Anda di halaman 1dari 66
PANDUAN PRAKTIS MORFOLOGI DAN TERMINOLOGI PENYAKIT KULIT Siti Aisah Boediardja BADAN PENERBIT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia diagnosis kulit. Semoga sumbangan kecil ini menjadi bekal/ panduan mahasiswa dalam pembelajaran aktif mandiri dan saat praktik di klinik, hingga akhirnya berpraktik sebagai dokter. Saya menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka, baik masukan maupun kritik yang membangun saya nantikan. Hal tersebut merupakan hal penting dan berharga bagi perbaikan pada edisi selanjutnya. Buku ini sempat tertunda beberapa tahun karena kendala teknis. Namun, dengan hati putih saya persembahkan buku ini bagi para mahasiswa kedokteran di Indonesia yang membutuh- kannya, khususnya mahasiswa FKUI yang sangat saya cintai. Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyempurnaan buku ini. Semoga berguna. Siti Aisah Boediardja Scanlation, Raw editor and Digital Publisher by someone from 2010 batch Medical students of Tarumanagara. Credit belongs to each author. Dedicated to all dying med student outhere. Consider this for educational purpose only, please buy the book if you can. Good luck with your exam guys! Please write down your note here: DAFTAR ISI Halaman Prakata —— ssessvewenecurserwesensasecessmnswavsan envvesves iii Pemdahuluan — sss cessseceeseassoesceeeesveescoescowneens 1 Il. Teknik pemeriksaan .......ccecsececeeeeereeeeeen eee 3 Il. Berbagai bentuk morfologi dan terminologi..... z Ill. Susunan morfologi (konfigurasi) ........-......665+ 42 IV. Ukuran morfologi 51 V. Distribusi/penyebaran lesi .........ceeeseeeeeeereee 53 VI. Aplikasi klinis 61 Penutup —— sssswesssssesasimsasasecavereeoniwamenannenre 62 Daftar Pustaka .. 63 PANDUAN PRAKTIS MORFOLOGI DAN TERMINOLOGI PENYAKIT KULIT Pendahuluan Penyakit kulit merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia; dapat dikatakan bahwa morbiditas penyakit kulit, terutama pada anak, menduduki peringkat ke-3 setelah infeksi saluran napas, dan diare. Berbagai penyebab, termasuk infeksi, gangguan alergi-imunologik, psikis, metabolik-endokrin, proses penuaan, dan faktor lingkungan menimbulkan manifestasi di kulit yang berbeda-beda. Terkadang tidak mudah menegakkan diagnosis penyakit sehingga penatalaksanaannya pun menjadi kurang tepat. Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit kulit seorang dokter perlu membekali diri dengan mengenal dan memahami ber- bagai bentuk kelainan kulit (morfologi), istilah (terminologi) baku yang digunakan dalam menentukan ukuran, susunan, distribusi, serta proses penyebarannya. Morfologi adalah kelainan kulit yang tampak oleh peng- lihatan biasa, selanjutnya pada makalah ini disebut “lesi”. Lesi tersebut dapat menjadi petunjuk adanya proses patologis yang mengenai berbagai komponen kulit, juga dapat merupakan cermin (indikator) penyakit sistemik. Sebagai contoh warna putih (makula hipopigmentasi) dapat merupakan penyakit kulit semata, misalnya nevus anemikus, maupun tanda awal suatu penyakit genetik dengan keterlibatan organ sistemik, misalnya tuberosklerosis. Pada penyakit tuberosklerosis ditemukan makula hipopigmentasi berbentuk mirip daun pohon Ash (Ash leaf) yang muncul sejak bayi baru lahir, biasanya disertai kejang tanpa demam. Adanya berbagai bentuk lesi dan untuk membedakannya diperlukan penamaan atau terminologi yang disepakati secara nasional dan internasional. Dengan demikian para dokter umum maupun dokter spesialis kulit dapat saling "berkomunikasi” secara tepat mengenai lesi kulit yang dimaksud bahkan penyakit yang mereka temukan. Selain morfologi, lokasi predileksi dan distribusi merupakan kunci utama untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis kerja dan diagnosis banding. Guna ketepatan diagnosis penyakit berdasarkan morfologi lesi tersebut, perlu dilakukan anamnesis yang cermat dan terarah. Keluhan subyektif merupakan komponen penting untuk menegakkan diagnosis. Keluhan subyektif dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif (misalnya seberapa sering muncul rasa gatal dan seberapa berat/mengganggu aktivitas sehari- hari). Keluhan yang perlu diperhatikan pada penyakit kulit selain rasa gatal, adalah rasa nyeri, rasa terbakar, rasa kebal, gangguan estetika dan rasa rendah diri. Meskipun demikian, adakalanya kita mendapat kesulitan dengan penderita anak-anak karena beberapa keluhan tersebut sulit ditanyakan. Oleh karenanya perlu kita perhatikan beberapa tanda subyektif, misalnya bekas garukan yang menunjukan rasa gatal. Beberapa penyakit kulit dapat memiliki tempat predileksi, tanda dan gejala yang berbeda pada anak dibandingkan dengan orang dewasa, contohnya skabies, dermatitis atopik fase bayi (infantil), dan sifilis pada bayi baru lahir. Skabies pada bayi dapat bermanifestasi lebih banyak di telapak tangan dan kaki karena selalu lembab dan hangat (mereka memakai kaos kaki dan sarung tangan); dermatitis pada fase bayi tidak hanya di bagian fleksural tetapi juga di bagian ektensor ekstremitas; manifestasi sifilis pada bayi baru lahir dapat berupa vesiko- bulosa, bentuk yang tidak pernah ditemukan pada orang dewasa. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, antara lain bakterioskopis, histopatologis dan imunofluoresensi, uji kulit, serologis, radiologis, pemeriksaan genetik, hingga bio- molekuler, sesuai indikasi. Selanjutnya akan dibahas beberapa hal penting berkaitan dengan morfologi dan terminologi guna menetapkan dalam diagnosis penyakit kulit, yaitu: |. Teknik pemeriksaan ll. Berbagai morfologi dan terminologi Ill. Susunan morfologi (konfigurasi) IV. Ukuran morfologi V. Distribusi, luas lesi, dan penyebarannya. |. Teknik pemeriksaan Kulit merupakan bagian tubuh kita yang paling luas, sehingga pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kondisi pasien seutuhnya (status generalis) dan kondisi kulit. Secara umum warna kulit memberikan informasi jenis (tipe) kulit serta sehat atau tidaknya kulit. Warna kulit dipengaruhi oleh melanin, karoten, oxyhemoglobin, dan reduced hemoglobin. Berbeda dengan pemeriksaan pada ilmu kesehatan umumnya, untuk kesehatan ataupun penyakit kulit dan kelamin sebelum melakukan anamnesis lanjut, perlu dilakukan pengamatan terhadap lesi yang dikeluhkan diikuti dengan pengamatan di seluruh permukaan kulit, mukosa, rambut, kuku, termasuk tentunya genitalia bila diperlukan atau pada pasien dengan infeksi menular seksual. Dalam pemeriksaan tentu saja diperlukan pendekatan yang baik terhadap pasien. Berikan penjelasan mengapa harus dilaku- kan pemeriksaan seluruh permukaan tubuh padahal yang dikeluh- kan hanya bagian yang diperlihatkan oleh pasien. Atas ijin pasien (perhatikan hak otonomi pasien), dilakukan pemeriksaan secara etis dan lege artis, sebagai pendamping atau saksi dapat dihadirkan paramedis atau keluarga pasien. Pada wakty merneriksa kelainan kulit diperlukan cahaya yang terang atay dengan cahaya alam, dan bila perlu penyinaran dilakukan dari samping (oblique). Pada inspeksi kita mengamati lokasi dan distribusi lesi, jenis dan bentuk, ukusan, batas, susunan, serta penjalaran lesi. Untuk dapat melihat lebih jelas digunakan kaca pembesar (loupe). Palpasi kulit dirnaksudkan untuk menilai keadaan kulit, warna atau tipe kulit, kondisi kulit misalnya lembab, kering, atau berminyak; tekstur kulit dan elastisitas; permukaan yang halus, kasar, berbenjol-benjol, verukosa (kasar dan tajam) seperti parut; suhu kulit; indutasi (pengerasan kulit); konsistensi (lunak, kenyal, keras); turgor kulit (baik atau buruk); dan rasa nyeri (dolent). Perlekatan lesi ke kulit dapat dinilai dengan mengangkat atau mencubit kulit di bagian atas lesi, perlekatan ke jaringan di bawahnya dilakukan dengan menggerakkannya. Beberapa teknik pemeriksaan klinis sederhana dapat di- lakukan, misalnya menggores kulit dengan benda tumpul dilakukan guna menilai dermographism, yaitu urtika linear yang muncul akibat goresan, White dermographism, yaitu garis putih yang terjadi setelah goresan (tidak mengikuti triple phenomena Lewis yang seharusnya), hal tersebut dapat terlihat pada penderita atopi. Dengan menekan dan menggeser kulit di antara dua bula atau menekan atap bula kita dapat menilai apakah terjadi lisis epidermis (epidermolisis); tanda lisis tersebut dinamakan tanda Nikolsky. Pemeriksaan secara diaskopi, yaitu cara memeriksa dengan menekan lesi kulit menggunakan benda transparan, misalnya kaca obyek atau spatel plastik, digunakan untuk membedakan antara eritema akibat vasodilatasi dengan purpura akibat ekstravasasi eritrosit; juga warna apple jelly (kekuningan) dapat terlihat pada lupus vulgaris. Pemeriksaan mukosa yang berkaitan dengan penyakit kulit, dilakukan pada mukosa mulut dan lidah, genital, serta konjungtiva mata. Sebagai contoh pigmentasi (lentigen) miliar di mukosa bibir dan bukal seringkali merupakan salah satu tanda sindrom Peutz-Jegher; erosi dan ekskoriasi di mukosa mulut/bibir, genitalia, dan mata merupakan tanda sindrom Stevens-Johnson; sedangkan lidah bercorak geografi merupakan tanda psoriasis. Pemeriksaan kuku hendaknya membandingkan antara kuku sakit dengan kuku normal, warna kuku sehat merah jambu, bentuk mengikuti ujung jari tangan, permukaannya halus berkilat. Perhatikan pula alur kuku, dan kerapuhan kuku (fragilitas). Pada psoriasis biasanya ditemukan pits (lubang atau mirip sumur kecil di permukaan kuku). Sedangkan pada infeksi jamur kuku baik kandida maupun dermatofita terjadi kerusakan kuku di bagian proksimal, distal atau lateral lempeng kuku. Ketepatan diagnosis klinis memerlukan pemeriksaan diagnosis laboratoris, misalnya kerokan kuku yang ditetesi cairan KOH bila diduga infeksi jamur. Pemeriksaan biopsi kuku berguna untuk menegakkan diagnosis, misalnya liken planus. Pemeriksaan rambut seringkali terlewatkan; yang perlu diperhatikan adalah bagian kulit tempat rambut tumbuh di kulit kepala (skalp) dan batang rambut. Pada skalp dapat terjadi radang muara folikel (folikulitis), percepatan pengelupasan kulit (skuamasi), misalnya pada psoriasis dan dermatitis seboroik. Selain itu kelainan pada batang rambut yang dapat ditemukan di antaranya adalah perubahan warna, contohnya rambut memutih (kanities, leuko- trikhia) terkadang bukan sebagai proses penuaan melainkan ber- hubungan dengan kelainan kulit di tempat tumbuh rambut ter- sebut, misalnya vitiligo. Kerusakan batang rambut termasuk antara lain mudah patah, terputusnya kontinuitas batang rambut, misalnya pada trikoreksis invaginata, serta kerontokan rambut (defluvium) atau rambut botak (alopesia). Kadang-kadang untuk diagnosis yang lebih tepat diperlukan pemeriksaan khusus, yaitu biopsi. Beberapa teknik baru pemeriksaan kulit dengan peralatan canggih telah banyak digunakan, di antaranya memeriksa trans- epidermal water loss (TEWL) dan kapasitas kulit menampung air (skin capacitance) dengan alat tewameter, serta pemeriksaan dermoskopi guna menilai kKepadatan melanin dan tekstur kulit. Namun, pemeriksaan dasar kulit dengan kasat mata atau kaca pembesar tetap merupakan hal utama yang harus dikuasai seorang dokter. Analisis data lokasi atau tempat predileksi, distribusi serta hasil pemeriksaan inspeksi dan palpasi kulit secara rinci akan mengarahkan dokter kepada pemikiran diagnosis kerja dan diagnosis banding. Hasil pengamatan tersebut perlu dilengkapi dengan anamnesis terarah sesuai dugaan diagnosis kerja dan diagnosis banding. Contohnya bila tempat predileksi dan morfologi menjurus dugaan penyakit skabies maka anamnesis dapat diarahkan sesuai pato- genesis penyakit. Apakah gatal dirasakan terutama pada malam hari, apakah keluhan yang serupa juga diderita anggota keluarga; apakah lokasi kelainan kulit (polimorfi) terdapat di bagian tubuh yang tertutup pakaian (lipatan kulit dan kelamin). Anamnesis secara rinci dan teliti dimulai dengan menanyakan riwayat penyakit, yaitu awitan penyakit, bentuk awal lesi kulit dan perkembangannya. Kemudian ditanyakan berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit, di antaranya faktor genetik, dan faktor predisposisi (diabetes melitus, obesitas, psikis). Pada penyakit infeksi perlu ditanyakan sumber penyakit (narakontak), faktor lingkungan (pengaruh sinar matahari, debu, binatang peliharaan), serta kemungkinan cara penularan penyakit (langsung atau tak langsung akibat higiene perorangan yang buruk). Adakah faktor pencetus atau faktor penyulit, misalnya ke- hamilan dan pekerjaan. Bagaimana pengaruh obat dan makanan yang dikonsumsi terhadap penyakit yang sedang diderita. Perlu diingat bahwa anamnesis adalah salah satu cara untuk menggali etiologi dan patogenesis penyakit yang dihadapi. Gambar 1. Tanda garukan scratch Gambar 2. Dermographism marks Il. Berbagai morfologi dan terminologi Definisi morfologi adalah kelainan kulit yang tampak oleh mata biasa dan merupakan gambaran yang khas; masing-masing jenis lesi diberi nama yang khusus yang sudah baku, diakui, dan dipakai di seluruh dunia. Menyusun kelompok penyakit kulit didasarkan atas morfologi ternyata lebih praktis dan lebih menolong dalam menetapkan diagnosis klinis. Siemens (1958), Fitzpatrick dan Walker (1962), mengadakan kesepakatan mengelompokkan morfologi kulit berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit (tabel 1) Tabel 1. Kelompok lesi berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit Sama rata (flat) Lebih tinggi _ Lebih rendah Makula: Papul Erosi Hipopigmentasi Nodus Ekskoriasi Hiperpigmentasi Urtikaria Ulkus Eritema Vesikel Fisura Telengiektasi Bula Fistel Purpura Kista Sinus Sikatriks eutrofi Skuama Gama Krusta Vegetasi Sikatriks atrofi Sikatriks hipertrofi Morfologi dan skema gambaran histopatologik 1, Makula Kelainan kulit berupa perubahan warna semata-mata, umumnya berbatas tegas. Perubahan warna kulit antara lain disebabkan oleh: hiperpigmentasi a. Pigmen kulit (melanin), dapat. bewarna hitam atau kebiruan bergantung pada kedalaman letak pigmen di kulit. Misalnya, warna kebiruan pada bokong bayi baru lahir yang dikenal dengan Mongolian spots. Contoh lain | misalnya warna kopi susu yang il disebut café au lait yang berkaitan dengan penyakit genodermatosis neurokutan, yakni neurofibromatosis. Kulit pasca inflamasi dapat menjadi lebih hitam (hiperpigmentasi) karena jumlah pigmen bertambah; atau menjadi lebih putih (hipopigmentasi) karena jumlah pigmen kulit berkurang. Karoten dapat menyebabkan warna kulit kekuningan, misalnya pada karotenemia. Pigmen empedu dalam keadaan patologis dapat memasuki aliran darah dan sampai di kulit dan konjungtiva sehingga menyebabkan ikterik. eritema Contoh makula Gambar 3. Makula depigmentasi berbatas tegas pada vitiligo Gambar 4. Makula hiperpigmentasi sebagai tanda lahir pada bayi Gambar 5. Makula hiperpigmentasi sebagian berbentuk linear dan tak beraturan pada iknontinensia pigmenti Gambar 6. Makula eritematosa Gambar 7. Makula eritematosa pada bayi berbatas difus dan telangiektasia dengan dermatitis popok di waiah Gambar 8. Makula kecoklatan (Café au lait) pada neurofibromatosis 10 Petekie (miliar) e* * “seer Sugulasio (numutar) Ekimosis (plak) oO . Vasodilatasi dapat menyebabkan hiperemia yang di sebut eritema, biasanya tampak pada setiap inflamasi atau gangguan vaso- motor. Bila ditekan dengan benda transparan (pemeriksaan diaskopi) kemerahan menghilang. . Kongesti pembuluh darah menyebabkan sianosis (biru keunguan) dan pada bagian tersebut, teraba lebih dingin. . Ekstravasasi eritrosit di bawah lapisan kulit disebut purpura. Purpura menimbulkan kemerahan yang menetap; pada pemeriksaan diaskopi kemerahan tersebut tidak menghilang. Dalam beberapa hari atau minggu purpura menghilang karena diabsorpsi. Purpura kecil berukuran sebesar jarum pentul (miliar) disebut petekie. Purpura yang lebih besar seukuran uang logam disebut sugulasio dan bila lebih besar lagi disebut ekimosis. Permukaan purpura dapat sama tinggi dengan permukaan kulit atau menonjol (palpable). Warna purpura mula- mula merah tua atau keunguan, lalu menjadi kuning kehijauan, kemudian perlahan-lahan menghilang, perubahan warna tersebut akibat hemosiderin yang berasal dari hemoglobulin. Gambar 9. Pelebaran darah tersusun Gambar 10. Purpura berupa ptekie dan mirip jala disebut livedo retikularis sugulasio di tungkai bawah Teleangiektasi 12 d. Pelebaran pembuluh darah dan aliran yang bertambah serta permanen di kulit, disebut teleangiektasi; secara klinis tampak cabang-cabang halus mirip jaring laba-laba (spider nevi). Kongesti pembuluh darah yang menyebabkan gambaran seperti anyaman jala (net) disebut livedo retikularis, misalnya dapat tampak pada bayi baru lahir yang kedinginan setelah dimandikan. Bila menetap perlu dipikirkan kemungkinan merupakan bagian dari suatu sindrom, misalnya Cornelia de Lange. 2. Papul Penonjolan di permukaan kulit dengan konsistensi padat, berbatas tegas, berukuran kurang dari 0,5 cm. Lesi padat tersebut disebabkan oleh infiltrat sel radang atau masa padat lainnya di epidermis atau dermis. Bentuk papul dapat bermacam- Kerucut (folikular) macam, misalnya bentuk kerucut (folikular) bila letak papul di muara folikel rambut. Gambaran histopatologik terlihat papilomatosis. Papul bulat mirip kubah, dapat dijumpai pada prurigo Hebra atau strofulus infantum. Bentuk kasar seperti parutan disebut verukosa, misalnya pada veruka vulgaris (kutil). Bentuk lainnya adalah bertangkai Bertangkai Q m2 misalnya pada fibroma mole. OAT * “"—~ Bentuk umbilikasi (terdapat lekukan Umbilikasi di puncaknya, seperti pusar) terlihat + pada moluskum kontagiosum. Papul dengan permukaan yang datar dijumpai pada veruka plana, dapat juga berbentuk poligonal, misalnya pada liken planus. Poligonal Warna papul bermacam-macam bergantung pada isinya. Warna serupa tembaga (kuprum) misalnya pada liken planus, kekuningan pada xanthoma, dan putih pada milia. 13 Gambar 11. Papul berbentuk bulat mirip kubah tersebar diskret pada prurigo Hebra Gambar 12. Papul folikuler, bentuk Gambar 13. Papul, bulat, datar, kerucut dan runcing pada keratosis kekuningan berkelompok pada folikularis xanthoma 14 3. Plak (plaque) Infiltrat padat, berbatas tegas, datar berukuran lebih dari 1 cm. Contoh plak adalah pada kondiloma latum (sifilis stadium Il), dikenal juga dengan nama plaque mucous. Gambar 18. Plak (plaque) Gambar 19. Plak di kepala disertai eritematosa berbatas tegas pada inflamasi pada kerion Celsi bavi dengan ruam popok 4, Nodus Penonjolan di permukaan kulit lebih besar daripada papul (>0,5cm), infil- tratnya dapat terletak di epidermis, dermis (A) atau subkutis (B). Biasanya nodus terjadi akibat proses inflamasi atau neoplasama. Umumnya merupakan penonjolan di kulit berbentuk agak bulat mirip kubah, dapat diraba dan digerakan. Kadang-kadang dalam perkembangan- nya dapat mengalami supurasi menjadi abses. Contoh nodus, misalnya furunkel, serta nodus pada tbc dan lepra. Eritema nodosum pada tuberkulosis kutis disebut eritema indurativum Bazin. Pada reaksi lepra disebut eritema nodosum leprosum. Letak infiltrat Gambar 20. Papul folikular berbentuk — Gambar 21. Papul folikular berbentuk kerucut pada folikulitis kerucut pada folikulitis Gambar 22. Nodus eritematosa berbentuk © Gambar 23. Abses (kumpulan kubah pada eritema nodosum leprosum pus): nodus terlihat bulat dengan konsistensi lunak 5. Urtika Edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan. Edema tersebut berisi cairan plasma yang keluar dari pembuluh darah Pe akibat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Secara klinis terlihat sebagai edema berbatas tegas, disertai kemerahan di sekitarnya dan di bagian tengah tampak lebih pucat. Kadang-kadang bentuknya tidak teratur disertai pseudopodi. Dapat juga berbentuk garis memanjang (linear), misalnya pada dermografisme. Pengumpulan cairan pada urtika dapat terletak di kutis atau subkutis. Pada jaringan yang lebih longgar, urtika umumnya terlihat lebih jelas, misalnya di palpebra. Bila edema meluas ke struktur yang lebih dalam, misalnya di saluran napas atas dan saluran cerna, disebut angioedema. Gambar 24. Urtika Gambar 25. Urtikaria - angioedema pada kelopak mata dan bibir Gambar 26. Angioedema di bibir 6. Vesikel 7. Bula vesikel bula (>0.5cm) bula hipopion Gelembung di permukaan kulit ber- isi cairan serosa, berbatas tegas, mempunyai_ atap dan dasar, ber- ukuran < 0,5cm. Bergantung pada letak (di epidermis atau dermis) atap vesikel dapat tebal atau tipis. Atap vesikel biasanya transparan. Atap vesikel tebal bila letaknya di subepidermis atau di bawah stratum basal (A). Secara klinis terlihat vesikel yang tegang, berkilat, tidak mudah pecah. Atap vesikel tipis bila vesikel terletak di intraepidermal (B) atau subkorneal (C). Isi vesikel dapat berisi cairan serosa (jernih), atau berisi pus (disebut pustul), atau darah (disebut vesikel hemoragik). Bagian tengah atap vesikel dapat berbentuk delle (umbilikasi), misalnya pada varisela atau herpes zoster. Vesikel berukuran lebih besar dari 0,5 cm dinamakan bula Bila berisi nanah disebut bula purulen, bila berisi darah disebut bula hemoragik. Bila di dalam bula yang kendur pus mengendap di bagian bawah sehingga tampak dalam posisi bergantung (akibat gravitasi) disebut bula hipopion. Bentuk tersebut khas pada impetigo vesiko-bulosa. Beberapa vesikel dapat bersatu (berkonfluens) membentuk bula vesikel konfluens mutilokular, biasanya terlihat pada SP CO herpes zoster dan herpes simpleks. O Vesikel atau bula secara histopatologis merupakan celah yang terbentuk di intra atau interselular, atau di bawah stratum basal. Pemisahan epidermis dari dermis, disebut epidermolisis terlihat pada penyakit toksik epidermal nekrolisis (TEN). = bula purulent Gambar 28. Vesikel (A) dan bula (B) berdinding tegang pada dermatitis kontak toksik 20 Gambar 29. Pustul dan bula hipopion pada impetigo bulosa Gambar 30. Bula hipopion pada impetigo bulosa SI Gambar 32. Bula hemoragik, herpetiformis (berkelompok) (C), Gambar 31. Vesikel hemoragik (A), vesikel hemoragik berkonfluens (B) 21 8. Kista Rongga yang terbentuk kemudian (bukan rongga alami) dan mempunyai kapsul (simpai), letaknya dapat di epidermis, dermis dan subkutis, Kista dapat terbentuk dari duktus kelenjar, pembuluh darah, pembuluh getah bening yang tersumbat. Dindingnya dapat berasal dari sel epitel atau endotel. Pada palpasi konsistensinya kenyal-keras, kadang-kadang teraba fluktuasi, umumnya tanpa tanda radang. Isi kista berupa cairan kental atau setengah padat. Contohnya kista epidermal (aterom) dan kista dermal steatosistoma. Gambar 33. Kista aterom: kista epidermal tanpa tanda radang, bagian tengah Terlihat titik (pungtum) yang merupakan saluran sebum 22 Gambar 34. Kista epidermal multipel di Gambar 35. Kista multipel pada Skuama kasar, kering, tebal steatocystoma di skrotum Stratum korneum yang terlepas dapat terjadi primer atau sekunder. Skuama kasar dapat terlihat secara kasar mata, misalnya pada psoriasis, eritroderma, iktiosis. Pada psoriasis selain kasar, skuama juga berlapis- lapis, transparan, dan putih seperti mika. Skuama halus (pitiriasis), mirip bedak (powdery) dilihat dengan cara meregangkan kulit atau mengeroknya. Skuama halus terdapat misalnya pada pitiriasis versikolor (panu) dan pitiriasis rosea. Skuama dapat terbentuk berbentuk melingkar dan disebut kolaret , misalnya yang terbentuk dari sisa atap vesikel atau bula yang pecah. 23 Skuama ») ) Skuama yang tersusun konsentris tersusun ) mirip genting »? ) By biasanya terlihat pada tinea imbrikata dan iktiosis lamelaris. Gambar 36. Skuama kasar di dahi pada dermatitis seboroik _ zs Gambar 37. Skuama halus (tampak Gambar 38. Skuama kasar di atas setelah kulit diregangkan) dan berwarna__dasar eritematosa pada eritroderma putih pada pitiriasis versikolor 24 Gambar 39. Skuama pada tinea Gambar 40. Skuama kolaret imbrikata: tersusun konsentris Gambar 41. Skuama mirip sisik ikan pada iktiosis 25: Gambar 42. Skuama tebal, berlapis, dan Gambar 43. Skuama kering, hitam, melekat kering, putih mirip mika pada psoriasis pada iktiosis nigrikans 10. Krusta “nae “gl 26 Cairan tubuh yang mengering di atas permukaan kulit. Warna krusta bergantung pada asal cairannya, warna kekuningan bila berasal dari serum (pada erosi) (A),warna hitam (krusta hemoragik) berasal dari darah (pada ekskoriasi darah menjadi kering) (B). Bila berasal dari pus warna kuning kehijauan. Pada dermatitis seboroik skuama bercampur krusta, berwarna kekuningan dan berminyak mirip mentega (greasy). Bila skuama menutupi skalp kepala bayi secara luas sehingga mirip penutup kepala disebut cradle cap. ee Gambar 44. Krusta kekuningan pada Gambar 45. Krusta dan skuama Dermatitis seboroik berminyak membentuk cradle cup Gambar 46. Krusta hemoragik pasca herpes zoster LE Gambar 47. Krusta kehitaman pada impetigo krustosa. Sedangkan pada impetigo vesiko bulosa tampak bula hipopion, krusta kemerahan, dan skuama melingkar (kolaret) 11. Vegetasi Vegetasi papilomatosis Vegetasi veruciformis 28 Erupsi kulit yang tumbuh ke permukaan, dapat berasal dari dasar ulkus atau dari kulit Vegetasi yang menyerupai tonjolan papil disebut papilomatosa. Contoh vegetasi berbentuk papilomatosis, misalnya pada karsinoma planoselular Vegetasi dengan papil runcing- runcing disebut veruciformis, misalnya pada kondilomata akuminata. Bentuknya mirip jengger ayam. Gambar 48 dan 49, Kondiloma akuminanta: papul verusiformis mirip jengger ayam Vegetasi kasar seperti parutan (veru- kosa) disebut vegetasi keratotik atau verukusa, misalnya pada veruka vulgaris. Gambar 50. Vegetasi papilomatosa atau vegetasi verukosa pada veruka vulgaris 29 12. Erosi Kehilangan jaringan yang tidak melebihi stratum basal. \ iv Secara klinis terlihat serum (cairan a eee ey ——__ bening). sae Erosi dapat terjadi akibat trauma, IY _ rrisalnya garukan, luka serut (laserasi), vesikel atau bula superfisial yang pecah. Gambar 51. Erosi (kehilangan jaringan sampai stratum spinosum) tampak serum di atas kulit 13. Ekskoriasi Kehilangan jaringan sampai stratum papilare di dermis. = ms Secara klinis tampak ada bintik- “or bintik perdarahan di kulit. 30 Gambar 52. Ekskoriasi pada epidermolisis bulosa 14, Ulkus Bagan ulkus Tepi dasar & isi Gambar 53. Lesi ekskoriasi kehilangan jaringan yang menampakkan perdarahan di kulit Kehilangan jaringan yang me- lebihi stratum papilare, ber- bentuk mirip cawan, mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Bentuk ulkus dapat bulat, lonjong, atau tidak beraturan, berbentuk plong (bulat mirip sumur) dapat terlihat pada ulkus trofik. Sekitar ulkus dapat tenang atau terdapat tanda inflamasi akut / kronis (biasanya hiperpigmentasi). Tepi ulkus datar atau meninggi. Dinding landai terlihat pada ulkus tropikum, sedangkan dinding bergaung terlihat pada ulkus akibat malnutrisi, ulkus mole, dan ulkus tuberkulosis. 31 Dasar ulkus dapat berisi jaringan granulasi, bila sehat berwarna merah cerah dan bersih biasanya sehat, sedangkan pada yang kurang sehat umumnya kotor dan pucat. Gambar 54. Ulkus tropikum: berbentuk bulat, tepi meninggi, isi jaringan granulasi merah bercampur krusta hitam. Gambar 55. Ulkus granulosum, bentuk tidak teratur tepi di sekitarnya livide (hiperpigmentasi), dinding bergaung, berisi jaringan granulosis kotor. 32 Pengerasan karena sebukan infiltrat (sel radang) di sekitar ulkus disebut indurasi (teraba keras), misalnya pada ulkus durum (sifilis stadium |). Rasa nyeri (dolent) pada perabaan dapat dirasakan pada ulkus mole. Penyembuhan ulkus memerlukan dua komponen, yaitu jaringan granulasi dan epitel. Gambar 56. Ulkus pada skrofuloderma: Gambar 57. Ulkus trofik pada penderita bentuk tidak beraturan, bergaung, tepi_ morbus Hansen, berbentuk plong livide, isi jaringan granulasi kurang sekitarnya keras, dasar kering, jaringan sehat granulasi bersih Gambar 58. Ulkus varikosum ¢ tungkai bawah kiri, berbentuk bulat, di sekitarnya hiperpig- mentasi, dan terdapat varises, dengan jaringan granulasi sehe 33 15. Fisura (ragades) J, 2 fisura Kontinuitas (kesinambungan) kulit hilang sehingga kulit terbelah (diskontinuitas) tanpa kehilangan jaringan Kedalaman fisura dapat sampai kutis atau subkutis. Biasanya fisura terjadi setelah trauma tajam, dan berbentuk linear. Fisura dapat pula terjadi akibat kulit yang kering, peregangan kulit dan pecah, biasanya terlihat di sudut bibir, telapak kaki, dan sela jari kaki. Gambar 59. Fisura: kehilangan kontinuitas kulit, tanpa kehilangan jaringan, dapat sampai dermis atau lebih dalam, umumnya linear (mirip garis lurus) 16. Sikatriks Atrofi Hipertrofi Jaringan parut dengan permukaan yang licin, halus, berkilat dan tidak berambut. Sikatriks disebut eutrofi bila permuka- annya sama rata dengan kulit; Disebut atrofi bila permukaannya lebih rendah, biasanya kulit lebih tipis dan berkeriput mirip kertas sigaret contohnya ditemukan pada anetodermia dan epidermolisis bulosa distrofik. Pada sikatriks hipertrofik tampak jaringan sikatriks tumbuh ke samping dan ke atas, melebihi ukuran awal luka. Bila tumbuh sangat berlebihan, sikatriks disebut keloid. Biasanya gatal, berwarna merah_berkilat, dan tidak mengandung adneksa. Gambar 60. Sikatriks eutrofi pada epidermolisis bulosa Gambar 61, Sikatriks atrofi berbentuk “plong” pasca varisela di wajah 35 Gambar 62. Sikatriks atrofi dengan Gambar 63. Sikatriks atrofi tanpa inflamasi kemerahan pada strie inflamasi warna lebih putih (striae yang baru terbentuk albicantes) ; t Gambar 64, Sikatriks atrofi, tampak permukaan kulit menipis, bentuk linear mengikuti alur kulit, warna kemerahan 36 Gambar 65. Sikatriks hipertrofi dan berlebih > disebut keloid 17. Guma 18. Abses 19, Fistel dan sinus fistel fistel Infiltrat sirkumskrip, menahun, dan bersifat destrukstif (merusak/ invasi) ke sekitarnya, kemudian melunak. Contohnya guma pada sifilis stadium Ill dan pada frambusia guma destruktif yang dapat menyebabkan kehilangan tulang hidung (gangosa). Kumulasi pus di jaringan karena proses supurasi, berbatas tegas, mempunyai dinding disertai tanda radang. Letaknya dalam sehingga pus tidak terlihat dari kulit. Saluran yang menghubungkan dua rongga. Saluran vertikal yang menghubung- kan bagian tubuh dengan lingkungan luar disebut fistel (fistulae), sedangkan bila meng- hubungkan dua rongga di dalam tubuh dan letaknya horizontal disebut sinus. 37 Gambar 67. Sinus: 2 fistel saling berhubungan Gambar 68. Sinus: 2 fistel saling berhubungan Gambar 69. Fistel dan abses pada skrofuloderma 38 22. Likenifikasi 23, Enantem dan eksantem 40 Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas. Contohnya pada liken simpleks kronikus di tengkuk, dan di pergelangan dorsum pedis. lesi di mukosa atau kulit yang timbul serentak dalam waktu yang singkat dan segera menghilang. Contohnya roseola pada penyakit. tifoid. Gambar 73. Likenifikasi: penebalan kulit dengan relief kulit yang lebih tegas disertai hiperpigmentasi. Gambar 74. Likenifikasi (relief kulit Gambar 75. Plak likenifikasi disertai menebal dan nyata, disertai hiperpigmentasi hiperpigmensati pada akantosis nigrikans) Gambar 76. Enantem di palatum durum Gambar 77. Eksantem pada pada sifilis stadium 2 varisela 41 Ill. Susunan (konfigurasi) Susunan atau konfigurasi lesi kulit, terkadang memerlukan imajinasi. Berikut ini adalah istilah baku yang digunakan pada deskripsi susunan lesi: 1. Linear Lesi yang tersusun linear (lurus) mirip garis. Misalnya urtika linear akibat goresan, yang disebut dermografisme. Bekas garukan (scratch marks) juga umumnya berbentuk linear. 2. Sirsiner (anular) Lesi tersusun bundar mirip cincin (lingkaran). F909, , Contoh dapat ditemukan pada e = granuloma anulare. Cog 3. Arsiner Lesi berbentuk % lingkaran, atau mirip busur panah (arkus). ro Dapat ditemukan pada dermatofitosis, misalnya tinea f korporis. 42 Gambar 78. Bentuk lesi linear Gambar 79. Bentuk lesi linear menyerupai menyerupai garis lurus pada keloid garis lurus pada nevus linearis Gambar 80 dan 81. Vesikel dan eritema berbentuk linear pada dermatitis venenata Gambar 82. Papul tersusun anular mirip bulatan cincin 43 Gambar 83. Papul di atas dasar eritematosa tersusun berkelok-kelok mirip benang kusut, terjadi pada cutaneous larva migrans 4. Polisiklik Beberapa lesi kulit arsiner sambung menyambung menjadi i eo “ satu. ee ‘} Dapat ditemukan pada dermato- fitosis misalnya tinea kruris. Gambar 84. Plak hiperpigmentasi, bentuk tidak teratur berbatas tegas dengan tepi polisiklis pada tinea corporis 44 5. Irisformis Lesi kulit tersusun menyerupai iris mata, Lesi dapat oval atau bulat dengan = perbedaan warna, yaitu di bagian ) ) tengah lebih gelap daripada bagian tepinya. Bagian tengah dapat pula berbentuk vesikel/bula, di sekitarnya terbentuk halo. Contohnya adalah lesi target (irisformis) pada eritema multiforme Gambar 85. Lesi berbentuk Irisformis (lesi target) 45 6. Konfluens Dua atau beberapa lesi menyatu. Ditemukan beberapa vesikel menyatu, oP GO misalnya pada herpes simpleks. 7. Korimbiformis Lesi tersusun mirip seekor induk ayam dikelilingi anak-anaknya, atau suatu lesi induk (ukuran e o* besar) dikelilingi lesi serupa (satelit) yang berukuran lebih e kecil, contohnya dapat ditemukan pada kandidosis kutis 8. Herpetiformis Beberapa vesikel bergerombol di satu tempat menyerupai lesi herpes. QOc QO° te Contohnya adalah vesikel ~ bergelombol yang ditemukan pada dermatitis herpetiformis Duhring. 46 Gambar 86. Tampak beberapa bula bergabung menjadi satu (berkonfluens) Gambar 87. Vesikel berkelompok Gambar 88. Vesikel berkelompok pada menyerupai herpes (herpetiformis) herpes simpleks AT Gambar 89. Plak dan papul eritema tersusun korimbiformis pada kandidosis kutis, regio aksila dan infra mama 9. Monomorf Kelainan kulit terdiri atas satu jenis morfologi. > Y) D Penyakit terdiri atas satu jenis lesi saja, misalnya bula pada impetigo @ bulosa, moluskum kontagiosum, miliaria, dan psoriasis gutata. 10. Polimorf Kelainan kulit pada satu saat terdiri atas bermacam-macam morfologi (umumnya lebih dari 2), misalnya terlihat eritema, papul, vesikel, erosi krusta. Lesi polimorfi dapat ditemukan misalnya pada dermatitis kontak alergik, varisela, dan akne vulgaris. 48 11. Multipel Banyak lesi berjumlah lebih dari 3 atau berjumlah banyak. Gambar 90. Vesikel dan bula tersusun bergerombol (herpetiformis) tampak pada herpes zoster Gambar 91. Lesi monomorf pada psoriasis gutata berupa plak eritematosa disertai skuama kasar di atasnya, semua berukuran lentikular 49 Gambar 92. Lesi polimorfi terdiri atas papul, eritema, krusta kehitaman, skuama kasar membentuk kolaret mengelilingi krusta 12. Lesi soliter Hanya ada satu lesi Gambar 93. Lesi soliter Gambar 94. Lesi multipel (banyak lesi) 50 IV. Ukuran Ukuran atau besar lesi kulit dapat dinyatakan dengan menggunakan satuan ukuran panjang yang sesungguhnya (mm, cm, m), atau dapat juga mengacu kepada ukuran benda yang ada di sekitar kita. Berikut adalah konsensus penamaan ukuran lesi: 1. Miliar Sebesar kepala jarum pentol ° (ukuran terkecil) ® 2. Lentikular Sebesar biji jagung oO @ ° Pid 3. Gutata Sebesar tetesan air (ukuran harus seragam) lr) ODO 4, Numular Sebesar uang koin/ logam 500-1000 — rupiah Ukuran kira-kira selebar telapak tangan dewasa 51 Gambar 95. Papul miliar berwarna putih pada mitia neonatorum Gambar 96. Tampak lesi berukuran miliar (A), lentikular (B), numular (C), plakat (D) 52 V. Distribusi atau sebaran 1. Regional Bila lesi terbatas; hanya ditemukan di satu tempat saja. Misalnya lesi tinea berupa plak berbatas tegas di regio fasialis. 2. Universalis Bila lesi ditemukan tersebar hampir di seluruh tubuh (90- 100%), hampir tidak ada kulit yang sehat. Misalnya ditemukan pada eritroderma, penyakit Leiner, bayi kolodion, dan iktiosis. 3. Generalisata Bila lesi tersebar ditemukan di setiap bagian tubuh, yaitu di skalp, wajah, ekstremitas, abdomen, punggung. Umumnya meliputi 50-90% luas permukaan tubuh. ‘. Penyebaran generalisata dapat ditemukan pada sindrom Stevens- Johnson dan varisela. 53 4. Bilateral Bila lesi tersebar di kedua belahan tubuh, kanan dan kiri, tidak perlu persis baik letak maupun ukurannya. Misalnya pada dermatitis herpetiformis Duhring, morbus Hansen tipe lepromatosa Gambar 97. Penyebaran universallis Gambar 98. Universalis (eritema pada 100% pada iktiosis kongenital (bayi bagian tubuh) kolodion) 54 Gambar 99. Penyebaran bilateral lesi terdapat pada sisi kiri dan kanan, contoh nevus pigmentosus di kaki dan di wajah Gambar 100. Penyebaran _ Gambar 101. Penyebaran generalisata pada generalisata pada dermatitis mastositosis herpetiformis Duhring 55 5. Simetris 6. Unilateral 56 Bila lesi tersebar di kedua belahan badan, kanan dan kiri, serta letaknya satu dan lainnya di tempat yang persis sama; demikian pula bentuk dan besar persis sama. Misalnya pada dermatitis atopik fase infantil dapat ditemukan plak di kedua pipi kiri dan kanan sama, contoh lainnya pada dermatitis kontak alergik akibat kontak sandal jepit. Lesi hanya ditemukan di satu sisi badan. Misalnya pada herpes zoster ditemukan lesi pada satu-dua dermatomal saja, misalnya di torakal 4-5 sinistra. Gambar 103. Penyebaran lesi simetris di siku dan lutut pada pitiriasis rubra pilaris 57 7. Diseminata 8. Fagadenik 10. Diskret Gambar 104. Penyebaran unilateral pada herpes zoster di torakal 2-4 sinistra Penjalaran dari satu lesi ke bagian badan yang lain. Penyebaran diseminata dapat ditemukan, misalnya pada dermatitis kontak alergika disertai autosensitisasi, mula-mula terdapat satu lesi kemudian menyebar ke bagian tubuh yang lain. Proses penjalaran yang meluas ke dalam dan ke samping dari satu lesi awal. Dapat dijumpai misalnya pada ulkus atau guma. Bila lesi tersebar satu per-satu, ada di mana-mana. Contohnya pada varisela ditemukan lesi polimorfi tersebar diskret. Gambar 105. Penyebaran diskret pada mastositosis dan prurigo nodularis 11. Serpiginosa Proses penjalaran lesi ke satu arah, diikuti oleh proses penyembuhan di Oss, e aktif sisi yang ditinggalkan. 2 sikatrisk 7 “$9 Misalnya pada tuberkulosis kutis (lesi tenang) verukosa. Gambar 106. Penjalaran ke satu arah (serpiginosa) pada tuberkulosis verukosa. 59 12. Batas lesi Bila perbedaan lesi dan kulit sehat terlihat jelas dan nyata, disebut berbatas tegas atau sirkumskrip. Contoh lesi berbatas tegas adalah plak psoriasis Batas tidak tegas disebut difus Contoh tepi esi tidak tegas dapat dijumpai pada dermatitis atipik dan krusta lepromatosa Gambar 107. Plak eritematosa berbatas Gambar 108. Plak eritematosa difus (tidak tegas) pada dermatitis berbatas difus (tidak tegas) pada atopik fase anak, dermatitis atopik eer SP Gambar 109. Plak eritematosa, berbatas tegas (sirkumskrip) pada dermatitis numularis atau pada dermatofitosis 60 Aplikasi klinis Pada prakteknya dalam membuat status khusus dermatologikus, hendaknya disusun secara sistematik: 1. Catat lokasi lesi (ada di regio mana) disertai sebaran atau distribusinya (apakah unilateral, bilateral, simetris, generalisata atau universalis). 2. Deskripsi lesi yang ditemukan sebutkan jenis lesi tersebut, misalnya makula, papul, plak, vesikel, bula, nodus, ulkus, dan seterusnya. 3. Sebutkan jumlah Lesi 4. Sebutkan bentuk masing-masing lesi, misalnya terdapat papul berbentuk kerucut, atau nodus berbentuk bulat, atau plak berbentuk poligonal. 5. Sebutkan masing-masing warna dan tentukan batas lesi (tegas atau difus), misalnya terdapat plak eritematosa berbatas tegas. 6. Kemudian sebutkan ukuran (miliar, lentikular, numular, plakat), misalnya terdapat plak berbentuk bulat, berwarna kemerahan, berbatas tegas, berukuran plakat. 7. Selain inspeksi, perlu dilakukan palpasi pada lesi tersebut, bagaimana suhunya, konsistensi (kenyal, keras), permukaan (licin, kasar, rata, verukosa). 8. Pada ulkus dilakukan palpasi apakah terdapat indurasi (pengerasan), dan ada rasa nyeri (dolent) pada penekanan. 9. Sebutkan pula susunan (konfigurasi), misalnya vesikel multipel bergerombol (herpetiformis); Atau terdapat plak eritematosa dengan lesi satelit di sekitarnya tersusun korimbiformis. 61 Penutup Untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit perlu dipahami dan dikuasai morfologi serta terminologi baku, kemudian dilatihkan pada aplikasi klinis. Latih pula kecermatan dalam melakukan anamnesis terarah yang efektif guna menggali informasi dengan bahasa pasien agar mudah dimengerti. Anamnesis sangat penting membantu mencari etio-patogenesis penyakit. Selain itu dalam melakukan inspeksi dan palpasi kulit hendaknya dilakukan secara sistematik. Jelaskan lokasi dan morfologi dengan menggunakan terminologi yang telah umum dipakai secara nasional maupun internasional. Penting diingat bahwa deskripsi morfologi pada suatu buku ajar mungkin berbeda dengan buku ajar yang lain. Sebagaimana antara negara yang satu dengan yang lain. Marilah kita selalu membaca dan membuka diri untuk ide dan hal-hal baru. 62 Daftar Pustaka 1. Grag A, Levin NA, Bernhard JD. Approach to dermatologic Diagnosis: Structure of skin lesions and fundamental of clinical diagnosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest B, Pwller AS, Leffell DJ (editors). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7 ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008.h. 23-40. 2. Scope A, Halpern AC. Diagnostic procedures and devices. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest B, Pwller AS, Leffell DJ(editors). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7 ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008.h. 40-42. 3. Mihm MC, Gani Kibbi A. Wolf K.Basic pathologic reaction of the skin. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ (editors). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7 ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008.h. 43-55. 4. Bergstresse PR. Basic science approach to pathophysiology of skin disease. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest B, Paller AS, Leffell DJ(editors). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7™ ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008.h. 87-92. 5. Lazarus GS, Goldsmith LA, Tharp MD. Diagnosis of the skin. Philadelphia; FA Davis Company: 1981. 6. Siemens MW. General diagnosis and therapy of skin diseases. Chicago: The University of Chicago Press; 1958. 7. Winkelmann RK. Glossary of basic dermatology lesions. The International Leaque of Dermatology Societies Committee and nomenclature. Upsala, Sweden: Almqvist & Wilksell Trycjeri; 1987. 8. Biekley LS, Szilagyi PG.. Bate’s Guide to physical examination and history taking. 10 ed. Philadelphia: Wolters Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins; 2009.p.163-72. 63

Anda mungkin juga menyukai