7 Panduan Penyelidikan Jembatan Bms

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 348
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA AUSTRALIAN ® INTERNATIONAL DEVELOPMENT ASSISTANCE BUREAU SISTEM MANAJEMEN JEMBATAN PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN FEBRUARI 1993 a ' G@QsmMec SMEC - Kinhill Joint Venture KINHILL ‘SNOWY MOUNTAINS ENGINEERING CORPORATION LIMITED KINHILL ENGINEERS PTY LTD PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN Daftar Isi Bagian 1 - UMUM 1. PENDAHULUAN ‘Sub-bagian ini mengenalkan Panduan dengan menetapkan lingkup dan tujuannya, siapa yang harus menggunakan Panduan, kerangka Panduan, dan bagaimana menggunakannya. 1.1 UMUM WW 1.2 LINGKUP PANDUAN 1 1.3. TUJUAN PANDUAN ol 1.4 SIAPA HARUS MENGGUNAKAN PANDUAN, 1 1.5. KERANGKA PANDUAN 1-2 1.6 BAGAIMANA MENGGUNAKAN PANDUAN 1-2 2. UMUM . ‘Sub-bagian panduan ini menguraikan maksud dari, tahapan untuk, penyelidikan jembatan untuk suatu jembatan baru di lokasi baru atau lama. Ini juga memperinci pengkajian pendahuluan di kantor dan pelaporan penyelidikan yang perlu dibuat. 2.1. PENDAHULUAN 24 2.2. MAKSUD PENYELIDIKAN 2 2.3. TAHAPAN UNTUK PENYELIDIKAN 22 2.4 SURVAI PENGENALAN 23 2.4.1. Daftar Survai Pengenalan 23 2.4.2. Pengkajian Pendahuluan di Kantor 23 2.4.3 Pemeriksaan Lapangan 2:3 2.5 LOKASI DAN LAPANGAN DAERAH PENGALIRAN 24 2.5.1 Evaluasi Lapangan 24 2.5.2. Survai Topograti 24 2.6 PENYELIDIKAN ALUR SUNGAI 2-6 2.7 PENYELIDIKAN TANAH 214 2.8 PELAPORAN PENYELIDIKAN 214 2.8.1 Umum 214 2.8.2 Alasan untuk Membuat Laporan 244 2.8.3 Kelengkapan Laporan 215 2.8.4. Identifikasi Lokasi Jembatan 215 2.8.5 Data Faktual dan Pengertian 2415 2.8.6 Keterangan pada Gambar Konstruksi 2415 2.9 DAFTAR PUSTAKA 216 MSS. W.01- Pann Panta Jembatas «26 Janay 1993 0-1 3. SURVAI DAERAH JEMBATAN Pada bab ini menjelaskan lebih rinci kebutuhan akan survai pendahuluan dan topograti pada penyelidikan lokasi jembatan. Petunjuk diberikan pada tipe data yang harus dikumpulkan seperti juga kebutuhan akan besaran dan kebenaran data. 3.1. PENDAHULUAN 34 3.2. UMUM 34 3.3. SURVAI PENDAHULUAN JEMBATAN 34 3.3.1 Umum 34 3.3.2 Hal-hal Pokok Yang Harus Dilakukan Dalam Pelaksanaan Survai Pendahuluan 34 3.3.3 Laporan 33 3.4 SURVAI TOPOGRAPHI JEMBATAN 34 3.4.1 Umum 34 3.4.2 Pelaksanaan . 34 3.4.3 Laporan 37 3.5 DAFTAR PUSTAKA 38 4. PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN Sub-bagian ini dari Panduan membahas prinsip daser dalam pemilihan lokasi Jembatan yang sesuai, sebelum melangkah ke penyelidikan lokasi secara rin 4.1 PENDAHULUAN at 4.2 GEOMETRI JALAN DAN AS JEMBATAN at 4.3. SIFAT DASAR DARI PERSILANGAN 44 4.3.1. Kesesuaian Persilangan 44 4.3.2. Jenis Jembatan 44 4.3.3. Kondisi Lokasi 45 4.3.4 Susunan Kombinasi 48 4.3.5 Perhitungan Alur Sungai 49 4.4 PENYELIDIKAN TANAH ant 4.5 BIAYA DAN PERTIMBANGAN LAIN ant 4.6 PEMILIHAN LOKASI AKHIR 4-12 4.7 DAFTAR PUSTAKA 4-13 = oi Voubon > 6.1 6.2 63 6.4 Bagian 2 - PENYELIDIKAN JALAN AIR HIDROLOGI DAFTAR IS! Sub-bagian ini dari Panduan memperinci segi-segi hidrologi dari penyelidikan lokasi jembatan. Periode ulang banjir rencana yang disyaratkan diberikan untuk berbagai denis jembatan dan tahapan untuk perkiraan debit banjir dalam alur sungai jembatan diperinci. PENDAHULUAN TUJUAN PERIODE ULANG BANJIR RENCANA, PERKIRAAN BANJIR RENCANA KETINGGIAN AIR BANJIR RENCANA KEBEBASAN VERTIKAL BANJIR RENCANA DAFTAR PUSTAKA HIDROLIKA 54 0 —! Bagian Panduan ini meliputi prinsip-prinsip aliran dalam saluran terbuka sebagai latar belakang untuk perencanaan alur air. Perencanean alur air dari jembatan dan& 1}? gorong? juga dijelaskan termasuk cara perhitungan debit alur air, kurva arus R membalik dan perilaku aliran untuk susunan geometrik tipikal. PENDAHULUAN ALIRAN SALURAN TERBUKA, 2.1 Jenis Aliran 6.2.2 Lengkung Debit Sungai PERENCANAAN SUNGAI DI JEMBATAN Karakteristik Aliran Arus Balik Pengaruh Penggerusan Pada Arus Balik Bangunan Atas Terendam Sebagian Aliran Melewati Kedalaman Kritik (Jenis 11) Tahapan Perencanaan Contoh Perhitungan PERENCANAAN ALUR AIR GORONG-GORONG Lingkup Jenis Aliran Pengendali Masukan Pengendali Keluaran Kedalaman Muka Air Hilir Kecepatan Aliran Tahapan Perencanaan 6184> 61% 6-11 6-21 6-28 6-30 6-34 6-35 6-39 6-48 6-48 6-48 6-48 6-50 6-54 6-55 6-56 Oui DAFTAR Sst 6.5 6.6 PERENCANAAN ALUR AIR PELINTASAN BANJIR 6.5.1. Lingkup 6.5.2 Pendahuluan 6.5.3 Hidrolika 6.5.4 Pertimbangan Perencanaan 6.5.5 Proteksi DAFTAR PUSTAKA PERAMALAN GERUSAN 6-69 6-69 6-69 6-69 6-73 6-75 6-79 er ¥50 Sub-bagian Panduan ini meliputi jenis tipikal dari penggerusan alur sungai, faktor yang mempengaruhi penggerusan dan merinci cara perkiraan penggerusan dan merinci cara perkiraan penggerusan untuk tiap jenis penggerusan. 7.1 PENDAHULUAN zal 7.2. JENIS GERUSAN 7A 7.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GERUSAN 72 7.3.1, Umum 7-2 7.3.2 Penyempitan dan/atau Perubahan Alinyemen Aliran 7-3 7.3.3. Material Dasar 7-3 7.4 METODA-METODA UNTUK MEMPERKIRAKAN GERUSAN 14 7.4.1. Umum 74 7.4.2. Metoda Sederhana untuk Perencanaan Gerusan 74 7.4.3 Banjit Rencana 7-6 7.4.4 Penyelidikan Lapangan 76 7.4.5 Batas Keamanan Terhadap Gerusan 17 7.5 GERUSAN UMUM 78 5.1 Metoda G.1 - Metoda New Zealand Railways 78 5.2 Metoda G.2 - Metoda dari C.R. Neill 79 7.6 GERUSAN LOKAL TA2 7.6.1 Metoda L.1 - Metoda New Zealand Railways 712 7.6.2. Metoda L.2 - Metoda dari C.R. Neill 713 7.6.3 Metoda L.3 - Metoda dari Faraday & Charlton 718 7.7 GERUSAN KONTRAKS! 7-30 7.7.1, Metoda C.1 - Metoda New Zealand Railways 7-30 7.7.2 Metoda C.2 - Metoda dari C.R. Neill 7-30 7.8 DEGRADAS! DAN AGRADASI 7-38 O-iv EMSS. -Panaion Peovecien Jeroen - 20 Jans 1999, 7.9 7.10 2 8.3 8.4 eo DAFTAR ISI PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN LAIN 7-39 7.9.1. Perisai Alam yang Membatasi Gerusan pada Sungai-sungai dengan Dasar Kerikit 7-39 DAFTAR PUSTAKA 7-42 19 PERLINDUNGAN TERHADAP GERUSAN i Bagian ini memberikan arahan untuk perencanaan penanggulangan gerusan, termasuk cara-cara perhitungan parameter-parameter geometsi dari pengaturan erlindungan terhadap gerusan secara tipikal untuk fundasi, tembok pangkal, tanggul penutup, dasar jalan air dan pekerjaan- pekerjaan pengendalian jalan air. PENDAHULUAN 8-1 PILAR 8-1 8.2.1 Fundasi Telapak dalam Tanah 8-1 8.2.2 Fundasi pada Batuan yang Dapat Tererosi 8-1 8.2.3 Tiang Pancang + Bt 8.2.4 Lantai Batu 8-1 TEMBOK PANGKAL 8-3 8.3.1 Tanggul Pengarah 8-3 8.3.2 Perlindungan Batu 8-9 PERLINDUNGAN JALAN AIR DAN PEKERJAAN PENGENDALIAN 8-16 8.4.1 Pelindungan Tebing Sungai 8-16 8.4.2 Perkuatan Tebing dan Talud 8-16 8.4.3 Krib 8-19 8.4.5 Tanggul Pengarah 8-22 PROSEDUR PERENCANAAN UMUM 8-25 DAFTAR PUSTAKA 8-26 ws we 95.0 Fanon Panter Jemestan + 28 Janay 1993 ov DAFTAR IS! Bagian 3 - PENYELIDIKAN TANAH CARA EKSPLORAS! TANAH ‘Sub-bagian ini dari Panduan meliputi cara eksplorasi tanah, daftar parameter tanah yang diperlukan untuk perencanaan serta cara pengujian sesuai untuk memperoleh tiap parameter dan rincian format laporan untuk menyajikan hasil penyelidikan tanah 9.1 PENDAHULUAN 91 9.2 PROGRAM EKSPLORASI 91 9.3 CARA PENYELIDIKAN 91 9.4 CARA PENGUJIAN UNTUK PARAMATER TANAH 9-4 9.5 CARA EKSPLORASI 9-9 9.5.1 Cara Geofisik 9-9 9.5.2 Tes Pit 911 9.5.3 Lubang Bor 911 9.6 _LAPORAN PENYELIDIKAN TANAH 913 9.6.1 Umum 9-13 9.6.2 Format Bagian 1 9-14 9.6.3 Format Bagian 2 9-15 9.6.4 Format Bagian 3 9-16 9.7 DAFTAR PUSTAKA 917 4h 10. PENGUJIAN LAPANGAN ‘Sub-bagian Panduan ini merinci cara pengujian lapangan yang diperlukan untuk memperoleh pendekatan kuantitatif dari tanah yang ditinjau. Perencana tidak diharapkan untuk mampu melaksanakan penyelidikan tersebut secara sendiri, tetapi mempunyai pengertian dasar mengenai cara-cara yang perlu untuk merancang eksplorasi tanah dan program pengujian lapangan. 10.1. PENDAHULUAN 10-1 10.2 TES PENETRAS! 10-1 10.2.1 Umum 10-1 10.2.2 Tes Penetrasi Konis Belanda 10-2 10.2.3 Tes Penetrasi Standar (SPT) 10-4 10.2.4 Tes Penetrasi Konis Dinamik 10-5 10.2.5 Penentuan Parameter Tanah 10-7 10.3. TES VANE 10-7 10.4 MUKA AIR 10-9 ovi DAFTAR IS! 10.5 TES BEBAN LAPANGAN 10-10 10.5.1 Umum 10-10 10.5.2 Tes Daya Dukung Pelat 10-11 10.5.3 Tes Pembebanan Tiang 10-12 10.5.4 Tes Lateral Tiang 10-13 10.6 TES PENGUKUR TEKANAN 10-14 10.7 TES TEKANAN UNCONFINED LAPANGAN 10-15 10.8 TES BERAT ISi TANAH SETEMPAT 10-16 10.9 DAFTAR PUSTAKA 10-16 ge 11. PENGUJIAN LABORATORIUM. Sub-bagian Panduan ini merinci jenis utama dari pengujian laboratorium yang tersedia untuk menentukan besaran tanah yang diperlukan untuk perencenaan, dengan khusus meninjau penentuan besaran tanah dinamik yang diperlukan untuk perencanaan tahan gempa. Perencana tidak diharapkan untuk mampu melaksanakan pengujian secara tersendiri, tetapi mempunyai pengertian dasar dari cara-cara yang perlu untuk merancang program pengujian tanah di laboratorium. 1.1 PENDAHULUAN Ww 1.2. TES KOTAK GESER (GESER LANGSUNG) WA 11.2.4 Umum 4 11.2.2 Cara Pengujian 41 11.2.3 Keuntungan dan Kerugian WA 11.2.4 Modulus Geser Dinamik 14-2 11.2.5 Parameter Lain 11-3 11.3. TES TRIAKSIAL 11-3 11.3.1 Umum 113 11.3.2 Cara Pengujian 11-4 14.33 keadaan Drainase 114 11.3.4 Keuntungan dan Kerugian 11-6 1.4 TES TEKANAN UNCONFINED 7 1.8 TES KONSOLIDAS! SATU DIMENS! W7 115.1 Mekanisme Konsolidasi 7 11.5.2 Cara Pengujian 117 11.5.3 Penggunaan 118 11.6 TES VANE GESER LABORATORIUM 11-10 11.7 TES PEMADATAN 11-10 174 Lengkung Pemadatan 11-10 7 Tes Berat Isi Relatif 14-10 DAFTAR SI 11.8 TES KLASIFIKAS| TANAH wt 11.8.1 Umum ww 11.8.2 Sistim Klasifikasi Tanah Unified wW44 11.9 DAFTAR PUSTAKA 11-15 12, PENURUNAN PARAMETER RENCANA ‘Sub-bagian Panduan ini merincicaraperhitungan parameter rencana yang diturunkan dari parameter yang diperoleh dari pengujian lapangan dan laboratorium. 12.1 PENDAHULUAN 124 12.2. PARAMETER RENCANA UNTUK GEMPA 124 12.2.4 Akselerasi Tanah Yang Disarankan . 12-4 12.2.2 Akselerasi Tanah Rencana Yang Disarankan 124 12.3 POTENSIAL LIQUEFACTION 124 12.3.1 Pendahuluan 124 12.3.2 Mekanisme Liquefaction 12-2 12.3.3 Pemilihan Nilai Akselerasi Tanah Horisontal 12-4 12.3.4 Pendekatan Potensial Liquefaction 12-6 12.4 POTENSIAL LONGSOR - SLUMP 12:12 12.4.1 Mekanisme Longsor 12-12 12.4.2 Longsor Dalam Tanah Tidak - Kohesif 12-12 12.4.3 Longsor Dalam Tanah Kohesif 12413 12.5 DAFTAR PUSTAKA 12-15 LAMPIRAN A ‘Tanya-Jawab Pengenalan Lokasi Lampiran ini mencakup tanya-jawab tipikal yang harus diisi oleh Perencana dalam melaksanakan pengenalan lokasi sehingga semua data yang diperlukan dapat dihimpun dengan jumlah kunjungan minimal ke lokasi jembatan. boa O-viil [M051 - Pavan Panyistan Jovan «20 Janvey 1999, DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN BAGIAN 1 UMUM FEBRUARI 1993 DOCUMENT No. BMS5-M.1 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN BAB 1 PENDAHULUAN FEBRUARI 1993 DOCUMENT No. BMS5-M.1 1. PENDAHULUAN DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN 1.1. TUJUAN PANDUAN 1.2 LINGKUP PANDUAN 1.3 KERANGKA PANDUAN 1.4 SIAPA HARUS MENGGUNAKAN PANDUAN 1.5 BAGAIMANA MENGGUNAKAN PANDUAN 14 Ww WW 1-2 1. PENDAHULUAN 11 TUJUAN PANDUAN Tujuan Panduan Penyelidikan Jembatan adalah untuk menyediakan tahapan untuk melakukan penyelidikan suatu jembatan baru pada lokasi baru atau lama, dan tahapan untuk pemeriksaan perilaku dari jembatan lama, seperti memperkirakan kecukupan banjir rencana dan merencanakan pekerjaan penanggulangan dan pengamanan penggerusan. 1.2 LINGKUP PANDUAN Panduan Penyelidikan Jembatan menjelaskan tahapan penyelidikan jembatan yang dilaksanakan sebelum perencanaan, pembangunan suatu jembatan baru. Panduan ini meliputi bidang = + penyelidikan pendahuluan * peninjauan lapangan + pemilihan jenis jembatan dan lokasi lapangan, dan + penyelidikan sungai dan tanah. Panduan ini meliputi daftar pertanyaan peninjavan lapangan tipikal untuk membantu perencana jembatan mengumpulkan semua data yang perlu untuk melengkapi penyelidikan pendahuluan. Cara dan tahapan yang diperinci dalam Panduan tidak memerlukan secara khusus penggunaan komputer. Bagaimanapun, bidang hidrologi dan hidrolik meliputi tahapan yang lebih cepat dilakukan dengan komputer. Bagian Penyelidikan sungai dari Panduan meliputi cara komputerisasi, 1.3 KERANGKA PANDUAN » Panduan Penyelidikan Jembatan dibagi dalam tiga Bagian * Bagian 1- Umum ” © Bagian 2- Penyelidikan Alur Sungai + Bagian 3- Penyelidikan Tanah Bagian 1, Umum, meliputi bidang penyelidikan pendahuluan, peninjauan lapangan, pemilinan jenis jembatan dan lokasi lapangan. Bagian 2, Penyelidikan Alur Sungai, meliputi bidang hidrologi, hidrolik, dan perkiraan penggerusan dan pengamanan pengggerusan. Bagian 3, Penyelidikan Tanah, meliputi eksplorasi tanah, pengujian lapangan dan laboratorium, dan penurunan parameter rencana tanah dari hasil pengujian. MS5.M.1 Panu Penyiaian Jembatan 10 Fabry 1993, 1 1. PENDAHULUAN Bagian 1 memperinci tahapan penyelidikan unum, termasuk penggunaan tahapan diperinci pada Bagian 2 dan 3 yang dilaksanakan selama pekerjaan penyelidikan jembatan. Bagian 2 dan 3 dari Panduan adalah berdi pada bagian lain dari Panduan. ;endiri dan dapat digunakan tanpa menunjuk 1.4 SIAPA HARUS MENGGUNAKAN PANDUAN Panduan Penyelidikan Jembatan dimaksudkan untuk digunakan oleh perencana untuk penyelidikan dan perencanaan jembatan baru dan sebagai pedoman untuk memeriksa kapasitas sungai dari jembatan lama dan merencanakan pekerjaan penanggulangan untuk Pengamanan penggerusan termasuk pengendalian sungai. 1.5 BAGAIMANA MENGGUNAKAN PANDUAN Bagian 2 dari Panduan memperinci tahapan untuk penyelidikan jembatan baru pada lokasi baru atau lama. Mengikuti tahapan yang dijelaskan dalam Sub-bagian 2, tiap Sub-bagian dari Panduan dapat ditinjau dalam urutan yang diuraikan untuk tiap jenis penyelidikan tertentu yang dilaksanakan. Bagian dan Sub-bagian tertentu dari Panduan dapat digunakan secara tidak saling tergantung sebagai berikut : * Bagian 2 dari Panduan digunakan bila perlu diperiksa kapasitas sungai atau harus direncanakan pekerjaan penanggulangan dan pengamanan Penggerusan. . Bagian 3 dari Panduan digunakan bila dilakukan program penyelidikan tanah, * Sub-Bagian 3 dari Panduan digunakan bila dilakukan peninjauan lapangan. 1-2 MSS.M11 Panauan Pangan Jenbstan 10 Feary 1989, - DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN BAB 2 Umum FEBRUARI 1993 DOCUMENT No. 8MS5-M.1 2. UMUM DAFTAR ISI 2. UMUM 24 2.1. PENDAHULUAN 24 2.2 MAKSUD PENYELIDIKAN 24 2.3 TAHAPAN UNTUK PENYELIDIKAN 22 2.4 SURVAI PENGENALAN 23 2.4.1. Daftar Survai Pengenalan 23 2.4.2 Pengkajian Pendahuluan di Kantor 23 2.4.3 Pemeriksaan Lapangan 23 2.5 LOKASI DAN LAPANGAN DAERAH PENGALIRAN 24 2.5.1. Evaluasi Lapangan 24 2.5.2 Survai Topografi 24 2.6 PENYELIDIKAN ALUR SUNGAI 26 2.7 PENYELIDIKAN TANAH 214 2.8 PELAPORAN PENYELIDIKAN 214 2.8.1 Umum 214 2.8.2 Alasan untuk Membuat Laporan 214 2.8.3 Kelengkapan Laporan 215 2.8.4 Identifikasi Lokasi Jembatan 215 2.8.5 Data Faktual dan Pengertian 215 2.8.6 Keterangan pada Gambar Konstruksi 215 2.9 DAFTAR PUSTAKA 216 US5.A.2-Panun Pnyidan deronan 34 Jaa 1883 2 2. UMUM, DAFTAR TABEL Tabel 2.1 - Tahapan untuk Penyelidikan Alur Sungai 26 Tabel 2.2 - Pengaruh Jembatan pada Saluran Meander Dinamik Stabil 212 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 - Diagram Alir untuk Perencanaan Hidrolik Alur Sungai dari Jembatan 2-5 ii OM. 21 Panu Fs 2. UMUM 2.1 PENDAHULUAN Sub-bagian panduan ini menguraikan maksud dari, tahapan untuk, penyelidikan jembatan untuk suatu jembatan baru di lokasi baru atau lama. Ini juga memperinci pengkajian pendahuluan di kantor dan pelaporan penyelidikan yang perlu dibuat. 2.2 MAKSUD PENYELIDIKAN 2.2.1. Umum Keperluan untuk jembatan jalan raya terjadi bila suatu jalan atau jalan raya menghadapi penghalang alam atau buatan manusia seperti saluran, sungai, jurang, kanal, jalan kereta api atau jalan lain dimana diperlukan pemisahan bidang jalan. Jembatan terdiri dari bangunan atas dan bangunan bawah yang terdiri dari pangkal atau kepala jembatan den pilar. Bangunan atas atau jalan kendaraan dari jembatan terletak pada tiap ujung diatas bangunan bawah yang disebut pangkal atau kepala jembatan. Bangunan bawah antara disebut piler. Bangunan atas umumnya dibuat dari baja, baja dan beton komposit, beton bertulang atau prategang atau kayu. Bangunan bawah umumnya dibuat dari beton bertulang. Bangunan bawah didukung pada pondasi yang dapat berupa pondasi langsung, tiang atau sumuran. Penyelidikan lapangan adalah aktivitas pendahuluan yang penting sebelum pelaksanaan semua pekerjaan jembatan dengan maksud yang diuraikan dibawah. 2.2.2 Maksud Maksud penyelidikan jembatan adalah : + Kesesuaian Untuk mendekati kesesuaian umum dari lokasi lapangan dan lingkungan untuk pekerjaan yang diusulkan. © Rencana Untuk memungkinkan agar dipersiapkan rencana memadai dan ekonomis, termasuk perencanaan pekerjaan sementara, © Pelaksanaan Konstruksi Untuk merancang cara terbaik untuk pelaksanaan dan untuk memperkirakan dan menanggulangi kesulitan dan keterlambatan yang terjadi selama pelaksanaan akibat keadaan-keadaan tanah dan setempat yang lain. BMSS-ML21 Panu Penyichan Jerbatan«& Janay 1983 241 2. umuM * Pengaruh Perubahan-perubahan Untuk menentukan perubahan-perubahan yang dapat terjadi dalam keadaan tanah dan lingkungan, dari alam atau sebagai hasil pekerjaan, dan pengaruh perubahan demikian pada pekerjaan, pada pekerjaan disekitar, dan lingkungan pada umumnya. + Pemilihan Lokasi Bila terdapat alternatif, untuk menyarankan kesesuaian relatif dari lokasi berbeda, atau bagian berbeda dari lokasi yang sama. 2.3 TAHAPAN UNTUK PENYELIDIKAN ‘Tahapan untuk mencapai rencana akhir untuk pelintasan jembatan melewati sungai adalah ‘sesuatu yang rumit padamana faktor struktural, geoteknik dan hidrolik disesuaikan secara ji coba untuk mencapai konfigurasi jembatan yang memadai secara fungsional, ekonomis dan estetis. ingkup penyelidikan terutama tergantung pada ukuran dan sifat pekerjaan jembatan yang diusulkan dan sifat lokasi lapangan jembatan. Penyelidikan lokasi jembatan umumnya mencakup tahapan berikut : 2. survai pengenalan, termasuk : i, pengkajian pendahuluan di kantor yang mencakup pengumpulan dan pengkajian keterangan yang tersedia ii, peninjauan lapangan &. —__ketentuan rinci untuk perencanaan, termasuk : i, lapangan dan luas daerah pengaliran + evaluasi lapangan + survai topografi ii, penyelidikan alur sungai + pengkajian hidrologi + pengumpulan data hidrolo: - Penggambaran luas daerah pengaliran : perkiraan banjir rencana * pengkajian hidrolik : Perkiraan debit maksimum, ketinggian air dan kecepatan aliran untuk banjir rencana 22 2. MUM ‘+ pengkajian penggerusan alur sungai + perkiraan penggerusan alur sungai jembatan = perencanaan pekerjaan pengamanan penggerusan iii, penyelidikan tanah pengkajian geogoli penyelidikan dan pengambilan contoh tanah dasar pengujian lapangan penguijian laboratorium 2.4 SURVAI PENGENALAN 2.4.1 Daftar Survai Pengenalan ‘Semua keterangan yang dikumpulkan selama survai pengena/an harus dicatat pada daftar yang serupa dengan yang diberikan dalam Lampiran A dari Panduan ini. 2.4.2 Pengkajian Pendahuluan di Kantor Tahap pertama dalam penyelidikan lokasijembatan adalah pengkajian pendahuluan dikantor yang menetapkan pengumpulan dan pemeriksaan semua keterangan yang tersedia. Bila terdapat pilihan lokasi, keterangan yang diperoleh dari pengkajian tersebut dapat mempengaruhi pilihan tersebut. Banyak keterangan mengenai lokasi jembatan mungkin telah tersedia dalam rekaman catatan yang ada. Keterangan berdasarkan pengalaman setempat, termasuk penggunaan lokasi jembatan yang terdahulu, dapat diperoleh dari yang berwenang setempat dan catatan arsip lokal atau daerah. Kadang-kadang, mungkin untuk memperoleh hasil dari penyelidikan tanah terdahulu yang dilakukan pada, atau dekat, lokasi jembatan. Penggalian pada, atau dekat, lokasi jembatan mungkin telah dibuat dalam waktu baru lalu oleh yang berwenang atau dengan ‘sepengetahuannnya. Keterangan dapat juga diperoleh dari industri lokal dan lainnnya. Salinan peta lama sering tersedia di perpustakaan umum dan museum setempat. Makalah untuk proyek setempat yang disajikan pada badan profesional dan perkumpulan setempat dan majalah teknik dapat merupakan sumber keterangan yang lain. Pembicaraan dengan penduduk setempat, walaupun dengan kebenaran yang berubah, kadang-kadang memberikan suatu petunjuk. Keterangan yang membantu dapat diperoleh dari foto udara. 2.4.3. Pemeriksaan Lapangan Maksud pemeriksaan lapangan adalah untuk memperoleh pengertian lebih baik dari perilaku sungai dengan memeriksa batas-batas saluran, terutama pada tingkat aliran rendah. Keterangan yang terkumpul akan membantu perkiraan perilaku sungai akibat perubahan keadaan yang terdapat sekarang, identifikasi karakteristik hidrolik yang akan mempunyai Pengaruh pada pilinan rencana umum jembatan, dan penentuan pekerjaan pengendalian sungai dan perlindungen tebing. MSS. M2 Pandan Paylin sa ey 1993 23 Pemeriksaan lapangan harus menetapkan yang berikut : + jenis dan kelandaian bahan dasar sungai * _terdapatnya kelompok ikan dan susunannya + bahan yang membentuk tebing sungai © tumbuh-tumbuhan pada tebing sungai * _terjalnya tebing sungai dan gejala erosi tebing * __kantong erosi dan teluk dalam tebing sungai * _ terdapatnya batuan yang tidak mungkin tererosi * tanda hanyutan pada semak-semak, pohon atau tebing yang dapat Mmenunjukkan ketinggian air dari banjir yang baru terjadi * - tanda bekas air pada tembok, dermaga dan pilar yang menunjukkan ketinggian air dari banjir yang baru terjadi Bila pendekatan keterangan survai pengenalan telah selesai, dapat di memadai untuk pelintasan jembatan ditinjau dari aspek morfologi sungai. in lokasi yang 2.5 LOKASI DAN LAPANGAN DAERAH PENGALIRAN 2.5.1 Evaluasi Lapangan Evaluasi lapangan pendahuluan dapat dilakukan di kantor dengan menggunakan : . peta kontur dari luas daerah pengaliran umum . foto udara dalam pasangan stereoskopik Peninjauan ke daerah dapat memeriksa kebenaran evaluasi lapangan dari peta kontur dan/atau foto udara, 2.5.2 Survai Topografi Pada tiap lokasi mungkin dari jembatan. yang akan diselidiki, diperlukan survai topografi ‘Sebelum penyelidikan rinci selanjutnya dapat dilakukan. Persyaratan untuk survai topografi diberikan dalam Sub-bagian 3 dari Panduan ini. 2. MUM Rage ‘igen ie tn ag ia =e ——— —— Pergo one mame + } aS pica monitor aaa — — — a ot | {renner seaman 4 4 basen Torsone ptr 4 4 4 Gambar 2.1 - Diagram Alir untuk Perencanaan Hidrolik Alur Sungai dari Jembatan MSE. -PancuanPanyeltan Jambaan 4 January 9999 25 2. MUM, 2.6 PENYELIDIKAN ALUR SUNGAI Tahapan untuk melakukan penyelidikan alur sungai jembatan mencakup penyesuaian uj coba dari berbagai faktor hidrolik dan digambarkan secara tipikal dalam diagram alir dari Gambar 2.1 dan dibahas lebih lanjut dalam Tabel 2.1 dibawah. Tabel 2.1 - Tahapan untuk Penyelidikan Alur Sungai Tahap ‘Tahapan Penyelidikan Alur Sungai - (Tabel 2.1) Tahap 1 Survai pengenalan dan tinjauan dan analisa dari data sungai yang tersegia akan membantu pembuatan pilihan lokasi jembatan yang mungkin dan sesuai dengan lintasan jalan yang diusulkan. Tahap 2 Pada tiap lokasi jembatan yang mungkin akan dilakukan survai | Tahap 3 Dari data tersedia akan diperkirakan parameter berikut : aliran banjir rencana ketinggian banjir maksimum hambatan pelayaran pada tinggi jembatan dan lokasi pilar kecepatan aliran pendekat dan arah lebar dataran banjir karakteristik meander sungai Bila perlu dibuat perkiraan dari akibat dan biaya oleh debit rencana yang terlampaui, diukur terhadap pertambahan biaya utama jembatan yang girencanakan untuk banjir dengan periode ulang lebih panjang, tahapan Perencanazn dapat diulang dari tahap debit banjir untuk berbagai periode ulang. 2-6 2. UMUM Tahap Tahap 4 Tahapan Penyelidikan Alur Sungai - (Tabel 2.1) Yang berikut akan ditentukan dalam tahapan rencana ini a. Lebar alur sungai Untuk pelintasan jembatan melewati dataran banjir, harus dipertimbangkan kemungkinkan untuk membatasi lebar sungai.. Sungai yang dibatasi adalah yang pada debit rencana, mengalir pada lebar yang sama, atau kurang dari, lebar regime. Sungai yang tidak dibatasi ‘mempunyai aliran tambahan dataran banjir pada debit rencana. Pada sungai dengan saluran meander umumnya lebih murah untuk membatasi bukaan alur sungai dan membuat pelintasan kombinasi dari timbunan dan konstruksi jembatan dibanding dengan jembatan selebar penuh dari dataran banjir. Bukaan alur sungai percobaan dapat diperoleh seperti diuraikan dalam Sub-bagian 6, Hidrolika, dari Panduan ini. Bentang total jembatan dapat diperoleh dari lebar alur sungai dengan membuat tambahan untuk terhambatnya aliran karena pilar dan kemiringan jembatan terhadap arah utama dari aliran. Suatu tambahan perkiraan untuk terhambatnya aliran karena pilar dapat dibuat pada tahap ini yang akan dibuat bila bukaan alur sungai diukur tegak lurus terhadap arah utama dari aliran. Pengaruh pengurangan bukaan alur sungai akan meningkatkan kedalaman dan kecepatan aliran dan membuat pengaruh arus balik lebih parah. Panjang bentangan akan menjadi lebih pendek tetapi pondasi mungkin perlu diperdalam dan harus mampu menahan gaya hidrodinamik lebih besar, dan perlindungan pasangan betu dari tebing pengarah akan perlu diperkuat. Juga, tergantung pada pengarah arus balik, tanggul atau konstruksi kolam penampung untuk mencegah meluapnya air pada tebing sungai di atas arus mungkin akan diperlukan. Dengan demikian jelas bahwa penghematan yang diperoleh dengan mengurangi bukaan alur sungai dan mengecilkan panjang bentang dapat menjadi hilang karena peningkatan biaya untuk pekerjaan pondasi dan pengendalian, dan mungkin karena kerusakan yang bertambah akibat kenaikan muka air banjir. b. Kedalaman gerusan umum Kedalaman rata-rata dari gerusan umum dalam alur sungai yang dibatasi dapat dihitung dari Sub-bagian 7, Prediksi Penggerusan, dari Panduan ini sesuai apakah dasar saluran dari pasir atau kerikil, atau dari bahan kohesif. Untuk alur sungai yang tidak dibatasi dapet digunakan debit dominan atau debit penuh untuk menentukan kedalaman gerusan umum. ‘Sebagai alternatif, pengukuran lapangan dari geometri saluran sungai dapat digunakan untuk pendekatan kedalaman gerusan umum. (55.0.2 - Pandan Paylin Jembstan «Janay 1993 27 2. MUM Tahap Tahapan Penyelidikan Alur Sungai - (Tabel 2.1) Tahap 4 | c. Arus membalik (anjt.) Pengaruh arus balik akibat bukaan alur sungei yang berkurang dapat dihitung pada tahap ini dan disesuaikan untuk pengaruh gerusan umum dengan cara yang diberikan dalam Sub-bagian 6, Hidrolika, dari Panduan ini. Perhitungan lebih teliti, yang menggunaken geometri pilar dan lokasi yang diperoleh dari rencana pendahuluan jembatan, akan dilakukan kemudian dalam Tahap 9. d. Kecepatan aliran Kecepatan aliran untuk sungai yang dalam dan tidak dibatasi telah diperkirakan dengan pengukuran lapangan yang dijelaskan dalam tahap sebelumnya. Untuk alur sungai yang dibatasi, kecepatan rata-rata dapat dihitung dari aliran rencana, lebar alur sungai dan kedalaman gerusan umum rata-rata. Kecepatan saluran maksimum dapat diperoleh dengan memberi faktor pengali pada kecepaten rata-rata sesuai nilai yang diberikan dalam Tabel 8.4, Sub-bagian 8, Proteksi Penggerusan, dari Panduan ini €. Pekerjaan pengendalian Keperluan untuk pekerjaan pengendalian akan tergantung pada stabilites saluran pendekat, pada apakah bukaan alur sungai dibatasi dan pada sifat bahan tebing sungai. Dalam keadaan dimana diperlukan bangunan Pengendalian atau tebing pengarah, mereka akan memerlukan erlindungan dalam bentuk pasengan batu. Tersedienya batuan yang sesuai dengan demikian merupakan faktor penting bila mempertimbangkan biaya pekerjaan pengendalian. Dalam daerah dimana tidak terdapat batuan, lokasi pelintasan yang memerlukan pekerjaan pengendalian minimum akan mempunyai banyak keuntungan dan, dalam keadaan ekstrim, pelintasan yang membentangi lebar penuh dari dataran banjir dapat menjadi lebih murah untuk dilaksanakan dibanding dengan yang membatasi bukaan alur sungai dan memerlukan tebing pengarah. Sub-bagian 8.4 (Sub-bagian 8, Proteksi Penggerusan) dari Panduan ini memberikan pedoman untuk pekerjaan pengendalian. Tahap 5 Pada tahap ini dapat ditinjau kedalaman gerusan umum dan pengaruh arus balik, Bila kedalaman gerusan umum sedemikian sehingga kedalaman pondasi untuk pekerjaan jembatan dan pengendalian menjadi terlalu besar, atau terjadi Kolam air banjir yang tidak tersalurkan, atau Sungai tidak dapat ditampung antara tebing yang ada oleh jumlah ekerjaan pengendalian yang wajar, maka akan perlu untuk menyelesaikan bukaan alur sungai dan kembali ke Tahap 4. 28 uS5.4.21 Pandan Par Tahap ‘Tahapan Penyelidikan Alur Sungai - (Tabel 2.1) Tahap 6 a. Faktor pengaruh Pada tahapan rencana ini, berbagai jenis alternatif dari konstruksi lokasi pelintasan yang mungkin akan dipertimbangkan. Pengaruhnya Pada regime sungai akan dipertimbangkan dan persyaratan perencanaan yang diakibatkan, seperti dijelaskan dalam Tabel 2.2, akan ditinja Tabel 2.2 adalah untuk pelintasan melalui saluran meander dinamik stabil, tetapi dapat digunakan juga sebagai pedoman dalam perencanaan pelintasan juga sebagai pedoman dalam perencanaan pelintasan melalui saluran sungai lurus dan melilit. Jenis konstruksi yang tidak sesuai untuk keadaan yang berlaku akan diabaikan, dan mereka yang sesuai akan dikembangkan sampai tingkat padamana biaya mereka dapat dievaluasi untuk maksud perbandingan. p Banyak dari faktor yang akan diambil dalam pertimbangan perencanaan pelintasan jembatan melalui sungai akan menjadi umum untuk jenis pelintasan jembatan yang lain. Mereka akan mencakup : pembebanan struktural (berat mati, angin dsb) keadaan tanah ekonomisnya konstruksi tersedianya peralatan, bahan dan pekerja trampil cuaca yang berlaku jalan ke lapangan pengaruh lingkungan pemeliharaan yang akan datang persyaratan khusus dari Propinsi Faktor-faktor tertentu khusus berlaku untuk pelintasan melalui sungai, dan dapat mempengaruhi konfigurasi jembatan. Mereka dibahas dibawah . b. Tinggi jembatan Dalam kasus selain dari jembatan terrendam, yang khusus direncanakan akan terrendam untuk jumiah hari terbatas selama tahun, jarak bebas antara tepi bawah jembatan dan ketinggian banjir maksimum akan ditentukan oleh persyaratan pelayaran atau, pada sungai tanpa lalu lintas air, oleh jarak bebas yang diperiukan untuk menjamin lewatnya hanyutan dengan aman. Besaran jarak bebas yang diambil akan sangat tergantung pada pertumbuhan pohon dan tanaman pada tebing sungai di atas arus. Di Indonesia diperlukan jarak bebas 1.0 meter terhadap tepi bawah balok lantai. Dalam kasus dimana jarak bebas dibatasi pada minimun, mungkin perlu untuk memeriksa pada ketinggian banjir untuk banjir dengan periode ulang lebih panjang. Bila jembatan terrendam pada keadaan tersebut maka pengarun gaya angkat dan hidrodinamik pada lantai jembatan harus diperiksa. NSS.AL21Pandoan Panyedcan Jovan <4 Jonny 1983 29 2. Mum Tahap ‘Tahapan Penyelidikan Alur Sungai - (Tabel 2.1) | Tahap 6 | Perlu diperhatikan bahwa dalam beberapa kasus, hambatan geometrik (anjt.) | akibat jalan pendekat ke jembatan akan memerlukan suatu ketinggian minimum dari jembatan yang dapat berada diatas ketinggian minimum yang ditentukan dari pertimbangan jarak bebas. ¢. Geometri Pilar Geometri pilar harus dipilih setelah dipertimbangkan yang berikut : . Pembebanan bangunan atas (berat mati, angin dsb) . beban angin . jenis pondasi . gaya hidrodinamik . gaya tumbuk (hanyutan, kapal) : arah aliran sungai terhadap alinemen pilar . gerusan iokal . Pengaruh arus balik . estetika Geometri harus demikian sehingga pengaruh arus membalik dan gerusan menjadi sekecil mungkin. Pilar dengan demikian harus searah dengan arah utama dari aliran dan mempunyai luas proyeksi sekecil mungki terhadap aliran selama pertimbangan struktural dan estetik mengijinkan. d. Lokasi Pilar Lokasi pilar akan tergantung pada . persyaratan untuk pelayaran aman dan tingkat perlindungan yang diperlukan terhadap tumbukan kapal . Panjang bentang ekonomis untuk jenis konstruksi jembatan yang ditinjau . keadaan tanah . cara konstruksi pondasi . geometri saluran . Pengaruh arus balik . estetika Pada keadaan tertentu geometri saluran dapat mempunyai pengaruh besar pada jenis konstruksi jembatan yang dipertimbangkan dan demikian pada lokasi pilar. Dimana, sebagai contoh, jenis konstruksi jembatan dapat dipilih agar membentangi seluruh saluran dalam, Sehingga menghindari konstruksi mahal dan sulit dalam saluran dan masalah yeng mungkin terjadi akibat pengaruh gerusan lokal. 210 SEA. -Pandn Posen duets <4 muy 1993 Tahap 2 UMM ‘Tahapan Penyelidikan Alur Sungai - (Tabel 2.1) Tahap 7 Konfigurasi jembatan yang diusulkan akan digunakan dalam tahap ini dalam perhitungan kedalaman gerusan umum dan lokal dan pengaruh arus balik. Tahap 8 Pengaruh kombinasi deri gerusan umum dan lokal dalam alur sungai pada perencanaen pondasi piler akan diperiksa dalam tahap ini. Bila pengurangan relatif kecil dalam gerusan diperlukan untuk memperbaiki persyaratan pondasi, maka gerusan lokal (dan pada pelintasan sungai dalam, juga pengurangan kecil untuk gerusan umum) dapat dikurangi dengan menyesuaikan geometri pilar atau jumlah pilar, yaitu kembali ke Tahap 6. Bila diperlukan pengurangan gerusan lebih besar, maka pengaruh gerusan lokal dan umum perlu dikurangi dengan menyesuaikan bukaan alur sungai, yaitu kembali ke Tahap 4. Tahap 9 Pengaruh arus balik akibat hambatan aliran oleh pilar akan dihitung dalam tahap ini. Untuk pelintasan sungai dalam ini akan menjadi perhitungan arus balik yang pertama. Untuk pelintasan dataran banjir ini akan menjadi penyempurnaan perhitungan yang dilakukan dalam Tahap 4, Bila pengaruh arus balik ternyata terlalu besar, maka dalam kasus sungai dalam, akan diperlukan penyesuaian geometri pilar dan jumlah pilar yang menghambat arus, yaitu kembali ke Tahap 6 dan dalam kasus pelintasan dateran banjir, akan diperlukan penyesuaian bukaan alur sungai, yaitu kembali ke Tahap 4. Tahap 10 Pada tahap ini perencanaan telah cukup maju untuk memperkirakan biaya tiap rencana pendahuluan jembatan. Untuk pelintasan dataran banjir yang dibatasi, biaya total akan termasuk biaya timbunan jalan pendekat yang berada dalam dataran banjir, dan juga biaya pekerjaan pengendalian dan struktur jembatan. Tahap 11 Biaya dari rencana-rencane alternatif untuk tiap lokasi pelintasan akan diutamakan dalam tahap ini. Bila biaya rencana berada di atas alokasi pendanaan, maka mungkin diadakan penghematan dengan mengubah konstruksi jembatan dan kembali ke Tahap 5, atau membuat penyesuaian bukaan alur sungai dan kembali ke Tahap 4. Tahap 12 Bila terdapat lokasi alternatif untuk pelintasan jembatan, maka tahapan perencanagn diulang dari Tahap 3. Tahap 13 Rencana alternatif jembatan untuk tiap lokasi pelintasan alternatif jembatan akan ditinjau dan rencana terbaik akan dipilih untuk perencanaan terperinci, shan Jeroatan 4 ery 199 214 Tabel 2.2 - Pengaruh Jembatan pada Saluran Meander Dinamik Stabil ce Stee Stereo 2-12 OMS5-M.21 2. UNUM Pilar Mengalihkan pola aliran dan menaikan intensitas| aliran lokal Mengurangi lebar alur sungai dan menaikan intensitas aliran melalui bbukaan ‘Gerusan lokat di pilar Menaikan gaya hidrodinamik pada pilar Menaikan gerusan di ilar, pangkal dalam alur sungai ‘Menaikan ketinggian air di atas arus dan trekwensi baniir i atas arus ‘Menaikan ukuran pilar dan pondasi atau pelantaian/matras untuk membatasi kedalaman gerusan Menaikan ukuran pilar dan ondasi atau pelantaian/matras ‘untuk, membatasi kedalaman gerusan Menaikan ukuran pilar dan pondasi atau pelantaianimatras Untuk membatasi kedalaman, gerusan Konstruksi tanggul atau penampung air bani 2. UMM 2.7 PENYELIDIKAN TANAH Sekali lokasi jembatan akhimye dipilih, harus dilaksanakan program lengkap untuk eksplorasi dan pengujian tanah seperti diuraikan dalam Sub-bagian 9-12 dari Panduan ini, Bagaimanapun, bila terdapat keraguan mengenai keadaan tanah dasar selama perkiraan lokasi alternatif jembatan maka dapat dilakukan suatu penyelidikan tanah pendahuluan pada tiap lokasi yang diragukan. 2.8 PELAPORAN PENYELIDIKAN 2.8.1 Umum Maksud dasar untuk penyelidikan lokasi jembatan adalah untuk memperoleh keterangan Mengenailokasilapangan seperti topografi, geologi, parameter rencana tanah, hidrologi dan Karakteristik alur sungai agar Perencana dapat merencanakan, menghitung’ dan melaksanakan suatu jembatan baru. Setelah penyelidikan lokasi jembatan selesia, harus dibuat laporan lengkap dan jelas yang menempatkan pekerjaan yang telah dilakukan dalam urutan dan secara efektif menyampaikan hasil dari penyelidikan, Walaupun semua laporan penyelidikan lokasi jembatanharus memenuhi cara Penulisan yang lajim dan baik, terdapat beberapa masalah yang sulit dilaporkan pada penye ikan lapangan dan mereka harus diberikan perhatian khusus. Masalah tersebut diuraikan secara singkat dibawah, 2.8.2 Alasan untuk Membuat Laporan Alasan untuk membuat laporen penyelidikan lokasi jembatan adalah ; * Menyampaikan hasil dari penyelidikan lokasi jembatan. * Susunan sistimatik dari bahan laporan akan menjamin bahwa tidak terdapat segi penting dari lapangan yang terlupakan. * Laporan terperinci umumnya adalah keperluan utama untuk perencanaan dan pelaksanaan jembatan secara rinci. * —_ Laporen akan menjadi rekaman untuk penggunaan di masa akan datang untuk : ~ data dasar yang memungkinkan pengambilan keputusan yang tepat dalam hal terjadi kerusakan atau keadaan tidak terduga selama perkembangan umur jembatan. : Pendekatan ulang dari kebenaran pekerjaan jembatan ditinjau dari perkembangan teknologi akan datang. > merencanakan tigp perkembangan akan datang untuk jembatan den lokasi lapangan jembatan, 214 BMSS-0.21 Panu Penyeaian deren = 4 Janey 193 2. MUM 2.8.3 Kelengkapan Laporan Semua segi dari penyelidikan lokasi jembatan harus dilaporkan secara sistimatik. Harus berhati-hati agar mencegah kecenderungan untuk hanya melaporkan masalah tidak umum_ yang diketemukan selama penyelidikan. Khususnya, bila bencana atau kerusakan yang mungkin terjadi harus diselidiki dan ternyata tidak tercantum maka hal tersebut harus dilaporkan atau nilai pekerjaan yang telah dilakukan akan hilang karena pihak lain yang tidak yakin, akan memeriksa butir yang sama. Akibat dari banjir adalah suatu contoh. Cukup uraian mengenai alasan untuk penyelidikan lokasi jembatan, pekerjaan yang dihadapi pada waktu tersebut, siapa yang minta penyelidikan lapangan, dan siapa yang melaksanakannya harus termasuk dalam laporan. Sebagai tambahan untuk menyediakan latar belakang yang perlu untuk Perencana, keterangan tersebut sering bernilai dalam masa akan datang untuk pendekatan kebenaran penggunaan keterangan yang tercantum dalam laporan, untuk maksud yang tidak disadari oleh penyelidikan semula dan demikian tidak memberikan pertimbangan. 2.8.4 — Identifikasi Lokasi Jembatan Dalam kebanyakan kasus dapat diharapkan bahwa tidak lama setelah penyelidikan lokasi jembatan selesei, lokasi lapangan akan banyak berubah oleh pekerjaan pelaksanaan. Dengan demikian perlu bahwa lokasi yang diselidiki telah ditetapkan secara memad dengan patokan terhadap bangunan yang disurvai, garis tetap, atau ikatan koordinat tetap, dan bukan patok yang dapat dihilangkan. 2.8.5 Data Faktual dan Pengertian Didalam seluruh laporan harus diadakan perbedaan jelas antara apa yang disebut data faktual, seperti pengamatan, hasil pengujian, dsb., dan apa yang merupakan pengertian dan pendekatan yang dibuat dari data. 2.8.6 | Keterangan pada Gambar Konstruksi Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan selama penyelidikan lokasijembatan, Perencana dari pekerjaan jembatan yang akan dilaksanakan di lokasi lapangan akan menganggap bahwa terdapat keadaan tertentu dalam tanah. Bila keadaan aktual yang diketemukan selama penggalian adalah berbeda dengan yang diperkirakan tersebut, perlu agar Perencana jembatan segera diberitahu mengenai perbedaan tersebut. Untuk memungkinkan agar pegawai lokasi lapangan jembatan sadar bahwa terdapat perbedaan-perbedaan, dianjurkan agar cukup penjelasan mengenai susunan lapisan yang diharapkan selama penggalian harus tercantum pada gambar dan dokumen yang digunakan di lokasi jembatan selama pelaksanaan. BMSS-ML.21 Panduan Panylkan Junbaan 8 Janay 1993 2415 2.9 DAFTAR PUSTAKA Pustaka-Pustaka Bahasa Inggris Pustaka Publikasi 2.1 BRITISH STANDARDS INSTITUTION, Code of Practice for Site Investigations - BS 5930 : 1981. 2.2 BRITISH STANDARDS INSTITUTION, Code of Practice for Foundations - 8S 8004 : 1981. 2.3 STANDARDS ASSOCIATION OF AUSTRALIA, SAA Site Investigation Code - AS 1726 - 1981 2.4 AMERICAN ASSOCIATION OF HIGHWAY AND TRANSPORTATION OFFICIALS (AASHTO), Manual on Subsurface Investigations, 1988. 2.5 FARADAY R.V, & CHARLTON F.G., Hydraulic Factors in Bridge Design, Published by Hydraulics Research Station Limited, Wallingford, Oxfordshire, Produced by Thomas Telford Ltd, London, 1983. 2.6 NEILL C.R. (Editor), Guide to Bridge Hydraulics, Published for Roads and Transport Association of Canada by University of Toronto Press, 1973. Ce) 2-16 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN BAB 3 SURVAI DAERAH JEMBATAN FEBRUARI 1993 DOCUMENT No. BMS5-M.1 3. SURVAI DAERAH JEMBATAN DAFTAR ISI 3. SURVAI DAERAH JEMBATAN 34 3.1. PENDAHULUAN 34 3.2 UMUM 34 3.3. SURVAI PENDAHULUAN JEMBATAN 34 3.3.1 Umum 34 3.3.2. Hal-hal Pokok Yang Harus Dilakukan Dalam Pelaksanaan Survai Pendahuluan 34 3.3.3 Laporan 3:3 3.4 SURVAI TOPOGRAPHI JEMBATAN 34 3.4.1 Umum 34 3.4.2 Pelaksanaan 34 3.4.3. Laporan 37 3.5 DAFTAR PUSTAKA 38 M531. Panuan PenyeanJembatn January 1989 ai 3. SURVAI DAERAH JEMBATAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan lebih rinci kebutuhan akan survai pendahuluan dan topografi pada Penyelidikan lokasi jembatan. Petunjuk diberikan pada tipe data yang harus dikumpulkan seperti juga kebutuhan akan besaran dan kebenaran data. 3.2 umum Perencanaan sebuah jembatan diatas aliran sungai membutuhkan perincian pada lokasi rute, potensi arus lalu lintas, kebutuhan akan struktural dan pondasi seperti juga karakteristik arus aliran sungai dibawahnya. Oleh sebab itu adalah penting untuk mengumpulkan informasi tentang topografi lokasi jembatan, geologi, parameter perencanaan tanah, hidrologi dan karakteristik aliran sungai. Informasi terkumpul yang dimaksud adalah Survai Pendahuluan dan Survai Topografi. Perincian tentang kebutuhan akan survai tersebut dijelaskan pada bab berikut ini 3.3 SURVAI PENDAHULUAN JEMBATAN 3.3.1 Umum ‘Survai Pendahuluan adalan tinjauan ke lokasi/lepangan dimana jembatan akan dibangun, dan dilaksanakan sebagai tahap awal guna mendapatkan dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam proses perencanaan teknis jembatan secara lengkap sehingga dapat ditetapkan langkah selanjutnya yaitu : survai topographi, survai penyelidikan tanah dan survai perhitungan hidrowater / hidrologi untuk memperoleh perencanaan jembatan yang baik. 3.3.2 Hal-hal Pokok Yang Harus Dilakukan Dalam Pelaksanaan Survai Pendahuluan Berikut ini diuraikan hal-hal pokok yang harus dilakukan dalam pelaksanaan survai pendahuluan jembatan. Pemilihan Lokasi Menetapkan lokasi dimana jembatan baru akan dibangun dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, sosial, estetika yang mencakup alignmen jalan, kecepatan rencana dan konstruksinya sehingga lokasi jembatan baru sedapat mungkin terletak pada lokasi yang ideal. Dalam hal perlu diadakan relokasi, harus ditinjau masalah yang berkaitan dengan pembebasan tanah, keadaan lingkungan dan apakah ada timbunan atau galian yang akan terjadi terhadap kondisi tanah dasar yang ada serte masalah-masalah lainnya. b. Bentang, Lebar Dan Tipe Jembatan Menetapkan panjang bentang, lebar kélas dan tipe jembatan baru dengan memperhatikan stabilitas tebing, profil sungai, arah aliran, sifat-sifat sungai, bahan-bahan bawaan sungai, scouring vertikal dan horisontal, kepadatan dan pembebanan lalu-lintas. [1554.31 Pansan PnylcianJamastan nus 1883 34 3._SURVAI DAERAH JEMBATAN Rencana oprit jembatan dan apabila oprit jembaten terletak pada daerah rawe-rawa, diatas Yanah lembek, dan tanah kompresibel yang akan menimbulkan persoalan stabilitas dan Penurunan, maka dapat disarankan penambahan panjang bentang jembatan, perbaikan tanah tau kemungkinan cara penanggulangen lainnya. c. Hidrolika/Hidrologi Melakukan pemeriksaan data-data mengenai morfologi sungai yang telah ada dengan kondisi lapangan pada saat ini. Mengumpulkan data-data yang dapat digunakan langsung untuk perencanaan dan mencatat keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi rencana letak pondasi. Memperkirakan kondisi hidrologi dan hidrolika serta sifat-sitat morphologi sungai. Perlu diketahui juga kapan banjir terbesar yang pernah terjadi dan perkiraan periode ba didapat dari data curah hujan yang ada. yang Untuk menentukan banjir secara umum dapat ditanyakan lebih lanjut kepada Dinas Pekerjaan Umum setempat. da. Penyelidikan Tanah Menetapkan perkiraan lokasi untuk penyelidikan tanah dan jenis penyelidikan tanah yang diperiukan (sondir, bor, SPT, testpit, stabiltas). Dalam menentukan jenis konstruksi bangunan bawah diperkirakan juga jenis pondasi yang akan Gipakai untuk jembatan baru ini, antara lain dengan referensi pondasi jembatan lama. e. Data Jembatan Lama Data dan kondisi jembatan lama perlu dicatat dalam form pemeriksaan detail jembatan guna menetapkan urutan prioritas penggantian jembatan dan jika jembatan tersebut akan diganti maka harus diperkirakan kekuatan jembatan lama yang mungkin akan dipergunakan sebagai darurat bila diperlukan. Sehubungan dengan sifat_sungai, agar diberikan saran-saran terhadap jembatan lama (dibongkar/difungsikan/dibiarkan) bila jembatan baru sudah selesai dibangun. Material Untuk menghindari harga material yang tinggi diperlukan adanya data/tempat pengambilan ‘material (quarry) yang dekat dengan tokasi jembatan yang akan dibangun. Dalam hal ini pertu ditentukan/gicarikan lokasi pengambilan material dengan perkiraan mutunya Sedapat mungkin sesuai dengan muty material yang digunakan/disyaratken. Biasenya peta Quarry dapat diperoleh di DPUP setempat. 9. Tenaga Lapangan Untuk mendapatkan hasil survai pendahuluan yang baik diperlukan tenaga yang berpengalaman dalam perencanaan teknis jembatan maupun pelaksanaan jembatan. 3-2 MSS. - Pandan Parveen Janbaten Jay 1993 3, SURVAI DAERAH JEMBATAN h. Photo-Photo Sangat diperlukan photo mengenai keadaan jembatan lama, sungai, lokasi jembatan baru secara lengkap sehingga photo tersebut dapat dipergunakan pula sebagai data dalam Perencanaan jembatan selanjutnya. Photo-photo tersebut terdiri dari © Photo rencana lokasi jembatan baru : Dari hulu ke arab hil 5 Dari hilir ke arah hulu. 5 Dari jalan masuk ke arah jalan keluar (rencana lokasi kepala jembatan). : Dari jalan keluar ke arah jalan masuk (rencana lokasi kepala jembatan). : Photo perspektif rencana lokasi jembatan. : Photo-photo lainnya yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan. Pada photo-photo tersebut diatas agar dicantumkan, tanda-tanda antara lain arah aliran sungai, rencana as jembatan, rencana lokasi kepala jembatan, dan lain-lain. . Photo jembatan lama. 3.3.3. Laporan Semua hasil survai pendahuluan harus dibuat dalam bentuk laporan survai pendahuluan jembatan secara lengkap dengan photo-photo asli dan ditanda-tangani. Bentuk laporan harus sesuai dengan bentuk dalam Standar Produk Survai Pendahuluan Jembatan. MSS 1.31 Pansan Penyaan Jemsstan 6 nus 1993 33 3._SURVAI DAERAH JEMBATAN 3.4 SURVAI TOPOGRAPHI JEMBATAN (PENGUKURAN JEMBATAN) 3.4.1. Umum Survai Topographi Jembatan adalah merupakan salah satu kegiatan dari proses perencanaan jembatan yang akan menghasilkan gambar detail pengukuran pada daerah jembatan dan sekitarnya yang pelaksanaannya dilakukan setelah Survai Pendahuluan. Tyjuan dari Survai Topographi ini adalah mengumpulkan data pengukuran lokasi jembatan dan sekitamya untuk mendapatkan detail pengukuran yang cukup untuk keperluan perencanaan teknik jembatan yang baik. 3.4.2 Pelaksanaan Survai Topographi dilakukan sepanjang rencana lokasi as jalan jembatan baru dengan mengadakan tambahan dan pengukuran detail pada tempat yang diperlukan untuk penempatan jembatan baru sehingga memungkinkan realinyemen untuk mendapatkan as jalan jembatan yang sesuai dengan keperluan. Pengukuran ini meliputi pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut a Pengukuran Lokasi Jembatan + Pengukuran titik kontrol horizontal dan vertikal + Pengukuran situasi jembatan * Pengukuran penampang memanjang dan melintang + Pemasangan patok-patok tetap * Perhitungan dan penggambaran peta * Pengukuran ditempat realinyemen jembatan b Daerah Pengukuran Sekitar Sungai * — Kekiri dan kekanan sungai sepanjang jalan masing-masing sepanjang 200 meter, dengan lebar pengukuran kekiri dan kekiri as jalan masing-masing selebar 50 meter, . Kekiri dan kekanan as jalan pada daerah sungai masing-masing sepanjang 100 meter, dengan lebar pengukuran kekiri dan kekanan tepi sungai masing- masing selebar 50 meter. 34 euss..1- Pncuan 3. SURVAI DAERAH JEMBATAN c, Cara Pengukuran L Pengukuran Titik Kontrol = Pengukuran Titik Kontrol Horizontal = Pengukuren kontrol dapat berupa jaring-jring poligon atau rangkaian segitiga. Pemilnan jenis tt kontrol tersebut tergantung pada lebar sungai, untuk sungai-sungai yang mempunyai lebar lebih dari 100 (seratus) meter dipakai rangkaian segitiga. : Titik Kontrol tersebut diletakan 50 - 100 meter. : Untuk rangkaian poligon dipakai alat ukur tingkat I, begitu pula untuk rangkaian segitiga, : Patok beton dipasang minimum 6 buah pada daerah pengukuran sungai (2 buah pada 500 meter dikiri kanan sungai, 4 buah disekitar jembatan). - Pengukuran azimut matahari dilakukan didaerah ini. © Pengukuran k Kontrol Vertikal : Pengukuran berupa pengukuran waterpass tingkat ke Il. : Pengukuran tinggi melintasi sungai dilaksanakan melintasi methode double line crossing untuk sungai-sungai yang lebih besar dari 75 meter. Titik kontrol untuk jarak 50 m dibuat dari beton. : Titik tinggi harus diikat_ dengan titik yang telah diketahui ketinggiannya. : Ketelitian pengukuran adalah sebagai berikut : + Pengukuran beda tinggi harus dilakukan dengan pengukuran pergi dan pulang. Ketinggian titik poligon harus divkur dengan mempergunakan alat ukur tinggi yang sesuai dengan pengukuran tingkat ke Il (GK 2, NA 2, NI 2). Pengukuran tinggi tersebut harus diikat pada titik tinggi yang ada yang telah diketahui ketinggiannya diatas muka air laut rata-rata, + Kesalahan menengah dari sifat dasar yang diperoleh tidak boleh lebih besar dari 1.5 - 2.5 km; jumlah panjang strekking jalan yang diukur, MSS. Mt PancuanPaoybian Jombaten- 4 Jon 1995, 35 3._SURVAI DAERAH JEMBATAN d Pengukuran Situasi Jembatan Pengukuran situasi daerah sepanjang jembatan harus mencakup semua keterangan yang ada idaerah sepanjang jalan jembatan, misainya : rumah-rumah, pohon-pohon, pinggit bahu jalan, pinggir selokan, gorong-gorong, serta dimensinya, tiang-tiang listrik, tiang-tiang telepon, jembatan-jembatan, batas sawah, batas kebun, batas desa, sungai-sungai, saluran irigasi, arah aliran air dan lain-tain. Untuk itu pengukuran dapat dilakukan dengan cara tachymetri. © Tugu-tugu Km dan Hm yang ada ditepi jalan harus diambil dan dihitung koordinatnya. Ini dimaksud untuk memperbanyak titik-titk referensi pada Penemuan kembali sumbu jalan yang direncanakan. . Pada tempat-tempat sumber material jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu diberi tanda diatas peta (jenis dan lokasi material) e Pengukuran Penampang i. Pengukuran Penampang Melintang Sungai Di daerah sungai dibuat penampang untuk setiap 25 meter ‘sampai pada jarak 100 meter kiri- kanan sumbu jalan. Lebar penampang dibuat 50 meter kiri-kanan ujung sungai atau kepala jembatan. Pengukuran Penampang Memanjang Dan Melintang Pada Jalan Masuk Jembatan * Pengukuran Penampang Memanjang Pengukuran penampang memanjang diambil pada sumbu jalan yang telah ‘ada, kecuali pada tempat-tempat kemungkinan diadakan realinyemen harus diadakan tambahan. Untuk pengukuran penampang memanjang peralatan yang dipergunakan sama dengan yang dipergunakan untuk pengukuran kontrol vertikal. * Pengukuran Penampang Melintang Pengukuran penampang melintang diambil pada setiap jarak 50 meter pada bagian jalan yang lurus dan landai dan setiap jarak 25 meter untuk daerah- daerah tikungan dan bergelombang. Lebar pengukuran harus meliputi daerah masing-masing sejauh 50 meter sebelah kanan dan sebelah kiri sumbu jalan pada bagian yang lurus dan 25 meter ke sisi luar dan 75 meter ke sisi dalam pada bagian jalan yang menikung, Titik-titik yang periu diperhatikan ialah tepi perkerasan, dasar dan atas Qorong-gorong, tepi bahu, dasar dan permukaan selokan, saluran irigasi, lantai kendaraan jembatan dan tebing sungai. 3-6 ENS tat - Panam PenyactanJambatan 4 Jaay 1989 3._SURVAI DAERAH JEMBATAN Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran situasi dapat dipergunakan untuk pengukuran penampang melintang ini. t Patok-Patok Patok beton dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm harus ditanam sedemikian rupa sehingga bagian atok yang diatas tanah kira-kira adalsh 10 cm, Patok-patok poligon dan profil dibuat dari kayu dengan ukuran 5 x 7 x 60 cm. Patok beton maupun patok kayu harus diberi tanda BM dan nomor urut. Untuk memperbanyak titik tinggi yang tetap, perlu ditempatkan titik-titik tinggi referensi pada pokok-pokok pohon atau tempat-tempat lain yang permanen dan mudah ditemukan kembali. Baik patok poligon meupun patok profil diberi tanda cat kuning dengan tulisan merah yang diletakkan disebelah kiri kearah jalannya pengukuran. Khususnya untuk profil memanjang, titik-titik yang terletak disumby jalan diberi paku dengan difingkari cat kuning sebagai tanda. 9. Perhitungan Dan Penggambaran Peta Titik poligon utama harus dihitung koordinatnya berdasarkan titiktitk ikat yang dipergunakan. Perhitungan harus berdasar pada methode kwadrat terkecil. Penggambaran titik-tiik poligon harus didasarkan pada hasil perhitungan koordinat. Penggambaran titik-titik poligon tersebut sama sekali tidak diperkenankan secara grafis. 3.4.3 Laporan Laporan hasil survai topographi jembatan terdiri dari : + Gambar ukur yang berupa gambar situasi harus digambar pada kertas milimeter dengan skala 1:500 dan garis tinggi dengan interval 0.25 meter. Ketinggian titik detail harus tercantum dalam gambar ukur, begitu pula semua keterangan-keterangan yang penting. Titik ikat atau titik mati serte thuik-titik ikat baru harus dimasukkan dalam gambar dengan diberi tanda khusus. Ketinggian -titik tersebut perlu juga dicantumkan © Daftar koordinat beserta ketinggian dari titik-titik poligon utama harus dilampirkan pada penyerahan hasil pekerjaan. MSS... Penuan Panyetan Jamba 4 Jani 1999 37 3. SURVAIDAERAH JEMBATAN 3.5 DAFTAR PUSTAKA Pustake-Pustaka Bahasa Indonesia Pustaka 3.1 3.2 Publikasi Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan, Survai Pendahuluan Jembatan, 1980. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan, Survai Topographi Jembatan (Penggukuran Jembatan), 1980. 38 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN BAB 4 PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN FEBRUARI 1993 DOCUMENT No, BMS5-M.1 4. PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN DAFTAR ISI 4, PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN 44 4.2 43 44 45 46 47 PENDAHULUAN GEOMETRI JALAN DAN AS JEMBATAN SIFAT DASAR DARI PERSILANGAN Kesesuaian Persilangan Jenis Jembatan Kondisi Lokasi ‘Susunan Kombinasi Perhitungan Alur Sungai papas Obhwro PENYELIDIKAN TANAH. BIAYA DAN PERTIMBANGAN LAIN PEMILIHAN LOKASI AKHIR DAFTAR PUSTAKA a4 41 44 44 45 48 49 an an 4. PEMILIHAN LOKAS! JEMBATAN DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 - Tegak Lurus Lawan Serong 42 Gambar 4.2 - Pertimbangan Jembatan dan Jalan 43 Gambar 4.3 - Tipe-tipe Jembatan Secara Umum a7 Gambar 4.4 - Struktur Didaerah Banjir 48 Gambar 4.5 - Jembatan selama Banjir 49 Gambar 4.6 - Daerah Aliran Air 4-10 aii 4. PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN 41 PENDAHULUAN Lingkup ‘Sub-bagian ini dari Panduan membahas prinsip dasar dalam pemilihan lokasi jembatan yang sesuai, sebelum melangkah ke penyelidikan lokasi secara rinci, Ketentuan Kata jembatan akan dijelaskan dalam suatu pengertian yang luas termasuk seluruh jenis- jenis persilangan yang melintas diatas permukaan air apakah struktur tersebut berupa ‘sebuah jembatan atau sebuah culvert. Panduan ini akan membahas terutama masalah jembatan yang melintas diatas air, tetapi prinsip yang sama berlaku juga untuk konstruksi Pemisah elevasi, struktur yang melintas diatas atau dibawah (persilangan tidak sebidang), jalan kereta api, dan sebagainya. Satu perbedaan yang menyolok dari kedua tipe ini adalah bahwa untuk tipe struktur yang terakhir tidak perlu pertimbangan mengenai aspek hidrolik dan ukuran dari struktur ditentukan oleh persyaratan ruang bebas minimum. Prosedur Harus disadari bahwa proses pemilinan sebuah lokasi jembatan yang cocok adalah dengan prosedur setahap demi setahap dengan informasi yang dikumpulkan dari lapangan dan selanjutnya di analisa di kantor. Siklus pekerjaan lapangan diikuti dengan pekerjaan kantor yang mungkin saja harus diulang beberapa kali. Oleh karena itu penting sekali bagi erencana jembatan yang bekerja di kantor untuk mempunyai check list mengenai hal-hal dimana data masih diperlukan untuk perencanaan detil jembatan akhir lihat Panduan Perencanaan Jembatan). Tentunya juga harus ditekankan bahwa jika ada orang-orang yang berbeda antara kedua orang tersebut harus ada komunikasi yang baik. Dalam banyak hal pekerja kantor harus datang ke lokasi untuk memperoleh penaksiran pribadi mengenai kondisi lapangan. Pertimbangan Dalam memilih sebuah lokasi jembatan, sejumlah faktor harus dipertimbangkan. Faktor- faktor utama yang harus dipertimbangkan : © geometri jalan dan as jembatan © sifat dari persilangan + fundasi * ekonomi Dalam banyak kasus, tidak mungkin semua persyaratan dapat dipenuhi, perencana jembatan hanya dapat memilih solusi yang terbaik. 4.2 GEOMETRI JALAN DAN AS JEMBATAN Prinsip umum yang harus ditkuti adalah bahwa jembatan harus lurus, itu berarti bahwa as- jembatan tegak lurus tethadap penghalangnya dan haruslah sependek dan sepraktis mungkin. Gambar 4.1 membandingkan alinemen tegak lurus dengan alinemen serong. EMSS-MLA Panduan Panyidean dembotan <£Januiy 1999 41 4, PEMILINAN LOKASI JEMBATAN Tegak lurus Serong ¥ ; ' 1 | ; + ; 1 ; i ' i } 1 ‘lran sungsi 1 1 ; ' : cE Gambar 4.1 - Tegak Lurus Lawan Serong Gambar 4.1 menunjukkan bahwa panjeng dan juga bieya dari solusi yang serong kenyataannya akan lebih besar daripada alternatif yang tegak lurus. Bagaimanapun penilaiannya tidakiah semudah ini. Dewase ini yang penting untuk dipertimbangkan adalah bahwa jembatan merupakan bagian dari jalan. Jadi struktur harus memenuhi standard geometrik perencanagn jalan untuk fasilitas yang dipikulnya dan juga geometri dari struktur akan ditentukan oleh fungsi jalan. Seluruh penyederhanaan ini berarti bahwa perbandingan sederhana pada Gambar 4.1 tidak selalu benar. Misalnya, pada Gambar 4.2, Alternatif B dalam sebagian besar kasus akan lebih baik daripada Alternatif A. Sebuah lokasi jembatan yang dapat diterima adalah bila jembatan dan opritnya sepenuhnya ‘memenuhi persyaratan dari titik pandang perencanaan jalan. Harus diutarakan lagi bahwa Pertambahan sejumlah struktur sedang ditentukan oleh persyaratan perataan jalan yang Mengesampingkan faktor-faktor Iain seperti penampang basah saluran yang diperiukan. Oleh karena itu perencana jalan harus mengerti prinsip dasar dari lokasi dan perencanaan jalan. Tentu saja perencana jalan juga harus menyadari persyaratan perencanaan jembatan. Kemudian dalam sebagian besar kasus alinemen jembatan akan ditentukan melalui diskusi antara perencana jalan dan perencana jembatan. Kedua belah pihak harus berkompromi untuk mencapai suatu solusi yang cepat dan realistis. Kepentingan relatif dari alinemen jalan dan jembatan dibandingkan atas dasar biaya secare keseluruhan dan keuntungan. 42 4. PEMILIHAN LOKAS! JEMBATAN Alternatit A Alternatit 8 Gambar 4.2 - Pertimbangan Jembatan dan Jalan Dalam banyak masalah kebutuhan akan volume lalu-lintas dan keamananmenentukan lokasi dan alinemen struktur. Dalam beberapa contoh, alinemen jalan dapat diubah-ubah ates dasar nilai ekonomi jembatan, terutama hal demikian kalau struktur yang besar berada di daerah pedataman. Dalam suatu proses dimana sebuah alinemen jalan tentatif dan juga lokasi jembatan, dipilih biasanya mencakup suatu alternatit alinemen dari perencana jalan ke perencana jembatan. Masing-masing alinemen ini adalah feasible bila ditinjau dari segi standar dan ekonomi rencana jalan. Selanjutnya perencana jembatan akan melihat alternatif alinemen ini dar isegi jembatan dan membuat sebuah rekomendasi. Seberape faktor yang perlu untuk dipertimbangkan sekarang akan didiskusikan. Bagaimanapun perencana tidak perlu untuk melihat faktor-faktor ini secara detail. Sebuah penilaian yang lengkap dan seksama akan dilaksanakan bila problem lokasi pada umumnya telah dipecahkan dan sebush tipe jembatan harus dipilih. USE. a - Panduon Perylan 009 43 4, PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN 4.3 SIFAT DASAR DARI PERSILANGAN 4.3.1 Kesesuaian Persilangan Kecocokan, setiap alternatif persilangan dianggap sebagai suatu kemungkinan lokasi jembatan yang akan tergantung kepada sifet dasar dari persilangan termasuk juga karakteristik sungai, dimana berlaku Dimana dicakup sebuah persilangan sungai, maka penting untuk membuat sebuah studi yang agak mendetail/persyaratan mengenai saluran pada tahap permulaan dari penyelidikan. Studi ini harus mencakup besaran dan frekwensi banjir, muka banjir, kecepatan aliran sungai, posisi dasar sungai dan perilaku hidrolik pada umumnya pada setiap kemungkinan lokasi persilangan. Pada tahap ini sebuah ide mengenai tipe, tinggi dan panjang jembatan yang disyaratkan selanjutnya harus didapat untuk setiap persilangan yang dipertimbangkan. 4.3.2 Jenis Jembatan Biasanya jembatan diklasifikasikan kedalam 4 tipe secara luas tergantung pada hubungan antara muka banjir (flood Level) dan muka lantai (deck level) dari konstruksi. Ke 4 tipe tersebut adalah sebagai berikut (lihat Gambar 4.3) © Jembatan Elevasi Tinggi Dimana elevasi lantai struktur dan oprit bebas dari banjir untuk banjir rencana. Biasanya tipe ini adalah sebuah struktur yang termahal. © Jembatan Elevasi Rendah Dimana elevasi lantei konstruksi diatas aliran sungai normal, tetapi terendam air pada banjir rencana. Tipe struktur ini biasanya disetujui atas dasar alasan ekonomi, tipe ini adalah sebuah rencana yang cocok untuk daerah kering, dimana banjir besar jarang terjadi atau di daerah Pegunungan dimana sering terjadi banjir tetapi dalam waktu yang singkat. ° Fords Fords dapat dalam bentuk sebuah perlintasan yang diperkeras pada dasar sungai yang aman dari gerusan; kemungkinan terbuat dari lantai beton. Dalam keadaan aliran normal air mengalir melintas diatas lantei pada kedalaman yang sangat dangkel * Floodway atau Causeway Dipihak Jain sebuah Floodway atau causeway dibangun sedikit lebih tinggi dari dasar sungai. Seringkali sejumlah pipa, atau tipe lain yang berlubang dipasang dibawah causeway untuk mengalirkan aliran di musim kering. Sebuzh Floodway dapat diharapkan untuk penggunaan oleh lalu-lintas dan mempunyai proporsi waktu yang lebih besar daripada sebuah Ford tetapi biasanya lebin mahal. 4. PEMILINAN LOKAS! JEMBATAN Tipe struktur yang dibangun untuk persilangan-persilangan khusus tergantung pada besarnya biaya yang tersedia dan pentingnya jalan dimana persilangan ini terletak. Pada umumnya, penghematan biaya harus dibandingkan terhadap kehilangan nilai ekonomi yang disebabkan oleh gangguan arus lalu-lintas. 4.3.3 Kondisi Lokasi Sebagaimana yang diharapkan bahwa untuk setiap tipe jembatan tersebut diatas ada kondisi-kondisi tertentu yang harus diperhatikan, didalam pemilihan lokasinya. Beberapa kondisi dari setiap tipe tersebut adalah : Jembatan Elevasi Tinggi Persilangan yang sempit, dalam sebsiknya menggunakan sebuah jembatan iurus. Dasar sungai harus bebas dari penggerusan dan pengendapan. Banjir besar yang merata atau aliran yang bercabang-cabang tidak dikehendaki karene distribusi aliran sulit untuk dihitung dan selalu berubah-ubah dari banjir yang satu ke banjir lainnya. Pondasi yang sesuai, seperti batu pada kedalaman yang dangkal atau material yang kuat agar biaya tiang ekonomis. Jembatan Elevasi Rendah Situasi banjir merata yang masih dapat diterima. Saluran-saluran sempit, dalam dan biasanya tidak cocok kecuali kalau daerah tepian dipotong. Selanjutnya dalam banyak hal pengendapan menjadi suatu problem. Ideainya, dibutuhkan sebuah dasar sungai yang lebar dan dangkal dengan kemiringan tepian sungai yang landai. Jembatan jenis ini lebih penting untuk mencegah penggerusan dan pengendapan daripada disebuah jembatan elevasi tinggi. Fords dan Floodways Diperlukan dasar sungai yang lebar, dangkal dan hampir dater. Dasar sungai harus stabil Seperti telah dikemukakan Floodways dapat digunakan bersama-sama dengan pipa-pipa atau tipe culvert yang lain yang akan mengalirkan aliran dimusin kering (Gambar 4.30). tan =A danuny 1988 45 4, PEMILIHAN LOKAS! JEMBATAN Gorong-gorong (Culverts) Dalam banyak contoh, penggungan culvert adalah lebih ekonomis daripada jembatan. —_Perencana jembatan selalu harus menginget hal ini bahwa Penggunaan culvert dapat merupakan solusi yang terbeik. Beberapa hal yang relevan menyangkut penggunaan culvert akan dikemukakan seperti berikut ini. Mungkin lebih baik daripada jembatan didaerah curam yang memerlukan timbunan yang tinggi untuk jembatan, asalkan persyeratan aliran air dipenuhi Berguna untuk pembangunan sebagian lebar jalan. Berguna dimana geometri jembatan terlalu kompleks, misalnya jalan dengan kurva jari-jari pendek, khususnya dalam kombinasi dengan persilangan serong dan kurva vertikal. Pipa culvert dapat menjadi ekonomis di lokasi yang terpencil. Tidak dapat digunakan dimana adanya kemungkinan hanyutan, material fundasi lunak, atau diperlukan penggalian dasar sungai secara ekstensif. Air yang permanen di lokasi culvert juga bisa menjadikan suatu problem. 46 4, PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN Jembatan Muka banjir b. Jembatan Elevasi Rendah Aliran normal Kemungkinan penggunaan perkerasan dan lantai beton c. Ford Muka banjir OOO O= Five dalam beberane kasus d. Floodway atau Causeway Gambar 4.3 - Tipe-tipe Jembatan Secara Umum BMSS-AAA Panduan Panyicon dere nuny 1999 47 4, PEMILIHAN LOKAS! JEMBATAN 4.3.4 | Susunan Kombinasi Akhimya, penting untuk dikemukakan bahwa semua tipe jembatan dan culvert dapat digunakan secara kombinasi. Dalam banyak contoh, kombinasi struktur mungkin jauh lebih ekonomis daripada misalnya, sebuah struktur jembatan tunggal berelevasi tinggi. Sebuah contoh tipikal, untuk situasi suatu daerah banjir dimana tidak jelas adanya saluran air dan seluruh daerah akan terendam selama banjir rencana ini. Dalam hal ini due atau lebih jembatan (Gambar 4.42) atau sebuah jembatan bersama-sama dengan sebush floodway (Gambar 4.4b) atau sebuah jembatan dengan sederetan culvert (Gambar 4.4c) dapat digunakan. a. Jembatan saja ¢. Jembatan dengan Culvert Gambar 4.4 - Struktur Didaerah Banjir 48 4. PEMILIHAN LOKAS! JEMBATAN oo Jembatan a Afflux Permukaan air normal Tinggi bebas ( (muke bani) > terbendung Kemungkinan gerusan Gambar 4.5 - Jembatan selama Banjir 4.3.5. Perhitungan Alur Sungai Pada tahap ini, untuk setiap alternatif alinemen yang diusulkan, sebuah ide baik dari sejumiah dan tipe struktur telah diperoleh. Untuk perhitungan rencana biaya setiap usulan sepanjang berkaitan dengan jembatan, maka panjang jembatan yang akan digunakan dan jumlah serta ukuran culvert yang diusulkan harus sudah diperoleh. Ini merupakan suatu studi hidrologi dan hidrolik untuk setiap kemungkinan lokasi. Dalam banyak hal, hanya taksiran kasar biaya yang dibuat pada tahap ini, penyelidikan secara detil ditinggalken ‘sampai saatnya bila persilangan yang definitif telah dipilih. Bagaimenapun harus diingat bahwa perhitungan aliran air yang lebih seksama sekarang ini mempunyai kemungkinan kecil bahwa terjadi perubahan besar dikemudian hari. ‘Agar mendapat sebuah ide mengenai dimensi-dimensi struktur yang akan digunakan untuk setiap usulan, pertama kali perencana jembatan harus dibekali dengan atau menetapkan mengenai besar dan frekwensi banjir rencana. ‘ Frekwensi ini biasanya tergantung pada kepentingan jalan dan ditentukan dalam standar perencanaan. Besaran yang berhubungan dengan banjir bagaimanapun harus diperkirakan dengan berbagai metode. Debit banjir rencana memungkinkan perencana mempelajari dan menghitung, apabila berlaku, data-data aliran dibawah ini * muke banjir rencana + saluran air yang diperlukan * _kecepatan aliran yang melalui struktur © afflux atau peninggian air yang dibentuk oleh konstruksi ust -Pancuan Panylitan Jamcatan 4 Jaouy 9993 49 4, PEMILIHAN LOKAS! JEMBATAN * kehadiran dan tipe dari hanyutan dan besarnya ruang bebas atau freeboard © elevasi muka air normal + ruang bebas navigasi, apabila berlaku Bagaimanapun juga suatu pengertian dasar dan arti dari setiap date aliran tersebut diatas dan bagaimana pengaruhnya terhadap ukuran struktur adalah perlu. Arti dari sebagian besar hal-hal dalam dafter tersebut diatas dapat dimengerti sepenuhnya dengan memperhatikan Gambar 4.5, Dipelajeri sebuah jembatan elevasi tinggi Muka banjir rencana untuk periode ulang tertentu, misalnya untuk struktur utama adalah banjir 100 tahunan biasanya diambil untuk muka banjir pada saluran terbuka. Ini biasanya dihitung dari debit rencana dan karakteristik lokasi ataupun dari catatan riwayat. Panjang jembatan ‘Muka banjir Luas aliran air Gambar 4.6 - Daerah Aliran Air Luas saluran air yang disediakan menentukan panjang jembatan, dan pada dasarnya ditetapkan sebagai luas dibawah muke banjir pada tempat diusulkannya lokasi jembatan (iinat_ Gambar 4.6) Daerah aliran air harus cukup besarnya untuk menjaga kecepatan aliran yang melinta: struktur masih dalam batas yang diterima sehingga tidak terjadi penggerusan atau masi dalam batas ijin, dan untuk memelihara pengaruh dari backwater atau afflux masih dalam batas-batas yang telah ditetapkan, Afflux (Gambar 4.5) adalah peninggian permukaan air yang terjadi di hulu persilangan sebagai konsekuensi dari adanya penyempitan aliran. Hal ini menjadi sebuah pertimbangan yang penting bila sifat-sifat di hulu jembatan mungkin ‘menjadi terendam sebagai akibat dari pembangunan sebuah struktur baru. Dalam banyak hal, juga penting untuk menentukan pengaruh backwater atau peninggian permukaan air (Gambar 4.5). Dimana sebuah jembatan direncanakan untuk dilintasi banjir yang mempunyai periode ulang 4-10 (495.4141 PandvanPanyean Jombatn 4 drwy 198 44, PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN tinggi maka ruang bebas antara tepi bawah struktur dan muka banjir rencana harus sesuai agar hanyutan dapat lewat. Ruang bebas ini disebut sebagai freeboard. Tinggi freeboard yang juga menentukan level lantai jembatan, tergantung pada kemungkinan adanya pengaruh dan ukuran dari hanyutan. Muka air normal dan juga muka air rendah sangat berguna bagi Perencana dan Pelaksana. Pertimbangan masalah hidrolik lainnya, termasuk beberapa kriteria yang telah diuraikan diatas untuk jembatan elevasi tinggi harus di masukkan dalam perhitungan untuk tipe jembatan yang lain dan juga untuk culvert. Penyelidikan hidrolik dapat menjadi sangat kompleks khususnya dalam hal dimana beberapa struktur seperti sebuah jembatan dan sederatan culvert harus disediakan pada persilangan yang sama. Dulu perhitungan sangat kira-kira dan khusus tetapi dewasa ini dengan adanya backwater curve dalam bentuk paket dapat ditetapkan dengan pendekatan yang lebih rasional. 44 PENYELIDIKAN TANAH Pada tahap permulaan dari penentuan lokasi yang terbaik untuk diterima, penyelidikan pendahuluan fundasi harus dilaksanakan untuk menentukan cocok atau tidaknya berbagai lokasi untuk tipe jembatan yang diinginkan oleh perencana, yang juga dapat digunakan. Kondisi fundasi dapat bervariasi dari satu lokasi_ke lokasi lainnya dan ini akan mempengaruhi biaya jembatan secara keseluruhan. Bagaimanapun biasanya tidak akan bermanfaat untuk menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk melaksanakan tes fundasi. Dalam banyak kasus yang terbesar pada struktur jembatan pilihan akan berkisar antara tiang pancang, fundasi tapak atau fundasi tiang cor setempat. Pada tahap ini, penyelidikan pendahuluan fundasi harus mencukupi untuk memungkinkan mengambil keputusan tentatif mengenai tipe pondasi yang cocok dan kemungkinan membuat suatu perbandingan perkiraan biaya, Beberapa metode yang biasa digunakan adalah . Melakukan pemeriksaan lokasi untuk melihat kondisi tanah, secara umum misainya adanya batuan, jenis tanah dan sebagainya. . Melihat informasi yang sudah tersedia seperti jembatan yang ada didekat lokasi, dan peta-peta geologi. * Dalam beberapa hal, lubang percobaan dapat di bor tetapi waktu dari pemboran pendahuluan biasanya tergantung pada kepentingan struktur, dan ini hanya dilaksanakan seteleh lokasi pondasi telah dipilih. 45 BIAYA DAN PERTIMBANGAN LAIN Berbagai kemungkinan persilangan pada dasarnya di bandingkan dengan dasar biaya. Oleh karena itu ekonomi adalah hal penting utama. Faktor tambehan yang harus dilihat untuk setiap alternatif termasuk © Kebutuhan dan luasnya tanah dan bangunan yang harus dibebaskan. USE MLAt Pancuan Parylhan Jenoatan Jury 1999 41 4, PEMILIHAN LOKAS! JEMBATAN * _ Kebutuhan memelihara arus lalu-lintas yang lancar selama pelaksanaan. Biasanya lebih baik untuk mempertahankan sebuah jembatan yang ada untuk memikullalu-lintas daripada membongkarnya untuk memungkinkan dibangunnya jembatan baru. Peleksanaan bertahap dalam arah sebagian lebar jembatan biasanya lambat dan mahal * Dengan pengetahuan tersedianya, kualitas dan biaya material konstruksi, dapat diperoleh. Area yang cocok dekat dengan lokasi persilangan untuk mendirikan sebuah depot konstruksi, penyimpangan tieng, daerah Pengecoran dan sebagainya harus diselidiki. Dan penting juga untuk Menemukan apakah tersedia jalan masuk yang baik untuk kendaraan Pengangkut material jembatan, komponen dan peralatan. 4.6 PEMILIHAN LOKAS! AKHIR Seleksi akhir dari lokasi jembatan tidaklah sesulit seperti yang nampak Sebelumnya. Walaupun jarang satu alinemen memenuhi semua persyaratan yang harus dipertimbangkan oleh perencana jembatan, untuk memulai, kemungkinan dibatasi untuk menerima sumbu yang lebih dikehendaki oleh perencana jalan. Khususnya dalam hal dimana biaya jalan jauh lebih besar dari pada biaya jembatan. Juga sangat jarang bahwa sumbu yang lebih dikehendaki ini sangat jelek ditinjau dari segi rencana jembatan dan konstruksinya sehingga tidak memungkinkan dipilih layout jembatan. Dalam banyak kasus, bila tipe dan dimensi struktur tersebut telah ditentukan untuk setiap rute adalah mudah untuk melakukan perhitungan biaya seluruh alternatif ini, dan berkonsultasi dengan seksi perencanaan jalan untuk membuat sebuah rekomendasi. Tipe umum jembatan yang digunakan hampir selalu ditentukan oleh kepentingan jalan, dan Perhitungan pendahuluan saluran air akan memberikan satuide yang baik mengenai dimensi jembatan. Sering fundasi dan persyaratan lainnya seperti yang terdapat dalam daftar pada Sub-bagian 4.5 diatas yang dipertimbangkan 412 198 M81 Pando Penyedan Jmbtan 4 Janusry 1883, 4, PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN 47 DAFTAR PUSTAKA Pustaka-Pustaka Bahasa Inggris Pustaka 44 4.2 43 44 45 Publikasi Tin Loi F., Lecture Notes for indonesian Bridge Engineering Course, University of New South Wales, School of Civil Engineering, translated to Indonesian by the Civil Engineering Department, Bandung Institute of Technology, sponsored by Indonesian Australian Steel Bridge Project, 1985 (?). Faraday R.V. & Charlton F.G., Hydraulic Factors in Bridge Design, Published by Hydraulics Research Station Limited, Wallingford, Oxfordshire, Produced by Thomas Telford Ltd, London, 1983. Neill C.R. (Editor), Guide 10 Bridge Hydraulics, Published for Roads and Transport Association of Canada by University of Toronto Press, 1973. Raina V.K., Consultancy and Construction Agreements for Bridges, Including Field Investigations, Tata McGraw-Hill, New Delhi, 1989. Bindra S.P., Principles and Practice of Bridge Engineering, Dhanpat Rai & Sons, Delhi, 4th Revised Edition 1979, 1986 reprint. BMSS.WLA Pans PaoysesJemtan «January 1993 4-13 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN BAB 5 HIDROLOGI v, an ox oS 4, aE 5 T ¥ STO FEBRUARI 1993 DOCUMENT No. BMS5-M.1 5. HIDROLOGI DAFTAR ISI 5. HIDROLOG! 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 PENDAHULUAN TUJUAN PERIODE ULANG BANJIR RENCANA PERKIRAAN BANJIR RENCANA KETINGGIAN AIR BANJIR RENCANA KEBEBASAN VERTIKAL BANJIR RENCANA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Tabel 5.1 - Periode Ulang Banjir Rencana 5-1 51 5-2 5. HIDROLOGI 5.1 PENDAHULUAN ‘Sub-bagian ini dari Panduan memperinci segi-segi hidrologi dari penyelidikan lokasi jembatan. Periode ulang banjir rencana yang disyaratkan diberikan untuk berbagai jenis jembatan dan tahapan untuk perkiraan debit banjir dalam alur sungai jembatan diperinci. 5.2 TUJUAN Analisis hidrolik adalah tahap paling penting sebelum perencanaan hidrolik dari alur sungai jembatan. Analisis demikian perlu untuk menentukan laju aliran, larian air atau debit yang harus ditampung oleh alur sungai jembatan. Debit rencana adalah beban hidrolik pada alur ‘sungai jembatan dan struktur jembatan dan penentuan besarnya serta lamanya adalah segi Perencanaan sangat penting. Tujuan analisis hidrolika, dengan demikian, adalah untuk menentukan: * debit banjir dalam alur sungai jembatan untuk periode ulang banjir fencana yang sesuai . kedalaman aliran air, dan © kecepatan air. 5.3 PERIODE ULANG BANJIR RENCANA Periode ulang (atau interval terulang) banjir adalah interval waktu rata-rata pada mana kejadian banjir akan sama atau terlampaui. Kebalikan periode ulang adalah kemungkinan terlampauinya banjir dalam tiap tahun, yaitu, periode ulang banjir 100 tahun adalah banji yang akan terjadi sekali dalam 100 tahun dan akan mempunyai kemungkinan sebesar 0,01 atau 1 persen. Tabel 5.1 menyusun periode uleng banjir rencana yang digunakan untuk perencanaan alur ‘sungai untuk jembatan, gorong-gorong dan perlintasan banjir. Pilihan periode ulang yang digunaken dalam memilih banjir rencan adalah umumnya berdasarkan pengkajian biaya - keuntungan, dengan mempertimbangkan tingkat pelayanan lalulintas yang diperlukan dan kerusakan yang dapat disebabkan oleh banjir rencana yang dilampaui, yaitu, biaya keterlambatan lalu lintas dan biaya perbaikan kerusakan akibat banjir diimbangi terhadap biaya pengadaan standar lebih tinggi dalam perumpamaan pertama. MSS-MSI Pansuan Panyldtan Jombaan 4 Janury 1983 5-1 5. HIDROLOG Tabel 5.1 - Periode Ulang Banjir Rencana Jenis Pelintasan Periode Ulang jembatan besar dan 100 tahun penting gorong-gorong Pekerjaan Sementara jembatan sementara 20 tahun pelintasan banjir jalan lapangan 5.4 PERKIRAAN BANJIR RENCANA. Perkiraan banjir rencana dapat didasarkan pada rekaman aliran sungai atau cureh hujan. Penggunaan teknik curah hujan adalah kedua terbaik terhadap analisis langsung dari data aliran sungai. Tidak menguntungkan bahwa di banyak negara termasuk Indonesia, data curah hujan lebih mudah diperoleh dibanding data aliran sungai dan kebanyakan perkiraan banjir rencana harus berdasarkan data curah hujan, dengan menggunakan keterangan riwayat banjir untuk memperbaiki hasil tersebut. Dengan mengabaikan bentuk fisik dari daerah aliran, debit akan bervariasi dengan curah hujan, tumbuh-tumbuhan, jenis tanah dsb. Dengan demikian perlu bahwa cara perkiraan debit diperiksa atau di uji untuk tiep wilayah atau daerah dimana hidrologi cukup homogin. Cara yang tepat digunakan untuk perkirsan aliran banjir rencana dapat dibagi dalam dua kelompok sebagai berikut: * Cara Berdasarkan Aliran Sungai Untuk daerah aliran sungai yang terukur dengan pencatatan jangka waktu cukup panjang (umumnya paling sedikit 15 tahun yang diperlukan), data dapat dianalisa secara statistik dan dibuat perkiraan aliran rencana dengan periode ulang tertentu. Analisis frekwensi riwayat banjir adalah cara paling dipercaya untuk perkiraan besaran dan frekwensi banjir akan datang Bila terdapat sejumiah daerah aliran dalam daerah dengan pencatatan cukup panjang, data dapat dianalisa dan aliran rencana dihubungkan dengan karakterisktik daerah aliran (sebagai contoh luas, panjang sungai utema dsb). Hubungan tersebut kemudian dapat digunakan untuk 5-2 leash Panauan Pa 5. MIDROLOGI perkiraan aliran rencana dalam deerah aliran yang tidak terukur. Pendekatan tersebut dikenal sebagai cara frekwensi banjir regional. * Cara Berdasarkan Curah Hujan Untuk daerah aliran terukur yang mempunyai pencatatan kurang panjang untuk melakukan analisis frekwensi banjir, data aliran tersedia dan data Pluviograf dapat digunakan untuk memperoleh parameter dari model daerah aliran (yaitu, unit hydrograf atau model larian air). Hujan lebat rencana kemudian dapat digunakan pada model yang dihasilkan untuk memberikan banjir rencana yang diperlukan. Bila terdapat daerah aliran dalam daerah dengan cukup data untuk memperoleh parameter model, mereka dapat dihubungkan dengan karakteristik daerah aliran untuk memberikan unit hidrograf Sintetik (SUH) ‘atau prosedur larian air untuk daerah tersebut. Hubungan tersebut dapat digunakan untuk memperoleh model dari daerah aliran yang tidak diukur dimana curah hujen rencana dapat digunakan untuk memperoleh aliran rencana. Dalam daerah dimana aliran sungai dan data curah hujan yang berhubungan adalah sangat terbatas, hubungan antera parameter model dan karakteristik daerah aliran yang diperoleh diluar daerah yang ditinjau dapat diuji dengan data yang tersedia, dan yang paling dekat menjadi model daerah aliran yang digunakan. Tahapan rinci untuk perkiraan debit alur sungai di Indonesia dengan menggunakan salah satu dari cara diatas untuk periode ulang banjir rencana yang disyaratkan, diberikan dalam Pustaka 5.1. Banjir Recana untuk Bangunan Air, disusun oleh Ir. Joesron Loebis, Departemen Pekerjaan Umum, Puslitbang Pengairan, Balai Penyelidikan Hidrologi, Bandung, Buku tersebut tersedia di Publikasi DPU, JI. Pattimurra 20, Kebayoran Baru, Jakarta. Dua program komputer telah disediakan atas kebsikan Puslitbang Pengairan, Balai Penyelidikan Hidrologi, Bandung, untuk membantu analisis data hidrologi yang diperlukan untuk menentukan debit alur sungai Program tersebut adalah: + analisis frekwensi debit sungai, dan + Tengkung intensitas - jangka waktu hujan. Cara analisis, daftar program Fortran, dan tahapan untuk menghitung debit untuk periode ulang banjir rencana yang disyaratkan dengan menggunakan program tersebut dijelaskan dalam Pustaka 5.1 Program tersebut dapat diperoleh dari BIPRAN, JI. Pattimurra 20, Kebayoran Baru, Jakarta, atau langsung dari Puslitbang Pengairan, Balai Penyelidikan Hidrologi, JI. ir. H. Juanda 193, Bandung. Untuk persyaratan lain dalam perkiraan banjir rencana, lihat pada Peraturan Perencanaan Yembatan Bagian 1.4.5 (MSS.M.S Panu Panyeaian seestan <4 Jeruny 1998 53 5, HIDROLOG! 5.5 KETINGGIAN AIR BANJIR RENCANA Sekali debit puncak banjir rencana telah ditentukan, dapat dihitung ketinggian air dan kecepatan aliran dalam sungai dengan menggunakan tahapan yang diperinci dalam sub- bagian 6, Midrolika, dari Panduan ini 5.6 KEBEBASAN VERTIKAL BANJIR RENCANA Kebebasan vertikal antara titik terendah dari tepi bawah jembatan dan muka air tinggi dari banjir rencana harus paling sedikit 1,0 meter. Kebebasan tersebut harus dinaikkan bila ada kemungkinan hanyutan berukuran besar (Lihat Peraturan Perencanaan Jembatan, Bagian 1.4.4), 5.7 DAFTAR PUSTAKA Pustaka-Pustaka Bahasa Indonesia Pustaka Publikasi 5.1 IR. JOESRON LOEBIS (disusun oleh), Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Departemen Pekerjaan Umum, Balai Penyelidikan Hidrolika, Bandung, Indonesia, March 1987. 5.2 IR. SUYONO SOSRODARSONO & KENSAKU TAKEDA (editors), Hidrologi untuk Pengairan, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1987. 5.3 DR. IR SRI HARTO BR., Dip H., Hidrograf - Satuan Sintetik, Gama 1, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Purchased DPU Bookshop 1990. 5.4 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, Direktorat Jeneral Pengairan, Direktorat Sungai, Cara Menghitung Design Flood, 1989. 5.5 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidraulik untuk Bangunan di Sungai, SKBI- 1.3.10. 1987, SNI. No. 1924 + 1989 - F, 1987. 5.5 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, Metode Perhitungan Debit Banjir, Standar SK SNI M - 18 - 1989 - F, Diternitan oleh Yayasan LPMB, Bandung, 1989. Pustaka-Pustaka Bahasa Inggris, 5.6 DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT, MINISTRY OF PUBLIC WORKS, REPUBLIC OF INDONESIA, /ntroduction to Flood Design Manual for Java and Sumatra, Guideline PSA-004, prepared by Institute of Hydrology (UK) and Direktorat Penyelidikan Masalah Air (OPMA), 1981-1983. 5-4 (1S5 4151 Pancuan Peyeian Jerbstan = Javery 1993 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5, HIDROLOG! DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT, MINISTRY OF PUBLIC WORKS, REPUBLIC OF INDONESIA, Flood Design Manual for Java and Sumatra, prepared by Institute of Hydrology (UK) and Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA), November 1981. DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT, MINISTRY OF PUBLIC WORKS, REPUBLIC OF INDONESIA, Guideline for Design Floods, Guideline PSA-005, Keputusan Direktur Jenderal Pengairan, No. 71/KPTS/A/1985, 5 March 1985. METEOROLOGICAL AND GEOPHYSICAL AGENCY, DEPARTMENT OF COMMUNICATIONS, REPUBLIC OF INDONESIA, Extreme Rainfall Records for Probable Maximum Precipitation and Intensity/Duration/Frequency Analysis in Indonesia, Working Paper No. 18, Prepared by S.H. Walker, WMO Hydrometeorologist, INS/78/042, & P.W. Schenck, UNESCO Associate Expert in Hydrology, United Nations Development Programme, WMO/UNDP Project INS/78/042, Meteorological Applications to Agriculture, 15 August 1981, Figure 3, pp 14-16. REPUBLIC OF INDONESIA, MINISTRY OF PUBLIC WORKS, DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES DEVELOPMENT, Irrigation Design Standards, Design Criteria, Irrigation Sustem Design, Volume KP-01, English Version, Annex 1 - Empirical Flood Formulae, pp 132-144, Annex 3 - Analysis and Evaluation of Hydrometeorological Data, pp 175-185, 1st Edition, December 1986. CHOW V.T., MAIDMENT D.R. & MAYS L.W., Applied Hydrology, McGraw-Hill, 1988. WARD R.C. & ROBINSON M., Principles of Hydrology, 3rd Edition, McGraw-Hill, 1990. LINSLEY R.K., KOHLER M.A. & PAULHUS J.L.H., Hydrology for Engineers, McGraw-Hill Book Company, 2nd Edition, 1975. THE INSITUTION OF ENGINEERS, AUSTRALIA, Australian Rainfall and Runoff, A Guide to Flood Estimation, Editor-in-Chief D.H. Pilgrim, Volume 1 & 2, 1987. HOGGAN D.H.,. Computer Assisted Floodplain Hydrology and Hydraulics, Featuring the U.S. Army Corps of Engineers’ HEC-1 and HEC-2 Software Systems, McGraw-Hill, 1989. SUBRAMANYA K., Engineering Hydrology, Tata McGraw-Hill, New Delhi, 1984. BINORA S.P., Principles and Practice of Bridge Engineering, Dhanpat Rai & Sons, Delhi, India, Fifth Edition, Reprinted 1986. OMSS-ML8-PanduanPanyidtan dematan «& Janey 1993 5-5 5. HIDROLOG! 5.18 PONNUSWAMY S., Bridge Engineering, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi, India, 1986. DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PENYELIDIKAN JEMBATAN BAB 6 HIDROLIKA FEBRUARI 1993 DOCUMENT No. BMS5-M.1 6. HIDROLIKA DAFTAR ISI 6. HIDROLIKA 61 6.1 PENDAHULUAN 61 6.2 ALIRAN SALURAN TERBUKA 61 6.2.1 Jenis Aliran 61 7 6.2.2 Lengkung Debit Sungai 66 6.3 PERENCANAAN SUNGAI DI JEMBATAN 61 6.3.1 Karakteristik Aliran 611 6.3.2 Arus Balik 621 6.3.3 Pengaruh Penggerusan Pada Arus Balik 6-28 e 6.3.4 Bangunan Atas Terendam Sebagian 6-30 6.3.5 Aliran Melewati Kedalaman Kritik (Jenis 1!) 6-34 6.3.6 Tahapan Perencanaan 6-35 6.3.7 Contoh Perhitungan 6-39 6.4 PERENCANAAN ALUR AIR GORONG-GORONG 6-48 -1 Lingkup 6-48 Jenis Aliran 6-48 Pengendali Masukan 6-48 7 Pengendali Keluaran 6-50 Kedalaman Muka Air Hilir 6-54 Kecepatan Aliran 6-55 . Tahapan Perencanaan 6-56 6.5 PERENCANAAN ALUR AIR PELINTASAN BANJIR 6-69 6.5.1 Lingkup 6-69 6.5.2. Pendahuluan 6-69 6.5.3 Hidrolika 6-69 e 6.5.4 Pertimbangan Perencanaan 6-73 6.5.5 Proteksi 6-75 6.6 DAFTAR PUSTAKA 6-79 ‘kst 4.1 -PanauanPoysictan Janton = 20 Jury 1993 6i 6. HIDROUIKA DAFTAR TABEL Tabel 6.1 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Sungai Kecil 67 Tabel 6.2 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Dataran Banjir 68 Tabel 6.3 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk’Suhgai Besar 69 Tabel 6.4 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Saluran Buatan 6-10 Tabel 6.5 - Cara Perencanaan untuk Penentuan Alur Air Jembatan 6-36 Tabel 6.6 - Contoh Perhitungan - Detail Pelintasan 6-39 Tabel 6.7 - Contoh Perhitungan - Tahapan Perencanaan 6-40 Tabel 6.8 - Contoh Perhitungan - Besaran Sungai Alami 6-46 Tabel 6.9 - Tahapan Perencanaan untuk Penentuan Alur Air Gorong-gorong 6-56 Tabel 6.10 - Koefisien Kehilangan Permulaan untuk Gorong-gorong 6-59 Tabel 6.11 - Tahapan untuk Penentuan Debit pada Pelintasan Banjir 6-71 Tabel 6.12 - Contoh Perhitungan - Pelintasan Banjir dengan Kondisi Aliran Bebas 6-73 Tabel 6.13 - Batas Pelayan Lalu Lintas 6-74 Tabel 6.14 - Proteksi Batu untuk Pelintasan Banjir 6-78 i MSS. Pas Payecian Jaton - 20 Janay 1993, 6. HIDROUKA DAFTAR GAMBAR Gambar 6.1 - Karakteristik Aliran Saluran Terbuka 6-2 Gambar 6.2 - Sketsa Definisi Tinggi Tekan Spesifik 64 Gambar 6.3 - Garis Aliran untuk Pelintasan Normal Tipikal 6-12 Gambar 6.4 - Pelintasan Normal - Pangkal dengan Tembok Sayap 6-13 Gambar 6.5 - Pelintasan Normal - Pangkal Kolom Terbuka 614 Gambar 6.6 - Jenis Aliran yang Tercakup 6-15 Gambar 6.7 - Perkiraan a, 6-20 Gambar 6.8 - Kurva Dasar Koefisien Arus Balik (Aliran Subkritik) 6-23 Gambar 6.9 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Pilar 6-24 Gambar 6.10 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Eksentrisitas 6-25 Gambar 6.11 - Pelintasan Miring 6-26 Gambar 6.12 - Peningkatan Koefisien Arus Membalik untuk Kemiringan 6-27 Gambar 6.13 - Perbandingan Panjang Proyeksi terhadap Normal dari Jembatan untuk Arus Balik Ekuivalen (Pelintasan Miring) 6-28 Gambar 6.14 - Pengaruh Penggerusan pada Alur Air di Jembatan 6-29 Gambar 6.15 - Faktor Koreksi untuk Penggerusan Arus Balik 6-30 Gambar 6.16 - Kasus 1 - Koefisien Debit untuk Gelagar Sebelah Udik dalam Aliran 6-32 Gambar 6.17 - Kasus 2 - Koefisien Debit untuk Semua Gelagar dalam Aliran 6-33 Gambar 6.18 - Kurva Koefisien Arus Balik Sementara untuk Aliran Jenis II 6-35 Gambar 6.19 - Penampang Melintang Sungai Dilokasi Jembatan (dilihat dari udik sungai) 6-39 Gambar 6.20 - Contoh Perhitungan - Lengkung Debit 6-46 Gambar 6.21 - Contoh Penampang Melintang di Jembatan 6-47 Gambar 6.22 - Gorong-gorong dengan Pengendali Masukan 6-49 Gambar 6.23 - Gorong-gorong dengan Pengendali Masukan 6-50 6. HIDROLIKA Gambar 6.24 - Terminologi untuk Kondisi Aliran Penuh 6-52 Gambar 6.25 - Muka Air Hilir Pada atau Diatas Puncak Gorong? 6-53 Gambar 6.26 - Muka Air Hilir Dibawah Puncak Gorong-gorong 6-53 Gambar 6.27 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Boks Dengan Pengendali Masukan 6-60 Gambar 6.28 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Beton Dengan Pengendali Masukan 6-61 Gambar 6.29 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Baja Gelombang Dengan Pengendali Masukan 6-62 Gambar 6.30 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Boks Beton Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n=0.012 6-63 Gambar 6.31 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Pipa Beton Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n=0.012 6-64 Gambar 6.32 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Gorong-gorong Baja Gelombang Standar Mengalir Penuh dengan Pengendali Keluaran n=0.024 6-65 Gambar 6.33 - Kedalaman Tinggi Tekan Air untuk Pelat Struktural Baja Gorong? Pipa Metal Bergelombang Mengalir Penuh dengan 1=0.0328 sampai n=0.0302 6-66 Gambar 6.34 - Kedalaman Kritik d, - Penampang Persegi 6-67 Gambar 6.35 - Kedalaman Kritik d, - Pipa Sirkular 6-68 Gambar 6.36 - Koefisien Debit untuk Aliran Melewati Timbunan Badan Jalan «6-72 Gambar 6.37 - Penampang Melintang Pelintasan Banjir Tipikal 6-75 Gambar 6.38 - Kecepatan Melewati Pelintasan Banjir Tipikal 6-76 iv MSE. -Pmcuan Panyeitan Jenssen «20 Janay 1993 6. HIDROLIKA 6.1 PENDAHULUAN Bagian Panduan ini meliputi prinsip-prinsip aliran dalam saluran terbuka sebagai latar belakang untuk perencanaan alur air. Perencanaan alur air dari jembatan dan gorong? juga Gijelaskan termasuk cara perhitungan debit alur air, kurva arus membalik dan perilaku aliran untuk susunan geometrik tipikal. 6.2 ALIRAN SALURAN TERBUKA 6.2.1 Jenis Aliran a. Umum Aliran dalam saluran terbuka diklasifikasikan sebagai aliran langgeng dan aliran tidak lanageng. Aliran disebut langgeng bila besarnya debit tidak berubah sesuai waktu. Aliran langgeng kemudian diklasifikasikan sebagai seragam bila penampang melintang saluran, kekasaran dan kelandaian adalah tetap, dan sebagai tidak seragam atau berubah bila besaran saluran bervariasi dari potongan ke potongan. Kedalaman aliran dan kecepatan rata-rata akan tetap untuk aliran langgeng dalam saluran yang seragam. b. Aliran Seragam Dengan kedalaman aliran d yang diketahui dalam saluran seragam, kecepaten rate-rata V (m/det) dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning : v. A se (6.1) 7 dimana V = = _kecepatan rata-rata dari aliran (m/detik) R= jatijari hidraulik = A/P A = Iwas penampang melintang deri aliran (m?) P = _keliling basah dari penampang melintang aliran (m) S = _ kelandaian (mim) n = __koefisien kekasaran Manning Q (m*/detik) adalah kemudian Q=Av (6.2) Rumus Manning akan memberi harga kecepatan yang cukup teliti, hanya bila debit, Penampang melintang saluran, kekasaran dan kemiringan adalah tetap sepanjang jarak yang cukup untuk menetapkan kondisi aliran seragam. Secara tepat, kondisi aliran seragam OMSS-MLOPanuon Fenyickan Jerbstan “4 Jenny 1983 61 6. HIDROLIKA jarang, terjadi dalam alam karena penampang saluran berubah dari titik ke titik. Untuk maksud praktis, bagaimanapun, persamaan Manning dapat digunakan untuk masalah aliran sungai umum dengan menetapkan suatu anggapan. Bila persyaratan aliran seragam dipenuhi, kedalaman d dan kecepatan V disebut normal dan kelandaian permukaan air dan dasar saluran adalah sejajer. Untuk maksud praktis sedikit kurang ratanya dasar sungai atau sedikit penyimpangan dari penampang melintang menengah dapat diabaikan selama kelandaian menengah dari saluran dapat dianggap garis lurus. c. Energi Aliran Air yang mengalir mengandung dua bentuk energi yaitu energi, potensial dan kinetik. Gambar 6.1 - Karakteristik Aliran Saluran Terbuka Energi potensial (atau laten) pada suatu titik tertentu diwakili oleh kedalaman air ditambah ketinggian Z dari dasar saluran diatas suatu datum tertentu. Energi kinetik (atau gerak}, dalam meter diwakili oleh tinggi tekan kecepatan V//2g). Pada masalah aliran sungai sering perlu dipertimbangkan jumlah energi terhadap dasar saluran. Ini disebut energi spesifik atau tinggi tekan spesifik H, dan adalah sesuai dengan kedalam air d ditambah tinggi tekan kecepatan Heed % (6.3) 29 Pada waktu lain perlu digunakan energi total (tinggi tekan total), yang merupakan tinggi tekan spesifik ditambah ketinggian daser saluran diatas suatu datum terpilih. Sebagai Contoh, tinggi tekan total boleh digunakan dalam rumus energi, yang menyatakan bahwa tinggi tekan total pada satu titik dalam saluran yang mengangkut aliran air adalah sama dengan tinggi tekan total pada tiap titik sebelah hilir ditambah kehilangan energi (tinggi tekan) yang terjadi antara dua titik tersebut. Rumus energi (Bernoulli) umumnya ditulis : % “oe. 16.4) 4+ Fo 2a hE 6 2 + hay 6-2 uss. ke Pann Pa 6. HIDROLIKA Perhatikan bahwa dalam Gambar 6.1 garis yang diperoleh dengan menggambar tinggi tekan kecepatan diatas permukaan air adalah garis sama seperti yang diperoleh dengan menggambar kehilangan energi spesifik diatas dasar saluran. Garis ini mewakili energi total, Potensial dan kinetik, dari aliran dalam saluran dan disebut garis tinggi tekan atau garis energi total. Kelandaian S dari garis energi adalah ukuran kelandaian gesek atau tingkat kehilangan tinggi tekan energi akibat gesekan. Kehilangan tinggi tekan total pada panjang Z adalah sama dengan S.L. Pada kondisi aliran seragam, garis energi adalah sejajar dengan permukaan air dan dasar saluran. d. Aliran Kritik Nilai relatif dari energi potensial (kedalaman) dan energi kinetik (tinggi tekan kecepatan) adalah penting dalam analisa aliran saluran terbuka. Pertimbangkan, sebagai contoh, hubungan tinggi tekan spesifik, d+ V*/2/2g) dan kedalaman d dari debit yang diketahui dalam saluran pada berbagai kelandaian. Penggambaran nilai tinggi tekan spesifik sebagai ordinat dan kedalaman yang berkaitan sebagai absis akan menghasilkan kurva tinggi tekan spesifik seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.2. Garis diagonal lurus ditarik melalui titik-titik dimana kedalaman dan tinggi tekan spesifi adalah sama. Demikian garis ini mewakili energi potensial, dan perbedaan ordinat antara garis tersebut dan kurva tinggi tekan spesifik adalah tinggi tekan kecepatan untuk kedalaman tertentu. Perubahan besar debit @ atau dalam ukuran atau bentuk saluran akan mengubah kedudukan kurva, tetapi bentuk dan lokasi umum diatas dan sebelah kiri garis diagonal akan tetap sama. Perhatikan bahwa ordinat pada tiap titik di kurva tinggi tekan Spesific mewakili energi spesifik total, d+ V/(2g) pada titik tersebut. Titik terendah dari kurva mewakili aliran dengan energi minimum. Kedalaman pada titik ini dikenal sebagai kedalaman kritik d,, dan kecepatan yang berkaitan adalah kecepatan kritik, V,. Dengan aliran seragam, kelandaian saluran pada mana terjadi kedalaman kritik dikenal sebagai kelandaian kritik S, Titik-titik sebelah kiri titik rendah pada kurva tinggi tekan spesifik (Gambar 6.2) adalah untuk kelandaian saluran yang lebih curam dari kritik dan menunjukkan kedalaman relatif dangkal dan kecepatan tinggi (Gambar 6.2). Aliran demikian disebut aliran superkritik. Jenis aliran ini dapat terjadi dalam sungai pegunungan. Pada aliran superkritik, kedalaman aliran pada tiap titik dipengaruhi oleh kendali sebelah udik, umumnya titik pada mana kedalaman kritik terjadi. Titik sebelah kanan titik rendah pada kurva tinggi tekan spesifik (Gambar 6.2c) adalah untuk kelandaian kurang dari kritik dan menunjukkan kedalaman relatif besar dengan kecepatan rendah (Gambar 6.2c). Aliran demikian disebut aliran subkritik. Jenis aliran ini terjadi dalam sungai pedataran dan daerah lembah lebar. Pada aliran subkritik, kedalaman pads tiap titik dipengaruhi oleh kendali sebelah hilir, yang dapat merupakan kedalaman kritik atau permukaan air dalam danau atau saluran’ besar sebelah hilir Besarnya kedalaman kritik hanya tergantung pada debit dan bentuk saluran, dan tidak tergantung pada kelandaian atau kekasaran saluran. Demikian, untuk tiap ukuran dan bentuk saluran yang diberikan, hanya terdapat satu kedalaman kritik untuk suatu debit tertentu. 5 21 Pancuan Parveen Jentatn 4 anuey 1993 63 6. HIDROLIKA ge tn ssi (ances aoe Garis energt Garis energi Yo ‘oa Kedalaman - Meter Acuan 2 Alan superritk . Lenphung tngotkan spesihk e.Alvan superkitkt Gambar 6.2 - Sketsa Definisi Tinggi Tekan Spesitik Kedalaman kritik nilai penting dalam analisis hidraulik karena merupakan kendali dalam jangkauan aliran tidak seragam, bilamanapun aliran berubah dari subkritik ke superkritik. Keadaan tipikal padamana aliran kritik terjadi adalah : * pada penyempitan, seperti gorong? pada kelandaian curam atau dengan arus membalik. + pada puncak bendungan arus, seperti pelintasan sungai * pada pembukaan gorong? dengan debit bebas atau kedalam saluran relat lebar. Energi potential dan Kinetik dari aliran dalam saluran dapat dinyatakan dengan bilangan Froude, ditentukan sebagai : pe (6.5) vod dengan Vv = kecepatan rata-rata dari aliran (m/s) = percepatan gravitasi (m/detik?) = kedalaman hidraulik (m}, yang ditentukan sebagai luas penampang melintang air tegak lurus pada arah aliran dalam saluran yang dibagi oleh lebar permukaan bebas. Untuk saluran persegi ini adalah sama dengan kedalaman penampang aliran. 6-4 MSS. ML6- Pando Panyedcan Jarbatan = Janey 1989, 6. HIDROLIKA Bila F = 1, V, = Vo (6.6) dan aliran disebut berada dalam keadaan kritik. Bila F < 1, atau V < Vigd), aliran adalah subkritik, Bila F > 7, atau V > Vigd), aliran adalah superkritk. Aliran Tidak Seragam Aliran seragam sepenuhnya jarang terjadi dalam saluran alamish atau buatan, karena Perubahan dalam penampang seluran, kemiringan, atau kekasaran menyebabkan bahwa kedalaman dan kecepatan aliran rata-rata bervariasi dari titik ke titik sepanjang saluran, dan Permukaan air tidak akan sejajar dengan dasar saluran. Aliran yang berubah dalam tinggi dan kecepatan sepanjang saluran disebut tidak seragam. Walaupun aliran dalam ruas sungai seragam, pada umumnya sebenarnya tidak seragam, biasanya dianggap aliran seragam karena karekteristik aliran seragam dapat dihitung langsung, dan nilai perhitungan umumnya cukup dekat dengan kenyataan untuk maksud praktis. Dengan aliran subkritik, perubahan dalam bentuk, kelandaian atau kekasaran saluran, mempengaruhi aliran untuk jarak cukup besar disebelah udik, dan demikian aliran disebut berada dibawah pengendalian sebelah hilir. ila konstruksi seperti gorong? menyebabkan genangan, atau bentang jembatan menyebabkan arus balik, permukaan air diatas Penyempitan akan menjadi kurva asimtotik rata terhadap permukaan air normal disebelah hulu dan terhadap ketinggian air pada genangan atau jembatan. Profil permukaan air ini dikenal sebagai kurva arus balik, dengan karakteristik sangat panjang. Contoh lain dari pengendali sebelah hilir terjadi bila pelebaran saluran yang mendadak, seperti pada ujung gorong? menyebabkan penurunan profil aliran sampai kedalaman kritik. Permukaan profil air sebelah udik, akibat perubahan penampang atau pemutusan dalam kelandaian saluran akan menjadi asimtotik terhadap permukaan air normal sebelah hulu, tetapi akan menurun terhadap permukaan air normal sewaktu mendekati perubahan saluran. Dalam contoh ini, aliran tidak seragam karena perubahan kedalaman air yang disebabkan oleh perubahan dalam penampang saluran. Perhitungan langsung untuk aliran saluran terbuka dengan rumus Manning tidak mungkin dalam daerah perubahan penampang saluran, Dengan aliran superkritik, perubahan dalam bentuk, kelandaian atau kekasaran saluran tidak dapat diproyeksikan kesebelah udik, kecuali untuk jarak sangat pendek. Bagaimanapun, Perubahan dapat mempengaruhi kedalaman aliran pada titik sebelah hilir, dengan demikian aliran disebut berada dibawah pengendalian sebelah udik. DBMSS-ALGl -Panduan Panysdian derbtan 4 Jun 1999 65 6. HIDROLIKA 6.2.2 Lengkung Debit Sungai a. Umum Adalah penting bahwa ketinggian normal muka air untuk suatu debit banjir rencana harus ditentukan setepat mungkin pada tempat penyeberangan sungai (yaitu jembatan, gorong? ‘atau pelintasan sungai). Hal ini dapat ditentukan berdasarkan pengamatan muka air aliran, dan bila ini tidak tersedia, berdasarkan pendekatan teoritik seperti cara luas kelandaian, menggunakan data banjir maksimum sebagai pengecekan bila tersedia. i Metode Luas Dan Kemiringan Yang berikut adalah variasi cara luas dan kemiringan yang disederhanakan, menggunakan penampang melintang tunggal pada ruas sungai yang relatif lurus, diantara dua tikungan ‘sungai yang relatif stabil satu. Pada sungai dengan penampang melintang tidak teratur, perlu untuk membagi luas air untuk tinggi muka air tertentu kedalam sub penampang lebih kecil, yang kurang lebih teratur, dengan memberi angka kekasaran yang sesuai pada tiap sub penampang dan menghitung debit untuk tiap sub penampang secara terpisah, menggunakan rumus Manning. Debit total kemudian dapat diperoleh dengan penambahan debit dari tiap sub penampang. Ini dapat diulang untuk tinggi muka air yang lain dan digambar lengkung debitnya. Perhatian harus diberikan dalam pengumpulan dan penggunaan data lapangan, untuk menghindari kesalahan dalam hasil akhir. c. Kekasaran Saluran Kepentingan utama dalam perhitungan luas dan kemiringan adalah kemampuan untuk mengevaluasi secara tepat kekasaran saluran utama dan dataran banjir (bantaran sungai), yang keduanya bervariasi secara ekstrim akibat tumbuh-tumbuhan dan kedalaman aliran. Sebagai pedoman, nilai koefisien kekasaran aliran Manning n, yang umumnya diperoleh dalam praktek, diringkas untuk berbagai keadaan saluran dan dataran banjir dalam Tabel 6.1 dan 6.2. Dalam memilih koefisien kekasaran dari Tabel 6.1, perlu diingat bahwa nilai 1, untuk aliran dengan kedalaman kecil terutama pada dataran banjir (bantaran sungai) yang diliputi oleh rumput, tumbuh-tumbuhan liar dan rendah, dapat menjadi jauh lebih besar dibanding dengan kekasaran aliran dengan kedalaman air yang lebih besar untuk kondisi yang sama. Dilain pihak, karena tinggi muka air di sungai dengan dasar aluvial naik, gelombang pasir terbentuk dan dapat mengakibatkan naiknya nila. 6-6 [1IS5.a481 ancien Peectan Jembatan <4 Janey 1993 6. HIDROUKA Tabel 6.1 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Sungai Kecil SUNGAI KECIL Lebar permukaan pada banjir kurang dari 30 m L Joris Saluran Keadaan Saluran 2 Manning Penampang Relatif | Berbagai rumput dan tumbuh?an liar, 0.030 - 0.035 Teratur sedikit atau tanpa tumbuh’an rendah. Tumbuh‘an liar yang rapat, kedalaman 0.035 - 0.050 aliran lebih besar dari tinggi tumbuh?an Berbagai tumbuh‘an, tumbuh?an rendah_ | 0.035 - 0.050 yang relatif jarang pada tebing Berbagai tumbuh’an, tumbuh?an rendah | 0.050 - 0.070 yang relatif rapat pada tebing Dengan pohon* dalam saluran, dimana | Tingkatkan vii | dehan terendam pada air tinggi diatas dengan 0.010 - 0.020 Teratur Penampang Tidak | Terdapat kedung’, saluran meander ringan Tingkatkan ni diatas dengan 0.010 - 0.020 Sungai Didaerah Pegunungan pada air tinggi. Tidak ada tumbuh*an dalam saluran, tebing umumnya terjal, Pohon? dan tumbuh*an rendah sepanjang tebing, terendam Dasar dari kerikil batu bulat dan beberapa | 0.040 - 0.050 batu kali Dasar dari batu bulat, dengan batu kali 0.050 - 0.070 yang besar. —} [EMSS-MG -Panduan Parveen Jertan 4 Jews 1983 67 6. HIDROLIKA Tabel 6.2 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Dataran Banjir DATARAN/BANTARAN BANJIR pohon yang tumbang, sedikit tumbuh?an rendah, air tinggi mencapai dahan? Jenis Saluran Keadaan Saluran ‘Manning Rumput Rumput pendek 0.030 - 0.035 tanpa semak? Rumput tinggi 0.035 - 0.050 Daerah Pertanian | Tanpa tanaman 0.030 - 0.040 Baris tanaman 0.035 - 0.045, Lapangan tanaman 0.040 - 0.050 Tumbuh?an Rendah | Sedikit tumbuh?an rendah, tumbuh?an liar | 0.050 - 0.070 yang rapat Tumbuh?an rendah yang ringan dan 0.060 - 0.080 pohon? Tumbuh*an sedang sampai padat 0.100 - 0.160 Pohon? Lapangan bebas dengan batang pohon 0.040 - 0.050 tanpa dahan baru Lapangan bebas dengan batang pohon, | 0.060 - 0.080 dengan dahan baru yahg lebat Lapangan padat dengan pohon, beberapa | 0.100 - 0.120 pohon yang tumbang sedikit tumbuh7an tendah, air tinggi berada dibawah dahan? Lapangan padat dengan pohon, beberapa | 0.120 - 0.160 68 DSS.AL6 Pandan Pony demain «4 Janvry 1993 6. HIDROLIKA Tabel 6.3 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Sungai Besar SUNGAI BESAR Lebar Permukaan pada banjir lebih dari 30m Jenis Saluran Saluran 2 Manning | ampang Teratur | Tanpa batu kali atau tumbuh7an rendah | 0.025 - 0.035 Penampang Tidak | Seluran Kasar 0.035 - 0.100 Teratur n Manning adaleh lebih kecil dari nilai untuk sungai kecil dengan kondisi serupa arena tebing memberikan tahanan kurang effektif. BMSE.ALE Pansuan Paoyaan Je 4 dauay 1985 69 6. HIDROLIKA Tabel 6.4 - Koefisien Kekasaran Manning n untuk Saluran Buatan SALURAN BUATAN [__ceris Seturan Kondisi Saluran 1 Manning Saluran dengan —_| Beton, permukaan halus 0.012 permukaan dilapis lapisan kedap air Beton aspal 0.013 - 0.016 Saluran tanah Penampang seragam, rumput pendek 0.022 - 0.027 Penampang relatif seragam, rumput dan | 0.025 - 0.030 beberapa tumbuh?an liar Penampang relatif seragam, tumbuh’an | 0,030 - 0.035 liar yang padat, saluran dalam Penampang relatif seragam, dasar 0.030 - 0.040 berbatu bulat Saluran tidak Tumbuh‘an liar setinggi kedalaman pada | 0.080 - 0.120 terpelihara dengan | air tumbub?an liar dan tumbuhan rendah tidak dipotong Dasar bersih, tumbuh?an rendah pada 0.050 - 0.080 tebing sungai Tumbuh?an rendah yang rapat, air banjir | 0.100 - 0.140 tinggi 6-10 [MS. 61 -Panduan Paryhan Jenbatan Juny 1995, 6. HIDROLIKA 6.3 PERENCANAAN SUNGAI DI JEMBATAN 6.3.1 Karakteristik Aliran a. Umum Adalah tidak ekonomis atau perlu untuk membentangi seluruh lebar sungai seperti yang terjadi pada aliran banjir. Bila kondisi mengijinkan, timbunan jalan pendekat diperpanjang ‘sampai pada dataran bajir untuk mengurangi biaya, dengan memperhatikan bahwa dengan ‘melakukan demikian, timbunan badan jalan pendekat akan menyempitkan aliran sungai pada waktu banjir. Hal ini dalam praktek kurang dapat diterima. Bila dilaksanakan sampai melewati batas, bagaimanapun penyempitan aliran dapat menyebabkan kerusakan Jembatan, biaya pemeliharaan mahal, atau juga menimbulkan kehilangan total dari jembatan atau timbunan jalan pendekat. Pola aliran pada penyempitan saluran dengan dasar sungai yang dapat menahan gerusan dijelaskan dalam Gambar 6.3. Aliran yang dibatasi oleh tiap pasangan garis aliran berdekatan adalah sama (25 m*/detik). Perhatikan bahwa penyempitan saluran rupanya praktis tidak menghasilkan perubahan pada bentuk garis aliran dekat as saluran. Perubahan garis aliran sangat besar terdapat dekat pangkal, karena momentum aliran dari bagian saluran yang menyempit harus mendorong bagian tengah aliran agar dapat masuk kedalam Penyempitan. Setelah meninggalkan penyempitan, aliran berangsur-angsur melebar (5° sampai 7° tiap sisi) sampai kondisi biasa dalam sungai pulih kembali. Penyempitan aliran menghasilkan kehilangan energi, kehilangan energi yang besar terjadi didaerah pelebaran disebelah hilir sungai. Kehilangan energi dicerminkan dalam kenaikan permukaan air dan dalam garis energi disebelah hulu jembatan. Hal ini dijelaskan paling baik dengan profil sepanjeng pusat sungai, seperti dijelaskan dalam Gambar 6.4 dan 6.5a. Tinggi aliran normal untuk debit tertentu, sebelum penyempitan saluran, diwakili oleh garis Putus-putus yang menunjukkan muka air normal (muka air disingkat sebagai WS dalam gambar). Kondisi muka air setelah penyempitan saluran diwakili oleh garis penuh atau disebut muka air aktual. Perhatikan bahwa muka air mulai naik diatas tingkat normal pada Potongan 1, ‘melewati tingkat normal dekat Potongan 2, mencapai kedalaman minimum sekitar Potongan 3, dan kemudian kembali ke tingkat normal pada jarak cukup besar disebelah hilir sungai, pada Potongan 4. Penentuan kenaikan muka air pada Potongan 1, dinyatakan oleh simbol ‘A’, dan disebut sebagai arus balik dari jembatan, adalah pokok utama dalam bagian b. Jenis Aliran Yang Tercakup Terdapat tiga jenis aliran yang dapat terjadi pada perencanaan sungai di jembatan. Ini adalah Jenis |, Il dan Ill pada Gambar 6.6. Garis terputus panjang yang ditunjukkan pada tiap profil mewakili muka air normal, atau tinggi air rencana anggapan sebelum adanya as, Penyempitan dalem saluran. Garis utuh mewakili konfigurasi muka air pada garis pusat saluran dalam tiap kasus, setelah jembatan terpasang. Garis terputus pendek mewakili kedalaman kritik, atau muka air kritik dalam saluran utama (y,, dan y,,) dan kedalaman kritik dalam penyempitan, y,,, untuk debit rencana dalam tiap kasus. Karena kedalaman air Normal diperlihatkan sama dalam empat profil, debit, kekasaran pembatas dan kelandaian saluran haus semuanya meningkat untuk dapat melewatkan aliran Jenis | sampai Jenis IIA, ‘sampai Jenis IIB, sampai Jenis Ill USS-AM81-PancuanPanylcten Jmaoan <6 Janu 1982 611 6. HIDROLIKA 2 Porongans area \/ Saluran —= Penyempitan ‘Saluran Penyempitan Tebing Sungai | LJ LATA P SEY hraie Gambar 6.3 - Garis Aliran untuk Pelintasan Normal Tipikal Aliran Jenis 1 Menunjuk pada Gambar 6.6a, dapat diamati bahwa muka air normal dimanapun berada diatas kedalaman kritik. Ini telah disebut Jenis | atau aliran subkritik, jenis yang umum terjadi dalam praktek. Dengan pengecualian dari Sagian 6.3.5, semua keterangan perencanaan dalam bagian ini dibatasi pada aliran Jenis | (aliran subkritik). Rumus erus balik untuk aliran Jenis | diperoleh dengan menggunaken prinsip kekekalan energi antara potongan 1 dan 4. Aliran Jenis WA Terdapat paling sedikit dua variasi aliran Jenis Il yang akan diuraikan disini sebagai Jenis, WA dan IIB. Untuk aliran Jenis IIA, Gambar 6.60, muka air normal dalam saluran tidak menyempit berada diatas kedalaman kritik, tetapi muka air melewati kedalaman kritik pada Penyempitan. Sekali kedalaman kritik dicapai, muka air disebelah hulu dari penyempitan, dan juga arus balik menjadi tidak tergantung pada kondisi di hilir (walaupun muka air kembali ke tingkat normal pada Potongan 4). Jadi rumus arus balik untuk aliran Jenis | 8. HIDROLIKA Js2} Muka sir sepaniang tebing sungsi i) 34, ah ie | Rienge fy Ma ta pacha sung es Fotengan 1 Porongan 2 Porongan 3 Poronoan & 8. FOTONGAN MEMANUANG ALAN Tp a 4 DENAH Lokasi JEMBATAN Gambar 6.4 - Pelintasan Normal - Pangkal dengan Tembok Sayap tidak berlaku untuk aliran Jenis Il Aliran Jenis 1B Muka air untuk Jenis IIB, Gambar 6.6c, mulai diatas muka air normal dan kedalaman kritik disebelah udik, meleweti kedalaman kritik pada penyempitan, kemudian turun dibawah kedalaman kritik disebelah hilir dari penyempitan dan kemudian kembali ke normal. Pengembalian ke kedalaman normal dapat agak serentak seperti pada Gambar 6.6c, ‘membentuk loncatan hidraulik kurang baik, mengingat muka air normal dalam sungai adalah wry 1093, 613 6. HIDROLIKA IS nua — Ft = anol [Aran Trp Azan Muka air aktual paca as sunga: Sapte Potongan 1 Potongan 2 Petongan 3 Fotongan 4 2. POTONGAN MEMANJANG ALIRAN ©. POTONGAN 2 Potongan 1 yyw * Porongan 377 voooe 3 cps “sg Sa 4 Qu Gd. DENAH LOKAS! JEMBATAN Gambar 6.5 - Pelintasan Normal - Pangkal Kolom Terbuka iatas kedalaman kritik. Rumus arus balik yang berlaku untuk kedua Jenis aliran 11 dan IB telah dikembangkan dengan mempersamakan energi total antara Potongan 1 dan titik pada mana muka air melewati tingkat kritik dalam penyempitan. Aliran Jenis tll Pada aliran Jenis lll, Gambar 6.6d, muka air normal dimanapun dibawah kedalaman kritik dan seluruh aliran adalah superkritik. Kasus ini tidak umum yang memerluken gradien terjal tetapi kondisi demikian terjadi, khusus dalam daerah pegunungan. Secara teoritik arus balik 614 MGS MLE Pans Fenian demon «4 January 1993 6. HIDROUKA JENIS ALIRAN | (SUBKRITIK) _— Mts normal : , is ad a (MELEWATI ALIRAN KAITIK) Muka air normal oneatan air ie = ican Resour sah“ (C-JENIS ALIRAN Te (MELEWATI ALIRAN KRITIK) D JENIS ALIRAN (SUPERKRITIKI tidak terjadi untuk jenis ini, karena selurub aliran a ketidak rataan dari muka air disekitar Gambar 6.6 - Jenis Aliran yang Tercakup dalam Gambar 6.6d c. Definisi Simbol alah superkritik. Lebih mungkin terjadi penyempitan, bagaimanapun, seperti ditunjukkan ‘Simbol yang digunakan dalam bagian ini umumnya dicantumkan disini sebagai petunjuk. Simbol yang tidak terdapat disini, ditentukan dimana digunakan pertama kali A, 0 Luas aliran termasuk arus balik pada Potongan 1 (Gambar 6.4b dan 6.5b) (mn?) Luas aliran dibawah muka air normal pada Potongan 1 (m?) 6-15 8. HIDROLIKA Anz Luas aliran penuh dalam penyempitan dibawah muka air normal pada Potongan 2 (Gambar 6.4c dan 6.8c) (m*). Luas aliran pada Potongan 4 pada mana muka air normal pulih kembali (Gambar 6.4a) (m7). Luas proyeksi dari pilar tegak lurus pada aliran (antara muka air normal dan dasar sungai) (m7) Luas gerusan diukur disebelah hilir jembatan (m7) Luas aliran dalam potongan antara dalam saluran pendekat (m*). Lebar penyempitan (Gambar 6.4c, 6.5¢ dan Bagian 6.3.1.d) (m). Lebar penyempitan pada pelintasan miring diukur sepanjang garis pusat jalan (Gembar 6.11) (m). hr, Jb", = Faktor koreksi untuk arus balik dengan penggerusan. Koefisien arus balik untuk aliran Jenis lI. Eksentrisites =(7-Q/Q) —_ diana @, < Q, atau (1~aya) —— dimana @, > @, Percepatan gravitasi = 9.81 m/detik? Arus balik total atau kenaikan diatas tingkat normal pada Potongan 1 (Gambar 6.4a dan 6.52) (m). Arus balik dengan penggerusan (m). Arus balik dihitung dari kurva dasar (Gambar 6.8) (m). Jarak vertikal dari muka air disebelah hilir timbunan terhadap muka air normal pada Potongan 3 (Gambar 6.4¢ dan 6.5a) (m). AJA,z = perbandingan las terhalang oleh pilar terhadap luas alur air penuh di jembatan dibawah muka air normal pada Potongan 2 (Gambar 6.9). Koefisien arus balik dari kurva dasar (Gambar 6.8). Peningkatan koefisien arus balik untuk pilar (Gambar 6.9). Peningkatan koefisien arus balik untuk eksentrisitas (Gambar 6.10). Peningkatan koefisien arus balik untuk kemiringan (Gambar 6.12). K, + BK, + AK, + AK, = koefisien arus balik total untuk aliran subkritik Pengangkutan dalam Potongan antara dari saluran pendekat. %y Ye Vie Yow 6. HIDROLIKA Pengangkutan dari bagian saluran didalam panjang proyeksi jembatan pada Potongan 1 (Gambar 6.4b dan 6.5b dan Bagian 6.3.1.¢). Pengangkutan deri bagian dataran banjir alami yang terhalang oleh timbunan jelan (subkrip menunjukkan sisi kiri dan kanan, menghadap hil) (Gambar 6.4b dan 6.5b dan Bagian 6.3.1.¢). Pengangkutan total pada Potongan 1 (Bagian 6.3.1.e). Perbandingan bukaan jembatan (Bagian 6.3.1.1). Koefisien kekasaran Manning (Bagian 6.3, Tabel 6.1 sampai 6.4). Keliling basah subpenampang dari saluran (m). Aliran dalam bagian saluran didalam panjang proyeksi jembatan pada Potongan 1 (Gambar 6.3) (m*/detik). Aliran pada bagian dataran banjir alami yang terhalang oleh timbunan jalan (Gambar 6.3) (m*/detik). Q, + , + Q, = Total debit (m*/detik). a/p = Jari-jari hidrolik sub penampang dari dataran banjir atau saluran utama (m). Kelandaian dasar saluran atau muka air normal. aa, Kecepatan rata-rata pada Potongan 2 (midetik). aA, Kecepatan rata-rata pada Potongan 4 (midetik). Q/A,, = Kecepatan rata-rata dalam penyempitan untuk aliran pada tingkat normal (m/detik) Kecepatan kritik dalam penyempitan untuk aliran pada tingkat normal (midetik) Lebar pilar tegak lurus pada arah arus (Gambar 6.9) (m). Lebar permukaan sungai termasuk dataran banjir (Gambar 6.3) (m). Kedalaman aliran pada Potongan 1 (m) Kedalaman aliran pada Potongan 4 (m). A,2/b = Kedalaman menengah aliran dibawah jembatan, tingkat normal (Gambar 6.5¢) (m). Kedalaman kritik pada Potongan 1 (m). Kedalaman kritik pada penyempitan (m). owss-m6 6-17 6. HIOROUKA Yaw ° d. Kedalaman kritik pada Potongan 4 (m). Koefisien tinggi tekan kecepatan pada Potongan 1 (Bagian 6.3.1.g). Koefisien tinggi tekan kecepatan pada penyempitan. Faktor pengali untuk pengaruh M pada penambahan koefisien arus balik untuk pilar (Gambar 7.96) A’, +b’, = untuk jembatan tunggal. Sudut kemiringan (° derajat) (Gambar 6.11). Definisi Istilah Penjelasan khusus diberikan dibawah dengan memperhatikan konsep beberapa istilah dan ungkapan yang sering digunakan dalam bagian panduan ini. Tingkat Normal Tingkat normal adalah ketinggian muka air normal sungai pada lokasi jembatan, untuk debit tertentu, sebelum penyempitan sungai (lihat Gambar 6.4 dan 6.52). Profil muka air adalah biasanya sejajar dengan dasar sungai Pelintasan Normal Pelintasan normal adalah dengan linemen pada kurang lebih 90° terhadap arah umum dari arus selama air tinggi (seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.3). Pelintasan Eksentrik Pelintasan eksentrik adalah dimana saluran utama dan jembatan tidak berada pada tengah dari dataran banjir (Gambar 6.10). Pelintasan Miri 0 Pelintasan miring adalah yang bersudut selain dari 90° terhadap arah umum dari arus selama tingkat banjir (Gembar 6.11). Lebar Penyempitan b Tidak terjadi kesulitan dalam menyatakan dimensi ini untuk pangkal jembatan dengan permukaan vertikal mengingat 6 adalah jarak horisontal antara permukaan pangkal. Dalam hal lebih umum yang menyangkut pangkal kolom terbuka, dimana penampang melintang pada penyempitan tidak teratur, disarankan agar penampang melintang tidak teratur dinyatakan dalam Iuas teratur trapesium atau ekuivalen, seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.5c. Demikian panjang bukean jembatan dapat dinyatakan sebagai : 6. HIDROLIKA (6.7) e. Daya Angkut Daya angkut adalah ukuren kemampuan saluran untuk mengangkut aliran. Pada sungai dengan penampang melintang tidak teratur, perlu untuk membagi luas air kedalam sub Penampang lebih kecil tetapi lebih teratur, dengan memberi koefisien kekasaran sesuai pada tiap penampang dan menghitung debit tiap sub penampang secara terpisah. Merujuk pada rumus Manning untuk aliran saluran terbuka, debit dalam sub penampang dari saluran adalah : a PR gin ieee (6.8) : 7 Dengan penyusunan kembali 1 waa (6.9) gi dengan & adalah daya angkut sub penampang. Dengan demikian, daya angkut dapat, dengan demikian, dinyatakan dalam istilah faktor aliran atau faktor geometrik tepat. Pada Perhitungan alur air, pengangkutan digunakan sebagai pengertian untuk memperkirakan distribusi aliran dalam saluran sungai alami disebelah hulu jembatan. Caranya akan dijelaskan dalam Bagian 6.3.6. Daya angkut total K,, adalah jumlah dari daya angkut individual dalam Potongan 1 f. Perbandingan Bukaan Jembatan Perbandingan bukaan jembatan, M, menentukan tingkat penyempitan sungai yang bersangkutan, dinyatekan sebagai perbandingan aliran yang dapat melewati hambatan melalui penyempitan jembatan terhadap aliran total sungai. Merujuk pada Gambar 6.3 : Q, Q, M=———"2___ , + Q+Q, a (6.10) 210 tau M = 210 . 9, atau M = FY = 06 Penampang melintang tidak teratur adalah umum pada sungai alami dan variasi dalam kekasaran pembatasan dalam tiap penampang melintang menghasilkan variasi kecepatan melintang sungai seperti ditunjukkan oleh garis aliran dalam Gambar 6.3. Perbandingan bukaan jembatan, M, paling mudah dijelaskan dari hubungan daya angkut. Mengingat daya angkut sebanding dengan debit, dengan anggapan semua sub penampang mempunyai kelandaian sama, M, dapat dinyatakan juga sebagai Ky Ky meh KKK” (6.11) BMSS-MLE Panton Penylais Jean & Jens 1993 6-19 6. HIDROLIKA g. Koefisien Energi Kinetik Mengingat distribusi kecepatan dalam sungai bervariasi dari maksimum pada bagian lebih dalam dari saluran sampai hampir nol sepanjang tebing, tinggi tekan kecepatan rata-rata dihitung sebagai (@/A,,/"//2g) untuk sungai pada Potongan 1, tidak memberikan ukuran benar untuk energi kinetik aliran. Berat nilai rata-rata untuk energi kinetik diperoleh dengan ‘mengalikan tinggi tekan kecepatan rata-rata diatas, dengan koefisien energi kinetik, a, ditentukan sebagai a, = Vv) (6.12) QV dengan v kecepatan rate-rata dalam sub penampang q debit dalam sub penampang sama. Q debit total dalam sungai. V,, = kecepatan rate-rata sungai pada Potongan1 atau Q/A,, Cara perhitungan akan lebih dijelaskan dalam Bagian 6.3.6. Koefisien kedua, a, diperlukan untuk koreksi tinggi tekan kecepatan untuk distribusi kecepatan tidak seragam dibawah jembatan : a, ran (6.13) aM dimana V, = _kecepatan rata-rata dalam penyempitan = Q/A,. Nilai a, dapat dihitung tetapi a, tidak langsung diketahui untuk jembatan. Gambar 6.7 yang menghubungkan a, dengan a, dan perbandingan penyusutan, M, berdasarkan pengukuran aktual di lokasi jembatan dan dapat digunakan untuk memperkirakan a,, disarankan erkiraan a, berada pada nilai lebih tinggi. a % a4 a 3.0 30 26 26 22 22 18 18 14 14 10 O01 02 03 04 05 08 O07 08 08 10 Gambar 6.7 - Perkiraan a, 6-20 MSS. 61 Pansuan Pangan Jemoatan 22 Janay 1989 6. HIDROUKA 6.3.2 Arus Balik a Perumusan untuk Arus Balik Bagian ini memberikan cara praktis untuk perkiraan pengaruh arus balik akibat penyempitan jembatan. Perumusan untuk arus balik dibuat dengan menerapkan prinsip kekekalan energi antara titik arus balik maksimum disebelah udik jembatan, Potongan 1, dan titik disebelah hilir jembatan Padamana tingkat normal telah dipulihkan kembali Potongan 4 (Gambar 6.4a)._ Rumus berlaku baik, bila saluran sekitar jembatan cukup lurus, luas penampang melintang sungai cukup seragam, gradien dasar kurang lebih tetap antara Potongan 1 dan 2, aliran bebas menyusut dan melebar, tidak terdapat penggerusan berarti pada dasar dalam penyempitan dan aliran berada dalam tingkat subkritik. Rumus perkiraan arus balik disebelsh hulu jembatan yang mempersempit aliran adalah sebagai berikut : 2 Wi = Kt 0, YE + a, |e) - (Axe? Vee 16.14) 29 Ae A 29 dimana fh, = —_arus balik total (m) K = _ koefisien air total a,& a, = seperti _ketentuan dalam Rumus (6.12) dan (6.13) (Bagian 6.3.1.9). Aw = luas air penuh dalam penyempitan diukur dibawah tingkat normal (m’), Vig = —_kecepatan rata-rata dalam penyempitan atau Q/A,. (m/detik). A. = _luas air pada Potongan 4 dimana tingkat normal dipulihkan kembali (m?) A; = Iwas air pada Potongan 1 termasuk yang dihasilkan oleh arus balik (m’, Untuk perkiraan arus balik, perlu diperoleh nilai perkiraan A’, dengan menggunakan bagian pertama dari Rumus (6.14) : Kg, Me 6.15) Waka (6.15) 9 Nilai A, dalam bagian kedua Rumus (6.14) yang tergantung pada A’, kemudian dapat ditentukan dan bagian kedua rumus dievaluasi : BMSEMLE Pons Panyte Jembatan- 20 Jen 1993 6-21 6. HIDROLIKA Mee (6.16) b. Koefisien Arus Balik Dua simbol secara bertukar digunakan dalam penulisan dan keduanya adalah koefisien arus balik. Simbol K, adalah koefisien arus balik untuk jembatan padamana hanya perbandingan bukaan jembatan, M, dipertimbangkan. Ini dikenal sebagai koefisien dasar dan kurva Gambar 6.8 disebut kurva dasar. Nilai koefisien arus balik keseluruhan, K” tergantung pada nilai M tetapi juga dipengaruhi oleh : * Jumlah, ukuran, bentuk dan penempatan pilar dalam penyempitan. + Eksentrisitas atau kedudukan tidak simetrik dari jembatan mengingat penampang melintang lembah, dan + Kemiringan (jembatan melintasi sungai pada sudut lain dari 90°). Akan ditunjukkan bahwa XK’ terdiri dari koefisien dasar kurva, K,, pada mana ditambahkan peningkatan koefisien untuk memperhitungkan pengaruh pilar, eksentrisitas dan kemiringan. Nilai X” bagaimanapun terutama tergantung pada tingkat penyempitan aliran di jembatan. aa Pengaruh M dan Bentuk Pangkal (Kurva Dasar) Gambar 6.8 menunjukkan kurva dasar untuk koefisien arus balik, K,, digambar berkaitan dengan perbanding bukaan, M, untuk tembok sayap dan pangkal kolom terbuka. Perhatikan bahwa koefisien, K,, meningkat dengan penyempitan saluran. Kurva bawah berlaku untuk tembok sayap pangkal 45° dan 60° dan semua jenis kolom terbuka. Kurva untuk tembok sayap pangkal 30° dan untuk tembok pangkal vertikal 90° untuk jembatan sampai panjang 60 m. Bentuk ini dapat dilihat pada sketsa Gambar 6.8. Jarang terdapat jembatan lebih dari panjang 60 m dengan jenis pangkal tersebut. d. Pengaruh Pilar (Pelintasan Normal) Arus balik yang disebabkan oleh penempatan pilar dalam penyempitan jembatan direncanakan sebagai peningkatan koefisien arus balik AX,, yang ditambahkan pada koefisien kurva dasar K, bila terdapat arus balik, AX, tergantung pada perbandingan yang dipikul luas pilar tethadap luas penuh bukaan jembatan, jenis pilar (atau susunan tiang dalam hal pilar tiang), nilai perbandingan bukaan jembatan, M, dan sudut pilar terhadap arah aliran banjir. Perbandingan luas air yang digunakan oleh pilar, A,, tethadap luas air penuh dalam penyempitan, A,., keduanya berdasarkan muka air normal, ditetapkan dengan huruf J. Dalam menghitung luas air penuh, A,2. terdapatnya pilar dalam penyempitan diabaikan. Peningkatan koefisien arus balik untuk jenis pilar dan pilar tiang lebih umum dapat diperoleh dari Gambar 6.9. Dengan memasukan nilai J yang tepat dalam Bagan A dan membaca keatas sampai jenis pilar yang tepat, AK dibaca dari ordinat. Peroleh faktor koreksi o dari Bagan B untuk perbandingan bukaan selain dari satu. Peningkatan koefisien arus balik adalah : 6-22 less. anatPanduon Pen (8. MIDROLIKA 20 28 25 24 22 lap aR iTS 08 er OF aa OS UOT Oa aS TO Gambar 6.8 - Kurva Dasar Koefisien Arus Balik (Aliran Subkritik) K,= 0 AK (6.17) Peningkatan koefisien arus balik untuk pilar tiang dapat dipakai, untuk semua maksud praktis, tidak tergantung pada diameter, lebar atau jarak tiang, tetapi harus ditingkatken bila terdapat lebih dari 5 tiang pada pilar tiang. Pilar tiang dengan 10 tiang harus diberi nilai AK, sekitar 20% lebih tinggi dari nilai yang tercantum untuk pilar tiang dengan 5 tiang. Bila terdapat kemungkinan bahwa sampah terkumpul pada pilar, atau tiang, dianjurkan untuk ‘menggunakan nilai J lebih besar untuk mengimbangi penghalang tambahan tersebut. Untuk pelintasan biasa dengan pilar, koefisien arus balik total menjadi K* = K, (Gambar 6.8) + AK, (Gambar 6.9) (6.18) e. Pengaruh Pilar (Pelintasan Miring) Dalam hal pelintasan miring, pengaruh pilar direncanakan seperti penjelasan pelintasan Normal (Bagian 6.3.2.4) kecuali untuk perhitungan J, A,, dan M. Luas pilar untuk pelintasan miring, A,, adalah jumlah vas pilar individual tegak lurus pada arah umum aliran, seperti ditunjukkan oleh sketsa dalam Gambar 6.9. Perhatikan bagaimana lebar pilar W, diukur bila pilar tidak sejajar dengan arah umum aliran. Luas penyempitan, A,,, untuk pelintasan miring adalah berdasarkan panjang proyeksi jembatan, b, cos @ (Gambar 6.11) Lagi pula, A,, adalah nilai penuh dan termasuk luas yang digunakan oleh pilar. Nilai J adalah luas pilar, A,, dibagi oleh luas proyeksi penuh dari penyempitan jembatan. Keduanya diukur tegak lurus pada arah umum aliran. Perhitungan M untuk pelintasan miring adalah juga berdasarkan panjang proyeksi jembatan, yang akan lebih banyak dijelaskan dalam Bagian 6.3.2.9. BMSE.ALGPansuan Panyaas ten «20 Jnuny 1883 6-23 5. HIDROLIKA Lebar pat nox ade aan = meter aa Ting ter pada aran - meter N= Sumiah pia (ig Berdasar sr Ayo DM, he * Juan uns gan cabetde Diar yang terproyeksi yg sian potangan me. intang aw dalam aran og erase Bran igunakan ro anlang, co= ‘ets panjang jembatan Eearan atean uta petetasan ror an, ane ' | . 2 0 «= «0 a a 4 E Gambar 6.9 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Pilar f. Pengaruh Eksentrisitas. Menunjuk pada sketsa dalam Gambar 6.10 dapat dilihat bahwa simbol Q, dan Q, pada Potongan 1 digunakan untuk mewakili debit yang dihalangi oleh timbunan jalan pendekat. Bila penampang melintang sangat asimetrik sehingga @, kurang dari 20% Q, atau sebaliknya, koefisien arus balik akan menjadi sedikit lebin besar daripada untuk M sebanding yang ditunjukkan dalam kurva dasar. Besarnya peningkatan koefisien arus balik, AK,, dengan memperhitungkan pengaruh eksentrisitas, diperlihatkan dalam Gambar 6.10 Eksentrisitas e ditentukan sebagai 1 dikurangi perbandingan debit lebih kecil terhadap lebih besar diluar panjang proyeksi jembatan atau : 6-24 (S5.0.81-Pandun Panylaian semnaan 20 Jrway 1985 6. HIDROLIKA ee Q, (6.19) e+ 1-2 aman 020, ‘Sketsa dalam Gambar 6.10 akan membantu dalam menjelaskan terminologi. Sebagai contoh, bila @/Q, = 0.05, eksentrisitas e = (7 - 0.05) atau 0.95 dan kurva untuk @ = 0.95 dalam Gambar 6.10 digunakan untuk memperoleh AK,. Pengaruh terbesar pada koefisien arus balik akibat eksentrisitas akan terjadi bila jembatan berada dekat tebing vertikal dimana dataran banjir hanya terjadi pada satu sisi dan eksentrisitas adalah 7.0. Koefisien arus balik keseluruhan untuk pelintasan eksentris ekstrim dengan tembok sayap atau pangkal kolom terbuka dan pilar akan menjadi : K, (Gambar 6.8) + 4K, (Gambar 6.9) + AK, (Gambar 6.10) (6.20) ees Aa CETTE 2, ena Sy a3 fdimana ,< Q, @, 00-25 amine o<0, 0.20, 0.16 oz 0.04 Gambar 6.10 - Peningkatan Koefisien Arus Balik untuk Eksentrisitas 6-25 6. HIDROUKA 3. Pengaruh Kemiringan Metode perhitungan untuk pelintasan miring berbeda dari pelintasan normal, sebagai berikut : Perbandingan bukaan jembatan, M, dihitung pada panjang proyeksi jembatan daripada Panjang sepanjang garis pusat. Panjang diperoleh dengan memproyeksi bukaan jembatan disebelah udik sejajar dengan arah aliran utama banjir seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.11. Arah aliran utama berarti arah banjir yang terjadi sebelum penempatan timbunan jalan dalam sungai. Panjang bukaan penyempitan adalah b, cos @ dan luas A,, adalah berdasarkan panjang ini. Tinggi tekan kecepatan V,,/(2g/ yang disubstitusi dalam Rumus (6.14) adalah berdasarkan luas proyeksi A,». Aur ie a 1 Aur a bani __| 1 Gambar 6.11 - Pelintasan Miring Gambar 6.12 menunjukkan peningkatan koefisien arus balik AK, untuk pengaruh kemiringan, untuk tembok sayap dan pangkal jenis kolom terbuka. Peningkatan koefisien bervariasi dengan perbandingan bukaan, M, sudut kemiringan jembatan @, dengan arah 6-26 6. HIOROLIKA umum aliran banjir, dan alinemen permukaan pangkal, yang ditunjukkan oleh sketsa dalam Gambar 6.12. TT -02 4-& oo ene on \] = ~ 02| cory - 04 ® - 08! os 04 somo enerre7] 08 10 Gambar 6.12 - Peningkatan Koefisien Arus Membalik untuk Kemiringan Perhatikan bahwa peningkatan koefisien arus balik, AX,, dapat menjadi negattif atau positif. Nilai negatif dihasilkan oleh cara perhitungan dan tidak perlu menunjukkan bahwa arus balik akan berkurang dengan penggunaan pelintasan miring. Peningkatan nilai tersebut dapat ditambahkan secara aljabar pada K, yang diperoleh dari kurva dasar. Koefisien arus balik total untuk pelintasan miring dengan permukaan pangkal searah alinemen aliran dan pilar akan menjadi : K* = K, (Gambar 6.8) + 4K, (Gambar 6.9) + AK, (Gambar 6.12a) (6.21) Gambar 6.13 dipersiapkan dengan menggunakan data sama seperti Gambar 6.12. Dengan memasukkan sudut kemiringan dan nilai proyeksi M dalam Gambar 6.13, perbandingan b, cos @/b dapat dibaca pada ordinat. Dengan diketahuinya 6 dan h’, untuk pelintasan normal sebanding, dapat diperoleh ,, panjang bukaan yang diperlukan untuk jembatan miring agar Mmenghasitkan jumlah arus balik sama untuk debit rencana. Bagan tersebut sangat membantu untuk perkiraan dan pengecekan. EMSA Pnaian Panyactan Joan 13 Jruny 1993, 6-27 8. HIDROLIKA to 'SUOUT LENGKUNG @ { DERAIAT WH = Winget ST = Spitvough Gambar 6.13 - Perbandingan Panjang Proyeksi terhadap Normal dari Jembatan untuk Arus Balik Ekuivalen (Pelintasan Miring) 6.3.3 Pengaruh Penggerusan Pada Arus Balik a Umum Perkiraan arus balik dalam Bagian terdahulu telah dibatasi untuk kasus dimana tidak terjadi Penggerusan. Dalam keadzan aktual dimane timbunan jalan pendekat menyempit aliran yang menyebabkan arus balik dan kecepatan lebih tinggi melalui bukaan jembatan, Penggerusan akan terjadi bila dasar sungai terdiri dari bahan lepas atau lunak (untuk Penjelasan kejadian penggerusan, lihat Bagian 7, Prediksi Penggerusan, dan Bagian 8, Proteksi Penggerusan). Jumlah penggerusan akan tergantung pada bahan dasar sungai dan kecepatan aliran. Bila banjir bertahan untuk jangka waktu cukup lama, kondisi seimbang mungkin dihasilkan oleh peningkatan luas alur air, resultanta reduksi dalam arus balik dan kecepatan, dan reduksi kapasitas aliran yang menyebebkan penggerusan lebih lanjut. Gambar 6.14 menunjukkan pengaruh penggerusan pada arus balik jembatan. Dalam hal dimana pondasi jembatan dapat diamankan secara baik (ihat Bagian 8), dapat disarankan agar membiarkan terjadi penggerusan untuk kepentingan penggunaan jembatan lebih pendek. Tujuan sama dapat diperoleh dengan memperluas alur air dibawah jembatan dengan penggalian mekanis selama pelaksanaan. Dalam hal demikian perlu ditentukan jumlah arus balik yang dinarapkan dengan peningkatan luas alur air. b. Penentuan Arus Balik Kurva rencana yang diturunkan dari percobaan model tercakup sebagai Gambar 6.15. Faktor koreksi untuk arus balik dengan penggerusan ( = h",/h",) digambar sesuai dengan 6-28 495.108! -Pansan Penylan Jamaatan «4 Sanury 1993 6. HIDROUKA POTONGAN MEMANJANG PADA AS SUNGAI Gambar 6.14 - Pengaruh Penggerusan pada Alur Air di Jembatan Faktor koreksi untuk arus balik dengan penggerusan (C = h’,/h",) digambar sesuai dengan A/A,z, dimana istilah dengan subskrip, menunjukkan nilai dengan penggerusan; yang tanpa subskrip mewakili nilai sama yang dihitung dengan dasar sungai tetap. Andaikata arus balik Pada jembatan tertentu adalah 0,5 m tanpa penggerusan, ini akan berkurang sampai 0,26 m dengan penggerusan untuk memperluas alur air dengan 50%, atau akan berkurang sampai 0,16 m bila luas alur air menjadi dua kali lipat. Pengurangan sama berlaku baik untuk perbandingan (6.22) sehingga satu kurva akan cukup untuk ketiganya. Jadi untuk memperoleh arus balik dan keterangan berkaitan untuk lokasi jembatan dimana penggerusan dibiarkan terjadi, dimana Penggerusan tidak dapat dihindari atau dimana alur air diperbesar selama pelaksanaan, maka terutama perlu untuk memperkirakan arus balik dan besaran lain yang diminta sesuai cara untuk dasar tetap dalam Bagian 6.3.2, menggunakan penampang melintang asli dari ‘sungai di lokasi jembatan. Nilai ini kemudian dikali dengan koefisien umum dari Gambar 6.14 sebagai berikut hi = C hy (6.23) hi = Chg (6.24) wh, = Cyh (6.25) MSS-M.81 Pend Panyn Jntan «20 Jey 1883, 6-29 8. HIDROLIKA j thi on ! L | | | oon aa on ca ta a ta ts Ana Gambar 6.15 - Faktor Koreksi untuk Penggerusan Arus Balik 6.3.4 Bangunan Atas Terendam Sebagian a Umum Timbul kesus padamana diperlukan untuk menghitung arus balik disebelah udik jembatan atau debit dibawah jembatan bila aliran berada dalam kontak dengan gelagar. Sekali aliran kontak dengan gelagarjembatan sebelah udik, terjadi rongga aliran sehingga debit kemudian bervariasi sebagai akar tinggi tekan efektif. Hasiinya adalah peningkatan agak cepat dalam debit untuk kenaikan sedang dalam tingkat udik sungai. Lebih besar debit, tentu, kemungkinan penggerusan meningkat dibawah jembatan. Terendamnya lantai jembatan merupakan kondisi yang jarang dalam perencanaan, tetapi sering terjadi pada jembatan lama. ua kasus dipertimbangkan dibawah, pertama dimana hanya gelagar sebelah udik terendam seperti ditunjukkan oleh sketsa dalam Gambar 6.16 dan kedua dimana penyempitan jembatan beralir penuh, semua gelager berada dalam aliran, seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.17. b. Kasus 1 - Gelagar Sebelah Udik Dalam Aliran Cara pendekatan paling mudah dan masuk akal adalah menganggap kondisi aliran ini sebagai masalah pintu air (kasus ekstrim) Menggunakan rumus umum untuk aliran pintu air 6-30 fMSS61 ancien Panyltan Jamoatan = 4 Jnuey 1883 6. HIDROLIKA 1 O= ob, zal, - 2, “p 16.26) dimana @ = debit total (m*/detik) cy = koefisien debit 7 = lebar bersih alur air - tidak termasuk pilar (m) es = jarak vertikal - dasar gelagar sebelah udik terhadap dasar ‘sungai rata-rata dibawah jembatan (m) Ye = jarak vertikal - muka air sebelah udik terhadap dasar ‘sungai rata- rata di jembatan (m). Untuk Kasus 1, koefisien debit c, digambar berkaitan dengan parameter y,/Z pada Gambar 6.16. Kurva atas berlaku untuk koefisien debit dimana hanya gelagar sebelah udik berada dalam kontak dengan aliran. Dengan substitusi nilai dalam Rumus (6.26), penyelesaian Mmungkin untuk muka air disebelah udik atau debit dibawah jembatan, tergantung pada besaran yang diketahui. Ternyata bahwa kurva koefisien (Gambar 6.16) mendekati nol bila y/2 menjadi satu. Hal ini tidak terjadi apabila nilai bates dari y/Z untuk mana Rumus (6.26) berlaku adalah tidak banyak kurang dari 7.7. Terdapat suatu daerah peralihan antara y/2 = 1.0 dan 1.1 dimana muka aliran bebas berubah untuk membuat rongga aliran atau sebaliknya. Jenis aliran dalam batas veriasi ini tidak dapat diprediksi. Untuk y/Z = 1.0, aliran tergantung pada kelandaian alami sungai, sedang faktor ini kurang penting setelah rongga aliran ditentukan atau y/Z > 1.1. Dalam menghitung kurva umum arus balik sungai melintasi jembatan yang ditunjukkan dalam Gambar 6.16, perlu untuk mengetahui ketinggian muka air sebelah hilir dan udik dari jembatan. Kedalaman perkiraan aliran, y,, dapat diperoleh dari Gambar 6.16 dengan memasukkan skala puncak dengan nilai tepat dari y,/Z dan membaca kebawah sampai kurva atas, kemudian horisontal ke kurva bawah, dan akhirnya kebawah ke skala lebih Fendah seperti ditunjukkan oleh panah. Skala lebih rendah membarikan perbandingan y,/y,. Kasus 2 - Semua Gelagar dalam Kontak dengan Aliran Bila seluruh luas dibawah jembatan digunakan oleh aliran, perhitungan dilaksanakan dengan cara berlainan. Untuk menghitung muka air di udik jembatan, muka ait pada sebelah hilir dan debit harus diketahui. Atau bila debit diperlukan, penurunan dalam muka air melintasi timbunan badan jalan, Ah dan luas bersih dibawah jembatan diperlukan. Titik percobaan pada Gambar 6.17 adalah untuk tembok sayap dan pangkal kolom terbuka, menunjukkan koefisien debit menjadi tetap sebesar 0,80 untuk variasi kondisi percobaan. Rumus yang disarankan untuk jembatan gelagar beton dengan rata-rata dua sampai empat jalur dalam Kasus 2 adalah: + Q= 08 b, Z(29 ah* (6.27) dengan simbol yang ditentukan‘Sesuai Rumus (6.26). Disini lebar bersih alur air (tidak termasuk lebar pilar) digunakan lagi. Sebaiknya diadakan pengukuran Mh melintang timbunan jalan daripada tepat pada jembatan. Jembatan terendam sebagian bersaing BMSS.MLG-Fenduan Pony Janbeten 4 Jeary 1993 6-31 8. HIDROLIKA a% M.A. sepaniang pangkal jembatan 4O tea 0.7] 1748 9 0.5] os 6 O48 0.3] 02| on } H 1 7 1 Gambar 6.16 - Kasus 1 - Koelisien Debit untuk Gelagar Sebelah Udik dalam Aliran dengan gorong? boks terendam tetapi pada skala besar. Perendaman, tentu dapat meningkatkan kemungkinan penggerusan dibawah jembatan. Untuk membuat kurva umum dari arus balik untuk sungai pérlu diketahui penurunan dalam muka air melintang jembatan lama dan juga ketinggian muka air aktual diudik atau hilir jembatan. Sekali Af dihitung dari Rumus (6.27), kedalan¥fan aliran sebelah hulu, y,, dapat diperoleh dari Bagan 8, Gambar 6.17 dimana y adalah kedalaman dari tingkat normal sampai dasar sungai rata-rata pada jembatan dalam meter. 6-32 MS. FancuonPanyeldton Jenbatn 4 Jnuny 1993, 6. HIDROUKA 18 8 1 * y 12 _ 0 ah y : = os LCL er eter os A av Cg } 20 L SOK sarang ban tle 0.2 al { A OQ = Cp,Z/2gRR o ° or _ 0 i Gambar 6.17 - Kasus 2 - Koefisien Debit untuk Semua Gelagar dalam Aliran 6-33 8. HIDROUIKA 6.3.5 Aliran Melewati Kedalaman Kritik (Jenis II) a, Pendahuluan Perhitungan arus balik untuk jembatan pada sungai dengan gradien cukup terjal, dengan cara yang diuraiken sampai butir ini, dapat menghasilkan nilai tidak wajar. Bila ini terjadi hal ini mungkin suatu tanda bahwa aliran tersebut adalah Jenis I! (lihat Gambar 6.6) dan analisis arus balik untuk tingkat subkritik dibawah jembatan tetapi kembali ke aliran normal atau subkritik pada jarak tertentu sebelah hilir sungai. Dalam kasus aliran Jenis 1B, muka air melewati melalui tingkat kritik dibawah jembatan dan kemudian turun dibawah tingkat kritik sebelah hilir sungai. Sumber satu-satunya untuk data aliran Jenis Il adalah studi model yang meliputi hanya batasan terbatas dari perbandingan kontraksi. b. Koefisien Arus Balik Rumus untuk koefisien arus balik untuk aliran Jenis Il adalah : +y Me AY ve a \Ve, (6.28) * 29 dimana ¥ = = _kedslaman normal pada penyempitan atau A,,/b (m) Yee = kedalaman kritik pada penyempitan atau A,/b (m) Vz, = —_-kecepatan kritik pada penyempitan atau Q/A,, (m/detik) Vz, = luas pada penyempitan dibawah kedalaman kritik (m) 2, = _koefisien tinggi tekan kecepatan untuk penyempitan. Koefisien arus balik telah ditentukan dengan simbol ¢, untuk membedakannya dari koefisien untuk aliran subkritik. Kurva dari Gamber 6.18 memperhitungkan untuk perbandingan kontraksi saja, yang merupakan faktor utama. Pengaruh pilar, eksentrisitas dan kemiringan tidak dievaluasi karena sifat sementara dari kurva. Peningkatan koefisien dari Gambar 6.9, 6.10, 6.11 untuk pilar, eksentrisitas dan kemiringan tidak berlaku untuk masalah aliran Jenis II. Arus balik untuk aliran Jenis 1 dengan tanpa toleransi untuk pilar, eksentritas dan kemiringan adalah kemudian : (6.29) c. Pengenalan Jenis Aliran Kesulitan utama adalah untuk menentukan jenis aliran yang terjadi pada lokasi jembatan yang diusulkan dilapangan sebelum mulai dengan perhitungan arus balik. Jawaban pasti tidak dapat diberikan karena kebanyakan maselah yang mencakup alam akan menjadi kasus 6-34 BMSS-MLE- Pann Penal Jembatan «4 Janay 1993 6. HIDROLIKA Kr 1.0 Gambar 6.18 - Kurva Koefisien Arus Balik Sementara untuk Aliran Jenis I! batas. Sebagai saran, coba pendekatan Jenis | untuk pertama-tama menghitung arus balik. Bila hasilnya ternyata tidak wajar, ulangi perhitungan arus balik dengan menggunakan pendekatan Jenis II. Umumnya terdapat perbedaan dalam dua hasil yang cukup besar sehingga hasil yang salah terlihat. Dengan kata lain, bila arus balik untuk Jenis Il menghasilkan nilai lebih kecil dari perhitungan Jenis |, aliran pasti akan menjadi Jenis ll. 6.3.6 | Tahapan Perencanaan Table 6.5 memberikan tahapan prosedur penentuan alur air jembatan (yaitu, panjang jembatan dan ketinggian tanta. 6-35 8. HIDROLIKA Tahap Tabel 6.5 - Cara Perencanaan untuk Penentuan Alur Air Jembatan —— Cara Perencanaan - (Tabel 6.5) Tahap 1 Tentukan besarnya aliran di lokasi untuk periode ulang rencana menggunakan Bagian 5, Hidrologi, dari panduan ini. Tahap 2 Tentukan lengkung debit untuk sungai di lokasi jembatan sebagai berikut : a Gambar penampang melintang sungai yang mewakili pada Potongan 1 (lihat Gambar 6.4 dan 6.5). Bila saluran cukup lurus dan penampang melintang cukup seragam sekitar jembatan, penampang melintang alami di lokesi jembatan dapat digunakan untuk maksud ini b, Bagilah penampang melintang sesuai perubahan tertentu pada kedalaman aliran dan kekasaran. Tentukan nilai koefisien kekasaran Manning pada tiap sub penampang (lihat Tabel 6.1 sampai 6.4). c. Hitung debit dalam tiap sub penampang (cara ditunjukkan dalam contoh perhitungan dalam Bagian 6.3.7) untuk berbagai tingkat tinggi. Jumlahkan debit dalam sub penampang untuk tiap tingkat tinggi dan gambar kurva tingkat debit. Tahap 3 Tentukan tingkat tinggi di lokasi jembatan untuk debit rencana dari kurva tingkat debit diatas Tahap 4 Pilih kecepatan aliran melalui bukaan jembatan untuk membatesi Penggerusan atau membiarkan penggerusan sesuai permintaan. Tahap 5 Tentukan panjang minimum bukaan jembatan b yang diperlukan untuk melewatkan debit rencana dengan anggapan muka air berada pada tingkat tinggi, seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.4.c Dalam hal mencakup pangkal kolom terbuka, dimana penampang melintang dari penyempitan adalah tidak teratur, nyatakan penampang tidak teratur kedalaman trapesium atau luas ekuivalen teratur seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5¢. Pilih ketinggian lantai jembatan dan cobalah panjang jembaten berdasarkan panjang minimum bukaan jembatan dan panjang bentang yang diminta 6-36 6. HIDROLIKA Tahap Cara Perencanaan - (Tabel 6.5) | Tahap 6 | Tentukan jenis aliran (lihat Bagian 6.3.1.b) yang dicakup sebagai berikut : Hitung kecepatan rata-rata dari aliran melalui bukaan jembatan dengan membagi debit total (debit rencana) dengan luas Penampang melintang aliran (antara pangkal dan dibawah ketinggian muka air normal). Hitung bilangan Froude F dalam penyempitan (lihat Bagian 6.2.1.4). Bila F kurang dari 7.0 aliran adalah subkritik atau aliran Jenis 1 dan arus balik diperkirakan dengan menggunakan cara dalam Bagian 6.3.2.8 Bila F lebih dari 7.0 aliran dalam penyempitan adalah superkri dan aliran dalam saluran utama dari penampang melintang alami harus diperiksa dengan menghitung kecepatan rata-rata dan bilangan Froude dalam sungai utama. Bila bilangan Froude dalam saluran utama adalah juga lebih dari 7.0 aliran adalah superkritik sepanjang sungai atau aliran Jenis Ill dan arus balik tidak boleh terjadi (ihat Bagian 6.2.1.b). Bila bilangan Froude kurang dari 7.0 dalam sungai utama, tetapi lebih dari 7.0 dalam penyempitan aliran melewati melalui kritik dan adalah Jenis 11A atau IIB. Bagaimanapun, seperti disebut dalam Bagian 6.3.5 kebanyakan kondisi aliran Jenis Il adalah kasus batas dan disarankan agar arus balik dihitung untuk kasus Jenis | dan Jenis i dan niai terkecil diambil. Harus diperhatikan juga bahwa penggerusan akan miningkatkan alur air jembaten dan mengurangi kecepatan dalam Penyempitan, yang akan mengurangi aliran melalui penyempitan dari kritik ke subkritik dalam banyak kasus. Tahap 7 | Hitung arus balik dengan menggunakan cara relevan sesuai jenis aliran yang dicakup. shan Joan «6 danuiy 1993 6-37 8. HIDROLIKA Cara Perencanaan - (Tabel 6.5) Setelah sampai pada tingkat tinggi dan arus balik untuk debit rencana untuk panjang percobaan jembatan, periksa ketinggian lantai anggapan. Pada bukaan jembatan periksa antara muka air (ketinggian air normal anggapan) dan tepi bawah lantai jembatan. Ini tidak boleh kurang dari 1m. Sepanjang timbunan jalan dimana ketinggian air adalah jumlah tingkat tinggi dan arus balik, periksa bahwa terdapat cukup jarak bebas terhadap tepi atas timbunan. Ini tidak boleh kurang dari im Bila terdapat kurang jarak bebas dibawah jembatan, naikkan ketinggian lantai jembatan dan bila perlu hitung kembali arus balik. Bila terdapat kurang jarak bebas terhadap tepi atas timbunan, naikkan ketinggian timbunan atau kurangi arus balik dengan menggunakan jembatan lebih panjang 6-38 6, HIDROLIKA @ 6.3.7 Contoh Perhitungan Contoh perhitungan dalam Tabel 6.7 memberikan tahapan perencanaan untuk pelintasan yang diuraikan dalam Tabel 6.6. Detail Pelintasan Tabel 6.6 - Contoh Perhitungan - Detail Pelintasan Detail Deskripsi - Lihat Gambar 6.19, 6.20 & 6.21 Detail 1 | Sungai cukup lurus, penampang melintang relatif tetap disekitar jembatan, pelintasan tegak lurus pada arah unum dari aliran. e Detail 2 | Kelandeien rata-rata dari sungai sekitar jembatan, s =-0.00042 mim. Detail 3 | Bangunan bawah jembatan dilaksanakan dengan lima tiang diameter 500 mm pada tiap pilar. Detail 4 | Pangkal jembatan jenis kolom terbuka dengan kelandaian 1.5:1 Gambar 6.19 - Penampang Melintang Sungai Dilokasi Jembatan (dilihat dari uaik sungai) meter Janay 1889 6-39 8. HIDROLIKA b. Tahap Perencanaan Tabel 6.7 - Contoh Perhitungan - Tahapan Perencanaan Tahap Cara Perhitungan - (Tabel 6.7) Tahap 1 | Debit rencana adalah 220 m*/detik Tahap 2 | Tentukan lengkung debit a. Gambar 6.19 menunjukkan penampang melintang sungai dilokasi jembatan. Pembagian penampang melintang dan nilai » Manning juga diberikan pada Gambar 6.19. c. Untuk kemudahan hanya tingkat tinggi sebesar 35.0 m akan diselidiki. Tabel 6.8 menunjukkan perhitungan debit untuk tingkat tinggi sebesar 35.0 m. Debit untuk tingkat tinggi lain dihitung dengan cara serupa dan lengkung debit digambar seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.20 Tahap 3 | Dari Gambar 6.20 dapat dilihat bahwa tingkat tinggi di lokasi jembatan untuk debit rencana sebesar 220 m*/detik adalah 35.0 m. 6-40 6. HIDROUKA Tahap Cara Pethitungan - (Tabel 6.7) Tahap 4 | Anggap kecepatan rata-rata maksimum melalui bukaan jembatan, Vpats = 2.2 midetik Tanpa gerusan, panjang bukaan b minimum jembatan yang diperlukan untuk melewatkan debit rencana b ‘mats dimana ¥ kedalaman rata-rata aliran dalam penyempitan = 42m - 220 22 ‘Anggap panjang bukaan jembatan sebesar 25 m dipasang seperti ditunjukkan pada Gambar 6.19. Dengan menganggep Ketinggian lantai sebesar 36.5 m dan penempatan pangkal kolom terbuka untuk memelinara luas alur air sama, coba panjang jembatan sebesar 34 m (konfigurasi bentang 10 m - 14 m- 10 m) dengan tinggi struktural lantai jembatan sebesar 1 m seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.21 Tahap 5 | Tentukan jenis aliran. Hitung bilangan Froude F dalam penyempitan Few vod v = kecepatan rata-rata melalui bukean jembatan = 2.2 midetik a = yy =42m Aliran adalah subkritik atau aliran Jenis |. Tahap 6 | Hitung daya angkut dalam tiap sub penampang untuk debit rencana seperti ditunjukkan dalam Tabel 6.8. BMSS-ALG-Ponsun Paoysky deméstan = Janay 1988 6-41 6. HIDROLIKA ee Tahap Cara Perhitungan - (Tabel 6.7) Tahap 7 | Hitung koefisien energi kinetik a,. a Hitung kecepatan, v dan gv” pada tiap sub penampang seperti ditunjukkan dalam Tabel 6.8. b. Hitung kecepatan rata-rata V,, dalam penampang saluran Q _ 220 . ES = 0.84 midetik io 281.4 “ Y, ‘nt ce. Kemudian, a, = LM), _2462 _ . y59 v2, — 220 x (0.84)? Tahap 8 | Hitung perbandingan bukaan jembatan, M (lihat Tabel 6.8). ‘| 6-42 SS. m6 Panu Paylin Jenna «4 Jamsry 1993 6. HIDROLIKA Tahap Cara Perhitungan - (Tabel 6.7) Tahap 9 Tentukan koefisien arus balik total K”. a Tentukan koefisien kurva dasar K, dari Gambar 6.8 dengan M = 0.5 Ky = 1.12 Tentukan peningkatan koefisien arus balik K, untuk pengaruh pilar Dari Gambar 6.21 Iuas penampang air penuh dari penyempitan Ay, = 98.9. Untuk 2 pilar yang terdiri dari 5 tiang diameter 500 mm, luas penghalang (05 x 3.5) x 2=3,5 m? Dari Gambar 6.9a untuk M = 1.0 AK = 0.12 dan Gambar 6.9b untuk M = 0.5, 0 = 0.68. AK,=AK o = 0.12 x 0.68 = 0.082 Karena eksentrisitas kurang dari 20%, AK, Untuk tanpa kemiringan, AK, = 0. Jadi, koefisien arus balik Ko = Ky + AK, + AK, + AK, 1.12 + 0.082 + 0.0 + 0.0 1.202 [NS Panouan Pangan Jomtatan 22 Jeruey 1999, 6-43 6. HIDROLIKA Tahap Tahap 9 | f. Hitung arus balik A", Meyer) Kecepatan rata-rata dalam penyempitan Q 220 = = —— = 2.22 midetik 2 A 989 ae dan Veg 2c ee 29 2x98 Dari Gambar 6.7 untuk a, a; 1.59 dan M = 0.5 1.3 Menggunakan Rumus (6.15) perkiraan arus balik akan menjadi : v2 i K = 1.202 x 1.3 x 0.25 = 0.391 m Substitusi nilai dalam bagian kedua Rumus (6.14) dengan A, = Ay, + hy xW dimana W = lebar aliran (m) A, (261.4 + (0.391 x 104.4) = 302.22 m*> Anz _ {Ane}? | Viz (a) -G |e : = 150 | (228) - ($82) Joas = 0.088 m a p 261.4) — \302.2, Kemudian arus balik total yang dihasilkan oleh jembatan : = 0.391 + 0,056 = 0.447 m 6-44. S506 Panu Parla Jamtatan 4 January 1883 6. HIDROLIKA a Tahap Cara Perhitungan - (Tabel 6.7) Tahap | Periksa ketinggian lantai anggapan sebesar 36.5 m. 10 Pada bukaan jembatan (lihat Gambar 6.21) Tingkat tinggi 35.0 Tinggi jagaan dibawah lantai jembetan 0.5 Tinggi struktural lantai jembatan 1.0 Ketinggian minimum tantai 36.50 m Sepanjang timbunan dimana ketinggian air dipengaruhi oleh arus balik Tingkat tinggi 35.0 Tinggi balik 0.45 Tinggi jagaan minimum 0.5 Ketinggian minimum lantai 35.95 m Perhitungan pertama (Tahap 10 a) menentukan dan ketinggian lantai jembatan sebesar 36.5 m memadai. N85 1 Panduan Panyelshan Jevoaan 4 anv 928 6-45 HIDROUIKA Tabel 6.8 - Contoh Perhitungan - Besaran Sungai Alami (Untuk Tingkat Tinggi 35.0 m) ‘Sub Penampang Tahap 2 Tenap | Tahap 7 6 A a o f= | wm fog | xe dv aw aip a | ae nm | om mvaer| | midet a | 0-30 | 0.040] 55.3 | 302 | 1.83 | 1.50 | 424 | 2069.2] 0.77 | 25.1 30-39 | 0.070] 27.4 | 9.0 | 3.04 | 210 | 168 | 822.2] 061 | 6.2 Q | 39-465 | 0.070| 262 | 75 | 349 | 230 | 17.7 | 861.7] 067 | 7.9 466-86 | 0.035 | 47.3 | 11.0 | 4.30 | 266 | 732 |3573.6] 1.58 | 175.9 56-64 | 0.079] 280] 80 | 350 | 231 | 189 | 922.1] o67 | a5 Q | 64-78 | 0.070] 33.0 | 11.0 | 3.00 | 208 | 20.1 | 9808] 06: | 7.5 75-1028] 0.040 | 44.2 | 27.7 | 1.60 | 1.37 | 30.9 | 1508.9] 0.70 | 15.1 Ay = 261.40 @ = 220.00 rv? ” 220 m9 / dee 2 2 12d 160 1802009094260 780300 DEBIT im) Gambar 6.20 - Contoh Perhitungan - Lengkung Debit 6-46 USS.AL GL Panduan Panyldan Janbatan«& January 1883

Anda mungkin juga menyukai