PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003).
Prestasi pendidikan di Indonesia tertinggal jauh dibawah negara-negara Asia
lainnya, seperti Singapura, Jepang, dan Malaysia. Bahkan jika dilihat dari indeks
sumber daya manusia, yang salah satunya adalah sektor pendidikan. Posisi Indonesia
kian menurun dari tahun ke tahun (Rosyada, 2007). Salah satu masalah yang
dihadapi dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam hal
proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghafal informasi, anak di paksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi yang diingatnya sehingga anak didik ketika lulus sekolah mereka pintar
secara teoritis, namun mereka tidak mampu untuk mengaplikasikan teori yang
mereka peroleh tersebut (Sanjaya, 2011).
Pendidikan yang seharusnya mampu menanamkan kemandirian kerja keras
dan kreativitas peserta didik agar dapat berhasil dan berguna dalam masyarakat,
malah menghasilkan peserta didik yang bermental benalu, yakni lulusan pendidik
formal hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Hal ini
dilatarbelakangi sistem pendidikan kita yang top down (dari atas ke bawah)
menganggap bahwa pendidikan sebagai proses pemindahan ilmu dari dosen kepada
mahasiswa. Kognitif mahasiswa dipandang sebagai safe deposit box, yakni
pengetahuan dianggap berasal dari dosen dan ditransfer kepada mahasiswa. Dalam
arti lain mahasiswa hanya menampung apa yang disampaikan dosen (Elmubarok,
2009).
Disamping keteladanan sebagai dosen yang utama pengajaran diuniversitas
perlu juga menggunakan metode pembelajaran yang menyentuh emosi dan
keterlibatan para mahasiswa seperti permainan, stimulasi dan imajinasi. Dosen
hendaknya menjadi fasilitator bagi peserta didiknya, sehingga timbul kebutuhan dari
dirinya untuk memperoleh keterampilan dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya
(Elmubarok, 2009).
Pembelajaran aktif mengkoordinasikan agar mahasiswa selalu melakukan
pengalaman belajar yang bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang dapat
dilakukan selama pembelajaran. Konsep pembelajaran aktif berkembang setelah
sejumlah institusi melakukan riset tentang lamanya ingatan mahasiswa terhadap
materi pembelajaran terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan. Hasil riset
dari National Training Laboratories di Bethel Maine (1954), Amerika Serikat
menunjukkan bahwa dalam kelompok berbasis dosen (teacher centered learning)
mulai dari ceramah, tugas membaca, presentasi dosen dengan audiovisual dan
bahkan demonstrasi oleh dosen, mahasiswa hanya dapat mengingat materi
pembelajaran maksimal sebesar 30% (Warsono & Haryanto, 2012). Universitas
sebagai suatu tempat pendidikan seharusnya mengajarkan pembelajaran cooperative
learning melalui pembelajaran kooperatif akan memberi kesempatan pada
mahasiswa untuk bekerja sama dengan sesama mahasiswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur dan menjadikan mahasiswa sebagai sumber belajar bagi teman lainnya
(Wena, 2011).
Menurutt hasil penelitian wirahana (2012) menunjukkan bahwa penggunan
model cooperative learning type talking stick dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata aktivitas belajar siswa
pada siklus I yaitu 65,28% (cukup aktif) meningkat pada siklus II menjadi 85,41%
(sangat aktif), dengan peningkatan sebesar (20,13%). Sementara itu nilai rata-rata
kinerja guru pada siklus I yaitu 68,21 (cukup baik) meningkat pada siklus II menjadi
87,5 (sangat baik). Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar
53,06 kemudian meningkat menjadi 85,28 pada akhir siklus II.
Dalam konteks ini kita ketahui bahwa pembelajaran kooperatif memiliki
berbagai jenis diantaranya yaitu jigsaw, number head together, group investigation,
student teams achievement division dan metode pendukung pengembangan
pembelajaran kooperatif seperti talking stick, snowball drilling, everyone is teacher
here dan lain sebagainya. Dalam hal ini peneliti mengambil pembelajaran talking
stick yang bertujuan lebih efektif dan bermakna. Karena dengan pembelajaran talking
stick mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Dalam hal ini
peserta didik harus mampu mengerti makna belajar, manfaat belajaran, dan
bagaimana para peserta didik mampu mencapai proses pembelajaran dengan baik.
Seyogyanya diharapkan kepada peserta didik selain terdapat peningkatan hasil
belajar secara kognitif dan afektif, juga terdapat nilai-nila yang bisa diaplikasikan
atau diterapkann pesrta didik kedalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan metode ceramah dengan talking stick terhadap hasil
belajar mahasiswa semester IV pada mata kuliah Askeb II di Akademi Kebidanan
Kholisatur Rahmi Binjai tahun 2014
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbandingan metode ceramah dengan talking stick terhadap hasil belajar mahasiswa
semester IV pada mata kuliah Askeb II di Akademi Kebidanan Kholisatur Rahmi
Binjai tahun 2014
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kemampuan awal dan kemampuan akhir mahasiswa
semester IV pada mata kuliah Askeb II
b. Untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa semester IV pada mata kuliah
Askeb II dengan metode ceramah
c. Untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa semester IV pada mata kuliah
Askeb II dengan metode talking stick
d. Untuk membandingkan hasil belajar dengan metode ceramah dan talking
stick sesudah dilakukan pembelajaran
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memberikan bekal peneliti, sebagai calon dosen untuk lebih meningkatkan dan
memanfaatkan macam-macam metode pembelajaran secara efektif.
2. Bagi Dosen
Menambah informasi dosen mengenai seberapa jauh perbedaan metode
ceramah dengan metode talking stick terhadap hasil belajar.
3. Bagi Pendidikan
Sebagai masukan kepada institusi dalam mengambil kebijakan terkait alternativ
penggunaan metode yang digunakan dalam pembelajaran agar dapat
meningkatkan kualitas institusi