Prinsip Ekstrusi & Jagung PDF
Prinsip Ekstrusi & Jagung PDF
Oleh
GUMILAR SANTIKA ATMADJA
F24102032
2006
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
RINGKASAN
Tujuan penelitian ini adalah menentukan formula produk ekstrusi
berbahan dasar jagung Quality Protein Maize dengan faktor perlakuan suhu
pemansan awal alat ekstruder dan komposisi formula bahan, sehingga
menciptakan produk ekstrusi dengan karakteristik organoleptik yang optimal serta
dapat diterima oleh konsumen.
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama persiapan bahan
baku yang dilakukan sebelum proses ekstruksi. Kedua penentuan formula
dilakukan dengan menggunakan software statistik yaitu Design Expert version 7.
Penentuan karakteristik produk yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu
berdasarkan uji fisik produk yang terdiri dari uji kekerasan, derajat pengembangan
dan uji organoleptik, kemudian dianalisis statistik dengan menggunakan SPSS 12
serta Design Expert version 7. Formula terpilih ditentukan oleh proses optimasi
dengan mengunakan program Design Expert version 7. Setelah mendapatkan
produk terpilih, produk dianalisis proksimat, derajat gelatinisasi dan uji fisik
(kekerasan dan derajat pengembangan) pada produk terpilih. Bahan yang utama
pada penelitian ini adalah jagung Quality Protein Maize, dengan bahan campuran
kacang hijau varietas betet yang berasal dari Balai Penelitian Biji-Bijian dan
Umbi, Malang.
Beberapa perlakuan yang diujikan pada pembuatan produk ekstrusi yaitu
memformulasikan produk dengan menggunakan software statistik DX7 (version 7
of Design-Expert software). Faktor perlakuan pada penelitian ini adalah komposisi
dari bahan jagung dan kacang hijau dengan komposisi 0% 100% serta suhu
yang digunakan pada mesin ekstruder 60 C - 70 C. Selanjutnya menentukan
respon atau parameter kualitas produk seperti fisik, kimia dan organoleptik dari
produk tersebut.
Hasil analisis sidik ragam oleh SPSS12 menunjukkan bahwa uji hedonik
dari tekstur, hedonik kelengketan, kekerasan produk dan derajat pengembangan
signifikan (p< 0.05) artinya bahwa semua parameter produk berbengaruh nyata
terhadap formula yang dibuat. Sementara analisis sidik ragam yang dilakukan
program Design Expert version 7 dari respon hedonik tekstur, hedonik kekerasan
dan derajat pengembangan yaitu berbeda nyata (p<0.05) artinya bahwa formula
yang dibuat berpengaruh nyata terhadap ketiga respon tersebut kecuali kekerasan
produk tidak berpengaruh nyata (p>0.05), sehingga ketiga respon tersebut dapat
digunakan untuk proses optimasi.
Hasil optimasi didapatkan produk dengan komposisi 50% jagung dan 50%
kacang hijau dengan pemanasan awal pada suhu 60 C yang diolah pada putaran
ulir 1400 rpm sebagai produk terpilih. Dengan memiliki karakteristik skor
hedonik untuk tekstur 6 (suka) skor hedonik untuk kelengketan 5 (agak suka)
kekerasannya 0.231 Kgf dan mempunyai derajat pengembangan 487%. Semua
karakteristik tersebut mempunyai tingkat desirability 0.811, artinya produk
tersebut dapat mencapai nilai skor tekstur 5.53, skor kelengketan 4.9 dan derajat
pengembangan 487.028% sebesar 80.1% terhadap seluruh respon tersebut dapat
dilaksanakan. Hasil analisis proksimat dan nilai energi pada produk ekstrusi
terpilih pada formula jagung : kacang hijau = 50: 50 adalah; protein: 15.50%;
lemak: 1.00%; karbohidrat : 76.61%; abu : 2.54%, air : 4.35% dan memiliki nilai
energi sebesar 391.49 kkal/g. Analisis fisik meliputi kekerasan, derajat
pengembangan dan derajat gelatinisasi berturut-turut adalah 2.13 Kgf, 500% dan
67.22%.
SKRIPSI
Oleh
GUMILAR SANTIKA ATMADJA
F24102032
2006
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI
Oleh
GUMILAR SANTIKA ATMADJA
F24102032
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Teknologi Pangan atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama
melakukan kegiatan penelitian.
7. Ust Jaenuri doa, serta Dandan, Khasbi, Arip, dan teman-teman seperjuangan di
Alinayah 2 sekarang Assalam dorongan dan nasihatnya selama mencari ilmu di
gudang ilmu (IPB) ini.
8. Rekan-rekan ITP angkatan 39 pada umumnya, khususnya Eko, Fahrul, Iqbal,
Heru, Fajar, Samsul yang selalu memotivasi saya dan temen-temen
sebimbingan Tina, Nui, dan Risna, juga buat sahabat-sahabatku kelompok B1
Evrin, Fatimah dan Alina atas nasihat-nasihat merekalah saya menjadi
termotivasi untuk selalu memperbaiki diri dan anak-anak golongan B terima
kasih atas kebersamaannya.
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya, mudah-mudahan Allah
membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun
mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah
laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
iii
vii
viii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................
B. Tujuan ...............................................................................................
14
D. Ekstrusi .............................................................................................. 19
E. Perubahan Bahan Selama Proses Ekstrusi ......................................... 24
F. Makanan Snack .................................................................................. 27
G. Design Expert Version 7 .................................................................... 27
H. Reponse Surface Methodology 28
III. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat .................................................................................. 30
B. Metodologi Penelitian ........................................................................ 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Bahan ................................................................................ 43
B. Penentuan Komposisi Bahan dan Suhu Awal Proses ......................... 43
C. Penentuan Formula Awal ...................................... ............................. 44
D. Pembuatan Produk Ekstrusi................................................................. 46
E. Analisis Uji Organoleptik ................................................................... 47
F. Analisis Uji Fisik................................................................................. 59
G. Analisis Produk Terbaik dengan Design Expert V.7.......................... 67
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bentuk jagung dari beberapa jenis jagung: kiri ke kanan: flint,
dent, dan yellow flour.................................................................. 4
Gambar 2. Penampang melintang dan penampang membujur biji jagung .. 7
Gambar 3. Bagian-Bagian
Penting
Alat
Ekstruder
Tunggal....................................................................................... 23
Gambar 4. Single Extruder...........................................................................
31
32
33
35
48
53
57
67
68
69
105
106
Gambar 17. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu
106
pemanas 67.5 C .....................................................................
Gambar 18. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu
107
pemanas 65 C ........................................................................
Gambar 19. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu
pemanas 65 C ........................................................................
107
Gambar 20. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu
pemanas 67.5 C ......................................................................... 108
Gambar 21. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu
pemanas 70 C............................................................................. 108
Gambar 22. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu
pemanas 70 C ...........................................................................
109
Gambar 23. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu
pemanas 60 C ...........................................................................
109
Gambar 24. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu
pemanas 62.5 C ........................................................................... 110
Gambar 25. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu
pemanas 65 C .......................................................................
110
Gambar 26. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu
pemanas 67.5 C .......................................................................... 111
Gambar 27. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu
pemanas 70 C ..........................................................................
111
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis atau Tipe Jagung dan Sifat-sifatnya ......................................
Tabel 4 Deskripsi singkat varietas unggul jagung Srikandi Putih-1 dan Srikandi Kuning-1, dilepas tahun 2004..............................................
11
22
30
45
49
56
67
64
71
71
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Worksheet uji organoleptik ..................................................... 75
Lampiran 2. Form uji organoleptik snack (1)................................................
84
85
86
87
88
89
70
91
92
94
95
96
97
98
99
99
101
92
102
103
viii
104
Lampiran 23. Gambar produk formula 100 : 0, suhu 62.5 C dan formula 50 : 50, suhu 60 C ......................................................
105
Lampiran 24. Gambar produk formula 100 : 0, suhu 62.5 C dan formula 75 : 25, suhu 67.5 C ......................................................
106
Lampiran 25. Gambar produk formula 100 : 0, suhu 65 C dan formula 50 : 50, suhu 65 C ........................................................
107
Lampiran 26. Gambar produk formula 75 : 25, suhu 67.5 C dan formula 100 : 0, suhu 70 C .......................................................
108
Lampiran 27. Gambar produk formula 50 : 50, suhu 70 C dan formula 0 : 100, suhu 60 C ......................................................
109
Lampiran 28. Gambar produk formula 25 : 75, suhu 62.5 C dan formula 0 : 100, suhu 65 C ......................................................
110
Lampiran 29. Gambar produk formula 25 : 75, suhu 67.5 C dan formula 0 : 100, suhu 70 C ........................................................
111
ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ketahanan
pangan kurang stabil, dimana persediaan bahan pangan di Indonesia
khususnya beras jumlahnya tidak tetap. Ketika jumlah produksi beras turun
dan
pelaksanaan
diversifikasi
pangan.
Namun
dalam
upaya
dan
sesuai
dengan
kebudayaan
Indonesia
sendiri.
Melalui
A. JAGUNG
1. Tanaman Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L) adalah salah satu jenis tanaman bijibijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) yang sudah populer
di seluruh dunia. Menurut sejarahnya tanaman jagung berasal dari
Amerika dan menyebar ke daerah subtropis dan tropis termasuk Indonesia
(Warisno, 1998). Berdasarkan bentuk biji dan kandungan endospermanya,
jagung dibedakan atas dent, flint, pop, flour, sweet, pod. Bentuk beberapa
jagung tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Jenis-jenis jagung dan sifatsifatnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis atau tipe jagung dan sifat-sifatnya
Jenis jagung
Sifat-sifat
Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi
Jagung gigi kuda
pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak
(Zea mays
sampai ke ujung.
identata)
Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya
Jagung mutiara
diselubungi pati yang keras, tahan terhadap
(Zea mays
serangan hama gudang.
indurata)
Jagung bertepung Endosperm hampir seluruhnya berisi pati yang
lunak, biji mudah dibuat tepung, biji yang sudah
(Zea mays
kering permukaannya berkerut.
amylacea)
Jagung berondong Butir biji sangat kecil, keras seperti pada tipe
(Zea mays evertia) mutiara, proporsi pati lunak lebih kecil
dibandingkan pada tipe mutiara
Endosperm berwarna bening, kulit biji tipis,
Jagung manis
kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji
(Zea mays
berkerut
saccharata)
Biji berwarna buram, endosperm lunak, pati
Jagung berlilin
mengandung amilopektin, merupakan sumber
(Zea mays
energi terbaik untuk makanan ternak
ceratina)
Tiap butiran biji diselubungi oleh kelobot,
Jagung polong
membentuk tongkol yang juga diselubungi
(Zea mays
kelobot, merupakan keajaiban genetik, dan jagung
tunicata)
ini tidak digunakan untuk produksi
Sumber: Jugenheimer (1976)
Gambar 1. Bentuk jagung dari beberapa jenis jagung: kiri ke kanan: flint, dent,
dan yellow flour. (Anonima, 2006)
Menurut Suprapto (1992), jagung yang banyak yang ditanam di
Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint),
seperti Jagung Arjuna (mutiara), Jagung Harapan (setengah mutiara),
Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lainlain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia
terdapat juga jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent
corn), dan jagung manis (sweet corn).
Klasifikasi botani tanaman Jagung adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Keluarga
: Grasminales (Graminaeae)
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L
dalam satu tongkol jagung pada umumnya 12-15 lembar. Semakin tua
umur jagung, semakin kering kelobotnya. Tongkol jagung merupakan
simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada
tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-12 cm (Effendi dan
Sulistiati, 1991).
Pada umumnya satu tongkol jagung mengandung 300-600 biji
jagung. Biji jagung berbentuk bulat dan melekat pada tongkol jagung.
Susunan biji jagung pada tongkolnya berbentuk spiral. Biji jagung selalu
terdapat berpasangan, sehingga jumlah baris atau deret biji selalu genap.
Warna biji jagung bervariasi dari putih, kuning, merah, dan ungu sampai
hitam. Rambut merupakan tangkai putik yang sangat panjang yang keluar
ke ujung kelobot melalui sela-sela deret biji. Rambut mempunyai cabangcabang yang halus, sehingga dapat menangkap tepung sari pada saat
pembuahan (Effendi dan Sulistiati, 1991).
4. Anatomi Biji Jagung
Menurut Hoseney (1998), jagung terdiri dari empat bagian pokok
yaitu embrio, endosperma, aleuron, dan kulit (perikarp) dapat dilihat pada
(Gambar 2). Bagian-bagian anatomi jagung dapat dilihat pada Tabel 2.
Perikarp merupakan lapisan pembungkus seluruh biji (kernel) dan
berfungsi sebagai pelindung bagi bagian dalam biji. Bagian terakhir ini
terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang
mengandung lemak.
Tabel 2. Bagian-bagian anatomi biji jagung
Bagian anatomi
Jumlah (%)
Pericarp
Endosperma
82
Lembaga
12
Tipcap
mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak
serapat pada bagian keras (Muchtadi dan Sugiyono, 1990).
Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah dan
berhubungan erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian
yaitu skutelum dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat
penyimpanan zat-zat gizi selama perkecambahan biji (Muchtadi dan
Sugiyono, 1990). Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat
melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap dapat tetap ada atau
terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung (Hoseney, 1998).
5. Komposisi Kimia Biji Jagung
Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya tergantung
umur dan varietas jagung tersebut. Pada jagung muda, kandungan lemak
dan proteinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua.
Selain itu, jagung juga mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati,
serat kasar, dan pentosan (Muchtadi dan Sugiyono, 1990).
Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin sedangkan
gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung sebagian besar terdapat pada
lembaganya. Asam lemak penyusunnya terdiri atas lemak jenuh yang
berupa palmitat dan stearat serta asam lemak tak jenuh seperti oleat,
linoleat dan linolenat. Kandungan asam lemak terbanyak pada jagung
adalah asam lemak tidak jenuh yaitu linoleat dengan jumlah 59.7% dari
total asam lemak. Kemudian asam lemak terbanyak ke dua adalah asam
lemak jenuh yaitu oleat dengan jumlah 25.2 % (White dan Lawrence,
2003). Vitamin yang terkandung dalam jagung terdiri atas tiamin, niasin,
riboflavin, dan piridoksin. Komposisi kimia dari biji jagung dapat dilihat
pada Tabel 3.
Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein
diekstrak dari gluten jagung. Zein merupakan prolamin yang tak larut
dalam air. Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena adanya asam amino
hidrofobik seperti leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan dalam air juga
disebabkan karena tingginya proporsi dari sisi rantai grup hidrokarbon dan
tingginya persentase grup amida yang ada dengan jumlah grup asam
karboksilat bebas yang relatif rendah (Lorenz dan Karel, 1991).
Zein merupakan protein dengan BM rendah yang larut pada
etilalkohol dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Walaupun
tidak umum digunakan, zein juga larut dalam pelarut organik seperti asam
asetat glasial, fenol, dan dietilen glikol. Zein memiliki dua jenis komponen
yaitu -zein (larut pada 95% etanol) dan -zein (larut dalam 60% etanol).
Pada -zein, kandungan asam amino histidin, arginin, proline, dan
metionin lebih banyak dibandingkan yang terkandung pada -zein
(Laztity, 1986).
Tabel 3. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya
Jumlah (%)
Komponen
Pati
Protein
Lemak
Serat
Lain-lain
Endosperma
86.4
8.0
0.8
3.2
0.4
Lembaga
8.0
18.4
33.2
14.0
26.4
Kulit
7.3
3.7
1.0
83.6
4.4
Tip cap
5.3
9.1
3.8
77.7
4.1
dua
protein
utama
tersebut,
protein
jagung
juga
berupaya
menghasilkan
teknologi
yang
diperlukan
untuk
10
185
195
105 110
105 110
275
325
Kuning
Putih
7.9
8.1
Warna Biji
Potensi Hasil (ton/ ha)
(Anonimb, 2004).
Varietas Srikandi Kuning-1 berdaya hasil 7,9 ton per hektar dan
bijinya berwarna kuning, sesuai dengan namanya. Berbiji putih, varietas
Srikandi Putih-1 mampu berproduksi 8,1 ton per hektar. Kedua varietas
unggul ini tahan penyakit hawar daun, karat, dan hama penggerek batang.
Deskripsi singkat dari kedua jagung tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Dibandingkan dengan Srikandi Kuning-1, biji Srikandi Putih-1 lebih besar
masing-masing dengan bobot 275 g dan 325 g per 1.000 biji. Kadar
protein biji Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih-1 masing-masing 10,3%
dan 7,8% dengan kandungan lisin dan triptofan 0,46% dan 0,09% untuk
Srikandi Kuning-1 serta 0,36% dan 0,07% untuk Srikandi Putih-1
(Anonima, 2004). Jagung QPM juga mempunyai kandungan amilosa
29.52% (b/k) dari kadar pati jagung QPM sebesar 77.95%. Sementara
11
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Keluarga
: Leguminoceae (Fabaceae)
Genus
: Vigna
Spesies
: Vigna radiatus
12
panen kacang ini harus dikerjakan beberapa kali. Biji kacang hijau berukuran
2.5 5 x 3 4 mm2, berbentuk elips sampai bulat. Warna biji hijau, coklat,
abu-abu, dan hijau kehitaman. Dua jenis kacang hijau yang terkenal adalah
Golden Gram dan Green Gram (Kay, 1979). Kacang hijau merupakan salah
satu jenis kacang-kacangan yang dapat dijadikan sebagai sumber protein yang
cukup baik dan memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.
Komposisi gizi kacang hijau terdiri dari karbohidrat (56,7%), protein
(24%), lemak (1.3%), mineral (3.5%), serat (4.1%), Ca (124 mg), P (326 mg)
dan Fe (7.3 mg) per 100 gram. Kandungan karbohidrat kacang hijau terdiri
dari 38.8% pati yang tersusun atas 28.8% amilopektin dan 71.2% amilosa
(Kay, 1979). Menurut Kay (1979), tepung kacang hijau sangat kaya akan
protein terutama lisin, sehingga cocok untuk sumber protein. Asam amino
terbanyak adalah leusin yang diikuti arginin dan lisin.
Varietas yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas betet
merupakan verietas yang termasuk varietas kacang hijau dengan produktivitas
yang cukup tinggi yaitu sekitar 1200-1600 kg/ha. Karakteristik yang lain yaitu
batangnya berwarna hijau dengan tinggi 45 cm. Varietas ini berbunga pada
umur 35 hari dan dapat dipanen pada umur 60 hari yang terhitung mulai dari
penanaman benih (Suprapto, 1998).
Proses penyosohan yang bisa dilakukan pada kacang hijau adalah
dengan melembabkan biji terlebih dahulu dengan perendaman pada air.
Selanjutnya digiling basah dengan Grinder lalu dikeringkan pada oven.
Perlakuan penyosohan menyebabkan penurunan kadar lemak, serat kasar,
kalsium dan karoten namun menaikkan kadar karbohidrat dan protein
(Thirumaran dan Sralthan, 1987).
Kacang-kacangan pada umumya mengandung zat toksik seperti
flavonoid, alkaloid dan asam amino non protein. Zat tersebut dapat
mengganggu pencernaan protein dengan cara menghambat kerja enzim
pencernaan protein (inhibitor enzim), membentuk kompleks dengan protein
yang sulit dicerna atau pun menghambat pencernaan asam-asam amino pada
usus. Namuan zat tersebut dapat dinetralkan dengan perlakuan perendaman,
13
pemanasan, fermentasi dan dengan zat kimia seperti asam, basa atau sodium
bikarbonat (Anonim, 1973).
Penambahan kacang hijau pada pembuatan produk ekstruksi
diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein produk ekstruksi.
Suplementasi kacang hijau dan jagung dapat meningkatkan kandungan lisin,
sehingga tujuan perbaikan mutu dapat tercapai (Muchtadi et al., 1988). Selain
itu kacang hijau dapat dijadikan pangan alternatif selain kacang kedelai karena
kandungan proteinnya mendekati kedelai dan juga mempunyai kandungan
lisin yang lebih tinggi. Pertimbangan lain yaitu kacang hijau termasuk bahan
pangan domestik yang sebagian besar produksinya masih diproduksi di dalam
negeri.
C. PATI
a. Karakteristik Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik,
yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, dan
umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari
panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam
bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang
sering disebut granula. Bentuk ukuran granula merupakan karakteristik
setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran
granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi
hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).
Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu
amilosa, amilopektin, dan protein serta lemak (Banks dan Greenwood,
1975). Umumnya pati mengandung 12 30% amilosa, 75 80%
amilopektin dan 5 10% meliputi lemak dan protein. Struktur dan jenis
material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani
sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan pati biji-bijian
mengandung protein yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati
umbi (Greenwood, 1979). Kandungan amilosa pada umumnya untuk
jagung adalah 24% dan jumlah amilopektin 76%. Sementara kandungan
14
15
waktu yang berlainan dan tidak sama kadarnya (Hodge et al., 1976).
Menurut Hodge et al., (1976) ikatan paralel yang terbentuk antara
molekul linier yang berdekatan atau dengan cabang yang terluar dari
molekul bercabang. Ikatan ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen,
menghasilkan daerah kristalisasi atau misela. Daerah yang kurang padat
yang disebut daerah amorf yang mudah dimasuki air.
Misela
16
produk
makanan
amilopektin
bersifat
merangsang
17
viskositas
selama
gelatinisasi
dapat
diikuti
dengan
18
19
ekstrusi yang bergelembung kering (puff dry) dalam waktu singkat. Fungsi
pengekstrusi meliputi gelatinisasi atau pemasakan, pemotongan molekuler,
pencampuran, sterilisasi, pembentukan dan penggelembungan atau
pengeringan (puffing atau drying) (Muchtadi et al., 1988).
Sementara fungsi dari ekstrusi meliputi gelatinisasi/pemasakan,
pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan, dan
pengembungan (puffing atau drying). Kombinasi satu atau lebih fungsifungsi tersebut di atas merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam proses
ekstrusi. Proses keseluruhan pada ekstrusi tidak dapat dipisahkan karena
adanya sejumlah interaksi yang saling berkaitan antara kondisi yang akan
terjadi sebelum dan sesudah ekstrusi (Muchtadi et al., 1988).
Alat pemasak ekstruder umumnya terdiri atas tiga bagian yaitu
bagian pengisian, kompresi dan pengemasan. Mekanisme alat tersebut
sangat sederhana dimana bahan dimasukan ke dalam bagian pengisi, pada
tahap ini udara didorong keluar dan bahan dimampatkan hingga masif, dan
mengisi seluruh ruangan screw dan barrel. Kemudian bahan didorong ke
dalam bagian kompresi. Di tempat ini bahan mendapat tekanan cukup
tinggi. Tekanan timbul karena terjadi penyempitan ruangan, sehingga
energi mekanis dan gaya geser terhadap bahan meningkat. Keadaan
demikian berakibat pada suhu bahan mulai naik. Di bagian dalam alat
pemanasan, kecepatan geser (shear rate) sangat tinggi yang disertai
kenaikan suhu yang cepat. Suhu mencapai maksimum sebelum bahan
disemprotkan melalui lubang kecil atau lubang pelepas di ujung selubung
(die). Kenaikan suhu yang cukup tinggi dapat menyebabkan bahan
mengalami perubahan fisiko kimia (Dixon, 1981).
Bahan yang telah mengalami pemasakan didorong keluar melalui
die. Pada saat terlepasnya bahan di ujung die, bahan mengalami perubahan
tekanan yang demikian besar dalam waktu yang singkat. Keadaan
demikian menyebabkan bahan menjadi mekar, kering dengan tekstur
produk yang berongga. Pemotongan dan pembentukan makanan dilakukan
segera pada saat bahan keluar dari ujung die (Muchtadi et al, 1988).
20
Harper
(1981),
agar
diperoleh
kerenyahan
dan
pengembangan produk yang relatif lebih baik, ekstrusi bahan yang berasal
dari pati-patian dilakukan pada suhu optimum 170C dengan tekanan 438
kPa (70 psi) sampai 5516 kPa (800 psi). Kecepatan ulir digunakan
sebaiknya 300 rpm dalam waktu sekitar 10 detik. Tekanan pada proses
ekstrusi bervariasi antara 70-800 psi atau lebih, sesuai dengan keperluan.
Tekanan ini dipengaruhi oleh bentuk ulir pada ekstruder, jumlah dan tipe
kepala ekstruder, kecepatan berputarnya ulir dan arus listrik (Smith, 1981).
Bahan yang digunakan pada proses ekstrusi berbentuk butiran kecil
yang berukuran 1-3 mm. untuk bahan yang berbentuk tepung, hasilnya
kurang memuaskan karena jika ukuran partikel terlalu halus produk yang
dihasilkan hangus dan partikel bahan tidak mengalami pemadatan yang
sempurna serta kurang mengembang (Ang et al., 1980). Hasil pemasakan
proses ekstrusi adalah gelatinisasi pati, denaturasi protein, serta inaktivasi
enzim yang terdapat pada bahan mentah (Harper, 1981). Proses ini diikuti
oleh pengembangan eksotermik yang dibentuk pada cetakan (Smith,
1981).
Kadar air bahan baku memegang peranan penting pada proses
ekstrusi, karena menentukan sifat plastisitas dan elastisitas produk, yang
merupakan ukuran mutu hasil olahan. Biasanya kadar air bahan baku
berkisar antara 10% - 40% (Harper, 1981).
2. Ekstruder
Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi (Harper,
1981). Alat ekstrusi dapat digolongkan menurut penggunaannya yang
21
umum seperti pengekstrusi pasta dan collet (snack, makanan kecil). Jenis
alat ekstrusi dapat digolongkan menurut kelembaban selama processing.
Ekstrusi dapat dibagi menjadi tiga golongkan berdasarkan kadar air bahan
yang dimasukan. Ketiga jenis ekstruder tersebut adalah low ekstruder
dengan kadar air bahan sampai 20%, intermediet ekstruder dengan kadar
air bahan 20-30%, dan high ekstruder dengan kadar air bahan 30-40%
(Muchtadi et al., 1988). berdasarkan jumlah ulirnya, ekstruder terbagi atas
ekstruder berulir tunggal dan ekstruder berulir ganda.
Ekstruder berulir tunggal banyak digunakan dalam pengembangan
produk baru seperti makanan ringan, makanan bayi, makanan ternak,
breakfast cereal, atau produk modifikasi pati (Mercier dan Feillet, 1975).
Selain itu, juga digunakan untuk menghasilkan produk pasta, cookies, atau
permen (Linko et al., 1981).
Harper (1981) membagi ekstruder berulir tunggal yang biasa
digunakan dalam industri pangan ke dalam lima kelompok, yaitu : (1)
ekstruder pasta yang biasa digunakan dalam pembuatan macaroni ; (2)
ekstruder pembentuk dengan tekanan dengan tekanan tinggi untuk
membentuk adonan dan memadatkan adonan yang telah digelatinisasi ; (3)
ekstruder pemasak dengan shear rendah untuk adonan dengan kadar air
tinggi ; (4) ekstruder collet untuk membuat pangan berbentuk butiran yang
bergelembung kering ; (5) ekstruder pemasak dengan shear tinggi serupa
dengan ekstruder collet, hanya pemakaiannya lebih luas untuk cereal
bergelembung, dan pakan ternak.
Menurut Smith (1981) ekstruder berulir tunggal dibagi atas tiga
bagian yaitu Low Shear, Medium Shear, High Shear. Jenis-jenis ekstruder
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
22
Low Shear
Medium Shear
High Shear
25 75
32 80
20 65
6 63
15 30
16 51
55 145
21 42
58
3.2 20
110 180
42 84
100
Produk pasta
daging
200
Roti, makanan
ternak
200
Snack,
breakfast
cereal
(Smith, 1980)
Ekstruder ulir tunggal tidak memiliki sumber panas berupa steam
(uap panas) untuk memanaskan jaket pemanas, dan semua produk
dipanaskan dengan gaya friksi secara mekanik atau gaya gesek (Harper,
1981). Ekstruder tunggal ini bisa memproses bahan-bahan baku yang
mempunyai kadar airnya 10% - 40%, tergantung pada campuran dari
formula bahan.
23
energi mekanik yang disalurkan kepada bahan mentah melalui ulir, panas
yang terperangkap di dalam barrel dan dinding barrel ekstruder (Buhler,
2006).
Pada bagian ulir yang bertekanan masuk ke dalam tengah barrel
terdapat besi yang menekan dan mengisi ruangan pada barrel. Hal tersebut
akan meningkatkan gesekan sepanjang ulir dan menyebabkan berputarnya
produk ke bawah saluran pada barrel. Perputaran tersebut dikombinasikan
dengan gesekan yang dibentuk antara bahan yang melewati daerah celah
yang kosong diantara besi (plate) yang menekan dan permukaan dalam
pada barrel, hal tersebut akan meningkatkan suhu di dalam barrel. Selama
proses ekstrusi selama 20 sampai 30 detik, bahan dimasak dengan suhu
yang tinggi dan gesekan yang kuat, sehingga struktur biopolimer pada
bahan terdenaturasi membentuk pasta kental yang bergerak keluar menuju
die (Buhler, 2006).
Ketika bahan keluar pada die ekstruder, tekanan secara langsung
muncul di dalam produk, menyebabkan air dalam produk berubah menjadi
steam (udara panas) dan membuat produk mengembang. Ekstruder yang
digunakan pada penelitian kali ini dapat dilihat pada Gambar 3.
E. PERUBAHAN BAHAN SELAMA PROSES EKSTRUSI
Selama proses ekstrusi berlangsung, terjadi perubahan-perubahan sifat
bahan baku, seperti perubahan fisiko kimia, nilai gizi dan organoleptiknya,
khususnya pada karbohidrat dan protein. Perubahan sifatsifat lemak kurang
mendapat perhatian karena kadar lemak bahan baku yang diolah ekstrusi
umumnya sangat kecil. Namun, pengaruh lemak terhadap hasil ekstrusi sangat
besar (Faubion et al., 1982). Perubahan struktur akibat pengolahan secara
ekstrusi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, kadar air, amilosa dan
lemak dalam butiran pati.
a. Ekstrusi Pati
Dalam pengolahan produk-produk ekstrusi sering dilakukan
penambahan pati dalam bentuk tepung, baik itu pati segar maupun pati
24
sifat
molekul
terdenaturasi
yang
linier
akan
menambah
25
molekul-molekul
terlihat
protein
mempengaruhi
kerenyahan
karena
26
27
dikenal oleh anak-anak dan remaja (Trends in Kids and Teen Snacks)
(Anonimd, 2006).
G. DESIGN EXPERT VESRSION 7 (Design of Experiment Softwarwe)
Program ini adalah suatu program rancangan penelitian yang bertujuan
untuk membantu dalam suatu rancangan penelitian. Program ini sering
digunakan untuk mengolah data statistik sekaligus mempermudah rancangan
metodologi atau perlakuan pada penelitian, sehingga menemukan suatu
produk atau kondisi proses yang optimal.
Program Design Expert version 7 ini adalah suatu program yang
mempunyai berbagai metode rancangan percobaan dan analisis untuk data
statistik. Metode rancangan penelitian tersebut terdiri dari desain faktorial,
Response surface Methods (RSM), Mixture design techniques, dan Combined
designs. Desain faktorial merupakan suatu rancangan percobaan untuk
mengidentifikasi faktor perlakuan yang penting sekali dan berpengaruh pada
suatu penelitian. Response surface Methods (RSM) yaitu suatu metode
rancangan percobaan untuk menemukan rancangan proses yang ideal.
Mixture design techniques yaitu untuk mencari formulasi yang optimal pada
berbagai formula yang dibuat, D-optimal Combine design yaitu suatu metode
pada program DX 7 yang bertujuan untuk menggabungkan (combine)
variabel-variabel proses, campuran komponen dan faktor yang berpengaruh
dalam satu desain, sehingga dapat menghasilkan suatu kondisi proses dan
formula yang optimal (Anonim c, 2005).
Metode rancangan percobaan D-Optimal Combine yaitu gabungan
antara RSM (Response Surface Methodology) dengan Optimal Combine. Pada
rancangan RSM D-Optimal Cobine ini berfungsi untuk menemukan kondisi
proses ideal dan formula yang optimal. Untuk mecapai kondisi tersebut harus
memperkirakan respon produk atau parameter produk yang menjadi ciri yang
penting serta dapat meningkatkan mutu produk. Respon yang dipilih tersebut
akan dijadikan input data yang selanjutnya diproses oleh program rancangan
RSM D-Optimal Cobine, sehingga membentuk gambaran dan kodisi proses
yang optimal (Anonim c, 2005).
28
29
Single extruder
Stainless less
Teco 25 HP for Screw
1 HP for knife
for material feeding
65 sampai 75 kg/jam
Heater 1250 watt (60 C - 80 C)
SS 430 automatic
1400 rpm
30
31
Produk terpilih
32
33
34
Dibersihkan
Dipisahkan kulit
kacang hijau
Dikeringkan kacang
hijau tanpa kulit
Digiling dengan
hammer mill 10 mesh
FORMULASI
Proses Ekstrusi
Produk
Analisis fisik dan kimia
Gambar 7. Skema alur pembuatan produk ekstrusi
e. Pengujian Pada Setiap Produk Hasil dari Formulasi
Parameter mutu produk sekaligus menjadi respon data bagi data
statistik
yang
digunakan
untuk
menentukan
rancangan
model
35
perhitungan
tingkat
kekerasan
bahan.
Tingkat
: 1 mm/s
Test Speed
: 1 mm/s
Post Speed
: 10 mm/s
Distance
: 7.5 mm
Force
: 100 g, Time = 5 s.
36
37
untuk batas bawah dan nilai 6 untuk batas atas dengan peringkat
optimasi 5, kekerasan dalam rentang 1523.7 kgf sampai 2500 kgf dengan
peringkat optimasi 5, dan derajat pengembangan 367.3% sampai 541%
dengan peringkat optimasi 3.
g. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Produk Terbaik
Satu produk atau sampel terbaik yang ditentukan dari hasil
optimasi. Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat (kadar air,
protein, lemak, abu, karbohidrat), derajat pengembangan dan derajat
gelatinisasi.
1. Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C
selama 15 menit. Kemudian dinginkan dalam desikator selama 10
menit. Setelah didinginkan timbang dengan timbangan analitik, catat
beratnya (a gram). Sampel ditimbang 5 gram (x gram), lalu
dimasukan ke dalam cawan dan keringkan dalam oven pada suhu
1000C selama 3 jam, kemudian dinginkan (desikator) dan timbang
sampai beratnya tetap (y gram).
Kadar air (basis basah) = x (y a) x 100%
x
Kadar air (basis kering) = x (y a) x 100%
ya
2. Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (AOAC, 1995)
Cawan porselin dikeringkan pada temperatur 500 C selama 1
jam dalam tanur, dinginkan dalam desikator kemudian timbang
secara analitik (w gram) dimasukan dalam cawan, panaskan / bakar
dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai dengan sampel
tidak berasap dan menjadi arang, Kemudian arang diabukan dalam
tanur sampai menjadi abu berwarna putih 500 C selama 3 jam,
38
(x a) x 100%
w
39
40
41
h. Uji Statistik
Uji data statistik dilakukan dengan pengujian anova beserta uji
lanjut Duncan mengunakan SPSS 12 dan uji RSM (response surface
methodology) D-Optimal Combine beserta optimasi menggunakan
program Design Expert version 7.
42
A. PERSIAPAN BAHAN
Persiapan bahan yang baik untuk proses pembuatan ekstrusi merupakan
salah satu tahapan penelitian yang penting sekali. Jagung dan kacang hijau
digiling menjadi grits dengan menggunakan hammer mill, sehingga
menghasilkan bahan dalam bentuk butiran dengan ukuran 1 5 mm. Pada
proses ekstrusi, bahan yang digunakan berbentuk butiran kecil dengan
diameter 1 5 mm. Sementara bahan yang berbentuk tepung, hasilnya kurang
mengembang dibandingkan dengan bahan berbentuk grits. Ukuran partikel
yang terlalu halus seperti tepung dengan ukuran 60 mesh, menyebabkan
produk yang dihasilkan akan hangus dan partikel bahan tidak mengalami
proses pemadatan yang sempurna sehingga kurang mengembang (Ang et al.,
1980). Sementara perendaman pada kacang hijau dengan air bertujuan untuk
memudahkan dalam mengupas kulit ari dari kacang hijau tersebut. Proses alur
pembuatan produk dapat dilihat pada Gambar 7.
B. PENENTUAN FAKTOR PERLAKUAN PENELITIAN
Perlakuan yang menjadi dasar pembuatan produk ekstrusi pada
penelitian ini adalah komposisi campuran kedua bahan yaitu bahan utama
jagung QPM (Quality Protein Maize) dan kacang hijau varietas betet serta
kondisi proses atau suhu pemanas dari ekstruder (Heater Electric). Proses
formulasi dilakukan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu
mendapatkan suatu produk ekstrusi campuran dari bahan jagung dan kacang
hijau dengan memiliki karakteristik organoleptik yang dapat diterima oleh
konsumen. Perlakuan proses formulasi pada penelitian ini salah satunya yaitu
formula produk dicampur dengan kacang hijau. Pencampuran tersebut
dikarenakan kacang hijau mempunyai kandungan pati yang cukup tinggi
dibandingkan kacang-kacang lainnya (Muchtadi dan Sugiyono, 1989),
sehingga dapat membantu pada proses karakterisasi produk ekstrusi atau
43
44
yang harus dilakukan 14 kali proses dengan 14 formula dan diatur pada suhu
awal pemanasan ekstruder antara 60 C - 70 C.
Ke empat belas formula tersebut digunakan sebagai wakil dari
keseluruhan formula yang harus dibuat, dimana jumlah formula tersebut
merupakan jumlah formula paling minimum yang digunakan untuk
mendapatkan satu formula produk ekstrusi yang optimum. Hasil rancangan
formula dapat dilihat pada Tabel 7. Sesuai dari tujuan penelitian ini adalah
untuk menghasilkan formula yang optimum dari produk ekstrusi di dalam
aspek skor tekstur, skor kelengketan, kekerasan (tekstur), dan derajat
pengembangan, sehingga dapat diterima oleh konsumen.
Hasil dari semua respon yang berpengaruh nyata terhadap formua awal
yang dibuat dan yang diujikan pada produk ekstrusi tersebut selanjutnya
dioptimasi, sehingga menghasilkan formula optimal. Hal tersebut karena
respon yang diujikan merupakan karakteristik yang terdapat pada produk
ekstrusi. Menurut Guy (2001) karakteristik produk ekstrusi dari snack adalah
tekstur yaitu renyah. Karakteristik produk ekstrusi tersebut akan memberikan
gambaran seberapa besar tingkat penerimaan konsumen.
Tabel 7. Formula Awal Produk Ekstrusi
Formula
Jagung
(%)
Kacang
Hijau
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
100
50
100
75
100
50
75
100
50
0
25
0
25
0
0
50
0
25
0
50
25
0
50
100
75
100
75
100
Suhu Awal
Pemanasan
Ekstruder
(Heater
Electric)
( C)
60
60
62.5
62.5
65
65
67.5
70
70
60
62.5
65
67.5
70
45
Out put dari proses analisis untuk uji organoleptik dan uji fisik produk
yang diolah oleh rancangan statistik RSM D-Optimal Combine adalah suatu
model matematika berbentuk polinomial yang menunjukkan hasil analisis
respon produk. Gambaran model persamaan matematika yang didapatkan oleh
setiap respon dengan ditunjukkan dengan variabel tertentu. Variabel tersebut
menjadi penentu suatu rancangan model matematika, yang digunakan untuk
faktor perlakuan pada penelitian, sehingga didapatkan respon yang
mendukung terciptanya produk optimal (produk terpilih) (Anonimc, 2005).
D. PEMBUATAN PRODUK EKSTRUSI
Penentuan formula yang terbaik pada penelitian ini dibuat sesuai dengan
rancangan penelitian yang ditentukan oleh Design Expert Version 7. Alat
ekstruder yang digunakan pada penelitian ini tidak dilengkapi dengan unit-unit
injeksi air maupun uap. Oleh karena itu, pengaturan alat ekstruder yang
dilakukan sebelum proses pemasakan, pertama kali dilakukan yaitu
pengaturan suhu pemanasan awal.
Kecepatan dan bentuk ulir sangat mempengaruhi spesifikasi produk
ekstrusi yang dihasilkan. Putaran ulir yang relatif lebih cepat menyebabkan
produk yang dibuat relatif mekar. Putaran ulir untuk mesin single extruder
yang digunakan pada penelitian ini yaitu 1400 rpm. Bentuk cetakan yang
digunakan akan mempengaruhi tekstur dan bentuk potongan produk akhir.
Cetakan yang dipakai pada proses pembuatan ekstruder pada penelitian ini
berbentuk silinder dengan diameter 3 mm, sehingga produk yang dihasilkan
berbentuk silinder atau tabung. Menurut Muchtadi et al., (1988) lubang
cetakan yang runcing akan mengurangi kebutuhan tekanan balik dan
menghasilkan permukaan produk yang licin
Suhu pengaturan pemanas pada alat ekstruder yang dilakukan pada
penelitian ini yaitu berkisar 60 C 70 C. Suhu tersebut akan memanaskan
barrel cepat dan secara otomatis ulir akan menekan bahan (Guy, 2001). Selain
itu juga pengaturan suhu dari pemanas ekstruder tunggal tersebut yaitu
maksimal pada suhu 80 C. Menurut Muchtadi et al (1988), proses teksturisasi
atau pemasakan di dalam alat pengekstrusi dibutuhkan panas yang tinggi yaitu
46
lebih dari 150 C. Suhu tersebut dapat dihasilkan oleh pelepasan energi
mekanik yang dipakai oleh pemutar ulir. Suhu akan naik dengan cepat ketika
putaran ulir yang digerakan oleh pemutar ulir pertama kali. Suhu meningkat
antara 80 150 C (Guy, 2001).
E. ANALISIS UJI ORGANOLEPTIK
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik
dari atribut tekstur dan kelengketan. Hal tersebut bermaksud untuk menilai
seberapa jauh preferensi atau kesukaan konsumen terhadap atribut tekstur dan
kelengketan dari produk tersebut. Karakteristik produk pangan yang
dikehendaki dari produk ekstrusi khususnya snack adalah tekstur yang renyah,
mempunyai derajat pengembangan yang tinggi, mengembang dengan densitas
yang rendah (ringan), dan tekstur rapat (Baik, Joseph dan Linhda, 2004).
Menurut Guy (2001) salah satu aspek yang utama dalam memasarkan produk
snack ke pasar adalah aspek tekstur dan flavor yang digunakan dalam produk
akhir. Berbagai atribut tekstur yang ada dalam penilaian organoleptik terhadap
produk pangan.
Setiap produk pangan memiliki jenis atau atribut tekstur yang berbedabeda. Tekstur pada produk pangan menurut International Organization for
Standardization adalah sebagai suatu aspek keseluruhan atribut dari sifat
reologi dan struktural (geometrik dan permukaan) produk pangan yang dapat
digambarkan dengan jelas secara mekanik, tactile (dapat dirasakan atau
diraba), dengan visual dan suara (auditory texture) (ISO, 1981).
Menurut Gimeno, Moraru dan Kokini (2004), sifat yang dimiliki oleh
produk ekstruder khususnya snack adalah renyah dan memiliki sifat
crunchiness (sifat garing) serta mempunyai sifat mengembang, sehingga akan
menimbulkan sifat crisp (renyah). Volume pengembangan adalah parameter
kualitas yang utama yang mempengaruhi kerenyahan dan sifat crunchiness
(Ali et al., 1996). Pengembangan produk tergantung pada komposisi bahan,
kualitas pemasakan dan laju bahan yang meleleh pada saat keluar dari die
(Desrumaux et al., 1998) pengembangan produk juga yang paling utama
tergantung pada kadar air bahan dan suhu proses ekstrusi (Ilo et al., 1996).
47
Contoh produk ekstrusi hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
berikut.
48
: Kacang
Rata-rata
5.0
: Kacang
5.5
: Kacang
4.8
: Kacang
5.1
: Kacang
3.7
: Kacang
5.1
: Kacang
4.4
: Kacang
3.2
: Kacang
4.9
: Kacang
5.8
: Kacang
2.3
: Kacang
5.3
: Kacang
5.6
: Kacang
3.7
49
seiring
dengan
meningkatnya
kandungan
amilosa
suhu
gelatinisasi
bahan
pada
saat
ekstruder
50
51
dan suhu proses pemasakan hingga dua kali lipatnya (Kokini, Tangho
dan Karwe, 1991). Kondisi pemasakan pada ekstruder yang terjadi
pada alat ekstruder pada penelitian ini yaitu dalam kondisi kering atau
kandungan air yang rendah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
gesekan antara bahan dengan barrel akan meningkat, sehingga dapat
meningkatkan suhu barrel ektruder secara keseluruhan (Chinnaswamy
dan Hanna, 1990).
Menurut Ozcan dan David (2005) proses ekstrusi dengan kadar
air rendah terjadi pada suhu tinggi serta putaran ulir yang medium,
menyebabkan pati tergelatinisasi dan meleleh, sehingga pati termasak
seluruhnya dan berubah menjadi berbentuk amorph. Dengan kondisi
tersebut tekstur akan lebih renyah dan mengembang (Chinnaswamy
dan Hanna, 1988). Bahan yang sudah meleleh tersebut bersifat amorph
(Wang, 1993), sehingga produk ketika keluar dari die memiliki sifat
higroskopis yang tinggi (Adawiyah, 2002).
Persamaan model matematika untuk respon skor tekstur pada
saat kondisi bahan yang nyata dan ketika suhu diatur pada kondisi
tertentu. Dapat dilihat pada persamaan matematika sebagai berikut.
Skor Tekstur = -3097.39A + 3588.40B + 3665.34A B + 145.10AC 167.16 BC -170.04ABC - 2.26AC2 + 2.60 BC2 + 2.62ABC2 +
0.012 AC3 - 0.013 BC3 - 0.013 ABC3
Komponen yang paling besar berkontribusi terhadap skor tekstur
adalah interaksi antara komponen A (jagung) dan B (kacang hijau),
kemudian di ikuti oleh kacang hijau (B) serta interaksi A dengan C.
Hal ini disebabkan koefisien AB paling tinggi nilainya (3665.34) bila
dibandingkan dengan komponen lainnya. Persamaan linear ini
memiliki nilai R2 dan Adjusted R2 masing masing 0.9950 dan 0.9767.
Oleh karena nilai R2 dan Adjusted R2 skor tekstur lebih besar dari 0.75,
maka ketepatan model untuk memprediksi nilai tekstur sangat baik.
Gambar 9 menunjukkan hasil uji skor tekstur terhadap 14 formula
ekstrusi bentuk dua dimensi. Persamaan matematika untuk skor tekstur
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.
52
Skor Tekstur
DesignPoints
X1 = A: A
X2 = B: B
5.5
Actual Factor
C: Suhu = 65.00
Skor Tekstur
5.05
4.6
4.15
3.7
Ac tual A
Ac tual B 100
25
50
75
100
75
50
25
53
54
menurun,
sehingga
pelelehan
bahan
tidak
optimum
55
Formula 12, 11, 13, 9, 6, 4 dan 2 tidak berbeda nyata pada subset
5, namun formula 1, 3, dan 7 berbeda nyata dengan formula 2, karena
formula 2 memiliki suhu pemanasan awal yang optimal untuk
gelatinisasi, sehingga dapat meningkatkan kulitas tekstur dari produk
ekstrusi (Chinnaswamy dan Hanna, 1988). Berikut Tabel 9
menunjukkan hasil uji hedonik kelengketan
Tabel 9. Hasil uji hedonik kelengketan
Formula
Komposisi Formula
1
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 100 : 0, suhu 60
2
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 50 : 50, suhu 60
3
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 100 : 0, suhu 62.5
4
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 75 : 25, suhu 62.5
5
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 100 : 0, suhu 65
6
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 50 : 50, suhu 65
7
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 75 : 25, suhu 67.5
8
Snack dengan komposisi jagung
hijau =100 : 0, suhu 70
9
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 50 : 50, suhu 70
10
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 0 : 100, suhu 60
11
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 25 : 75, suhu 62.5
12
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 0 : 100, suhu 65
13
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 25 : 75, suhu 67.5
14
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 0 : 100, suhu 70
: Kacang
Rata-rata
4.1
: Kacang
5.0
: Kacang
4.1
: Kacang
4.8
: Kacang
3.9
: Kacang
4.7
: Kacang
4.3
: Kacang
3.1
: Kacang
4.6
: Kacang
5.8
: Kacang
4.5
: Kacang
4.4
: Kacang
4.5
: Kacang
3.6
56
Skor Kelengketan
DesignPoints
X1 = A: A
X2 = B: B
4.7
Actual Factor
C: Suhu = 65.00
Skor Kelengketan
4.455
4.21
3.965
3.72
Actual A
Actual B 100
25
50
75
100
75
50
25
57
58
dipengaruhi
oleh
kandungan
amilopektin
dan
amilosa.
Texture
Analyzer,
sehingga
untuk
respon
tekstur
59
protein yang ada pada bahan mengalami kondisi strukutur kimia yang
tidak stabil kemudian struktur protein menyusun kembali dan terbentuk
secara kontinyu membentuk suatu zat yang bersifat elastis. Barrel, screw,
dan die ekstruder mengumpulkan molekul protein dalam aliran bahan
secara langsung (Kearns, Rokey dan Huber, 2004). Protein dapat
membantu pengembangan produk, serta menjadikan produk lebih renyah.
Berikut merupakan hasil uji kekerasan.
Tabel 10. Hasil uji kekerasan
Formula
Komposisi Formula
1
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 100 : 0, suhu 60
2
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 50 : 50, suhu 60
3
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 100 : 0, suhu 62.5
4
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 75 : 25, suhu 62.5
5
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 100 : 0, suhu 65
6
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 50 : 50, suhu 65
7
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 75 : 25, suhu 67.5
8
Snack dengan komposisi jagung
hijau =100 : 0, suhu 70
9
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 50 : 50, suhu 70
10
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 0 : 100, suhu 60
11
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 25 : 75, suhu 62.5
12
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 0 : 100, suhu 65
13
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 25 : 75, suhu 67.5
14
Snack dengan komposisi jagung
hijau = 0 : 100, suhu 70
: Kacang
Rata-rata
2281.1
: Kacang
2258.9
: Kacang
2024
: Kacang
2087
: Kacang
2034.8
: Kacang
2103.9
: Kacang
1609
: Kacang
1818
: Kacang
2876.3
: Kacang
1759.3
: Kacang
1868.1
: Kacang
2828.9
: Kacang
2315.4
: Kacang
1886.2
60
61
antara
pengujian
secara
subyektif
atau
instrumental.
gelatinisasi
yang
tidak
optimal,
sehingga
produk
kurang
fomulasi
berpengaruh
nyata
terhadap
kekerasan
produk.
62
eksternal yaitu suhu barrel, putaran ulir, tekanan di dalam barrel. Derajat
pengembangan
produk
ekstrusi
akan
menurun
seiring
dengan
63
: Kacang
Rata-rata
375.1
: Kacang
527.9
: Kacang
442.2
: Kacang
456.8
: Kacang
420.7
: Kacang
502.9
: Kacang
391.4
: Kacang
473.8
: Kacang
506.9
: Kacang
530.7
: Kacang
474.8
: Kacang
495
: Kacang
480
: Kacang
380
64
protein jagung dan karbohidrat akan terbentuk pada saat proses pemasakan
adonan bahan dalam ekstruder (Kokini, Tang Ho dan Karwe, 1991).
Persentase derajat pengembangan paling tinggi terdapat pada subset
7 yaitu formula 10 persentase derajat pengembangan 530.7% dan tidak
berbeda nyata dengan formula 6, 9 dan 2, tetapi formula 12 dan 13 akan
berbeda nyata jika dibandingkan dengan formula 2 dan 10. Perbedan
tersebut karena suhu awal pemanasan pada formula 2 dan 10 adalah suhu
yang sesuai dengan komposisi bahan paada penelitian ini yang digunakan
untuk gelatinisasi pati pada bahan, sehingga memberikan pengembangan
yang optimal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan formula 5 berbeda
dengan formula 4 serta formula tersebut berbeda dengan formula 8, 11 dan
13, akan berbeda juga dengan formula 12 dan 6, berbeda dengan formula 9
dan berbeda dengan formula 2 dan 10.
Persamaan model matematika untuk respon derajat pengembangan
pada saat kondisi bahan yang nyata dan ketika suhu diatur pada kondisi
tertentu. Dapat dilihat pada persamaan matematika sebagai berikut
Derajat Pengembangan = -119.748A + 16013.33B + 8.73AC
17.19BC
Persamaan matematika untuk derajat pengembangan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 21. Kurva skor hedonik kelengketan dengan
suhu dan formulasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Komponen yang paling besar berkontribusi terhadap derajat
pengembangan adalah B (kacang hijau), kemudian di ikuti interaksi antara
B (komponen jagung) dengan C (komponen suhu), dan interaksi antara
komponen jagung dengan suhu. Hal ini disebabkan koefisien B paling
tinggi nilainya (16013. 33) bila dibandingkan dengan komponen lainnya.
Persamaan linear ini memiliki nilai R2 dan Adjusted R2 masing masing
0.6223 dan 0.5193. Oleh karena nilai R2 dan Adjusted R2 skor tekstur
kurang dari 0.75, maka ketepatan model untuk memprediksikan derajat
pengembangan kurang sangat baik. Gambar 11 menunjukkan hasil uji
derajat pengembangan terhadap 14 formula ekstrusi berbentuk dua
65
pemodelan
derajat
pengembangan,
model
yang
derajat pengembangan
DesignPoints
X1 = A: A
X2 = B: B
derajat pengembangan
Actual Factor
C: Suhu = 65.00
508
489.25
470.5
451.75
433
Actual A
Actual B 100
25
50
75
100
75
50
25
66
dapat
maningkatkan
kekuatan
matriks
(bahan)
untuk
67
Desirability
DesignPoints
X1 = A: A
X2 = B: B
0.810
Actual Factor
C: Suhu = 60.00
Desirability
0.608
0.405
0.203
0.000
Actual A
Actual B 100
25
50
75
100
75
50
25
desirability terhadap
68
69
maksimum jika bahan dengan kadar air 25% pada suhu pemasakan 145 C
205 C (El-dash, Ronaldo dan Marcia, 1982).
70
I. ANALISIS KIMIA
Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat jagung
QPM, kacang hijau varietas betet, formula bahan campuran optimal (formula
jagung QPM : Betet = 50 : 50) serta analisa proksimat produk terpilih.
Keseluruhan analisis tersebut dapat diliha pada Tabel berikut.
Tabel 12. Analisis Proksimat Bahan Baku dan Pati
Formula
Kacang
Kandungan
Jagung
(QPM) :
Hijau (Var
QPM
Betet
Betet)
(%)
50 : 50
(%)
(%)
Air
12.20 (b/k)
6.68
8.68
Protein
8.65
22.01
16.82
Lemak
4.32
5.88
5.29
Abu
1.65
2.42
2.10
Karbohidrat
77.85
62.99
69.21
Kadar Pati
77.95
67.58
62.12
Kadar amilosaa 29.52 (b/k)
a
15.50
16.54
Lemak
3.81
5.07
Abu
2.54
2.13
Karbohidrat
73.8
75.14
a. Kadar Air
Kadar air ekstrudat campuran jagung QPM dengan penambahan grits
kacang hijau pada formulasi dengan perbandingan 50% : 50% yaitu
sebesar 4.35% . Sedangkan kadar air berdasarkan SNI 01-2886-2000 yaitu
sejumlah maksimal 4 % (b/b). Menurut Muchtadi et al, (1988) kadar air
mempunyai hubungan erat dengan sifat-sifat garing dan kerenyahan
produk ekstrusi. Terutama produk makanan ringan kering berasal dari
71
hampir sama, dan termasuk kategori rendah. Hal ini dikarenakan produk
berasal dari bahan-bahan organik dengan kadar yang tinggi.
b. Kadar Protein
Kadar protein pada pruduk ekstrudat terpilih untuk formulasi
jagung : kacang hijau = 50 : 50 adalah
kandungan protein pada produk ekstrusi yang berasal dari jagung hibrida
varietas A4 yaitu sebesar 16.54% (b/k), sehingga dapat perkirakan produk
berbahan dasar jagung QPM mempunyai kandungan protein 1.04% lebih
rendah dari produk ekstrusi yang berbahan jagung hibrida varietas A4.
Sedangkan kadar protein bahan sebelum di ekstrusi adalah 16.82%.
Hal tersebut karena hilangnya protein pada bahan ketika proses
pemasakan. Kehilangan protein pada saat pemasakan karena semakin
tingginya suhu dan juga semakin menurunnya kadar air, sehingga banyak
asam-asam amino yang hilang (lisin 30%, arginin 20%, histidin 15%,
asam aspartat 14%, dan serin 13%) yang menyebabkan penurunkan
kualitas protein (Bjorck dan Asp, 1982).
d. Kadar Lemak
Kadar lemak pada produk ekstrudat terpilih terpilih untuk
formulasi jagung : kacang hijau = 50 : 50 adalah 1.00% (b/k). Sementara
72
kadar lemak pada bahan pada formula terbaik adalah 3.81%. Kadar lemak
semakin tinggi akan menghambat proses gelatinisasi. Kadar lemak produk
terpilih sudah memenuhi standar dari SNI 01-2886-2000. Dimana kadar
lemak yang disarankan SNI jika produk tanpa proses penggorengan
maksimal 30% (b/b) dan dengan proses penggorengan adalah maksimal
38% (b/b). Jika dibandingkan dengan formula terbaik kadar lemak produk
sangat kecil sekali.
e. Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat pada produk ekstrudat terpilih jagung : kacang
hijau 50 : 50 adalah 76.61% (b/k). Kadar karbohidrat tinggi seiring dengan
kadar pati yang tinggi pula. Karena pati merupakan suatu polimer yang
terdiri dari amilosa dan amilopektin.
f. Jumlah Energi
Nilai energi makanan melelui perhitungan dengan menggunakan
faktor Atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai
energi faal dari makanan ekstrusi tersebut adalah 391.49 kkal/g.
73
A. KESIMPULAN
Pengembangan produk pangan berbasis jagung QPM yang dicampur
dengan kacang hijau varietas betet dengan menggunakan teknologi ekstrusi
dapat menghasilkan produk ekstrusi dengan kualitas yang optimal. Produk
yang terpilih dari proses optimasi yaitu produk dengan komposisi 50% jagung
dan 50% kacang hijau yang diolah pada suhu 60 C, pada kondisi bahan
kering dengan kadar air 8 12% (bk), dan diproses dengan putaran ulir 1400
rpm. Produk terpilih memiliki karakteristik skor hedonik untuk tekstur 6, skor
hedonik untuk kelengketan 5, kekerasannya 0.231 Kgf dan mempunyai derajat
pengembangan 487%. Semua karakteristik tersebut mempunyai tingkat
desirability cukup tinggi yaitu 0.811 lebih tinggi dari optimasi pertama,
artinya sekitar 81% panelis memilih produk tersebut.
Analisis proksimat pada pada formula jagung : kacang hijau = 50: 50
menunjukkan komposisi kimia produk tersebut adalah; protein: 15.50%;
lemak: 1.00%; karbohidrat : 76.61%; abu : 2.54%, air : 4.35% dan mempunyai
kandungan energi sebesar 391.49 kkal/g. Analisis fisik meliputi kekerasan,
derajat pengembangan dan derajat gelatinisasi adalah 2.13 Kgf, 500% dan
67.22%.
B. SARAN
Perlunya penelitian lebih lanjut dalam upaya peningkatan kualitas dari
produk yang dihasilkan yaitu dengan mengontrol semua faktor-faktor yang
ada, baik dari faktor eksternal atau kondisi mesin ekstruder serta faktor
internal atau kualitas bahan yang baik dan penambahan flavor, sehingga dapat
meningkatkan preferensi konsumen. Penilaian uji organoleptik pada penilitian
ini perlu dispesifikasikan antara uji organoleptik secara subyektif dengn uji
organoleptik secara obyektif serta perlunya tahapan pengujian dari semua
atribut produk sebagai tahap awal sebelum dari uji organoleptik hedonik
produk. Perlunya pengecekan kembali pada pemilihan produk optimal.
74
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D. R. 2002. Efek transisi gelas terhadap tekstur bahan pangan.
Makalah falsafah sain. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Ali , Y., Hanna, M. A. dan Chinnaswamy, R.1996. Expansion characterstic of
extruded corn grists. Lebesnm. J Technology., 29(8): 702-707.
Almatzier, D dan Lisdiana. 1995. Memilih dan Mengolah Sayur. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ana, M. L. D. 2003. Food Quality and Properties of Quality Protein Maize. Tesis.
Food Science and Technology. Texas A&M University.
Anonim. 1973. Nutritional Improvement of Food Legumes by Breeding.
Proceeding a Symposium by PAG, Roma 1-5 July 1972. Protein
Advisory Group. New York.
Anonima. 2006. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung.
http://www.litbang.deptan.go.id (07-2006)
Anonimb. 2004. Ini Dia Jagung Berprotein Tinggi http://www.pustakadeptan.go.id/publ/warta/wr264048.pdf (07-2006)
Anonimc. 2005. Whats new in version 7 (the highlights). http://www.statease.com (05-2006).
Anonimd. 2006. Snack Food Trends in the U.S.: Sweet, Salty, Healthy and Kids
Snacks. ). http://www.marketreaserch.com (28-08-2006).
Ang, H.G., C.Y., Theng dan K.K. Lim. 1980. High Protein Extruded Snack Food.
Di dalam Makalah Ekstruder Proceeding Teknologi 8th ASEAN
Workshop, 14 15 Januari 1980. Bangkok.
Apriyantono, A., Dedi Fardiaz., N. Puspitasari., Sedarnawati dan Slamet
Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
AOAC. 1995. Official Methode of Analysis of The Association Analitical
Chemist. Inc., Washington DC.
Baco, D., M. M. Dahlan, Subandi, T. M. Dahlan, dan I. G. P Samsutha. 2000.
Teknologi produksi dan penyimpanan jagung. J Agr. I (225-251).
Banks, W. Dan C. T. Greenwood. 1975. Starch Its Component. Halsted Press,
John Willey and Sons., New York.
75
Baik, B. K., Joseph .P., dan Linhda T. N. 2004. Extrusion of Regular and Waxy
Barley Flours for Production of Expanded Cereals. J. Cereal Chemistry
81(I) : 94 99.
Bjorck. I dan N. G. Asp. 1982. The Effect of Extrusion on Nutritional Value- A
Literature Review. Di dalam. Roanald J. 1983. Extrusion Cooking
Techology. J. Food Engginering Vol 2. Elsevier Applied Science
Publisher. London and New York.
Bouwkamp, J. C. 1985. Sweet Potato Products: A Natural Resource for The
Topics. CRC. Oress, Inc. Boca Rato, Florida. USA
Buhler.,A.G. 2006. ExtruderSystem.http://www.buhlergroup.com/Docs/25320EN.pdf
Uzwil, Switzerland. (26-05 2006).
Cahyono, U. 1999. Karakteristik Mutu Fisiko-Kimia dan Organik Produk Sereal
Sarapan Dengan Teknologi Ekstrusi Ulir Tunggal dari Hasil Sanping
Penggilingan Padi (Menir dan Bekatul). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB, IPB. Bogor.
Chinnaswamy R., Hanna M.A. 1990. Macromolecular nad functional properties of
native and extrusion-cooked corn starch. Cereal Chem.. 67(1): 490-499.
Chinnaswamy R., Hanna M.A. 1988. Opimum extrusion-cooking condition for
maximum expansion of corn starch. J. of Food Sci., 63, 834-840
Damardjati, D. S. 1987. Amilografi Untuk Karakteristik Sifat Pati. Balitan
Sukamandi.
Desrumaux, A., Bouvier. J. M. dan Burri, J. 1998. Corn grits particle size and
distribution effects on the characteristic of expanded extrudates. Journal
of Food Science 63(5) : 857 863.
Dixon, R Phillips. 1981. Effect of extrusion Cooking on The Nutritional Quality
of Plant Protein. University of Georgia Agricurtural Experiment Station.
Georgia.
Effendi, S dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna, Jakarta.
El-Dash. A A., Ronaldo Gonzales., dan Marcia Ciol. 1982. Response Surface
Methodology in The Control of Thermoplastic Extrusion of Starch. Di
dalam. Jowitt. R. 1983. Extrusion Cooking Technology. J Food
Engonering. Vol 2 ; 2 4.
Fast, R. B 1990 Manufacturing Technology of Ready-to-eat Cereals, Breakfast
Cereals and How They Are Made (Ed) : R. B. Fast dan E. F Caldwell,
American American Association of Cereal Chemists, Inc.
Faubion, J.M., R. C. Hoseney dan P.A. Seib. 1982. Fucntionality of Grain
Components in Extrusion. Cereal Food World 27 : 212 216.
76
Fennema. O. R. 1996. Food Chemistry. Third Edition. Marcell Dekker. Inc. New
York Barel. HongKong :1067p
Fennema , O. R. 1976. Principle of Food Science, Part I Food Chemistry. Marcel
Dekker, Inc. New York.
Greenwood, C. T. dan D. N. Munro. 1979. Carbohydrates di dalam. R. J. Priestly,
ed. Effect Heat on Foodstuffs. Applied Science Publ. Ltd., London.
Gimeno E., Moraru C. I., dan Lokini J. L. 2004. Effect of Xanthan Gum and CMC
on the Structure and Texture of Corn Flour Pellets Expanded by
Microwave Heating. American Association of Cereal Chemistry. J
Cereal Chem. 81(I) : 100 107.
Guy, R. 2001. Extrusion cooking Technologies and Aplications. Woohead
Publishing Limited Cambridge England. CRS Press. Boca Raton Boston
New York Washington DC. .
Hardinsyah, S. Madanijah, dan Y.F. Baliwati. 2002. Analisis Neraca Bahan
Makanan dan Pola Pangan Harapan Konsumen Untuk Perencanaan
Ketersedian Pangan. PSKPG-IPB dan Pusat Pengembangan Ketersedian
Pangan, Deptan. Bogor.
Harper, J. M. 1981. Ekstrussion of Food Vol II. CRC Press Inc., Boca Raton,
Florida.
Hodge, J. E, and E. M. Osman. 1976. Carbohydrates, pp. 41 130. In O. R.
Fennema, ed. Princple of Food Science, Part I. Food Chemstry. Mercel
Dekker, Inc. New York
Hoseney, R.C. 1998. Principle of Cereal Science and Technology, second edition.
American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA.
Ilo, I., Tomschick, E., Berghofer, E., dan Mundigle, N. 1996. The effect of
extrusion operation condition on the apparent viscosity and propertied of
extrudates in twin screw cooking of maize grits. LebensmittelWissenschaft und-Technologie. 29: 596 598.
ISO. 1981. Sensory analysis vocabulary, Part 4. International Organization for
Standardization. Geneva. Switzeland.
Inglett, G.E. 1970. Corn: Culture, Processing, Products. The AVI Publishing
Company, Inc. Westport, Connecticut.
Jugenheimer, R.W. 1976. Corn: Improvement, Seed Production, and Uses. John
Willey and Sons, New York.
Juliano, B. O. 1974. General Chemistry Prosedures. IRRI. Laguna., Los Banos
77
Karyadi, D. dan Muhilal, 1985. Kecukupan Gizi yang dianjurkan. PT. Gramedia,
Jakarta.
Kay, D. 1979. Food Legumes. Tropical Products Institute, Bogor
Katz, E.E. and T.P. Labuza. 1981. Effect of Water Activity on The Sensory
Cripness and Mechanical Deformation of Snack Food Producs. J. Food
Science. 46 : 403.
Kearns., J. P., Rokey., G. J dan Huber., G. R. 2004. Extrusion of Texturized
Protein. Wenger International, Inc dan Wenger Manufacturing. Kansas
City Missouri dan Sabetha Kansas. USA.
Kokini., J. L., Tang Ho., C., dan Karwe., M. V. 1999. Food Extrusion Science and
Technology. The State University of New Jersey. Marcel Dekker, Inc.
La Ega, 2002. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Serta Pola Hidrolisis Pati Ubi Jalar
Jenis Unggul Secara Enzimatis dan Asam. Desertasi Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Laztity, R. 1986. The Chemistry of Cereal Protein. CRC Press Inc., USA.
Lawless., H. T. dan Heymann, H.1999. Sensory Evaluation of Food Principle and
Practies. Kluer Academic Publishers. New York .
Lorenz, K.J. and K. Karel. 1991. Handbook of Cereal Science adn Technology.
Marcell Dekker, Inc. Basel.
Linko, P. P., P. Colonna dan C. Mercier. 1981. High Temperature Short Time
Ekstrusion Cooking. Di dalam Y. Pomeraz (ed). Advace in Cereal
Science adn Technology. The AACC Inc, St. Minnesota.
McCormick, K.M., Panozzo, J.F. dan Hong, S.H. 1991. A Swelling power test
for selecting potential noodle and mungbean starch vermicelli. J. of
Food Sci. 53(6): 1809-1812.
Monaru., C. J and J. L Kokini. 2003. Nucleation and Expansion During Extrusion
and Microwave Heating of Cereal Food. Dept Food Science and Centre
for Advance Food Technology. Univ Brunswick.
Mejaya., M. J., Marsum D dan Marcia P. 2005. Pola Heterosis Dalam
Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas dan Hibirida.
Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Mercier, C. Dan P. Feillet. 1975. Modification of Cabohydrat Component by
Extrusion Cooking of Cereal Product. J. Cereal Chem. 53(3) 283-286.
Miller, R.C. 1985. Low Moisture Extrusion: Effect of Cooking Moisture in
Product Characteristic. J. Food Sci. 50 (1) : 240-253
78
79
80
Whistler, R.L. dan Daniel, J.R 1984. Molecular strukture of starch. In R.L.
Whistler, J.N. BeMiller dan E.F. Paschall (eds). Starch Chemistry and
Technology. Academic Press, Orlando, F.L.
White, P. J and Lawrence, A. J. 2003. Corn : Chemistry and Technology. 2nd
edition. American Associaion of Cereal Chemists, Inc. St. Paul,
Minnesoata, USA.
Wooton, M.D., Weeden and N. Munk. 1971. A rapid method for Estimation of
Starch Gelatinisation in Processed Food. J. Food Tech. December. P:
612-615.
81
82
Kode
Sampel
862
245
458
396
522
498
298
665
635
223
398
183
765
138
83
Produk Ekstrusi
Nama panelis : __________________
Sampel
: snack (1)
HP
Instruksi:
1. Ambil sampel yang telah disediakan dan cicipilah sampel mulai dari sebelah kiri ke
kanan. Netralkan dengan menggunakan air minum yang disediakan setiap kali Anda
akan mencicipi sampel yang lain.
2. Nilailah setiap sampel yang disediakan (jangan membandingkan antar sampel).
Berilah tanda checklist (9) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian saudara.
1. TEKSTUR
Penilaian
862
245
458
Kode sampel
396
522
498
298
458
Kode sampel
396
522
498
298
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Komentar:
2. KELENGKETAN DI MULUT
Penilaian
862
245
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Komentar:
84
Produk Ekstrusi
Nama panelis : __________________
Sampel
: snack (2)
HP
Instruksi:
3. Ambil sampel yang telah disediakan dan cicipilah sampel mulai dari sebelah kiri ke
kanan. Netralkan dengan menggunakan air minum yang disediakan setiap kali Anda
akan mencicipi sampel yang lain.
4. Nilailah setiap sampel yang disediakan (jangan membandingkan antar sampel).
Berilah tanda checklist (9) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian saudara.
1. TEKSTUR
Penilaian
665
635
223
Kode sampel
398
183
765
138
223
Kode sampel
398
183
765
138
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Komentar:
2. KELENGKETAN DI MULUT
Penilaian
665
635
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Komentar:
85
No
Nama Panelis
1 Eko
2 Zulkipli
3 Alik
4 Ghadi
5 Nani
6 Murhadina
7 Zikrina
8 Dian Kresna
9 Heru
10 Dhenok
11 Egis
12 Inggrid
13 Farah S
14 Iqbal
15 Adjeng
16 Tina
17 Adrinal
18 Irene
19 Didin
20 Maria
21 Anita
22 Shinta
23 Irwan
24 Samsul
25 Nanda
26 Dadik
27 Manto
28 Randy
29 Dora
30 Eva
31 Ely Fahmi
32 Beta
Rata-rata
Pembulatan
Kode
862
4
6
6
2
2
6
5
6
6
3
5
6
6
6
6
6
6
5
5
6
5
6
5
4
3
6
6
6
6
5
2
4
3.03
3
Kode
245
7
7
6
7
5
5
6
6
7
3
3
7
6
6
3
6
6
5
6
6
6
7
5
5
5
7
3
7
7
4
3
4
5.5
6
Kode
458
6
5
3
5
2
3
4
7
4
4
6
6
6
3
5
6
5
4
5
6
5
5
4
4
5
6
7
5
5
5
3
4
4.78
5
Kode
396
5
6
6
6
2
3
2
6
6
4
5
7
6
3
6
6
6
5
6
6
6
6
3
5
5
5
5
5
6
6
6
4
5.13
5
Kode
522
3
5
6
2
3
2
3
5
2
4
3
3
3
2
5
6
3
3
3
7
2
4
3
6
5
5
2
6
3
3
1
4
3.66
4
Kode
498
6
6
7
6
3
2
7
5
6
4
4
5
6
5
5
6
6
3
5
3
5
5
5
6
5
6
4
6
4
6
5
7
5.13
5
Kode
298
6
6
6
5
6
2
1
6
7
3
3
3
5
5
6
3
2
4
5
2
2
4
5
6
6
6
3
5
4
5
5
5
4.44
4
Kode
665
5
4
1
2
1
1
1
5
3
5
2
1
6
6
6
2
2
2
3
2
3
2
5
3
5
2
4
5
2
3
2
7
3.22
3
Kode
635
6
6
7
2
2
5
7
6
7
3
3
6
6
5
4
2
5
5
4
3
6
6
3
6
5
4
5
6
3
6
6
7
4.91
5
6
6
6
5
5
5
6
4
6
5
2
7
6
2
5
6
5
5
7
7
5
5
5
5
5
2
6
5
5
6
7
5.25
5
6
6
7
6
3
7
3
6
6
6
4
6
5
3
6
6
3
5
7
7
5
5
5
6
6
2
6
3
5
7
7
5.34
5
7
7
3
7
6
6
5
7
3
6
5
6
6
4
6
6
4
6
7
7
6
5
4
6
6
1
7
4
6
6
7
5.56
6
5
2
1
1
3
2
3
1
5
6
1
5
3
3
5
5
4
5
2
5
3
3
3
5
3
2
6
4
3
5
7
3.66
4
86
No
Nama Panelis
1 Eko
2 Zulkipli
3 Alik
4 Gadhi
5 Nani
6 Murhadina
7 Zikrina
8 Dian Kresna
9 Heru
10 Dhenok
11 Egis
12 Inggrid
13 Farah
14 Iqbal
15 Adjeng
16 Tina
17 Adrinal
18 Irene
19 Didin
20 Maria
21 Anita
22 Shinta
23 Irwan
24 Samsul
25 Nanda
26 Dadik
27 Manto
28 Randy
29 Dora
30 Eva
31 Ely Fahmi
32 Beta
Rata-rata
Pembulatan
Kode
862
3
5
5
3
2
5
3
6
5
3
2
6
3
6
6
3
3
4
5
6
5
4
3
3
5
5
2
5
6
4
2
3
4.36
4
Kode
245
4
5
6
6
3
6
6
5
7
3
5
5
6
6
6
3
5
5
6
7
4
6
5
5
5
7
4
4
5
3
5
3
5.36
5
Kode
458
3
6
3
4
2
3
2
6
6
3
5
7
5
5
3
3
5
3
5
6
4
4
3
3
2
6
6
5
4
5
3
1
4.36
4
Kode
396
4
5
6
6
2
5
4
5
6
4
3
5
6
3
7
5
6
5
6
6
5
5
4
5
3
3
6
4
6
6
6
1
5.09
5
Kode
522
5
6
3
6
5
3
5
6
2
4
6
6
3
2
3
3
3
3
5
6
4
3
5
5
3
2
3
4
5
3
2
1
4.16
4
Kode
498
5
5
7
2
5
1
7
5
5
5
3
5
5
5
6
6
6
3
5
3
6
3
6
6
3
5
6
5
4
5
5
3
5.02
5
Kode
298
5
4
7
6
6
2
1
6
5
5
5
6
5
2
5
6
2
4
5
2
3
5
5
6
2
4
2
4
4
3
4
1
4.39
4
Kode
665
5
3
1
2
1
1
2
3
2
5
6
6
2
5
2
3
2
2
3
2
4
4
3
4
3
1
2
6
2
3
5
3
3.26
3
Kode
635
6
5
7
5
2
6
6
4
5
4
6
5
2
3
3
5
3
5
5
6
6
4
5
5
3
3
3
5
4
6
5
3
4.82
5
5
6
5
5
5
5
5
2
5
6
2
5
6
5
6
5
5
5
3
6
3
3
4
3
5
3
6
4
5
3
2
4.79
5
6
6
2
3
3
3
5
3
6
2
4
5
5
6
6
3
3
3
3
6
3
5
4
5
7
5
5
1
5
6
5
4.66
4
6
7
2
3
6
2
5
3
4
4
5
6
6
6
5
6
4
5
2
5
6
5
4
3
3
6
6
1
6
4
3
4.79
5
4
2
1
1
2
1
6
2
5
6
4
5
3
3
5
5
4
5
2
5
3
3
3
2
3
4
5
2
3
5
3
3.73
4
87
Prosedur:
1. Setiap sampel diberi kode sesuai dengan nomor panelis.
2. Sampel diletakkan sesuai dengan urutan yang telah ditentukan.
3. Sampel, scoresheet, air penetral disiapkan di dalam booth dan disajikan
kepada panelis.
4. Panelis diminta untuk mencicipi sampel dari kiri ke kanan, boleh mengulang,
dan panelis diminta untuk menilai setiap sampel yang disajikan (tidak boleh
membandingkan antar sampel), rentang: amat sangat tidak suka amat
sangat suka.
88
Mean
Square
9.712
10404.645
FORMULA
255.199
13
19.631
PANELIS
172.141
31
5.553
Error
743.016
403
1.844
Total
11575.000
448
Corrected
1170.355
447
Total
a R Squared = .365 (Adjusted R Squared = .296)
F
5.268
5643.31
6
10.647
3.012
Sig.
.000
.000
.000
.000
Skor tekstur
Duncan
Formul
a
Subset
1
3.22
3.66
3.72
8
32
5
32
14
32
7
32
4.44
3
32
4.78
4.78
9
32
4.91
4.91
1
32
5.03
5.03
6
32
5.12
5.12
5.12
4
32
5.13
5.13
5.13
11
32
5.25
5.25
12
32
5.34
5.34
2
32
5.50
5.50
13
32
5.56
5.56
10
32
5.81
Sig.
.166
.077
.051
.082
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum
of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.844.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 32.000.
b Alpha = .05.
89
Mean
Square
7.698
8522.580
FORMULA
178.170
13
13.705
PANELIS
160.562
31
5.179
Error
714.688
403
1.773
Total
9576.000
448
Corrected
1053.420
447
Total
a R Squared = .322 (Adjusted R Squared = .247)
Sig.
4.341
.000
4805.73
7
7.728
2.921
.000
.000
.000
Skor Kelengketan
Duncan
Formula
Subset
1
3.06
3.56
8
32
14
32
3.56
5
32
3.91
3.91
1
32
4.09
4.09
4.09
3
32
4.09
4.09
4.09
7
32
4.13
4.13
4.13
12
32
4.37
4.37
4.37
11
32
4.50
4.50
4.50
13
32
4.50
4.50
4.50
9
32
4.53
4.53
4.53
6
32
4.72
4.72
4
32
4.78
4.78
2
32
5.03
10
32
5.78
Sig.
.134
.136
.113
.083
.091
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum
of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.773.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 32.000.
b Alpha = .05.
90
Intercept
FORMULA
Error
Total
Corrected Total
df
Mean Square
13
273225.183
13
126441750.03
6
273225.183
14
8947.050
Sig.
30.538
.000
14132.228
.000
30.538
.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III
Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 8947.050.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.
28
27
FORMU
LA
N
2
1
1608.9500
7
10
1759.2500
1759.2500
1818.0000
1818.0000
1818.0000
11
1868.1000
1868.1000
1868.1000
14
1886.1500
1886.1500
1886.1500
1886.1500
2024.0000
2024.0000
2024.0000
2034.8000
2034.8000
2034.8000
2086.9500
2086.9500
2086.9500
2103.9000
2103.9000
2103.9000
2258.8500
2258.8500
2281.0500
2281.0500
13
12
Sig.
Subset
3
Source
Corrected Model
2315.3500
2828.8500
2876.3000
.053
.236
.056
.054
.055
.078
.057
.624
91
Intercept
13
Mean Square
5513.991
F
29.819
Sig.
.000
5957689.517
5957689.517
32217.970
.000
71681.878
13
5513.991
29.819
.000
Error
2588.855
14
184.918
Total
6031960.250
28
74270.733
27
FORMULA
Corrected Total
df
Subset
1
375.1000
14
380.0000
391.3500
420.6500
442.1500
473.8000
473.8000
11
474.8000
474.8000
13
480.0000
480.0000
480.0000
12
495.0000
495.0000
502.8500
502.8500
502.8500
506.9000
506.9000
10
Sig.
442.1500
456.7500
456.7500
527.8500
530.6500
.276
.136
.301
.136
.072
.088
.079
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 184.918.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.
92
Study Type
Initial Design
Design Model
Combined
Runs
15
D-optimal
Point Exchange
Quadratic x Quadratic
Mixture Components
Process Factors C
AB
Component
A
B
C
Units
Persen
Persen
Response
Y1
Y2
Y3
Y4
Name
A
B
Suhu
Blocks No Blocks
Type
Low Actual
High Actual
Mixture 0.000
100.00
Mixture 0.000
100.00
Numeric 60.00
70.00
L_Pseudo Coding
Total = 100.00
Name
Skor Tekstur
Skor Kelengketan
teksturNewton
derajat pengembanganpersent
UnitsObs Analysis
15
Polynomial
15
Polynomial
15
Polynomial
15
Polynomial
Low Coded
0.000
0.000
-1.000
High Coded
1.000
1.000
1.000
Std. Dev.
0.79
0.65
357.02
55.45
Design Summary
93
Response
1
Skor Tekstur
*** Mixture Component Coding is Real. ***
Mixture
Process
Transform:
None
Mix
Linear
Cubic
Process
Components A B
Factors
C
Suggested Model[s]
Quadratic
Quadratic
Order Abbreviations in Fit Summary Table
M = Mean L = Linear Q = Quadratic C = Cubic
Predicted
R-Squared
0.2509
0.1410
0.0815
-0.3083
0.1711
-0.3274
-0.6384
-0.1790
0.6520 Suggested
-1.7977
Suggested
-0.2236
0.6750
-1.3705
Aliased
Aliased
"Mixture Process Combined Model Table": Prob>F values are for Mix, Process.
Select the highest order polynomial where the additional terms are significant for
both Mixture and Process and the model is not aliased.
"Lack of Fit Tests": Want the selected model to have insignificant lack-of-fit.
"Model Summary Statistics": Focus on the model maximizing the "Adjusted R-Squared"
and the "Predicted R-Squared".
94
p-value
Prob > F
0.0036 significant
0.0065
0.6146
0.0429
0.1270
0.6144
0.0423
0.1250
0.6151
0.0419
0.1228
0.6169
The Model F-value of 54.31 implies the model is significant. There is only
a 0.36% chance that a "Model F-Value" this large could occur due to noise.
Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant.
In this case Linear Mixture Components, AC, AC2, AC3 are significant model terms.
Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant.
If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy),
model reduction may improve your model.
Std. Dev.
0.12
R-Squared
Mean
4.75
Adj R-Squared
C.V. %
2.63
Pred R-Squared
PRESS
N/A
Adeq Precision
Case(s) with leverage of 1.0000: Pred R-Squared and PRESS statistic not defined
0.9950
0.9767
N/A
23.369
"Adeq Precision" measures the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable. Your
ratio of 23.369 indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.
95
Lampiran 14. Hasil Pemodelan Matematika Respon Skor Tekstur dengan software DX 7
95% CI
VIF
3.282E+008
1.143E+009
9.040E+008
2.964E+009
1.067E+010
8.235E+009
3.001E+009
1.118E+010
8.400E+009
3.404E+008
1.312E+009
9.590E+008
=
*A
*B
*A*B
*A*C
*B*C
*A*B*C
* A * C2
* B * C2
* A * B * C2
* A * C3
* B * C3
* A * B * C3
96
Response
2
Skor Kelengketan
*** Mixture Component Coding is Real. ***
Transform:
Mixture
Components A B
Process
Factors
Mix
Linear
Process
Cubic
Suggested Model[s]
None
Predicted
R-Squared
0.2151
0.0432
0.0055
-0.3163
0.2760
-0.1395
-0.3846
-0.2401
0.6666
-1.6926
-0.3194
0.8155 Suggested
0.5008 Aliased
Aliased
"Mixture Process Combined Model Table": Prob>F values are for Mix, Process.
Select the highest order polynomial where the additional terms are significant for
both Mixture and Process and the model is not aliased.
"Lack of Fit Tests": Want the selected model to have insignificant lack-of-fit.
"Model Summary Statistics": Focus on the model maximizing the "Adjusted R-Squared"
and the "Predicted R-Squared".
97
p-value
Value
Prob > F
39.92 < 0.0001significant
21.30 0.0024
21.73 0.0023
27.73 0.0012
158.96 < 0.0001
25.18 0.0015
11.43 0.0118
10.82 0.0133
The Model F-value of 39.92 implies the model is significant. There is only
a 0.01% chance that a "Model F-Value" this large could occur due to noise.
Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant.
In this case Linear Mixture Components, AB, AC, BC, ABC, AB(A-B), ABC(A-B) are
significant
model terms.
Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant.
If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy),
model reduction may improve your model.
Std. Dev.
Mean
C.V. %
PRESS
0.15
4.30
3.44
1.16
R-Squared
Adj R-Squared
Pred R-Squared
Adeq Precision
0.9756
0.9511
0.8155
23.072
The "Pred R-Squared" of 0.8155 is in reasonable agreement with the "Adj R-Squared" of 0.9511.
"Adeq Precision" measures the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable. Your
ratio of 23.072 indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.
.
98
Lampiran 17. Hasil Pemodelan Matematika Respon Skor Kelengketan dengan software DX 7
Coefficients in Terms of Real Components and Actual Factors:
Coefficient
Standard
95% CI
95% CI
Component Estimate
df
Error
Low
A-A
10.56
1
1.29
7.51
B-B
19.17
1
1.18
16.37
AB
-28.44
1
6.10
-42.87
AC
-0.11
1
0.020
-0.15
BC
-0.22
1
0.018
-0.27
ABC
0.47
1
0.094
0.25
AB(A-B)
71.23
1
21.07
21.40
ABC(A-B)
-1.07
1
0.32
-1.83
High
13.60
21.96
-14.02
-0.058
-0.18
0.69
121.05
-0.30
VIF
453.61
382.42
557.10
456.35
377.60
555.43
711.99
711.69
=
*A
*B
*A*B
* A * Suhu
* B * Suhu
* A * B * Suhu
* A * B * (A-B)
* A * B * Suhu * (A-B)
The Diagnostics Case Statistics Report has been moved to the Diagnostics Node.
In the Diagnostics Node, Select Case Statistics from the View Menu.
99
Response
3
(Kekerasan) tekstur
ANOVA for Combined Quadratic x Quadratic Model
*** Mixture Component Coding is Real. ***
Mixture
Components A B
Process
Factors
C
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of
Mean
F
Source
Squares
df Square
Value
Model
1.524E+006
8
1.905E+005
2.95
Linier Mixture
6264.72
1
6264.72
AB
6.789E+005
1 6.789E+005
AC
23705.37
1
23705.37
BC
5.876E+005
1 5.876E+005
ABC
6.959E+005
1 6.959E+005
2
AC
21475.53
1
21475.53
BC2
5.866E+005
1 5.866E+005
ABC2
7.133E+005
1 7.133E+005
Residual
3.881E+005
6
64679.18
Lack of Fit
3.881E+005
5
77615.01
Pure Error
0.000
1
0.000
Cor Total
1.912E+006
14
p-value
Prob > F
0.1026 not significant
0.097
0.7662
10.50
0.0177
0.37
0.5671
9.09
0.0236
10.76
0.0168
0.33
0.5854
9.07
0.0237
11.03
0.0160
The "Model F-value" of 2.95 implies the model is not significant relative to the noise. There is a
10.26 % chance that a "Model F-value" this large could occur due to noise.
Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant.
In this case AB, BC, ABC, BC2, ABC2 are significant model terms.
Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant.
If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy),
model reduction may improve your model.
Std. Dev.
Mean
C.V. %
PRESS
254.32
2091.56
12.16
1.085E+007
R-Squared
Adj R-Squared
Pred R-Squared
Adeq Precision
0.7970
0.5264
-4.6768
5.873
A negative "Pred R-Squared" implies that the overall mean is a better predictor of your
response than the current model.
"Adeq Precision" measures the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable. Your
ratio of 5.873 indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.
100
p-value
Prob > F
0.0110
0.4247
0.0888
0.0020
significant
The Model F-value of 6.04 implies the model is significant. There is only
a 1.10% chance that a "Model F-Value" this large could occur due to noise.
Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant.
In this case BC are significant model terms.
Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant.
If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy),
model reduction may improve your model.
Std. Dev.
Mean
C.V. %
PRESS
39.79
458.70
8.68
34381.89
R-Squared
Adj R-Squared
Pred R-Squared
Adeq Precision
0.6223
0.5193
0.2544
8.365
The "Pred R-Squared" of 0.2544 is not as close to the "Adj R-Squared" of 0.5193 as one might
normally expect. This may indicate a large block effect or a possible problem with your model
and/or data. Things to consider are model reduction, response tranformation, outliers, etc.
"Adeq Precision" measures the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable. Your
ratio of 8.365 indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.
95% CI
High
546.14
2220.17
19.02
-7.81
VIF
346.84
299.56
346.67
299.25
101
Components
Factors C
Suggested Model[s]
None
AB
Mix
Process
Linier Linier
Summary Statistics
Predicted
R-Squared
-0.3139
-0.5900
-0.7642
-0.3605
0.2544
-0.2466
-0.7239
Suggested
-0.2208
0.4070
-7.3162
-0.3041
0.3463
-6.1484
Aliased
Aliased
"Mixture Process Combined Model Table": Prob>F values are for Mix, Process.
Select the highest order polynomial where the additional terms are significant for
both Mixture and Process and the model is not aliased.
"Lack of Fit Tests": Want the selected model to have insignificant lack-of-fit.
"Model Summary Statistics": Focus on the model maximizing the "Adjusted R-Squared"
and the "Predicted R-Squared".
102
Lampiran 21. Hasil Pemodelan Matematika Respon Derajat Pengembangan dengan software DX 7
Final Equation in Terms of Real Components and Actual Factors:
derajat pengembangan
-119.75
*A
+1601.33 * B
+8.73
*A*C
-17.19
*B*C
103
Name
Goal
A
is target = 50.000
B
is in range
Suhu
is in range
Skor Tekstur
maximize
Skor Kelengketan
maximize
derajat pengembangan maximize
Solutions
Number
A
1 50.000
Lower
Limit
50
0
60
3.2
3.1
367.3
Upper
Limit
100
50
70
5.8
5.8
541
Lower
Weight
1
1
1
1
1
1
Upper
Weight
1
1
1
1
1
1
B
Suhu Skor Tekstur Skor Kelengketan derajat pengembangan
50.000 60.00 5.52505
4.90638
487.028
Importance
5
3
3
5
5
5
Desirability
0.801
Selected
Lampiran 22. Hasil Dan Ringkasan Proses Optimasi Dengan Menggunakan software DX 7
PROSES OPTIMASI
104
Lampiran 23
Gambar 14. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu
pemanas 60 C
Gambar 15. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu
pemanas 60C
105
Lampiran 24
Gambar 16. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu
pemanas 62.5 C
Gambar 17. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu
pemanas 67.5 C
106
Lampiran 25
Gambar 18. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu
pemanas 65 C
Gambar 19. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu
pemanas 65 C
107
Lampiran 26
Gambar 20. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu
pemanas 67.5 C
Gambar 21. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu
pemanas 70 C
108
Lampiran 27
Gambar 22. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu
pemanas 70 C
Gambar 23. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu
pemanas 60 C
109
Lampiran 28
Gambar 24. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu
pemanas 62.5 C
Gambar 25. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu
pemanas 65 C
110
Lampiran 29
Gambar 26. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu
pemanas 67.5 C
Gambar 27. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu
pemanas 70 C
111