Makalah Pendahuluan Fisika Inti
Makalah Pendahuluan Fisika Inti
KAPITA SELEKTA
SRI WAHYUNI
PENDIDIKAN
FISIKA 2013
1312042011
JURUSAN FISIKA
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang atau pengantar
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan,
penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit,
tindakan karantina serta upaya lain yang diperlukan. Upaya untuk menghilangkan
perantara penyakit adalah dengan cara pengendalian vektor penyakit. Dengan
mengendalikan vektor maka Kejadian Luar Biasa ( KLB ) suatu penyakit yang
ditularkan melalui vektor dapat dicegah. (Rahman, et al., 2012)
Penyakit demam berdarah dengue (DBD)
serangga mandul (TSM) dan penanda atau labeling. Hal ini mengingat salah satu
sifat radioisotop yaitu dapat memancarkan sinar radioaktif sehingga dipakai
sebagai penanda atau label. Pelabelan ini merupakan cara yang lebih aman bagi
sasaran karena isotop tidak meradiasi langsung ke sasaran, akan tetapi melalui
media pakan larva. (BATAN, 2012)
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari makalah ini yaitu
Bagaimana Pemanfaatan Radioisotop Phosphorus-32 untuk penandaan ( labelled
compound ) pada nayamuk Aedes aegypti?
3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini yaitu
Untuk mengetahui pemanfaatan radioisotop Phosphorus-32 untuk penandaan ( labelled
compound ) pada nayamuk Aedes aegypti
BAB II
PEMBAHASAN
A. Radioisotop
Radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif. Radioisotope mampu
memancarkan radiasi. Radioisotope dapat terjadi secara alamiah atau sengaja dibuat
oleh manusia dalam reaktor penelitian. Produksi radioisotope dengan proses aktivasi
dilakukan dengan cara menembaki isotop stabil dengan neutron di dalam teras reaktor.
Proses ini lazim disebut irradiasi neutron, sedangkan bahan yang disinari disebut
target atau sasaran. Neutron yang ditembakkan akan masuk ke dalam inti atom target
sehingga jumlah neutron dalam inti target tersebut bertambah. Peran radioisotop
sebagai pencari jejak tidak terlepas dari sifat-sifat khas yang dimilikinya.Radioisotop
memancarkan radiasi manapun dia berada dan mudah dideteksi. Radioisotop ibarat
lampu yang tidak pernah padam senantiasa memancarkan cahayanya. Radioisotop
dalam jumlah sedikit sekali pun dapatdengan mudah diketahui keberadaannya.
Dengan teknologi pendeteksian radiasi saat ini, radioisotop dalam kisaran pikogram
(satu per satu trilyun gram) pun dapat dikenali dengan mudah. Sebagai ilustrasi, jika
radioisotop dalam bentuk carrier free (murni tidak mengandung isotop lain) sebanyak
0,1 gram saja dibagi rata ke seluruh penduduk bumi yang jumlahnya lebih dari 5
milyar, jumlah yang diterima oleh masing-masing orang dapat diukur secara tepat.
(Wikipedia, 2016)
B. Radioisotop Phosphorus-32
Radioisotope phosphorus-32adalah radionuklida dari fosfor. Nukleon fosfor32 terdiri atas 15 proton dan 17 neutron, satu neutron lebih banyak dibandingkan
isotop umum dari fosfor yaitu fosfor-31. Fosfor-32 hanya terdapat dalam jumlah
sedikit di bumi, karena mempunyai waktu paruh singkat yaitu 14,29 hari sehingga
meluruh dengan cepat.Fosfor banyak ditemukan dalam molekul organik dan begitu
juga fosfor-32 yang mempunyai banyak aplikasi di bidang kedokteran, biokimia dan
biologi molekuler yang dapat digunakan sebagai pelacak molekul terfosforilasi,
misalnya dalam elusidasi jalur metabolisme dan label DNA radioaktif. Fosfor
mempunyai waktu paruh yang singkat yaitu 14,29 hari dan meluruh menjadi sulfur-32
dengan peluruhan beta, 1,709 MeV energi dilepaskan selama peluruhan. Energi
kinetik elektron bervariasi dengan rata-rata 0,5 MeV dan sisa energinya dibawa oleh
elektron anti-neutrino yang hampir tidak terdeteksi. Nukleus sulfur-32 dihasilkan
dalam keadaan dasar sehingga tidak perlu ada penambahan emisi sinar
gamma.Isotope sulfur -32 dapat di manfaatkan dalam penandaan pencegahan penyakit
Demam berdarah Dengue ( DBD) (Wikipedia, Phosphorus-32, 2016)
Isotop 32P dapat dibuat dengan 2 metoda, yaitu destilasi kering dan destilasi
basah. Metoda destilasi kering dilakukan dengan pemanasan langsung dari target yang
terdapat dalam ampul kuarsa pada temperatur 130C, sedangkan dengan metoda
destilasi basah target yang sudah diiradiasi dilarutkan dengan HCl 0,1 N dan
dipanaskan sampai timbul uap putih dan dibiarkan selama 12 jam sebelum
dilakukan pemisahan. (D, R, & lulus, 2006)
C. Nyamuk Aedes Aegypti
Aedes spp merupakan vektor Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah
Dengue (DBD), Aedes spp sudah tersebar di seluruh negara tropis, kira-kira terjadi 50
juta infeksi demam berdarah di lebih dari 100 negara setiap tahun.Di Indonesia
dikenal ada dua vektor, vektor utama nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
sebagai vektor potensial, keduanya tersebar di seluruh pelosok tanah air, kecuali yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. (Jacob, Pijoh, &
Wahongan, 2014)
Ae. aegyptidewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culexquinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal
dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira
(lire-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum) yaitu ada dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil
dari betina dan terdapatrambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Telur Ae.
aegyptiberbentuk elips berwarna hitam mempunyai dinding yang bergaris-garis dan
membentuk bangunan yang menyerupai gambaran kain kasa. Larva
Ae.
aegyptimempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral Ae.
aegyptibersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit
dilakukan oleh nyamuk betina, karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah.
Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk
memproduksi telur.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tetap ada sepanjang tahun yang
berarti keberadaan vektornya A. aegypti, tetap ada sepanjang tahun. Ada kemungkinan
telur nyamuk yang telah diletakkan di tandon buatan manusia bias menetas bila
tergenang oleh air limbah rumah tangga khususnya air sabun. Ini berarti bila air sabun
yang terbuang oleh manusia menggenangi tandon yang sudah berisi telur A.aegypti
maka telur akan segera menetas dan berkembang sampai terbentuk nyamuk dewasa.
(Sudarmaja & Mardihusodo, 2009)
D. Pemnfaatan Radioisotop Phosphorus-32 dalam penandaan nyamuk Aedes Aegypti
Metode penandaan adalah teknik untuk mendapatkan informasi tentang sistem
atau suatu bagian sistem dengan mengamati sifat dari substan khusus, yaitu penanda
yang telah ditambahkan ke dalam sistem.
ditambahkan dalam campuran isotop dapat bertindak sebagai perunut, penanda (label)
atau indikator. Dengan mengikuti proses kimia, fisika, atau biologi, maka kelakuan
dari bahan yang diteliti dapat ditentukan dengan pengujian dari penanda tersebut:
a. untuk penanda atau perunut radioaktif (radiotracer), dengan mengukur radiasi
setelah aplikasi terhadap larva hingga dewasa untuk menghasikan dosis tepat, aman
dan radioaktivitas serta efek terhadap keturunannya dilakukan di B2P2VRP Salatiga.
Pemanfaatan radioisotope
32
mengkaji tingkat dosis radiasi isotope 32P yang tepat dan aman untuk penandaan atau
pembelahan pada nyamuk Ae.aegyti dan efek radiasi terhadap turunannya. Adapun
bahan yang digunakan; Pakan larva Ae. aegypty yaitu dogfood yang mengandung
Radioisotop32p, Bahan dan alat penangkapan larva dan alat untuk pemeliharaan larva
nyamuk sampai menjadi dewasa.Peralatan pengukuran lingkungan fisik : termometer,
sling hygrometer, alat ukur jarak (survey meter) dan anemometer, Radioisotop 32p
dalam bentuk KH2PO4, Detector kontaminan dan Film Bagde.
Adapun cara yang dugunakan dalam penandaan ini adalah
a. Pengumpulan larva nyamuk Larva Ae. aegypti yang digunakan berumur relative
sama yaitu stadium III awal berasal dari hasil koloni labolatorium B2P2VRP
Salatiga.
b. Penentuan dosis aplikasi Radioisotop 32P skala laboratorium Dosis aplikasi 0,30
Ci ; 0,5 Ci dan 0,70 Ci baik radioisotop kering maupun berwujud cair untuk
0,25 gr pakan larva setiap 50 ekor larva kemudian dilihat perkembangannya
setelah aplikasi. Masing-masing dosis pengulangan sebanyak tiga kali.
c. Aplikasi Radioisotop 32P Radioisotop 32P pada pakan larva (dogfood} dilakukan
di BATAN Jakarta, kemudian diberikan ke larva Ae. aegypti stadium III awal di
B2P2VRP Salatiga untuk diamati perkembangan, kematian serta efeknya
terhadap keturunan. Aplikasi Radioisotop dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan.
d. Pengukuran Radioaktivitas Isotop
32
banyak sedikitnya kadar radioaktif yang masuk kedalam tubuh larva hingga
stadium dewasa. Pengukuran radioaktivitas dilakukan dengan cara mendeteksi
secara kuantitatif berdasarkan durasi waktu/hari menggunakan alat detector
kontaminan.
e. Pengamatan efek radioisotop pada larva, nyamuk serta keturunannya Efek
Radioisotop pada larva dapat berupa kematian ataupun terhambatnya
pertumbuhan menjadi pupa, sedangkan pada nyamuk dapat berupa kecacatan
dan umur nyamuk menjadi pendek. Pada keturunannya, diamati secara kuantatif
kandungan radioaktivitas isotop menggunakan detector contaminant.
Dari cara tersebut dapat dilihat Pengaruh pemberian makanan yang telah
diradiasi 32P menghasilkan variasi intake pakan dan tingkat ketahanan larva terhadap
radioisotop.
Sebagaimana
disajikan
padatabell.
Aktivitas
memakan
yang
digambarkan perbedaan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh larva terlihat pada
kandungan atau kadar radioaktivitas isotop
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemanfaatan radioisotope
32
32
32
P Radioisotop
32
P skala laboratorium 3)
32
Radioaktivitas Isotop 32P Tingkat radioaktivitas ditentukan oleh banyak sedikitnya kadar
radioaktif yang masuk kedalam tubuh larva hingga stadium dewasa. 5) pengamatan efek
radioisotop pada larva, nyamuk serta keturunannya.
DAFTAR PUSTAKA
BATAN. (2012). Nuklir Mengabdi Manusia. Jakarta Selatan : Badan Tenaga Nuklir nasional .
D,
A., R, A., & lulus. (2006). Penandaan nyamuk vektor filtrasi CULEX
QUINQUEFASCIATUS MENGGUNAKAN RADIOISOTOPEE 32P. JURNAL
Vektora Volume 11 No 2, 5-6.
Darwin, A., S, L., & Rahayu, A. (2010). PEMANFAATAN RADIOISOTOP 32P UNTUK
PENANDAAN (LABELLED COMPOUND) PADA NYAMUK Aedes aegypti.
Suplemen Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume XX, 2-6.
Darwin, A., S, L., & Rahayu, A. (2010). pemanfaatan radioisotop 32P untuk penandaan
nyamuk aedes aegypti. Suplemen Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Volumme XX, 2-3.
Jacob, A., Pijoh, V. D., & Wahongan, G. J. (2014). KETAHANAN HIDUP DAN
PERTUMBUHAN NYAMUK Aedes spp PADA BERBAGAI JENIS AIR
PERINDUKAN. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 2, Nomor 3, 1.
Rahman, W. Y., Sarmini, E., Herlina, Abidin, Triyanto, & Hambali. (2012). PEMBUATAN
RADIOISOTOP FOSFOR-32 UNTUK SINTESA ATP BERTANDA 32P
[(Y32P)ATP]. PROSIDING SEMINAR (pp. 1-2). yogyakarta : Pusat Teknologi
Akselerator dan Proses Bahan.
Sudarmaja, I. M., & Mardihusodo, S. J. (2009). Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes
aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner Vo. 11 No.
4, 3.
Wikipedia. (2016, Juni Kamis ). Phosphorus-32.
https://en.wikipedia.org/wiki/Phosphorus-32
Retrieved
from
Wikipedia
Retrieved
from
Wikipedia