Anda di halaman 1dari 11

1.

Anoa (Bubalus guarlesi dan Bubalus depressicornis)


Anoa merupakan satwa endemik Pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Tenggara. Terdapat dua
spesies Anoa yaitu Anoa Pegunungan (Bubalus guarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus
depressicornis). Secara fisik Anoa mirip kerbau tapi memiliki tanduk lurus meruncing ke arah
belakang dan memiliki berat antara 150 kg sampai 300 kg, kira-kira sebesar kambing. Anoa
masih bisa ditemukan di daerah Amolengo, Tanjung Peropa, Buto Utara,Tanjung Batikolo,
Lambusango, dan Mangolo. Namun karena aktivitas pertambangan dan perambahan hutan, saat
ini diperkirakan jumlah Anoa tidak sampai 1.000 ekor.

2. Badak Bercula Satu atau Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)


Badak Bercula Satu adalah satu dari lima spesies badak yang masih bertahan di muka bumi
sampai saat ini. Badak Bercula Satu bisa dikatakan sebagai mamalia yang paling langka di dunia
karena kulitnya seperti baju baja serupa dengan hewan-hewan purbakala. Dari pantauan pihak
Taman Nasional Ujung Kulon, sampai saat ini sudah terpantau 35 spesies Rhinoceros sondaicus
yang hidup bebas di taman nasional di ujung Barat Pulau Jawa ini. Selain untuk mengamati
perilaku reproduksi Rhinoceros sondaicus, pihak Taman Nasional Ujung Kulon juga memasang
kamera pengintai untuk mencegah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

3. Beo Nias (Gracula religiosa robusta)


Salah satu satwa kebanggaan orang Nias adalah Burung Beo Nias yang mempunyai nama latin
Gracula religiosa robusta. Burung Beo Nias terkenal dengan kepandaiannya dalam berbicara dan
menirukan berbagai suara. Burung Beo Nias secara endemic hidup di hutan-hutan basah dengan
membuat lubang pada batang pohon-pohon yang tinggi. Selain suaranya, Burung Beo Nias juga
menarik karena memiliki bentuk tubuh yang kekar, bulu yang mengkilap, dan sepasang cuping
telinga yang menyatu dan menggelambir ke arah leher. Burung Beo Nias dulunya terdapat di
daerah Teluk Dalam, Gomo, Lahusa, Alasa, dan sampai Gunung Sitoli. Sayangnya saat ini
keberadaan Burung Beo Nias makin susah ditemukan karena perburuan pihak bertanggung
jawab.

4. Beruang Madu (Helarctos malayanus)


Beruang Madu merupakan jenis beruang dengan ukuran terkecil di dunia dengna panjang
mencapai 1,40 meter. Satwa langka yang menjadi maskot Kota Bengkulu dan Kota Balikpapan
ini merupakan salah satu satwa langka yang dilindungi. Meskipun penyebarannya mencakup
Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, saat ini keberadaannya di alam bebas sulit ditemukan.
Satwa langka yang memiliki nama latin Helarctos malayanus ini memiliki tubuh berwarna hitam
legam dengan sedikit bulu-bulu putih kekuningan berbentuk V dibagian dadanya. Mulutnya
berwarna lebih cerah dari warna badannya. Beruang madu memiliki kuku yang panjang untuk
memanjat pohon. Makanan kesukaannya adalah sarang lebah sehingga beruang terkecil ini
dinamakan Beruang Madu.

5. Burung Cenderawasih Mati-Kawat (Seleucidis melanoleuca)


Keindahan Burung Cenderawasih sudah terkenal ke seluruh penjuru dunia sehingga burung ini
disebut sebagai Bird of Paradise. Burung Surga yang hanya ditemukan di Pulau Papua ini
memiliki sampai 30 spesies yang salah satunya adalah Seleucidis melanoleuca yang dilindungi
negara. Spesies yang juga dinamakan Twelve-wired Bird of Paradise ini memiliki paruh yang
panjang dan ekor yang pendek. Burung pengkicau ini memiliki cirri khas bulu kecil seperti
kawat yang melengkung ke atas, namun kawat ini hanya ditemui pada spesies jantan. Bulu kawat
ini tidak bisa dilihat dari jarah jauh dan kadang hanya bisa dikenali dari suara kepakan sayap saat
terbang. Burung Cenderawasih Mati-kawat ini bisa ditemukan di Pulau Salawati (Papua Barat)
sampai Sungai Membramo dan Teluk Milne (Papua Nugini).

6. Elang Bondol (Haliastur indus)


Elang Bondol seharusnya menjadi satwa terkenal karena pemilik nama latin Haliastur indus ini
menjadi maskot Provinsi DKI Jakarta. Namun tidak banyak yang menyadari keberadaan Elang
Bondol, padahal Elang Bondol sempat dijadikan logo Busway Transjakarta. Elang Bondol
gampang dikenali dengan bagian kepala yang berwarna putih dan badan yang berwarna cokelat
pirang. Karena berkepala putih, Elang Bondol seolah-olah bulu pada kepalanya terkelupas
sehingga disebut Elang Bondol. Saat ini Elang Bondol hanya bisa didapatkan di Kepulauan
Seribu, padahal dulu Elang Bondol banyak hidup di pesisir Jakarta Utara. Mirisnya, Elang
Bondol yang seharunya dilindungi negara malah diperdagangkan secara ilegal di situs jual beli,
salah satunya di Berniaga.Com.

7. Elang Jawa (Nizaetus bartelsi)


Elang Jawa yang mempunyai nama latin Nizaetus bartelsi merupakan satwa endemik Pulau
Jawa. Elang Jawa ini merupakan satwa yang paling mirip dengan lambang Negara Republik
Indonesia, Burung Garuda. Mirisnya, jumlah Elang Jawa semakin menurun karena perburuan
ilegal. Elang Jawa memiliki ukuran tubuh yang cukup besar mencapai 70 cm dengan jambul
yang mencapai panjang 12 cm. Selain jambul panjangnya, Elang Jawa juga memiliki tengkuk
yang berwarna coklat kekuningan, kalau terkena sinar matahari akan terlihat keemasan. Warna
tubuhnya didominasi warna coklat dengan garis-garis hitam yang terlihat jelas saat terbang.
Elang Jawa sebenarnya menyebar hampir di seluruh Pulau Jawa, namun kini Elang Jawa hanya
tinggal di hutan-hutan primer untuk menghindari para pemburu.

8. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)


Gajah Sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia, sayangnya jumlah populasi pemilik
nama latin Elephas maximu sumatranus ini berkurang drastis. Selain perburuan gadingnya,
Gajah Sumatera juga kerap dibunuh karena merusak perkebunan warga, seperti yang terjadi di
Taman Nasional Tesso Nilo beberapa waktu lalu. Pembukaan hutan secara besar-besaran
menghancurkan ekosistem Gajah Sumatera sehingga hewan langka yang harus dilindungi ini
malah disiksa di rumahnya sendiri. Berdasarkan survei terakhir, saat ini jumlah Gajah
Sumatera diperkirakan hanya sekitar 300 ekor. Kita hanya bisa berharap pada konservasi gajah di
Taman Nasional Way Kambas sehingga Gajah Sumatera tetap lestari.

9. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis)


Harimau Sumatera merupakan subspesies harimau terkecil yang masih ada. Jumlah populasi
Harimau Sumatera juga terbilang kecil karena tidak mencapai angka 500 ekor. Perambahan
hutan dan perburuan ilegal menjadi penyebab utama menurunnya jumlah populasi Harimau
Sumatera. Harimau Sumatera dikenal unik karena memiliki tubuh dengan pola berwarna hitam
yang cukup tebal dibanding subspesies lainnya. Jarak antara belangnya cukup dekat dan kadang
terlihat berdempetan. Warna badan Harimau Sumatera juga yang paling gelap di antara
subspesies harimau lainnya, mulai dari kuning kemerahan sampai oranye tua. Harimau Sumatera
memiliki selaput di sela jari-jarinya yang memungkinkannya untuk berenang dengan cepat.

10. Ikan Belida (Notopterus chilata)


Awalnya Ikan Belida berasal dari Kalimantan, lalu menyebar ke Sumatera, Jawa, dan sampai ke
beberapa negara tetangga. Ikan Belida hidup di sungai-sungai dan daerah yang kerap terkena
banjir, tapi ikan yang bernama latin Notopteros chilata ini tidak bisa hidup di daerah yang lebih
tinggi dari 30 mdpl. Ikan air tawar ini merupakan predator yang memakan ikan-ikan kecil dan
hanya beraktivitas di malam hari (nokturnal). Ikan yang memiliki punggung menyerupai bentuk
pisau ini dulunya digunakan sebagai bahan empek-empek dan kerupuk kemplang khas
Palembang. Ikan yang memiliki ciri khas bola-bola hitam yang dilingkari dengan warna putih ini
semakin langka karena perburuan dan kualitas mutu air sungai yang terus menurun.

11. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)


Kemasyhuran Jalak Bali sudah terkenal ke seluruh penjuru dunia. Tidak hanya memiliki suara
yang bagus, Jalak Bali juga mempunyai bentuk tubuh yang indah. Jalak Bali memiliki bulu
berwarna putih hampir di seluruh tubuhnya kecuali pada bagian ujung ekor dan ujung sayapnya
yang berwarna hitam. Uniknya, pada bagian pipi tidak ditumbuhi bulu dan berwarna biru.
Sedangkan kaki spesies Leucopsar rothschildi ini berwarna keabu-abuan. Karena keunikannya,
Jalak Bali dijadikan maskot Provinsi Bali. Karena penampilannya yang indah, Jalak Bali menjadi
burung favorit bagi para kolektor dan pecinta burung. Permintaan ini yang menyebabkan
populasi Jalak Bali semakin berkurang, selain juga karena hilangnya habitat aslinya.

Anda mungkin juga menyukai