Anda di halaman 1dari 4

Sindroma nefrotik dideinisikan sebagai proteinuria yang cukup untuk

menghasilkan hipoalbuminemia dan berbagai derajat edema generalisata dan


hiperlipidemia. Istilah proteinuria level-nefrotik biasanya digunakan untuk
mengacu pada eksresi protein lewat urin > 3,0 gr atau 50 mg/kg per 24 jam.
Nilai absolute proteinuria penting karena biasanya digunakan untuk memisahkan
kelainan glomerular dari proses penyakit lain yang mengakibatkan proteinuria
yangmeningkat (seperti penyakit tubulointerstisial ). Ieloma juga dapat
mengakibatkan kehilangan rantai ringan > 3 gr per 24 jam lewat urine. Kasus
ringan atau awal dari kelainan glomerular, dapat mengakibatkan proteinuria < 3
gr per hari. Karena derajat proteinuria tergantung pada tingkat serum albumin,
laju filtrasi glomerulus, dan selektivitas perm pada glomerulus, beberapa pasien
dengan sindroma nefrotik dapat mensekresikan lebih sedikit dari tingkat protein
nefrotik jika ditandai hipoalbuminemia atau insufisiensi renal terdapat pada
pasien tersebut.
Tanda dan Gejala
Abnormalitas patologis yang primer pada sindroma nefrotik adalah proteinuria.
Kenaikan pada hilangnya protein lewat urine dikarenakan peningkatan
permeabilitas glomerulus daripada penurunan reabsorbsi protein yang telah
difiltrasi pada tubular. Ekskresi jumlah besar albumin di urine pada sindroma
nefrotik menghasilkan penurunan konsentrasi serum albumin (hipoalbuminemia).
Penyebab utama hipoalbuminemia adalah gagalnya untuk menigkatkan sintesis
albumin hepatic untuk memenuhi kebutuhan karena kehilangan lewat urine dan
katabolisme albumin di ginjal.
Edema pada sindroma nefrotik terakumulasi terutama pada area yang dependen
dan pada area yang tekanan jaringannya renfah, seperti pada daerah periorbital.
Edemanya lunak dan pitting. Efusi pleural dan asites juga dapat terjadi, namun
edema pulmonal tidak umum pada kasus yang tidak terdapat kegagalan jantung
atau ginjal.
Walaupun hiperlipidemia tidak esensial dalam diagnosis sindroma nefrotik,
namun ini adalah salah satu manifestasi sekunder yang paling jelas terlihat.
Kecuali pada kasus sindroma nefrotik yang sangat ringan, level serum kolesterol
hamper selalu naik. Level trigliserida dapat bervariasi. Ada hubungan terbalik
antara tingkat serum kolesterol dan hipoalbuminemia. Kenaikan laju thrombosis
arterial dan vena, telah ditemukan pada pasien dengan sindroma nefrotik.
Trombosis vena renal terlihat sebagai akibat sindroma nefrotik dibandingkan
penyebab, seperti yang dikatakan pada literature yang lebih lama.
Etiologi
Berbagai penyakit multisystem dapat dikaitkan dengan sindroma nefrotik.
Penyakit multisisten yang paling sering dikaitkan dengan sindrom ini adalah
diabetes mellitus. Sindroma nefrotik berkembang setelah diabetes mellitus
jangkan panjang, dan onset sindroma nefrotik melewati kekurangan laju filtrasi
glomerular. Penyakit vascular kolagen, termasuk sistemik lupus eritematosus,
poliarthritis, granulomatosis Wegener, Sindroma Sjogren dan purpura Schonlein-

Henoch, juga bisa diasosiasikan dengan proteinuria yang berada pada range
nefrotik. Amiloidosis baik primer dan sekunder juga dapat menyebabkan sindrom
ini.
Berbagai infeksi dapat menyebabkan sindroma nefrotik dengan glomerulopati
proliferative atau membranous. Neoplasma juga dihubungakn dengan sindrom
ini. Tumor padat biasanya menyebabkan sindroma nefrotik dengan karakteristik
patologis glomerulonefropati membranous; pada limfoma dan leukemia biasanya
berkembang lesi tipe minimal; multiple myeloma dapat menyebabkan
amiloidosis sebagai tambahan dengan proteinuria dari akumulasi rantai berat
dan fragmen pada dinding kapiler glomerulus. Berbagai macam obat-obatan,
terutama penisilamin, aurum (emas), Captopril, dan NSAID, dihubungkan dengan
perkembangan proteinuria tingkat nefrotik. Histologinya secara umum adalah
glomerulonefropati membranosus, yang menunjukkan adanya reaksi imunologis
terhadap antigen baik eksogen atau endogen yang berhubungan dengan
paparan terhadap obat atau toksin. Karakteristik patologis dari nefropati yang
berhubungan denagn heroin adalah focal glomerulosklerosis. Berbagai kondisi
lain, termasuk di antaranya nefropati herediter, rejeksi transplantasi ginjal, dan
pre-eklampsia juga terdapat sindroma nefrotik.
Sebagian besar pasien dewasa (50-70%)dengan sindroma nefrotik memiliki bukti
proses penyakit sistemik sebagai etiologi. Namun di antara 30-50% tidak
memiliki bukti penyakit sistemik yang telah disebutkan di atas. Pasien ini
diidentifikasikan sebagai pasien sindroma nefrotik idiopatik. Pemeriksaan
histopatologik dari biopsy ginjal biasanya menunjukkan 1 dari 5 wujud patologis:
glomerulopati membranous, penyakit perubahan minimal (minimal change
disease), glomerulosklerosis fokal, glomerulonefritis membrano proliferative,
atau glomerulonefritis proliferative mesangial dengan deposit IgM atau IgA pada
daerah mesangial. Kasus sindroma nefrotik idiopatik pada orang dewasa adalah
glomerulopati, diiukti dengan glomerulonefritis membrano-proliferatif,
glomerulosklerosis fokal dan glomerulonefritis proliferative mesangial. Pada
anak-anak, penyakit perubahan minimal (minimal change disease) adalah
penyebab paling umum (70%) diikuti dengan glomerulonefritis
membranoproliferatif (20%).
Diagnosis
Diagnosis dari sindroma nefrotik pada pasien membutuhkan kuantitasi eksresi
protein urin yang hati-hati. Jika proteinuria tingkat nefrotik dengan komposisi
utama albumin didokumentasi, evaluasi sistemik untuk penyebab perlu
dilakukan. Diagnosis pasti penyebab sindroma nefrotik hanya dapat dilakukan
lewat biopsi ginjal. Pada banyak kasus, tidak diperlukan biopsy ginjal jika
penyakit dapat diidentifikasi dengan pendekatan noninvasive. Sehingga
pemeriksaan fisik dan riwayat pasien harus difokuskan untuk mengidentifikasi
keberadaan proses penyakit sistemik yang berhubungan dengan sindroma
nefrotik. Di dalamnya termasuk diabetes mellitus, vaskulitis, amioidosis, dan
keganasan. Pasien dengan usia di atas 60 perlu pemeriksaan fisik yang hati-hati
untuk feses, mendeteksiadanya darah untuk mendeteksi adaany keganasan sedii

mungkin sebagai penyebab yang mungkin sindroma nefrotik. Sebanyak 30%


pasien memiliki proses keganasan yang dihubungkan dengan sindroma nefrotik.
Riwayat infeksi, baik akut dan kronik, adalah penting. Bakterial Endokaditis dan
poststreptococcal glomerulonefritis ada secara akut; hepatisis B dan sifilis
menunjukkan keberadaan lebih secara kronis. Penggunaan berbagai obat-obatan
yang diresepkan atau heroin jalanan dan paparan terhadap logam berat toksik
dapat memberi penjelasan terhadap etiologi. Sindroma nefrotik yangbehubungan
dengan NSAID tidak umum karena proteinuria tingakt nefrotik muncul
bersamaan dengan nefritis tubulointerstisial akut. Pada wanita muda,
pemeriksaan kehamilan diperlukan. Kehamilan mengeksaserbasi penyakit ginjal
lain, terutama sistemik lupus eritematous. Proteinuria yang mulai pada trimester
ketiga dapat menunjukkan preeklamsia. Riwayat keluarga yang menderita
penyakit ginjal yang berulang dapat menunjukkan potensial proses herediter. Jika
salah satu dari proses penyakit sistermik ini ditemukan sebagai etiologi dari
sidroma nefrotik, penatalaksanaan dilakukan berdasarkan terapi optimal untuk
kondisi tersebut.
Jika pasien dengan proteinuria tingkat nefrotik terlihat memiliki kelainan
glomerular idiopatik primer, pendekatan diagnosis dengan biopsy renal dan
pendekatan terhadap terapi berhubungan dekat. Sindroma nefrotik idiopatik
termasuk kondisi dimana tidak ada intervensi terapeutik dapat menolong
(seperti pada nefropati IgA), kondisi dimana glukokortikoid tidak berguna (seperti
pada minimal-change disease, glomerulonefritis membranoproliferatif , dan
nefropato membranous), kondisi dimana agen sitotoksik mungkin digunakan
(seperti pada nefropati membranoud dan inimal-change disease). Dan kondisi
dimana terapi lain seperti gamma-interferon(seperti pada glomerulonefritis
membranoproliferatif) dapat diindikasikan. Argumen dapat dinyatakan perlunya
dilakukan biopsy ginjal untuk mendiferensiasi semua kemungkinan ini agar terapi
yang tepat dapat dimulai.
Penatalaksanaan Umum
Terapi primer untuk sindroma nefrotik diarahkan untuk meringankan albuminuria.
Dalam presentasi awal atau dalam penatalaksanaan kegagalan atau relapse,
masalah terbesar terapi adalah kenaukan volume ekstraseluler dari akumulasi
garam dan air pada ruang interstisial. Intake garam harus dibatasi hingga 2-3
gram per hari, dan diuretic sebaiknya diberikan dengan hati-hait untuk
mengurangi volume ekstraseluler namun tetap mempertahankan volume
intravascular yang cukup. Pemberian albumin intravascular diikuti dengan
diuretic loop yang poten dapat meringankan edema tanpa membahayakan
volume intravascular. Prosedur ini sebaiknya dilakukan sebagai intervensi akut
dengan pasien yang memiliki hipotensi yang jelas dan refrakter terhadap terapi
diuretic sebelumnya. Infusi albumin menghasilkan hanya sedikit kenaikan pada
tingkat serum albumin karena hilangnya albumin melalui urin.
Jka sindroma nefrotik tidak dapat diperbaiki, perhatian perlu dialihkan kepada
keadaan hiperlipidemia dan hiperkoagulobilitas yang mengkomplikasi sindroma
nefrotik jangka panjang. Diet rendah lemak jenuh dapat efektif secara parsial

dalam menurunkan tingkat lipid plasma. Penggunaan statin untuk menutunkan


tingkat lemak darah direkomendasiakn secara umum. Insiden tromboemboli akut
dengan sindroma ini menunjukkan potensial masalah. Dokumentasi komplikasi
seperti ini memerlukan antokoagulan oral selama 6 bulan atau selama
hipoalbuminemia severe menetap. Keberadaan thrombosis vena renal
nonobstruktif kronik juga telah diusulkan sebagai indikasi untuk terapi
antikoagulasi, namun rekomendasi ini belum diterima secara universal.
Karena sindroma nefrotik dihubungkan dengan kehilangan protein yang
berkelanjutan, malnutirsi protein kadang dapat terjadi. Pada sebagian besar
kasus, tidak diperlukan diet tinggi protein dan dapat dikontraindikasikan untuk
alasan teoretikal. Sehingga, intake protein 1 g/kg per hari cukup untuk sebagian
besar pasien dengan laju filtrasi glomerular yang normal. Suplemen vitamin D
oral sebaiknya digunakan untuk pasien dengan osteomalacia atau osteitis fibrosa
sistika yang berhubungan dengan sindroma nefrotik.
Biopsi renal
Biopsi renal seringkali tidak dapat menjelaskan keseluruhan kelainan yang terjadi
namun jika diambil pada saat yang tepat dan diinterpretasikan dengan benar
dapat didapatkan informasi yang berguna. Hanya sampel 1 menit (sekitar 14 dari
2 juta glomeruli) digunakan untuk menyediakan 3 jenis informasi yang berguna
untuk klinisi: penjelasan klasifikasi penyakit glomerular, distribusi dan jauhnya
lesi glomerular dan kemungkinan reversibilitas lesi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai