DI SUSUN OLEH :
IBNU YURAYAMA
131110149
131110186
MIZAN
131110084
ROBIANSYAH
131110257
M. HERMAWANSYAH
JUMADI
KATA PENGANTAR
penyusunan
tugas
terstruktur
ini
menyampaikan
ucapan
terimakasih kepada, maka dari itu pada kesempatan ini sekaligus disampaikan
ucapan terima kasih kepada
1. Ir. Hastiadi Hasan, M.M.A. selaku dosen pengampuh dalam mata kuliah
budidaya pantai dan laut yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam penyelesaian tugas ini.
2. Teman seperjuangan yang telah banyak dibantu memberikan masukan, dan
dorongan serta pihak-pihak lainya yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu.dalam penyelesaian tugas terstruktur ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas tersturktur berupa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi perbaikan
dimasa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................................
ii
BAB I.
PENDAHULUAN...........................................................................
Latar Belakang........................................................................................
Tujuan Penulisan.....................................................................................
Manfaat....................................................................................................
1
2
2
3
3
3
3
4
5
6
6
7
8
8
8
8
9
9
10
10
11
11
11
13
13
1.1
1.2
1.3
DAFTAR PUSTAKA
........................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kepiting bakau (scylla sp) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (mangrove). Dengan
sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan pantai
nusantara, maka tidak heran jika indonesia dikenal sebagai pengeskpor kepiting
yang cukup besar dibandingkan dengan negara-negara produsen kepiting
lainnya. potensi kepiting di Indonesia yang sangat memungkinkan. Indonesia
dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas
perairan laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 75% dari total wilayah
Indonesia (Irmawati. 2005).
Wilayah laut tersebut di taburi lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi garis
pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang didunia setelah kanada.
Di sepanjang pantai tersebut kurang lebih 1,2 juta Ha memiliki potensi sebagai
lahan tambak, yang digunakan untuk mengelola tambak udang baru 300.000 Ha,
sisanya masih belum dikelola. Maka dari itu peluang untuk membangun budidaya
kepiting masih terbuka lebar. Dan salah satu daerah yang memiliki potensi
tersebut adalah Kalimantan Barat (Rosmaniar, 2008).
Kepiting sangat banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan daging
kepiting tidak hanya lezat tetapi juga menyehatkan karena banyak mengandung
nutrisi yang penting bagi kehidupan dan kesehatan. Selain itu juga kepiting juga
memiliki ekonomis tinggi, salah satunya adalah kepiting bakau (scylla sp).
Kepiting bakau (Scylla sp) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
hidup diperairan payau, khususnya di hutan-hutan mangrove. Dengan sumber
daya mangrove yang membentang luas diseluruh kawasan pantai nusantara, maka
tidak heran Indonesia dikenal sebagai pengekspor keping yang cukup besar.
Kepiting bakau mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik dipasar
domestik maupun mancanegara. Dikarenakan nilai ekonomis kepiting yang terus
meningkat, banyak para petani membudidayakan kepiting ditambak. Tetapi
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari tentang
kepiting bakau agar kedepan bisa lebih memahami bagaimana seluk beluk tentang
/ tatacara budidaya kepiting bakau.
1.3
Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah adalah untuk memberikan
informasi tentang molusca kepiting bakau sehingga dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri dan para pembaca sekalian atau yang memerlukannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
: Arthropoda
Classis
: Crustacea
Ordo
: Decapoda
Familia
: Portunidae
Genus
: Scylla
Spesies
: scyllaserrata
2.2.
Morfologi
Kepiting bakau (Scylla sp) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar dari
pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara
sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan serta kirinya
terdapat sembilan buah duri. Kepitng bakau jantan mempunyai sepasang capit
yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat dari pada panjang karapasnya,
sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting baku
juga memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau
berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdoment bagian bawah berbentuk
segitiga meruncin, sedangkan pada betina kepiting bakau melebar (Soim 1994).
Berdasarkan lebar karapasnya, tingkat perkembangan kepiting dapat
dibagi menjadi tiga kelompok :
1. Kepiting juwana, lebar karapas 20 mm-80 mm
2. Kepiting menjelang dewasa, lebar karapas 70 mm-150 mm
3. Kepiting dewasa, lebar karapas 150 mm-200 mm
3
2.3.
perairan Indonesia. Spesies ini adalah spesies khas yang berada di kawasan bakau.
Kepiting bakau yang masih berupa juvenil lebih suka membenamkan diri ke
dalam lumpur sehingga jarang terlihat di daerah bakau. Juvenil kepiting bakau
lebih menyukai tempat-tempat terlindung, seperti alur-alur air laut yang menjorok
ke daratan, saluran air, di bawah batu, di bentangan rumput laut dan di sela-sela
akar pohon bakau (Kanna 2002). Hutan mangrove adalah daerah yang umumnya
banyak dihuni kepiting bakau (Kordi 1997). Daerah berlumpur dan tepian muara
sungai juga banyak ditemukan kepiting (Arriola 1940 diacu dalam Kasry 1985).
Kepiting bakau tidak jarang tertangkap di luar bakau (Mossa et al. 1985 diacu
dalam Rusdi 2010).
Kepiting bakau memiliki sebaran geografis yang sangat luas, meliputi pantai
Timur Afrika, India, Srilangka, Indonesia, Filipina, Thailand, Cina, Taiwan,
Jepang, Papua Nugini, Australia dan pulau-pulau di utara Selandia Baru. Kepiting
bakau ditemukan di daerah air payau dan sebagian besar tertangkap di wilayah
pesisir Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya)
(Sulistiono et al. 1994 diacu dalam Asmara 2004). Penyebaran kepiting bakau
yang luas menyebabkan timbulnya daerah yang menjadi pusat pengusahaan
kepiting bakau. Hal ini berhubungan dengan habitat kepiting yang masih baik.
Daerah-daerah yang dimaksud, antara lain terdapat di selatan Jawa (Cilacap),
utara Jawa (Tanjung Pasir, Pamanukan), barat Sumatera (Bengkulu, Riau), timur
Kalimantan (Kota Baru, Pasir, Balikpapan), Sulawesi (Teluk Bone, Teluk Kolono,
Kendari), Nusa Tenggara Barat (Teluk Waworada, Teluk Bima) dan Irian Jaya
(Teluk Bintuni, Biak Numfor) (Asmara 2004).
2.4.
Suka berendam dalam lumpur sering berada didasar (bentic) dan membuat
lubang pada dinding atau pematang tambak pemeliharaan. Dengan mengetahui
kebiasaan ini, maka kita dapat merencanakan atau mendesain tempat
pemeliharaan sedekimian rupa agar kemungkinan lolosnya kepiting yang
dipelihara
sekecil
mungkinmerugikan
usaha
penanganan
hidup
dan
Seperti hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya
saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting
betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina
memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa
bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat
(bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan
ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen). Jumlah telur yang dibawa
tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa puluhan
hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah
beberapa
hari
kemudian
menjadi
larva
(individu
baru)
yang
dikenal
dengan zoea. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerakgerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari
abdomen.
Larva
kepiting
selanjutnya
hidup
sebagai
plankton
dan
melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat
tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007). Daur hidup kepiting
meliputi telur, larva (zoea dan megalopa), post larva ataujuvenil, anakan dan
dewasa. Perkembangan embrio dalam telur mengalami 9 fase (Juwana, 2004).
Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang dari pada
kepiting. Di kepala terdapat semacam tanduk yang memanjang, matanya besar
dan di ujung kaki-kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoea ini juga terdiri dari
4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain
lagi. Larva kepiting berenang dan terbawa arus serta hidup sebagai plankton
(Nontji, 2002). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa larva kepiting
hanya mengkonsumsi fitoplankton beberapa saat setelah menetas dan segera
setelah itu lebih cenderung memilih zooplankton sebagai makanannya (Umar,
2002). Keberadaan larva kepiting di perairan dapat menentukan kualitas perairan
tersebut, karena larva kepiting sangat sensitif terhadap perubahan kualitas perairan
(Sara, dkk., 2006).
Selain itu kepiting ini juga mengalami beberapa proses pergantian
kulit (moulting). Setiap proses tubuhnya akan tumbuh menjadi lebih besar. Selama
siklus hidupnya kepiting bakau menempati dua macam habitat yaitu air payau
masa juvenil (kepiting muda) sampai dewasa, dan air laut pada masa pemijahan
sampai megalova.
Kebiasaan Makan
Kanna (1991) mengemukakan bahwa pakan yang diberikan untuk kepiting
Ciri-ciri
Deskripsi kepiting bakau menurut Rosmaniar (2008), Famili portumudae
merupakan famili kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki. Pasangan
kaki kelima berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir. Karapas pipi atau
cagak cembung berbentuk heksagonal atau agak persegi. Bentuk ukuran bulat
telur memanjang atau berbentuk kebulatan, tapi anterolateral bergigi lima sampai
sembilan buah. Dahi lebar terpisah dengan jelas dari sudut intra orbital, bergigi
dua sampai enam buah, bersungut kecil terletak melintang atau menyerong.
Reproduksi
Seperti hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya
saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting
betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina
memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa
bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat
(bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan
ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen).
Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa
spesies
dapat
membawa
puluhan
hingga
ribuan
telur
ketika
terjadi
pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva
(individu baru) yang dikenal dengan zoea. Ketika melepaskan zoea ke perairan,
sang induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat
dengan mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai
plankton dan melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu
agar dapat tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN
baik, seperti : mutu air kurang diperhatikan, makanan tidak mencukupi maka pada
saat kepiting tersebut mencapai kondisi biologis matang telur akan berusaha
meloloskan diri, dengan jalan memanjat dinding/pagar atau dengan cara membuat
lubang pada pematang. Untuk menghindari hal tersebut, maka konstruksi
pematang dan pintu air perlu diperhatikan secermat mungkin. Pada pematang
dapat dipasang pagar kere bambu atau dari waring, hal ini akan mengurangi
kemungkinan lolosnya kepiting.
Pemasangan pagar kere bambu atau waring pematang yang kokoh (lebar 24 meter) dilakukan diatas pematang bagian pinggir dengan ketinggian sekitar 60
cm. Pada tambak yang pematangnya tidak kokoh, pemasangan pagar dilakukan
pada kaki dasar pematang dengan tinggi minimal 1 meter.
9
3.1.3
10
3.1.5
dipindah
dari
posisi
semula
hal
ini
bertujuan
agar
terjadi
11
3.1.7
12
13
pemeliharaan yang tidak stabil, misalnya temperatur naik cuup tinggi pada siang
hari dan turun dastis pada malam hari dan kadar oksigen terlarut yang rendah
sehingga menyebabkan kepiting tersebut menjadi stress serta memudahkan
patogen untuk menyerang.
Jenis
No
1.
Penyakit
Terdapat
(Legenidium
putih
sp
Fusarium sp)
3.1.8
Bahan Kimia
Jamur
dan
Pengobatan pencegahan
Gejala
bintik
pada
Direndam
larutan
dalam
Bahan Alami
Dengan
ekstrak
daun
Erithromycy
bagian yang di
serangnya.
antibiotic
yang
menolak/mencegah
seling.
timbulnya jamur.
dan
antiseptic
dapat
tergantung pada ukuran benih dan laju pertumbuhan pemanenan kepiting dapat
dilakukan secara selektif, dimana pemanenan ini dilakukan dengan jalan memilih
kepiting yang ukurannya telah mencapai ukuran konsumsi. Laju pertumbuhan
oleh jenis pakan yang diberikan dan kualitas air tambak. Untuk memanen kepiting
digunakan alat berupa seser baik untuk tujuan pemanenan total maupun selektif.
Pelaksanaan panen harus dilakukan oleh tenaga terampil untuk menangkap dan
kemudian mengikatnya. Selain itu tempat dan waktu penyimpanan sebelum
14
dan
mempengaruhi
kondisi
fisiologis
yang
akhirnya
dapat
seluruh
kaki-kakinya
akan
mempermudah
penanganan
dan
pengangkutannya.
Penanganan kepiting yang telah disusun dalam keranjang yang perlu
mendapat perhatian ialah tetap menjaga suhu dan kelembaban.Usahakan suhu
tidak lebih tinggi dari 26C dan kelembaban yang baik adalah 95%. Cara yang
dapat dilakukan untuk menjaga suhu dan kelembaban ideal bagi kelangsungan
hidup kepiting selama dalam pengangkutan ialah : Celupkan kepiting ke dalam air
payau (salinitas 15-25) selama kurang lebih 5 menit sambil digoyang-
15
16
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa para pembudidaya kepiting
bakau dalam membudidayakanya harus dengan sistem yang sudah ada. Budidaya
kepiting bakau sangat mudah diterapakn oleh para pembudidaya karena teknik
budidayanya tidak begitu sulit mulai dari pemilihan lokasi, desain konstruksi
tambak, pemilihan benih, pengangkutan benih,penebaran benih, pemaliharan,
pemanenan, dan sampai pasca panen.
Kepiting bakau pada saat ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi tidak
hanya didalam negeri bahkan bias diekspor ke luar negeri. Dalam hal ini kepiting
bakau juga dapat meningkatkan hasil perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
17
UNHAS, (Online),
(http://www.unhas.ac.id,
18