.61
Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf (b) SK. Menkeu No. 1251/KMK.013/1988 yang
dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat.25
Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga
keuangan bukan bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan.
Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam
bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Berdasarkan kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan tersebut, lembaga pembiayaan mempunyai peran
yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternative yang
potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional.26
Secara garis besar, lembaga keuangan dapat diklasifikasi menjadi 3 (tiga)
kelompok besar, yaitu lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
lembaga pembiayaan.
a) Lembaga Keuangan Bank
24 http://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/ Diakses Pada Tanggal 27 Desember 2016
Pukul 20.27 Wita
25 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta 2013, hlm.2
26 ibid

Apabila berbicara tentang Lembaga Keuangan Bank, ada dua istilah yang
perlu dijelaskan lebih dahulu, yaitu Perbankan dan Bank. Perbanakan di atur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, selanjutnya disingkat UU diikuti nomor dan tahun. Menurut ketentuan Pasal 1
angka (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Perbankan adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pada angka (2) pasal tersebut
ditentukan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.27
Lembaga keuangan bank (bank finance institution) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan dibidang keuangan dengan menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.28
b) Lembaga Keuangan Bukan Bank
Dalam kehidupan sehari-hari baik bank mapun lembaga keuangan non bank bukanlah
sesuatu yang asing, yang dimana Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya
terutama dalam bentuk aset keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan aset non financial
atau aset riil. Lembaga keuangan memberikan kredit kepada nasabah dan menanamkan
dananya dalam surat-surat berharga.

27 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung , 2004, hlm.33
28 Sunaryo, Op.Cit.,hlm.10

Lembaga keuangan bukan bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan


jasa-jasa keuangan dan menarik dana dari masyarakat. Dengan bedanya pengertian dari
lembaga keuangan dari lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank tentunya
memiliki perbedaan juga fungsi dan tugasnya. Akan tetapi sebenarnya tujuan nya sama baik
lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank sama sama menyalurkan
uang kepada masyarakat.
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di
bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan
mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai
investasi perusahaan. Lembaga Keuangan Bukan Bank diatur dengan undang-undang yang
mengatur masing-masing bidang jasa keuangan bukan bank. Bidang usaha yang termasuk
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan
bursa efek.29
Menurut Surat Keputusan Mentri Keuangan RI No. KEP-38/MK/IV/1972, Lembaga
Keuangan Bukan Bank adalah semua lembaga (badan) yang melakukan kegiatan dalam
bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan cara
mengeluarkan surat-surat berharga, kemudian menyalurkan kepada masyarakat terutama
untuk membiayai investasi perusahaan-perusahaan.30
Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh lembaga keuangan bukan bank sebagai
berikut:31
29 Sunaryo, Op.Cit.,hlm 11
30 http://www.seorangpelajar.com/2015/II/makalah-lembaga-keuangan-bukan-bank.html?m=I,
Diakses Pada Tanggal 28 Desember 2016, Pukul 09.49 Wita
31 ibid

1. Menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan kertas berharga.


2. Sebagai perantara untuk mendapatkan kompanyon (dukungan dalam bentuk dana)
dalam usaha patungan
3. Perantara untuk mendapatkan tenaga ahli
Adapun peran-peran lembaga keuangan bukan bank antara lain:32
1. Membantu dunia usaha dalam meningkatkan produktivitas barang/jasa
2. Memperlancar distribusi barang
3. Mendorong terbukanya lapangan pekerjaan

32 ibid

Anda mungkin juga menyukai