Anda di halaman 1dari 64

1

Zakaria

BAB

SOSIOLOGI EKONOMI SEBAGAI SUATU KONSEP


A.
A.1.

Pengertian dan Fungsi Konsep

Apa yang Dimaksud Dengan Konsep ?


Konsep merupakan sesuatu yang terdapat dalam kehidupan manusia, melalui
konsep itu lah manusia mengenal sesuatu dan membedakannya dengan yang lain.
Misalnya dalam bentuk buah-buahan, ada yang disebut durian, kelapa, mangga, pepaya,
jeruk, semangka, jagung, anggur, dan lainnya. Pada hewan juga ditemukan sebutan
lembu, kambing, rusa, ayam, harimau, gajah, kucing, monyet, dan lainnya. Selain itu
juga ada nama atau sebutan seperti air, udara, tanah, api, batu, pasir, dan sebagainya.
Bila kita renungkan semua sebutan atau nama-nama tersebut di atas membuat orang
menjadi mengerti, paham dan dapat membedakan antara sebutan yang satu dengan
sebutan yang lainnya. Seperti sebutan durian, kelapa, mangga, dan jeruk untuk sebutan
buah-buahan, atau lembu, kambing, rusa, harimau untuk sebutan hewan-hewan. Sebutan
atau nama-nama tersebut dalam kontek ini disebut sebagai konsep.
Robert M.Z.Lawang (1986, 3) Mengatakan konsep adalah pengertian yang
menunjuk pada sesuatu. Pengertian ini dapat dinyatakan dalam bentuk kata, nama,
atau pernyataan simbol. Lawang mengatakan, ada ahli yang mendefinisikan konsep
sebagai kata yang menunjuk pada sesuatu. Kata sesuatu yang terdapat dalam definisi
itu bisa berbentuk benda seperti, buku yang sedang anda baca sekarang ini; dapat pula
berbentuk gerakan seperti berjalan yang dilakukan setiap hari; dapat pula berbentuk
keadaan seperti kemerdekaan yang bisa ditangkap dari negara kita yang memperoleh
kemerdekaan sejak tahun 1945; atau dapat pula berbentuk benda yang tidak kelihatan,
seperti kesadaran, roh dan sebagainya.
Melalui contoh-contoh yang dikemukakan di atas, seperti durian, kelapa,
kambing, gajah, buku, berjalan, dan kemerdekaan dapat ditarik kesimpulan bahwa
semua konsep itu dapat dilihat, diraba, atau dirasakan oleh panca indera kita. Yang dapat
dilihat, diraba, dan dirasa itu merupakan bentuk fisik atau keadaan dari konsep konsep
dalam dalam bentuk wujud.
Banyak orang yang dapat melihat benda tetapi dia tidak tau benda apa itu, banyak pula
orang yang dapat meraba tetapi apa yang dia raba itu tidak tau, begitu juga banyak
orang yang bisa merasakan sesuatu tetapi dia juga tidak tau rasa apa itu.
Dalam kondisi yang demikian orang memerlukan konsep. Dengan demikian
konsep bukanlah merupakan sesuatu yang mempunyai bentuk atau wujud yang dapat
dilihat, diraba, atau dirasakan. Kalau begitu apakah konsep itu merupakan perencanaan,
rancangan atau merupakan suatu ancar-ancaran ? Misalnya perencanaan untuk membuat
buku, rancangan suatu bangunan rumah, atau ancar-ancar anggaran suatu kegiatan, dan
sebagainya. Kesemuanya itu tidak dapat dikategorikan sebagai suatu konsep, walaupun
dapat dilihat, diraba, atau dirasakan oleh manusia.
Jadi, berdasarkan contoh yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang dikatakan dengan konsep itu adalah merupakan suatu
pengertian, pemahaman, atau penjelasan terhadap sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa
benda, gerakan, atau keadaan dan kesemuanya itu dapat diungkapkan melalui kata,
nama, atau pernyataan simbol. Misalnya benda yang diungkapkan melalui kata
seperti; batu, binatang, pohon, rumah, buah, ikan, buku, dan lainnya. Benda yang
diungkapkan dalam bentuk kata tersebut dapat pula diungkapkan dalam bentuk nama,

2
Zakaria

seperti kata batu dapat disebut namanya batu cincin, batu permata, batu koral, batu bata,
batu ginjal, dan sebagainya. Yang termasuk dalam kelompok binatang itu dapat pula
disebutkan namanya seperti kambing, lembu, kucing, tikus, cicak, buaya, dan
sebagainya. Begitu juga pohon dapat pula diberinama pohon kelapa, pohon durian,
pohon mangga, pohon rambutan, dan lainnya. Kemudian benda yang diungkapkan
dalam bentuk kata itu dapat pula diungkapkan dalam bentuk simbol. Dalam bentuk
simbol (tanda-tanda) benda tersebut dijelaskan atau diungkapkan
dengan
menggambarkan ciri atau sifat dari benda itu. Misalnya kambing simbolnya ada jenggot,
tanduk, dan mengembek; ayam jago ada jengger, taji di kaki, dan berkokok; begitu juga
benda lainnya.
Gerakan yang diungkapkan dalam bentuk kata, misalnya menari, berjalan,
olah raga, dan lainnya. Menari yang diungkapkan dalam bentuk nama, misalnya tari
piring, tari kecak, tari seudati, tari tor-tor, tari tandak, tari caka lele, tari balumpa, tari
bosara, dan lain lainnya.
Bila seseorang telah memahami atau mengerti terhadap suatu konsep, berarti
konsep tersebut telah masuk ke dalam pemikirannya. Contoh, kalau seseorang telah
memahami atau mengerti tentang bangku, kursi, rumah, kambing, gajah, perahu,
pesawat terbang, dan sebagainya, maka yang masuk ke dalam pemikiran mereka adalah
ide, gagasan, atau pengertian tentang bangku, kursi, rumah, kambing, gajah, perahu,
atau pesawat terbang, bukan bendanya. Karena yang dimengerti atau dipahami oleh
manusia tentang konsep adalah ide, gagasan, atau pengertiannya, bukan bendanya, atau
gerakannya, atau keadaannya. Dengan demikian konsep itu bersifat absatrak.
Memang semua konsep bersifat abstrak artinya tak dapat diraba, dirasa, atau
dilihat. Konsep itu hanya dapat dipahami atau dimengerti. Walaupun semua konsep itu
dikatakan bersifat abstrak dalam arti tak dapat dilihat, diraba, atau dirasa, namun dalam
konteks ide atau pengertian ada sebagai konsep itu konkrit bagi seseorang dan ada pula
yang abstrak bagi orang yang lain.
Mc. Kinney membedakan konsep menurut abstraksinya ke dalam tiga bentuk,
yaitu : konsep konkreta, abstrakta, dan illata.
1). Konsep konkreta (konkrit) yaitu konsep yang dapat dimengerti dan dipahami serta
diamati secara langsung oleh orang Konsep. konkreta ini disebut juga konsep
observable. Contohnya: Buku Sosiologi Ekonomi, Kambing Kacang, atau Main
Bola Basket. Kalau hal tersebut ditanyakan kepada si penjual Buku, Hewan, atau
peralatan Olah Raga, si penjual langsung menunjukkan tentang apa yang diminta
atau disebutkan. Ini artinya konsep tersebut sudah dipahami atau dimengerti bagi si
penjual, maka disebutlah konsep konkrit.
2). Konsep abstracta (abstrak) yaitu konsep yang lebih umum dari konsep konkrit dan
ditarik dari konsep illata. Konsep abstrac ini sulit dipahami dan dimengerti orang.
Contoh: Buku Bacaan, Binatang yang Berkaki Empat, Main Bola. Dari contoh
tersebut orang tidak langsung dapat mengerti atau menangkap apa yang dimaksud.
Misalnya kalau hal tersebut ditanyakan pada orang yang menjual Buku, menjual
Binatang, atau menjual peralatan Olah Raga, dapat dipastikan si penjual akan
bertanya lagi Bacaan apa, Berkaki Empat yang mana, Bola apa ? Bila si penjual itu
bertanya lagi, dan setelah dijelaskan berkali-kali baru si penjual mengerti atau
memahami apa yang dimaksud, maka itu membuktikan konsep tersebut abstrak
bagi si penjual, tapi bagi yang mencari barang tersebut mungkin sudah konkrit.

3
Zakaria

3). Konsep illata yaitu konsep yang lebih umum dari konsep abstrak sehingga sangat
sulit untuk dipahami atau dimengerti. Contoh: Buku, Binatang, atau Olah Raga.
Bila seseorang datang ke toko buku menanyakan ada Buku, atau ketempat
penjualan binatang menanyakan ada Binatang, atau ke toko olah raga menanyakan
ada olah raga. Sudah dapat dipastikan si penjual Buku, Binatang, atau si penjual
peralatan Olah Raga kebingungan; kemudian si penjual pasti bertanya apa itu ?
Orang yang mencari barang (Buku, Binatang, atau Peralatan Olah Raga)
menjelaskan berulang kali kepada si penjual tentang apa yang Ia cari, namun
sipenjual tidak juga mengerti atau memahami apa yang dimaksud oleh si pencari.
Kemudian si pencari tidak pula dapat menjelaskan sedetil mungkin tentang apa
yang ia cari, karena yang ia cari itu juga belum dipahaminya betul, masih dalam
tahap mencari tau. Bila hal nya demikian, maka konsep tersebut dikatakan illata
Selain Mc. Kinney, ada pendapat yang mengatakan bahwa konsep itu dibagi ke
dalam dua kelompok saja yaitu : konsep observable dan konsep konstruk.
1). Konsep observable sama dengan konsep konkrit adalah konsep yang kelihatan
atau tampak. Artinya konsep itu sudah berbentuk nyata atau sudah mempunyai
wujud sehingga dapat dilihat atau diraba. Misalnya: bangku, meja, papan tulis,
rakit, perahu, piring, gelas, dan lain-lain; kelapa, durian, pepaya; kambing,
kerbau, ayam, air, batu, pasir, dan lain-lainnya.
2) Konsep construk sama dengan konsep abstrak dan illata adalah konsep yang
berupa gagasan atau ide-ide dalam bentuk uraian atau penjelasan saja. Konsep
konstruk itu tak dapat dilihat, tetapi dapat dipahami dan dirasakan oleh manusia.
Misalnya: merdeka, demokrasi, sosiologi ekonomi, agama, gembira, senang,
udara, roh, malaikat, dan lainnya.
A.2. Fungsi Konsep
Konsep berfungsi sebagai alat agar manusia dapat mengetahui, memahami, dan
mengerti tentang sesuatu, sehingga dapat membedakan dan menggunakan serta
membuatnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Barang kali tadaklah
berlebihan bila dikatakan orang yang memahami banyak konsep kehidupannya akan
tampak jauh lebih baik dari pada orang yang sedikit sekali memahami atau tau tentang
konsep. Contoh: orang yang mengetahui dan dapat menjelaskan banyak hal (konsep)
dikatakan orang itu pintar, sedangkan orang yang sedikit tau tentang sesuatu dan tak
dapat menjelaskan sesuatu itu dikatakan bodoh. Orang suka dengan yang pintar dan
tidak suka dengan yang bodoh. Itulah sebabnya konsep menjadi penting bagi kehidupan
manusia, semakin banyak konsep dibuat manusia maka perubahan dalam kehidupan
manusia akan semakin cepat pula.
Robert M.Z. Lawang (1986, 8) mengatakan fungsi konsep itu ada 4 (empat)
macam, yaitu :

4
Zakaria

FUNGSI KONSEP
KOGNITIF
Lebih tau, lebih
mengerti

EVALUATIVE
Membedakan atau
memisahkan
ALAT
PRAGMATIK
Kegunaan praktis

KOMUNIKATIF
Saling pengertian

1. Kesepakatan
umum tentang
arti dan
konsistensi
2. Cakupan arti

3. Dapat diamati
Gambar 1: Fungsi Konsep Menurut Robert M.Z. Lawang
1. Kognitif dalam bahasa Inggrisnya cognition, dimana istilah tersebut berasal dari
bahasa Latin yaitu cognoscere yang artinya menyadari, mengerti, merasakan, atau
menyerap.
Kata M.Z. Lawang kognitif itu ada hubungannya dengan pikiran, pengertian, dan
pemahaman manusia tentang sesuatu.
Suatu konsep dikatakan mempunyai fungsi kognitif apa bila konsep tersebut dapat
membuat orang menjadi tau, mengenal, mengerti atau paham terhadap sesuatu yang
dimaksud oleh konsep tersebut. Contoh: produksi, kursi, atau kambing, apakah
merupakan konsep yang mempunyai fungsi kognitif ? Hal itu tergantung sejauh
mana istilah produksi dapat membuat orang menjadi tau, mengenal, mengerti, atau
paham. Sifat atau ciri apa yang dapat ditunjukan untuk mengatakan produksi atau
kursi itu. Produksi adalah hasil atau penghasilan yang diperoleh seseorang dari
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukannya. Kursi adalah tempat duduk yang punya
kaki dan sandaran.
2.
Evaluatif dalam bahasa Inggrisnya evaluate yang diberi arti menilai atau
menaksir. Dalam menilai itu orang dapat melakukan pembedaan baik atau buruk,
benar atau salah, serupa atau berbeda. Bila suatu konsep dikatakan mempunyai
fungsi evaluatif, maka konsep tersebut dapat menunjukkan bedanya dengan konsep
yang lain atau kesamaan-kesamaannya dengan yang lain. Contoh. Produksi dengan
Distribusi atau Kursi dengan Bangku. Jika konsep itu memiliki fungsi evaluatif,
maka orang dapat menilai apa saja yang termasuk ke dalam produksi dan apa saja
yang termasuk ke dalam kelompok distribusi, atau apa saja yang menjadi kelompok

5
Zakaria

kursi dan kelompok bangku.. Kalau seseorang disuruh membuat contoh tentang
produksi atau bangku, maka dengan pengertian produksi atau bangku yang dia
pahami, ia dapat membuat contoh dari produksi atau bangku itu dengan tepat dan
cepat. Ia dapat membedakan produksi itu dengan distribusi atau bangku dengan
kursi. Itu berarti ia sudah dapat menilai mana yang dikatakan produksi dan mana
yang dikatakan bukan produksi atau mana yang kursi dan bukan kursi. Dengan
demikian konsep memiliki fungsi evaluatif.
3.
Pragmatik adalah menyangkut atau berkenaan dengan syarat-syarat yang
membuat serasi tidaknya penggunaan konsep dengan kenyataan atau bersangkutan
dengan nilai-nilai praktis atau yang bersifat operasional sehingga dapat dikerjakan
dalam wujud nyata. Suatu konsep dapat dikatakan memiliki fungsi pragmatik, apa
bila sesorang dapat menunjukkan atau membuat dengan cepat, tepat, relevan, atau
praktis terhadap benda atau sesuatu yang ditunjuk oleh konsep itu. Contoh: Produksi
atau kursi. Kalau konsep produksi atau kursi sudah mengandung unsur pragmatik,
maka orang tentu dengan mudah dapat melakukan produksi atau membuat kursi.
4.
Komunikatif menurut M.Z. Lawang berasal dari kata communicare yang
berarti memberi tahu, membuat orang lain menjadi tahu. Dalam hal memberitahukan
kepada orang lain itu diharapkan orang lain tersebut dapat memahami atau
mengetahui secara bersama tentang konsep tersebut. Kalau seseorang mengartikan
produksi atau kursi berbeda dengan orang yang lain, kemudian arti hari ini berbeda
dengan arti yang kemaren, maka konsep tersebut pasti sulit untuk dimengerti secara
bersama-sama dengan demikian konsep tersebut tidak mengandung fungsi
komunikatif. Selain itu untuk membuat suatun konsep dapat berfungsi komunikatif,
dituntut pula agar konsep yang dibuat benar-benar memiliki pengertian yang jelas
bagi setiap orang. Dengan demikian pemahaman atau pengertian orang terhadap
suatu konsep akan sama.
A.3

Definisi
Istilah definisi yang kita kenal berasal dari bahasa Inggris yaitu devinition yang
berarti ketentuan atau ketajaman. Secara ethimologis istilah definisi berasal dari bahasa
Latin yang terdiri dari dua suku kata yakni de berarti dengan lengkap dan finere
berati membatasi. Gabungan ke dua kata tersebut definire diartikan membatasi
dengan lengkap atau menentukan batas-batas dari sesuatu (konsep) dengan lengkap.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994, 216) disebutkan definisi merupakan
rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok
pembicaraan atau studi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka definisi memiliki dua elemen yang
berbeda yaitu :
1.
Elemen yang harus dibatasi dengan lengkap, hal ini disebut definiendum.
2.
Elemen yang membatasinya, disebut pula definien.
Contoh: Alienation dalam bahasa Indonesia disebut Alienasi atau Keterasingan.
Produksi adalah hasil atau penghasilan. Apa yang disebutkan pada contoh di atas itu
tidak dapat dikatakan suatu definisi, tetapi itu baru merupakan sinonim dari konsep atau
terjemahan dari konsep Sedeangkan definisi tidak sama dengan sinonim atau
terjemahan.

6
Zakaria

Bila kata alienasi atau keterasingan belum dimengerti orang maka perlu dibuat
definisinya sebagai berikut. Alienasi atau keterasingan adalah keadaan seseorang
dikonfrontasikan oleh miliknya sendiri. Sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu
yang mempelajari struktur sosial, proses sosial, dan termasuk perubahan-perubahan
sosial (Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964).
B.

APA ITU SOSIOLOGI ?

B.1.

Menurut Pendekatan Etimologis


Pendekatan etimologis adalah pembahasan suatu konsep berdasarkan pada tata
bahasa dan asal usul kata. Berikut ini dikemukakan penjelasan konsep sosiologi
menurut etimologis.

SOSIOLOGI

Bahasa Latin
SOSIOLOGI :
Socio
+
Logos
(kawan atau lawan)
(ilmu)
Masyarakat
(ILMU TENTANG MASYARAKAT)
Auguste Comte : fisika sosial (sosial physics)
Quetelet :fisika sosial utk studi statistic tentang
gejala sosial.
Comte : Sosiologi
Gambar : 3 Penjelasan Dari Sudut Etimologis

B.2.

Berdasarkan Pendekatan Epistimologis


Pendekatan epistimologis ini menjelaskan tentang dasar/batas pengetahuan
dalam konteks pendefinisian. Seperti contoh berikut ini :
1.
2.
3.
4.

Roucek dan Warren : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar
manusia dalam kelompok-kelompok.
Bruce J. Cohen : Sosiologi adalah studi ilmiah tentang kehidupan kelompokkelompok manusia.
Alvin L. Bertrand : Sosiologi adalah ilmu pengetahuan dan teori umum tentang
sistem-sistem tindakan social (social action systems).
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi : Sosiologi atau Ilmu masyarakat
ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.

7
Zakaria

B.3.

Sifat dan Ciri Sosiologi.


Setiap ilmu pengetahuan memiliki sifat dan ciri yang membuat ilmu
pengetahuan itu berdiri sendiri dan masuk ke dalam suatu rumpun ilmu tertentu.
Sosiologi sebagai suatu disiplin ilmu, menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi (1964) memiliki sifat dan cifri sebagai berikut:
1.
Termasuk ke dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang mempelajari dunia
empiris (pengalaman).
2.
Merupakan ilmu pengetahuan yang kategoris (membatasi diri pada apa yang
terjadi dewasa ini bukan pada apa yang seharusnya terjadi).
3.
Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure sceince).
4.
Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak (hanya memperhatikan bentuk
dan pola peristiwa dalam masyarakat, bukat wujud konkrit).
5.
Bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
6.
Merupakan ilmu pengetahuan umum (hanya mempelajari gejala-gejala
umum pada setiap interaksi yang ada dalam masyarakat.
B.4 Kelompok Ilmu.
S. Prajudi Atmosudirdjo (1980, 18) mengatakan, dahulu, secara tradisional ilmuilmu pengetahuan itu dibagi menjadi dua golongan, yakni: ilmu-ilmu alam (natural
sciences) dan ilmu-ilmu budaya (cultural sciences). Sistem penggolongan tersebut
dianggap tidak memuaskan, lalu banyak sarjana yang datang dengan usul-usul atau
pandangan-pandangan sistematik baru, diantaranya yang terkenal Freyer, yang hendak
melihat adanya: Ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu realitas, ilmu-ilmu mental.
Selain Freyer, ada pula yang berpendapat lain, yaitu : Windelband dan
Rickert. Kedua ahli itu menghendaki adanya ilmu-ilmu nomothetis (ilmu-ilmu
pengetahuan yang melakukan generalisasi yang bersifat abstrak) dan ilmu-ilmu
idiografis (ilmu-ilmu pengetahuan yang melakukan individualisasi yang bersifat
kongkrit).
Sekarang ini sistematik yang banyak dipakai
dalam pembagian ilmu
pengetahuan adalah sebagai berikut:

FILSAFAT
NATURAL SCEINCE

SOCIAL SCEINCES

(ILMU ALAM)

(ILMU SOSIAL)

PURE SCEINCE
(ILMU MURNI)

HUMANIORA
(BUDAYA &
AGAMA)

APPLIED SCEINCE
(ILMU TERAPAN)

8
Zakaria

Gambar : 4 Sketsa Perkembangan Ilmu


C. APA EKONOMI ITU ?
C.1. Menurut Pendekatan Etimologis
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian B.1, dimana pendekatan etimologis
adalah pembahasan suatu konsep berdasarkan pada tata bahasa dan asal usul kata.
Berikut ini dikemukakan penjelasan konsep ekonomi menurut etimologis.
Kata Ekonomi dikenal dari bahasa Inggris yaitu Economy yang berasal dari
bahasa Yunani : (pengelolaan rumah- tangga). Ekonomi dalam konteks pengelolaan
rumahtangga Oikonomike merupakan suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan
pelaksanaannya yang berkaitan dengan pengaturan sumberdaya rumah tangga.
Penggunaan kata atau istilah Ekonomi selalu ditambah di akhir dalam rangka untuk
menunjukkan suatu bentuk usaha, kegiatan atau aktivitas ekonomi seperti :
1)
ekonomi pasar yaitu kegiatan ekonomi ditujukan untuk pemasaran
atau pertukaran;
2)
ekonomi perusahaan adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan secara
besar-besaran dalam bentuk perusahaan;
3)
ekonomi pedesaan adalah kegiatan ekonomi yang berdasarkan hasil
produksi dari daerah pedesaan dan biasanya bersifat tradisional;
4)
ekonomi pertanian ialah kegiatan ekonomi berdasarkan hasil
produksi bercocok tanam.
5)
Dan lain-lain.

C.2. Menurut Pendekatan Epistimologis


Sama halnya dengan penjelasan pada B.2., dimana pendekatan epistimologis ini
menjelaskan tentang dasar/batas pengetahuan dalam konteks pendefinisian. Seperti
contoh berikut ini :
1.
Michael P. Todaro : Ilmu ekonomi memusatkan perhatiannya pada alokasi
termurah dan terefisiensi atas segenap sumber daya yang langka, serta
pertumbuhan optimal atas sumber-sumber daya tersebut agar dapat menghasilkan
barang dan jasa secara tak terbatas. (1995, 8).
2.
Moehar Daniel : Ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana
cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Dapat juga dikatakan Ilmu
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari suatu proses yang terjadi pada
masyarakat, yang bertujuan untuk mendapatkan materi yang cukup. (2002,. 8).
3.
Damsar : Ekonomi merupakan suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan
pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya
masyarakat (rumahtangga dan pebisnis/perusahaan) yang terbatas diantara
berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan
keinginan masing-masing. (2009, 11).
4.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah Ekonomi dalam empat
pengertian :
1) ilmu mengenai asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta
kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan);
2) pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga;
3) tata kehidupan perekonomian (suatu negara);

9
Zakaria

4) dalam ragam cakupan disebut urusan keuangan rumah tangga (organisasi,


negara).

APA ITU SOSIOLOGI EKONOMI ?

D.1. Latar Belakang.


Sosiologi Ekonomi merupakan konsep baru yang muncul di era tahun 1950-an
dimana terjadi persoalan-persoalan kehidupan umat manusia yang merupakan dampak
dari Perang Dunia II. Tidak ada satupun cabang disiplin ilmu yang mampu mengamati,
mengkaji, dan menjawab persoalan yang dialami oleh umat manusia (bangsa-bangsa) di
dunia. Sehingga muncullah konsep-konsep baru dan penggabungan disiplin ilmu untuk
menjelaskan dan menjawab tantangan yang ada. Sebagai contoh, antara lain : Sosiologi
Ekonomi, Sosiologi Pembangunan, Sosiologi Politik, Ekonomi Politik, Komunikasi
Politik, dan lainnya.
Sosiologi Ekonomi merupakan penggabungan dari dua disiplin ilmu yaitu :
Sosiologi dan ilmu Ekonomi.
Syarat suatu ilmu pengetahuan adalah :
1.
Harus memiliki Obyek atau bidang studinya yang tertentu.
2.
Harus mempunyai Terminologi tersendiri yang khas.
3.
Harus mempunyai Metodologi tersendiri yang khas.
4.
Harus memiliki Filosofinya yang khas.
5.
Harus memiliki Teori-teori tersendiri. (S. Prajudi Atmosudirdjo,1980, 71-73).
Kedua disiplin ilmu tersebut (Sosiologi dan Ilmu Ekonomi) memiliki beberapa
kesamaan dan perbedaan.
Kesamaannya adalah :
1.
Dari segi asal atau induk, kedua disiplin ilmu sama, yaitu Ilmu Sosial.
2.
Dari segi penerapan, kedua disiplin ilmu sama, yaitu Pure Sceince.
3.
Dari segi obyek materi, kedua disiplin ilmu sama, yaitu Manusia.
4.
Dari segi persyaratan ilmu, kedua disiplin ilmu sama, yaitu sama-sama memenuhi
persyaratan.
Perbedaan kedua disiplin ilmu tersebut (Sosiologi dengan Ilmu Ekonomi) adalah
pada obyek forma-nya atau sasaran formalnya.
Sosiologi yang menjadi obyek forma atau sasaran formalnya adalah hubungan antar
manusia (interaksi sosial).
Ilmu Ekonomi yang menjadi obyek forma atau sasaran formalnya adalah cara manusia
dalam memenuhi kebutuhan atau mendapatkan materi.

D.2. Batasan atau Definisi Sosiologi Ekonomi.


1. Menurut Damsar : Sosiologi ekonomi dapat didefinisikan dengan 2 (dua) cara:
Pertama : Sosiologi ekonomi didefinisikan sebagai sebuah kajian yang
mempelajari hubungan antara masyarakat, yang di dalamnya terjadi interaksi sosial
dengan ekonomi. Dalam hubungan tersebut, dapat dilihat bagaimana masyarakat
dapat mempengaruhi ekonomi. Juga sebaliknya, bagaimana ekonomi mempengaruhi
masyarakat.

10
Zakaria

Kedua
: Sosiologi ekonomi didefinisikan sebagai pendekatan sosiologis yang
diterapkan pada fenomena ekonomi. Yang dimaksud dengan pendekatan Sosiologis
adalah konsep-konsep, variabel-variabel, teori-teori, dan metode yang digunakan
dalam sosiologi untuk memahami kenyataan sosial yang berkaitan dengan aktifitas
ekonomi.
2. Sosiologi Ekonomi merupakan gabungan dari dua disiplin kelompok ilmu sosial
yaitu Sosiologi dengan Ilmu Ekonomi yang dapat diartikan sebagai berikut. Suatu
konsep yang membahas dan menganalisis ekonomi secara sosiologis, atau sosiologi
yang diterapkan pada ekonomi.

D.3

Sosiologi Ekonomi sebagai Ilmu Sosial

1. Pengertian Sosial.
Penggunaan istilah sosial selalu dikaitkan
dengan masyarakat. S. Prajudi
Atmosudirdjo mengatakan sosial itu berarti kemasyarakatan.
2. Fenomena Sosial.
Semua ilmu sosial mempelajari suatu fenomena sosial tertentu, kelompok fenomena
sosial tertentu, atau sejenis fenomena sosial tertentu.
Setiap fenomena sosial merupakan hubungan antar orang atau suatu tatahubungan interpersonal (interpersonal relationship).
Fenomena sosial itu mempunyai banyak banyak komposisi, misalnya : orang
kekuasaan orang, orang benda orang, orang agama orang, orang
lembaga orang, orang perdagangan orang, orang ide orang, dan
seterusnya.

Ada beberapa aspek yang terdapat pada setiap fenomena sosial, yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)

Aspek formal ; dimana setiap fenomena sosial memiliki bentuk, struktur,


konstruksi, bahkan memiliki formasi-formasi yang rumit. Misalnya : negara,
provinsi, perusahaan besar, perhimpunan, sekte agana, suku, dan lainnya.
Aspek psikhis ; setiap fenomena sosial mengandung jiwa, semangat, makna
rohaniah, dan lainnya. Aspek ini banyak menjadi perhatian para sarjana Psikologi.
Aspek ideal ; umumnya setiap fenomena sosial berkisar pada satu ide, paham,
pandangan, ideologi, bahkan kepercayaan.
Aspek material ; setiap fenomena sosial berhubungan dengan sesuatu yang
bersifat material, seperti uang, tanah, rumah, peralatan, dan sebagainya.
Aspek ukuran ; setiap fenomena sosial mengandung suatu nilai, yaitu sesuatu
yang berguna bagi manusia yang hendak diukur, ditimbang, dan sebagainya.
(A.Prajudi Atmosudirdjo, 1980, 20)

D.4. Tugas Ilmu Sosial


Pada pokoknya tugas ilmu sosial terhadap fenomena sosial yang dipelajarinya
ada dua macam :
1. Melakukan Deskripsi, dimana para sarjana ilmu sosial melukiskan, menguraikan
secara sistematis dan logis semua fenomena sosial yang ditemukan dan
menghubungkannya satu sama lain. Studi terhadap fenomena sosial diperlukan

11
Zakaria

kematangan jiwa sosial (social maturity) karena masalah ilmu nsosial sangat
sukar dan kompleks, sebab sifat manusia sangat kompleks.
S. Prajudi Atmosudirjdo (1980,20) mengataan menusia itu merupakan :
1) makhluk biologis, seperti hewan;
2) makhluk beremosi, emosional, dan kadang-kadang irrasional;
3) makhluk yang berperasaan halus, dan mempunyai kepercayaan-kepercayaan
tertentu;
4) makhluk berpikir bertingkat-tingkat, pandai membuat peralatan, sistem, siasat,
muslihat, dan sebagainya.

2.

Untuk menjaga obyektifitas dari suatu pendapat atau pandangan, maka sarjana ilmu
sosial harus :
1) menguasai dan memahami filosofi dan kebudayaan yang cukup;
2) menguasai dan memahami terminologi, dan kemampuan menyusun sendiri
terminologi yang cocok dengan keadaan.
Melakukan Eksplikasi`yaitu memberikan penjelasan tentang sebab musabab
(kausalitas sosial) dari berbagai fenomena sosial beserta sifat-sifatnya.

D.5. Metode Ilmu Sosial


Untuk melaksanakan tugas pokoknya (deskripsi dan eksplikasi) terhadap
fenomena sosial, ilmu sosial mempergunakan beberapa metode yaitu sebagai berikut :
1. Metode Deskripsi adalah suatu cara untuk mengungkap, melukiskan, atau
menggambarkan sesuatu atau fenomena dalam bentuk cerita atau narasi.
2. Metode Statistik adalah suatu cara untuk mengumpulkan dan mengungkapkan
fenomena sosial dalam jumlah yang besar dengan mempergunakan angka-angka,
bilangan-bilangan, lambang-lambang, diagram-diagram, maupun grafik-grafik
sebagai pengganti kata-kata.
3. Metode Analisis adalah suatu cara untuk mengumpulkan dan mengungkap
fenomena sosial secara mendalam dari segala aspek.
4. Metode Klasifikasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan dan mengungkap
fenomena sosial dengan mengelompok-ngelompokkan atau menggolonggolongkannya dari berbagai aspek kemudian baru dilakukan jeneralisasi.
5. Metode Perbandingan atau disebut juga Komparatif digunakan untuk menilai
perbedaan dan persamaan antara satu fenomena sosial yang sama atau sejenis tetapi
tempat atau situasi dan kondisinya berbeda.
6. Metode Induksi dan deduksi
Yang dimaksud dengan metode induksi atau induktif adalah suatu cara untuk
mempelajari fenomena sosial yang bersifat khusus, untuk mendapatkan
kaedah-kaedah yang berlaku dalam lapangan yang luas atau umum. Artinya
mempelajari fenomena sosial yang khusus kemudian dibuat kesimpulan secara
umum atau menyusun suatu dalil umum. Contoh Perkara pada kasus sewa menyewa
rumah. Ada pemutusan sepihak yang dilakukan oleh pemilik rumah tanpa
persetujuan penyewa. Si A menyewa rumah Si B, kemudian Si B menjual rumahnya
ke Si C. Lalu Si C membatalkan penyewaan Si A. Pengadilan memenangkan Si A.
Kasus lain Si D menyewa rumah Si E, kemudia Si E mati, lalu rumah Si E diwarisi
oleh anaknya Si F. Kemudian Si F membatalkan penyewaan oleh Si D secara
sepihak, di peradilan Hakim memenangkan Si D. Ada lagi kasus sewa menyewa
rumah yang lain (diagunkan kepada pihak lain) kemudian pihak lain itu

12
Zakaria

membatalkan sepihak dan peradilan juga memenangkan Si penyewa rumah.


Kemudian yang dimaksud dengan metode deduksi atau deduktif adalah suatu cara
untuk mempelajari fenomena sosial yang berlaku umum, kemudian dibuat
kesimpulan secara khusus.

13
Zakaria

BAB II
BARANG dan NILAI
A.

Apa itu Barang ?

Barang secara umum disamakan dengan benda yaitu segala sesuatu yang
berwujud atau berjasad. Penggunaan konsep barang sangat beragam yaitu dengan
menambah konsep baru di belakang kata barang untuk menunjukkan jenis atau sifat
barang itu. Misalnya barang dagangan, barang makanan, barang pusaka, barang antik,
barang mewah, dan sebagainya. Selain itudalam konteks yang lain ada penggunaan kata
barang, seperti barang kali, barang sedikit, dan yang seumpama dengan itu maka konsep
barang tersebut bukanlah benda dan hal tersebut tidak termasuk ke dalam pengertian
barang yang dimaksud dalam kajian ini.
Andre Bayo Ala (1985, 27) mengatakan barang adalah segala sesuatu baik
berharga maupun tidak berharga bagi manusia. Dalam hal ini Andre Bayo Ala
tidak membatasi barang itu dalam bentuk berwujud/berjasad atau tidak.
Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dikatakan dengan barang adalah segala sesuatu yang terdapat didunia ini baik
berwujud maupun tidak yang dimanfaatkan oleh manusia untuk pemenuhan atau
kepentingan hidupnya. Dalam bahasan ini barang itu bisa dalam bentuk benda baik
yang sudah ada maupun yang dibuat oleh manusia dan bisa juga dalam bentuk bukan
benda seperti jasa.
Semua hasil dari suatu tindakan manusia yang berkaitan dengan
pemenuhan atau kepentingan hidupnya dapat dikategorikan dengan barang.
Barang ekonomi adalah merupakan hasil atau konsekwensi dari kegiatan
ekonomi dan semua aspek yang dipergunakan untuk kegiatan ekonomi. Barang
ekonomi dapat dikelompokkan dari kegiatan ekonomi yaitu : dari sudut produksi,
distribusi, dan konsumsi. Barang ekonomi dari sudut produksi adalah semua modal
yang digunakan untuk proses produksi dan termasuk hasilnya disebut barang ekonomi.
Barang ekonomi dari sudut distribusi adalah semua modal yang digunakan untuk
kegiatan distribusi dan termasuk semua hasil-hasilnya. Barang ekonomi dari sudut
konsumsi adalah semua modal yang digunakan untuk mendapatkan barang ekonomi
sehingga dapat dimiliki dan dinikmati.

B.

Apa itu Nilai ?

Nilai adalah harga, sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut
Andre Bayo Ala (1985, 27) nilai dalam artian yang umum adalah segala sesuatu
atau barang-barang (obyek-obyek) berharga bagi manusia sekurag-kurangnya
berdasarkan kriteria moral, agama atau estetika.
Wahyudi Kumorotomo (1992, 9) secara sederhana mengatakan nilai dapat
dirumuskan sebagai obyek dari keinginan manusia, nilai menjadi pendorong
utama bagi tindakan manusia dari pelbagai macam nilai yang mempengaruhi
kompleksitas tindakan manusia.
Selain itu dapat juga dikatakan bahwa, nilai adalah segala sesuatu yang berguna
atau bermanfaat bagi manusia. Tinggi rendahnya nilai sesuatu itu sangat bergantung

14
Zakaria

pada tingkat manfaat yang diberikannya dan tingkat kesulitan dalam memperolehnya
atau tingkat ketersediaan dan jumlah yang membutuhkannya.
Sebagai contoh : Udara, dimana udara dapat menentukan hidup matinya
manusia oleh karena itu nilainya sangat tinggi, tetapi karena jumlahnya sangat banyak
dan mudah didapatkan akhirnya memiliki nilai yang rendah. Artinya orang tidak perlu
menyiapkan tenaga, modal, waktu, dan pengetahuan yang banyak untuk mendapatkan
udara itu.
Menurut Soleman B. Taneko (1984, 63) nilai itu mengandung standar
normatif untuk prilaku, baik dalam hubungan dengan kehidupan pribadi maupun
dalam hubungannya dengan kehidupan sosial. Kemudian Maurice Duverger (1982,
13) mengatakan nilai memainkan peranan penting di dalam kehidupan sosial.
Kebanyakan hubungan-hubungan sosial didasarkan bukan saja pada fakta-fakta
positif, akan tetapi juga pada pertimbangaan pertimbangan nilai.

C. Macam-macam Nilai
Menurut kerangka Kluckhohn, semua sistem nilai dalam semua kebudayaan di
dunia ini, sebenarnya menyangkut lima masalah pokok dalam kehidupan manusia.
Kelima masalah pokok itu adalah :
1.
Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH).
2.
Masalah mengenai hakekat dari karya manusia (disingkat MK).
3.
Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu
(MW).
4.
Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
(MA).
5.
Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM).
Tabel 1
Kerangka Kluckhohn Mengenai Lima Masalah Dasar Dalam Hidup
Yang Menentukan Orientasi Nilai Manusia

Masalah Dasar
Dalam Hidup

Orientasi Nilai

Hakekat hidu
(MH)

Hidup itu Buruk

Hidup itu Baik

Hidup itu Buruk, tetapi


manusia wajib
berikhtiar supaya hidup
itu menjadi baik

Hakekat Karya
(MK)

Karya itu untuk


Nafkah Hidup

Karya itu untuk


Kedudukan,
Kehormatan, dsb

Karya itu untuk


menambah Karya

Orientasi ke Masa
Kini

Orientasi ke Masa
Lalu

Orientasi ke Masa
Depan

Manusia tunduk
kepada Alam yang
Dahsyat
Orientasi Kolateral
(Horizontal), Rasa

Manusia berusaha
Menjaga Keselarasan
dengan Alam
Orientasi Vertikal,
Rasa ketergantungan

Persepsi Manusia
tentang Waktu
(MW)
Pandangan
Manusia terhadap
Alam (MA)
Hakekat
Hubungan antar

Manusia berhasrat
Menguasai Alam
Individualisme Menilai
Tinggi Usaha atas

15
Zakaria

Ketergantungan
Manusia dengan kepada sesamanya
Sesamanya (MM) (Berjiwa Gotongroyong)

kepada Tokoh-tokoh
Atasan dan Berpangkat

Kekuatan Sendiri

F.C.T. Moore (dalam Wahyudi Kumorotomo, 1992, 9-12) membedakan 6 (enam)


macam nilai, yaitu :
1. Nilai primer, sekunder, dan tertier.
Suatu nilai dapat dibedakan berdasarkan pada kerangka berpikir yang menentukan
usaha, atau kepuasan seseorang. Apabila seseorang sangat mencintai perdamaian
(seorang pacifist) dan punya kecendrungan untuk bertindak kearah itu, orang tersebut
memiliki nilai primer. Tetapi jika dia punya harapan, misalnya dengan menolak
untuk menjadi tentara, maka ia memiliki perdamaian dengan keyakinan bahwa tidak
akan ada perang, maka dia memiliki nilai sekunder, atau sekedar punya rasa puas bila
perdamaian terwujud, maka dia hanya memiliki nilai tertier.
2. Nilai semu (quasi values) dan nilai riil (real values).
Seseorang memiliki nilai semu apabila dia bertindak seolah-olah berpedoman kepada
suatu nilai sedangkan ia sesungguhnya tidak menganut nilai tersebut. Contoh:
seseorang yang membenci perang karena melihat kenyataan perang itu
mengakibatkan luka, cacat, dan kematian orang lain, tetapi dia tidak sepenuhnya
membenci bentuk-bentuk konflik atau kompetisi, sebab ia masih menyukai
pertandingan tinju atau persaingan ekonomis, dalam hal ini dia sekedar memiliki rasa
humanis, dan ini disebut memiliki nilai semu. Bentuk lain dari nilai semu adalah
kepura-puraan (hipocrisy).
Misalnya seorang pejabat yang bersimpati dan memberikan sumbangan kepada kaum
gelandangan hanya supaya ia dipuji oleh atasan atau kelihatan sebagai orang sosial
atau darmawan di mata publik, ini termasuk dalam kategori pejabat yang memiliki
nilai semu. Nilai semu sifatnya sangat labil dan mudah terpengaruh suasana.
Sebaliknya, orang yang benar-benar menginginkan adanya perdamaian ia membenci
pertikaian dan tidak menginginkan adanya bentrokan atau pertempuran antar
manusia. Orang ini dikatakan memiliki nilai riil. Contoh lain, seorang pejabat yang
benar-benar menginginkan pemecahan menyeluruh terhadap masalah gelandangan
karena kesadaran sosial, empati, dan tanggung jawabnya, maka ia disebut pejabat
yang memiliki nilai riil. Nilai riil lebih kokoh dan untuk menanamkannya
memerlukan internalisasi yang lama serta terus-menerus.
3. Nilai terbuka dan nilai tertutup.
Suatu nilai disebut terbuka bila tidak terdapat rentang waktu yang membatasinya.
Contoh: manusia mesti hidup damai, atau orang harus bahagia selama hidupnya.
Sebaliknya, nilai tertutup memiliki batas waktu. Contoh dua bersaudara (Si A dan Si
B) mempertahankan pendiriannya masing-masing untuk menguasai harta warisan
orang tua mereka, tetapi pertikaian tidak akan berlanjut bila salah seorang diantara
mereka telah meninggal. Nilai-nilai yang tertutup akan terhenti jika lingkup
temporalnya sudah terpenuhi, tetapi nilai-nilai terbuka hanya bisa berhenti untuk
sementara waktu saja (sub specie aeternitatis).
4. Nilai negatif dan nilai positif .

16
Zakaria

Suatu nilai dikatakan negatif bila proposisi yang mendasari suatu keinginan bersifat
negatif. Sebaliknya nilai positif terjadi bila proposisi yang mendasarinya adalah
suatu keinginan yang bersifat positif. Seperti larangan dan anjuran.
Dalam kontek etika/moral kebalikan dari nilai negatif adalah nilai positif. Contoh:
larangan jangan membunuh dapat saja ditafsirkan secara positif sebagai biarkan
semua hidup atau larangan jangan berzina dapat ditransformasikan menjadi
setialah kepada suami/istrimu.
Ranah nilai negatif dan positif ini pemisahannya sangat tipis dan abu-abu.
5. Nilai relatif dan nilai absolut.
Suatu nilai bersifat relatif bila merujuk kepada orang yang memiliki spesifikasi nilai
tersebut. Sebaliknya nilai absolut tidak merujuk kepada orang pribadi, tetapi dianut
secara mutlak.
Contoh: ada seorang yang hanyut disungai, kemudian Si A yang berdiri di pinggir
sungai ingin menyelamatkan orang yang hanyut itu. Kemudian Si B yang bersampan
lewat di sungai tersebut dan menolong orang yang hanyut tadi. Si A yang ingin
menolong orang yang hanyut itu merasa tidak senang kepada Si B karena telah
menolong orang yang hanyut. Menurut Si A hanya dia lah yang patut dan harus
menolong karena yang hanyut adalah teman akrabnya dan sebagainya. Dalam
konteks ini Si A memiliki nilai relatif. Tetapi bila Si A tidak kecewa dengan Si B,
bahkan ia bertetima kasih kepada Si B karena telah menolong orang yang hanyut itu.
Yang penting bagi Si A orang yang hanyut itu harus diselamatkan, dan tidak soal
siapapun yang bisa menyelamatkannya, maka Si A dikatakan memiliki nilai absolut.
6. Nilai Orde pertama, Orde kedua, dan Orde selanjutnya.
Suatu nilai dapat pula dibedakan menurut orde atau urutannya.
Nilai orde pertama (first order values) terjadi jika benar-benar tidak ada nilai yang
lainnya.
Nilai orde kedua (second order values) terjadi jika tidak terdapat nilai lain kecuali
nilai orde pertama. Begitu juga untuk nilai orde berikutnya.
Contoh: Secara ringkas penggolongan nilai yang diuraikan di atas dapat digambarkan
pada tabel berikut.

Tabel 2
Corak Nilai dan Dasar Pembedaannya
Hasrat

Kesungguhan

Lingkup

Positivitas

Relativitas

Primer

Pertama
Riil

Terbuka

Positif

Absolut

Sekunde

Kedua
Ketiga

Semu
Tertier

Orde

Tertutup

Negatif

Relatif

....
Arsitektonik
(Orde Tinggi)

17
Zakaria

18
Zakaria

BAB III
PEMIKIRAN KARL MARX, EMILE DURKHEIM,
dan MAX WEBER
A. Pemikiran Karl Marx tentang Masyarakat.
Marx lahir di trier, Jerman pada tahun 1818. Ayahnya Heinrich dan ibunya
henrietta berasal dari keluarga Rabbi Yahudi.
Karya yang paling penting dihasilkan Karl Marx antara lain adalah :
1.
Economic and Philosophical Manuscripts.
2.
The German Ideology.
3.
Das Kapital.
4.
The Communist Manifesto.
Marx dalam menyusun teorinya melihat pentingnya kondisi material. Menurut
Marx individu harus menyesuaikan diri atas dasar kedudukan ekonomi. Kehidupan
individu dan masyarakat di dasarkan pada asas ekonomi. Ini berarti institusi-institusi
seperti politik, pendidikan, agama, ilmu pengetahuan, seni, keluarga, dan sebagainya
bergantung pada tersedianya sumber-sumber ekonomi untuk kelangsungan hidup.
Institusi tersebut tidak dapat berkembang dalam cara-cara yang bertentangan dengan
tuntutan-tuntutan sistem ekonomi.
Marx melihat ekonomi sebagai dasar infrastruktur di atas mana suprastruktur
sosial dan budaya yang lainnya dibangun dan harus menyesuaikan diri dengannya.
Marx memusatkan perhatiannya pada cara orang menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan fisiknya. Ia melihat hubungan sosial yang timbul dari penyesuain diri dan
tunduknya aspek-aspek kenyataan sosial dan budaya pada asas ekonomi. Bagi Marx,
kunci untuk memahami kenyataan sosial tidak ditentukan dalam ide-ide abstrak, tetapi
dalam pabrik-pabrik atau dalam tambang batu bara, dimana para pekerja menjalankan
tugas di luar batas kemanusiaan dan berbahaya.
Marx menegaskan bahwa pada kenyataannya pembentukan suatu ekonomi
pertukaran adalah hasil dari suatu proses sejarah dan kapitalisme merupakan suatu
sistem produk yang spesifik secara historis. Kapitalisme hanya merupakan salah satu
sistem produksi diantara sistem-sistem produksi lainnya, yang telah mendahuluinya
dalam sejarah dan hanya merupakan bentuk akhir dari sistem-sistem lain yang
mendahuluinya.
Marx mengatakan, di dalam kapitalisme obyek-obyek material yang diproduksi
disejajarkan dengan buruh itu sendiri. Marx menentang keterasingan yang merupakan
hakekat manusia, Ia melihat keterasingan itu merupakan fenomena sejarah. Marx
menelusuri pertumbuhan dari pembagian tenaga kerja dan munculnya pemilikan
pribadi, yang puncaknya berupa proses pengasingan kaum tani dari penguasaan atas
prasarana produksi mereka serta desintegrasi. Proses terakhir, yakni terciptanya suatu

19
Zakaria

masa luas yang terdiri atas buruh penerima upah yang tidak mempunyai harta milik
(proletar).
Marx menjelaskan perubahan utama kondisi material dan cara produksi pada satu
pihak, dan hubungan-hubungan sosial serta norma-norma pemilikan di pihak lain, mulai
dari komunitas suku bangsa primitif sampai ke kapitalisme modern sebagai berikut:
1. Tahap Komunitas suku bangsa primitif dengan ciri : terdapat hak milik secara
kolektif dan pembagian kerja sangat kecil.
2. Tahap Struktur sosial komunal purba dengan ciri: bentuknya lebih besar dan
pembagian kerja yang semakin tinggi, dan pemilikan pribadi mulai muncul.
3. Tahap Sistem feodal dengan ciri: pembagian kerja berkembang dan pola pemilikan
kekayaan pribadi lebih ketat. Tahap ini memberikan jalan bagi cara-cara produksi
borjuis
4. Tahap Kapitalis dengan ciri : hubungan buruh upah proletar dengan majikan borjuis
sebagai seorang penjual tenaga kerja yang kegiatan produktifnya dipergunakan
untuk menghasilkan produk-produk yang akan dijual dalam sistem pasar yang
bersifat inpersonal.
5. Tahap Komunis dengan ciri : pemilikan pribadi lenyap dan individu-individu dapat
berinteraksi dalam hubungan-hubungan komunal, tidak melalui ekonomi.
Pembagian kerja yang menekan dan merendahkan martabat manusia diganti dengan
sistem yang memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan
manusiawinya.
Menurut Marx, manusia menciptakan sejarahnya sendiri selama mereka berjuang
menghadapi lingkungan materealnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang
terbatas dalam proses. Tetapi kemampuan manusia untuk membuat sejarahnya sendiri,
dibatasi oleh keadaan lingkungan materal dan sosial yang sudah ada.
Marx mengatakan : Kelangsungan hidup manusia serta pemenuhan kebutuhannya
bergantung pada kegiatan produktif dimana secara aktif orang terlibat dalam mengubah
lingkungan alamnya. Namun kegiatan produktif itu mempunyai akibat yang paradoks
dan ironis, karena pada waktu individu mencurahkan tenaga kreatifnya dalam kegiatan
produktif, maka produk-produk dari kegiatan tersebut memiliki sifat sebagai benda
obyektif yang terlepas dari manusia yang membuatnya. Kata Marx, kegiatan produktif
meliputi penggunaan tenaga manusia dan kemampuan kreatifnya, maka produk-produk
yang diciptakan itu sebebnarnya mewujudkan sebagian dari hakikat manusia. Contoh
yang dibuat Marx; Mesin dibuat oleh manusia dan itu merupakan hasil kegiatan kreatif
manusia. Mesin tersebut mempunyai pengaruh potensial untuk membebaskan manusia
dari kerja keras fisik. Tapi akibat aktualnya (kenyataannya) mesin memperbudak para
pekerja, membatasi kesempatan mereka untuk kegiatan kreatif.
Proses yang sama juga berlaku untuk kebudayaan nonmatereal yang diciptakan
manusia. Misalnya dalam organisasi formal, orang membuat peraturan dan pengaturan
sebagai alat untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan bersama.
Tapi akibatnya (kenyataannya) mereka didominasi oleh aturan-aturan dan pengaturan
yang mereka buat, sehingga aturan dan pengaturan tersebut menjadi tujuan dalam
dirinya, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

B.

Pemikiran Emile Durkheim tentang Masyarakat

Durkheim lahir 15 April tahun 1858 di Epinal Perancis. Ayah Durkheim adalah
seorang rabi Yahudi, dan Durkheim sempat menjadi Rabi, kemudian masuk Katolik, dan

20
Zakaria

meninggalkan Kotolik, akhirnya menjadi orang yang tidak mau tahu dengan agama
(agnostik).
Tulisan Durkheim yang Populer yaitu antara lain :
1.
The Devision of Labour in Society.
2.
Suicide.
3.
The Rulers of Sociologicsl Method.
Pandangan Emil Durkheim.
1. Tentang Fakta Sosial.
Durkheim membangun dua asumsi :
Pertama :gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta
prilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologi, biologis, atau
karakteristik individu lainnya.
Kedua: Gejala-gejala itu dapat dipelajari dengan metoda-metoda empirik.
Karakteristik Fakta Sosial
Durkheim mengemukakan tiga macam karakteristik fakta sosial :
Pertama: Gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu.
Contoh: bahasa, sistem moneter, norma-norma profesional, dan lainnya.
Kata Durkheim hal tersebut dijadikan cara bertindak, berpikir, dan
berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang
berada di luar kesadaran individu.
Kedua:

Fakta itu memaksa individu.


Individu dipaksa, dibimbing, didorong, atau dengan cara tertentu
dipengaruhi oleh pelbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya.
Ketiga: Fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu
masyarakat
Sifat umum dari fakta sosial itu bukan sekedar hasil dari penjumlahan
beberapa fakta individu. Fakta sosial benar-benar bersifat kolektif, dan
pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya itu.

2. Tentang Solidaritas dan Tipe Struktur Sosial.


Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau
kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama
yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada
hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan
serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat/derajat konsensus terhadap
prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak tersebut.
3. Solidaritas Mekanik dan Organik.
Durkheim menggunakan istilah Solidaritas mekanik dan organik, untuk menganalisis
masyarakat secara keseluruhan. Solidaritas mekaknik didasarkan pada suatu kesadaran
kolektif (collective conciousness/conscience), yang menunjuk pada totalitas
kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada
warga masyarakat yang sama. Dalam kondisi yang demikian individualitas tidak

21
Zakaria

berkembang, dan secara terus-menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali
untuk komformitas. Namun demikian individu tidak harus merasa tertekan atau
dilumpuhkan, karena kesadaran akan yang lain mungkin juga tidak berkembang. Bagi
Durkheim indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup
dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat menekan (repressive).
Berlawanan dengan itu, solidaritas organik muncul karena pembagian kerja
bertambah besar. Solidaritas organik didasarkan pada tingkat saling ketergantungan
yang tinggi. Saling ketergantungan itu akan bertambah bila spesialisasi dalam
pembagian pekerjaan bertambah
Munculnya perbedaan-perbedaan di tingkat individu merombak kesadaran kolektif,
yang pada gilirannya menjadi kurang penting lagi sebagai dasar untuk keteraturan
sosial. Kata Durkheim, kuatnya solidaritas organik ditandai oleh pentingnya hukum
yang bersifat memulihkan (restitutive) dari pada yang bersifat represif.
Hukum repressive mengungkapkan kemarahan kolektif yang kuat; sedangkan hukum
restitutive berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang
kompleks antara pelbagai individu yang berspesialisasi atau kelompok-kelompok
dalam masyarakat.
Tabel 3
Sifat-Sifat Pokok Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Sifat Solidaritas Mekanik
Pembagian kerja rendah.
Kesadaran kolektif kuat.
Hukum represif dominan.
Individualitas rendah.
Konsesnsus terhadap pola-pola normatif
penting.
Keterlibatan
komunitas
dalam
menghukum orang yang menyimpang.
Secara relatif saling ketergantungan itu
rendah.
Bersifat primitif atau pedesaan.

Sifat Solidaritas Organik


Pembagian kerja tinggi.
Kesadaran kolektif lemah.
Hukum restitutive dominan.
Individualitas tinggi.
Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan
umum itu penting.
Badan-badan
kontrol
sosial
yang
menghukum orang yang menyimpang.
Saling ketergantungan yang tinggi.
Bersifat industrial-perkotaan.

C. Pemikiran Max Weber.


Max Weber lahirdi Erfurt, Jerman pada tahun 1864.
Karya-karya Max Weber antara lain :
1. Tendencies in the Development of the Situation of Rural Workersin Eastern
Germany.
2. The Social Cause of the Decadence of Ancient Civilization.
3. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.
4. Essay on Some Categories of Comprehensive Sociology.
5. The Sociology of Religion.
6. Economy and Society.

22
Zakaria

1.

Teori Prilaku Sosial Max Weber.


Kata Weber, Perikelakuan dipakai untuk perbuatan-perbuatan yang bagi si
pelaku mempunyai arti subyektif (gemeinter Sinn). Contoh : perencanaan,
pengambilan keputusan, dan sebagainya. Kesadaran akan arti dari apa yang dibuat
itulah ciri hakiki manusia. Tanpa kesadaran itu suatu perbuatan tidak dapat disebut
kelakuan manusia. Walaupun banyak tindak manusia bercorak rutin saja dan
konformistis, namun suatu kesadaran minimal akan arti dari hal yang dibuat harus ada
supaya mereka dapat disebut kelakuan.
Perikelakuan menjadi sosial bila arti maksud subyektif dari tingkahlaku
membuat individu memikirkan dan memperhitungkan kelakuan orang lain dan
mengarahkannya kepada maksud subyektif.
Contoh penggunaan uang adalah kelakuan sosial, karena penerimaan atau
pengeluaran uang selalu mengarah kepada harapan bahwa sebagian besar orang,
sekalipun mereka tidak dikenal, akan menganggap dan memperlakukan uang sebagai
alat pertukaran.
Menurut Weber, perikelakuan sosial selalu berakar dalam kesadaran individual dan
bertolak dari situ.Tingkahlaku individu merupakan kesatuan analisis sosiologis.
Sosiologi harus berusaha untuk menjelaskan dan menerangkan kelakuan manusia
dengan menyelami dan memahami seluruh sistem arti maksud subyektif yang
mendahuluinya, menyertai, dan menyusulnya.
Weber membuat klasifikasi perikelakuan sosial dengan membuat pembedaan
dalam empat tipe, yakni :
a.
Kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya
suatu tujuan. Apakah tujuan itu sendiri atau segala tindakan yang diambil dalam
rangka tujuan tersebut, dan akibat-akibat sampingan yang akan timbul,
dipertimbangkan dengan otak dingin. Kelakuan ini disebut zweckrational (zweck
= tujuan).
b.
Kelakuan yang berorientasi kepada suatu nilai seperti keindahan (nilai estetis),
kemerdekaan (nilai politik), persaudaraan (nilai keagamaan), dan lainnya. Orang
mengatur hidup mereka demi nilai itu sendiri. Tidak ada tujuan atau motivasi lain.
Contoh: orang yang melaporkan praktek korupsi rekan-rekannya demi keadilan
dan kebenaran atau karena cinta tanah air dampaknya dia bisa dibenci oleh
teman-temannya, tapi dia tidak peduli.
c.
Kelakuan yang menerima orientasi dari perasaan atau emosi seseorang, yang
disebut kelakuan afektif atau emosional. Contoh: orang yang merasa didorong
untuk melampiaskan nafsunya membalas dendam, mengabdikan diri pada
seseorang tokoh, atau orang yang bertindak di bawah pengaruh ketegangan
emosional.
d.
Kelakuan yang menerima arah dari tradisi, yang disebut kelakuan tradisional.
Dalamm kehidupan sehari-hari banyak hal yang dilakukan tanpa memikirkan
tujuan atau latar belakang motivasional, karena sudah menjadi rutinitas.
Keempat tipe kelakuan tersebut harus dilihat sebagai tipe murni, namun dalam
prakteknya selalu kurang lebih mendekati salah satu dari keempat tipe itu.

2.

Semangat Kapitalis.

23
Zakaria

Weber dalam bukunya The Protestant Ethic mengemukakan suatu fakta statistik
untuk menjelaskan fakta bahwa di Eropa modern pemimpin-pemimpin niaga dan para
pemilik modal, maupun mereka yang tergolong sebagai buruh terampil tingkat tinggi,
dan karyawan perusahaan-perusahaan modern yang sangat terlatih dalam bidang teknis
dan niaga, kebanyakan memeluk agama Protestan. Diawal abad ke 16 kapitalis sudah
berkembang di Eropa dan itu merupakan pusat yang sangat kuat unsur Protestannya.
Menurut Weber, etika Protestan memperlihatkan suatu orientasi agama yang
bersifat asketik dalam dunia (inner worldly) yang jauh lebih lengkap daripada agama
besar apa pun, termasuk Katolisisme.
Etika Protestan memberi tekanan pada usaha menghindari kemalasan atau
kenikmatan semaunya, dan menekankan kerajinan dalam melaksanakan tugas pada
semua segi kehidupan, khususnya dalam pekerjaan dan kegiatan ekonomi pada
umumnya.
Asketisme dalam dunia menunjuk pada komitmen untuk menolak kesempatan
untuk menuruti keinginan fisik atau indrawi, atau kenikmatan yang bersifat materialistik
untuk mengejar suatu tujuan yang lebih tinggi atau yang bersifat spiritual. Tujuan
spiritual harus dicapai melalui suatu komitmen yang sistematis dan rajin dalam
melaksanakan tugas di dunia ini.
Contoh: Mahasiswa yang tidak mau berkencan atau mengambil bagian dalam
rupa-rupa kegiatan sosial supaya bisa belajar karena perasaan akan kewajiban moral
yang kuat.
Orientasi asketik dalam dunia itu harus dimengerti sebagai sesuatu yang muncul
dari keyakinan agama yang murni. Kata Weber, karena Asketisme berusaha untuk
mengubah dunia dan untuk melaksanakan ideal-idealnya di dunia, benda-benda material
memperoleh kekuasaan yang semakin bertambah dan akhirnya bersifat mutlak terhadap
kehidupan manusia, yang tidak pernah terjadi dalam periode sejarah sebelumnya.
Sekarang semangat asketisme religius mungkin berakhir, siapa tahu ? sudah
hilang. Tetapi kapitalisme jaya, karena dia bergantung pada dasar mekanikal, tidak
membutuhkan dukungan agama lagi. Perkembangan Kapitalisme modern menuntut
untuk membatasi konsumsi supaya uang yang ada itu diinvestasi kembali dan untuk
pertumbuhan modal, menuntut kesediaan untuk tunduk pada disiplin perencanaan yang
sistematis dalam mencapai tujuan masa datang, bekerja secara teratur, dan sebagainya.

24
Zakaria

BAB IV
KEGIATAN, TINDAKAN dan FENOMENA EKONOMI
A. Kegiatan Ekonomi
Kegiatan ekonomi adalah aktivitas atau usaha ekonomi yang dilakukan oleh
pelaku (aktor) ekonomi baik secara individual maupun secara bersama-sama untuk
memperoleh nilai-nilai ekonomi secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh : Seorang petani mencangkol tanahnya untuk ditanami jagung, kemudian
membeli bibit jagung, lalu ditanam, membeli pupuk dan peptisida di KUD, melakukan
pemupukan dan menyemprot hama, membersihkan rumput sampai jagung berbuah dan
dipanen, akhirnya jagung dijual ke pasar lalu dibeli oleh sipembeli untuk dinikmati. Ini
disebut kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi itu dapat dilakukan dalam bentuk produksi, distri busi, dan
konsumsi. Pelaku ekonomi atau aktor ekonomi dapat sekaligus melakukan pekerjaan
sebagai produksi, distri busi, dan konsumsi. Bisa juga hanya sebagai produksi saja atau
produksi dan konsumsi. Bisa juga sebagai produksi dan distri busi, dan lainnya.

B.

Tindakan Ekonomi
Tindakan ekonomi adalah sesuatu yang dilakukan oleh aktor ekonomi untuk
mengatasi atau memaksimalkan pemanfaatan modal dan keuntungan dalam suatu
kegiatan ekonomi, seperti produksi, distribusi, atau konsumsi.
Sama halnya dengan kegiatan ekonomi, dimana tindakan ekonomi itu juga bermacammacam.
Max Weber mengatakan, tindakan ekonomi itu dapat bersifat rasional,
tradisional, dan spekulatif-irrasional.
Contoh 1 : Beberapa orang melihat sebidang tanah yang terbentang luas belum
dikelola dan ingin mengelolanya.
Contoh 2 :

Contoh 3 :
Contoh 4 :

Beberapa orang melihat tempat pemukiman baru yang banyak


penghuninya, tapi belum ada orang yang berjualan disana.
Orang yang melakukan kegiatan ekonomi pada contoh 1 dan 2 dapat
dikatakan melakukan tindakan ekonomi rasional, karena sudah
mempertimbangkan kondisi dan sarana yang tersedia dengan tujuan
ekonomi yang akan dicapai.
Mengambil hari atau saling membantu dalam mengerjakan lahan pertanian
atau mengerjakan panenan tanpa diberi upah.
Pelaksanaan pesta perkawinan, setiap orang yang diundang memberikan
bantuan dalam bentuk barang, uang atau tenaga.
Orang yang melakukan kegiatan pada contoh 3 dan 4 dikatakan melakukan
tindakan ekonomi tradisional, karena dalam melakukan kegiatan tidak

25
Zakaria

Contoh 5 :
Contoh 6 :

C.

semata-mata mempertimbangkan aspek ekonomi, tetapi juga aspek


hubungan sosialnya.
Suatu MLM memberikan iiming-iming keuntuangan yang besar kepada
siapa saja yang ikut bergabung dalam perusahaan tersebut.
Orang yang ikut menggandakan uang.
Orang yang ikut melakukan kegiatan pada contoh 5 dan 6 dapat disebut
melakukan kegiatan ekonomi spekulatif-irrasional, karena dalam
melakukan tindakan ekonomi tersebut tidak mempertimbangkan instrumen
yang ada dengan tujuan yang hendak dicapai.

Fenomena Ekonomi.

Fenomena ekonomi adalah merupakan gejala bagaimana cara orang atau


masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya terhadap barang dan jasa yang terbatas.
Semua aktivitas orang atau masyarakat yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan
konsumsi terhadap barang dan jasa disebut cara.
Fenomena ekonomi menurut Swedberg adalah sebagai berikut :

Proses ekonomi (produksi, distribusi, dan konsumsi)

Produktifitas dan inovasi teknologi

Pasar

Kontrak

Uang

Tabungan

Organisasi ekonomi (seperti bank, PT, CV, koperasi, dll)

Kehidupan ditempat kerja

Pembagian kerja dan segregasi pekerjaan

Kelas ekonomi

Ekonomi internasional

Ekonomi dan nilai budaya

Ekonomi dan gender

Kekuatan ekonomi

Ekonomi dan etnik

Ekonomi moral, ekonomi rasional, dan politik ekonomi

Ekonomi dan budaya

Ekonomi dan pendidikan

Ekonomi dan pembangunan

Ekonomi dan mobilitas sosial

Ekonomi dan perubahan sosial

Dan lain-lain (Damsar, 2002).


Dadang Supardan (2008, 339) mengemukakan tentang beberapa konsep ilmu
ekonomi seperti skarsitas, produksi, konsumsi, investasi, pasar, Letter of Credit
(LC), neraca pembayaran, bank atau perbankan, koperasi, kebutuhan dasar,

26
Zakaria

kewirausahaan, perpajakan, periklanan, dan perseroan terbatas. Berikut ini dapat


dilihat penjelasan dari masing-masing konsep yang dikemukakan di atas.
1.

Skarsitas
Skarsitas atau kelangkaan adalah suatu prinsip bahwa sebagian besar barang yang
diinginkan orang hanya tersedia dalam jumlah yang terbatas, kecuali barang bebas
seperti udara. Dengan demikian, barang pada umumnya dalam keadaan langka dan
harus dijatah, baik melalui mekanisme harga maupun cara lainnya (Samuelson dan
Nordhaus, 1990, 535). Dalam kaitannya dengan masalah-masalah sosial lainnya,
kelangkaan pun melahirkan teori stratifikasi sosial dalam sejarah perkembangan
manusia. Teori skarsitas (kelangkaan) merupakan temuan pemikiran Michaell Harner
(1970), Morton Fried (1967), dan Rae Lesser Blumberg (1978). Teori ini beranggapan
bahwa penyebab utama timbul dan semakin intensnya stratifikasi sosial disebabkan oleh
tekanan jumlah penduduk. Tekanan jumlah penduduk tersebut sangat berpengaruh
terhadap sumber daya yang menyebabkan masyarakat pemburu dan peramu memiliki
pola subsistensi pertanian. Pertanian akhirnya menggantikan pola subsistensi pemburu
dan peramu. Sebut saja, komunisme primitif dalam masyarakat pemburu dan peramu
merupakan cikal bakal pemilikan tanah oleh keluarga besar, namun pemilikannya masih
bersifat komunal daripada pribadi.
Thomas Robert Malthus, mengatakan, kemelaratan disebabkan oleh tidak adanya
keseimbangan antara pertambahan penduduk dan pertambahan bahan makanan. Selain
itu Malthus membuat postulat (pernyataan atau anggapan) sebagai berikut : Apabila
tidak ada hambatan, penduduk akan bertambah menurut deret ukur, sedangkan bahan
makan bertambah menurut menurut deret hitung (Ruslan H. Pranowo, 1983, 25-26).
Sanderson (1995, 161) mengatakan, makin meningkatnya tekanan jumlah
penduduk, mengakibatkan masyarakat holtikutura makin memerhatikan pemilikan tanah
serta makin kokohnya jiwa egoisme pribadi sehingga menghilangkan apa yang disebut
sebagai pemilikan bersama. Di samping itu perbedaan akses terhadap sumber daya
muncul dari suatu individu maupun kelompok, memaksa individu maupun kelompok
lainnya bekerja lebih keras untuk menghasilkan surplus ekonomi melebihi apa yang
dibutuhkan sampai terbentuknya kelompok yang bersenang-senang atau leisure class.
Mengacu pada pendapat Sanderson itu, Supardan (2008, 400) menyimpulkan bahwa
dengan demikian, dalam teori kelangkaan tersebut tertanam kebiasaan persaingan
maupun konflik materealistik.
2.

Produksi
Kata produksi dalam kehidupan masyarakat diartikan bermacam-macam, ada yang
diartikan secara luas dan sempit. Abdullah menjelaskan, dalam artian yang luas, yang
dimaksud dengan produksi adalah segala usaha untuk menambah atau mempertinggi
nilai atau faedah dari sesuatu barang. Sedangkan dalam arti sempit, produksi adalah
segala usaha dan aktivitas untuk menciptakan suatu barang atau mengubah bentuk suatu
barang menjadi barang lain (Supardan, 2008, 400).
Misalnya; seorang petani berusaha menghasilkan padi atau beras melalui usaha
bertani. Hal itu dapat diklasifikasikan produksi dalam pengertian luas. Jika jumlah padi
atau beras yang dihasilkan ditempat petani tersebut berlimpah bila dibandingkan dengan
keperluan konsumsinya, maka beras atau padi tersebut nilai atau faedahnya akan
bertambah. Kemudian para pedagang berusaha membawa limpahan beras tersebut ke
tempat baru yang memiliki nilai faedah yang lebih tinggi. Untuk aktivitas yang terakhir
ini dapat digolongkan produksi dalam arti sempit.

27
Zakaria

Suatu aktivitas produksi tidak akan berjalan tanpa melalui proses produksi, sebab
sesuatu produksi tidaklah terjadi dengan tiba-tiba, melainkan melalui tahapan suatu
proses yang cukup panjang. Proses produksi adalah suatu proses atau kegiatan untuk
memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jadi, tujuan pokok dari produksi adalah untuk konsumsi. Bila jarak produsen dengan
konsumen berjauhan maka diperlukan adanya usaha-usaha untuk menyampaikannya
kepada konsumen.Abdullah (1992, 38) mengatakan Usaha-usaha untuk menyampaikan
barang-barang dari produsen ke konsumen tersebut dinamakan proses disgtribusi.
Selanjutnya Abdullah (1992, 41) mengatakan terdapat empat macam faktor
produksi, yakni alam, tenaga kerja, modal, skill atau keterampilan, yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor alam, mencakup tanah dan keadaan iklim, kekayaan hutan, kekayaan
kandungan tanah (mineral) kekayaan air sebagai sumber penggerak transportasi,
dan sumber pengairan dalam pertanian.
b. Faktor tenaga kerja, yaitu peranan manusia dalam proses produksi.
c. Faktor Modal, yaitu semua barang yang dihasilkan dan dipergunakan dalam
produksi untuk masa depan. Barang-barang tersebut terkadang disebut sebgai
barang-barang produksi atau investasi maupun barang modal, seperti mesin,
gedung, dan instalasi pabrik.
d. Faktor skill atau Keterampilan, yaitu beberapa jenis kecakapan atau keterampilan
khusus yang diperlukan dalam proses produksi ekonomi. Adapun cakupan skills
yang dimaksud meliputi managerial skills, technological skills, dan organizational
skills.
3.

Konsumsi
Supardan (2008, 401) mengatakan secara sederhana pengertian konsumsi adalah
segala tindakan manusia yang dapat menimbulkan turun atau hilangnya faedah atau
nilai guna suatu barang. Sedangkan Samuelson dan Nordhaus (1990, 161) menjelaskan
bahwa konsumsi adalah sebagai pengeluaran untuk barang dan jasa, seperti makanan,
pakaian, mobil, pengobatan, dan perumahan.
Secara alamiah, manusia merupakan makhluk pengkonsumsi yang paling banyak
dan beraneka ragam jenis konsumsinya. Untuk memenuhi konsumsinya manusia
melakukan berbagai macam usaha atau kegiatan. Misalnya dengan cara membuat
sendiri, membeli, menukar, meminta, melakukan pilihan, dan lainnya. Artinya untuk
memenuhi kebutuhan itu orang akan bersikap berbeda-beda tergantung pada tingkat
keperluan dan ketersediaan barang atau jasa itu. Abdullah (1992, 35) mengatakan
menurut para ahli ekonomi yang mengembangkan pendekatan dengan fungsi kegunaan
(pendekatan funsional struktural) dalam permintaan konsumen berpendapat bahwa
kegunaan sesuatu barang dapat diukur secara kardinal, yaitu dengan cara
membandingkannya dengaan tingkat kegunaan dari barang-barang yang lainnya.
Umumnya setiap orang akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan terhadap
bermacam-macam barang secara seimbang dan sadar atau tidak ia akan menggunakan
prinsip ekonomi. Artinya, ia akan berusaha untuk mencapai tingkat konsumsi yang
paling menguntungkan bagi nya. Idealnya seorang konsumen akan mempertimbangkan
jumdapatannya, daftar preferensi dari jenis barang yang akan dikonsumsi, harga
persatuan tiap jenis barang yang akandikonsumsi; jumlah tiap jenis barang yang akan
dikonsumsi (Abdullah, 1992, 37).

28
Zakaria

4.

Investasi
Mullineux (2000, 522) mengatakan bahwa investasi dapat diartikan sebagai
perubahan stok modal dalam kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun. Pengertian
investasi tersebut sering dikacaukan dengan investasi keuangan (financial investmen)
yang definisinya adalah pembelian aset-aset keuangan, seperti saham dan obligasi yang
nantinya akan dijual kembali saat harganya meningkat, dan hal itu lebih terkait dengan
analisis jasa.
Penggunaan kata investasi dilakukan untuk hal yang bermacam-macam,
misalnya : Investasi Inventori yaitu penyimpanan atau perubahan stok produk final,
produk setengah jadi, atau bahan-bahan mentah. investasi modal (capital investment
goods) hal ini berbeda dari barang konsumsi, tetapi ia sangat diperlukan untuk produksi
barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen.Kedua bentuk investasi
tersebut (investasi inventori dan investasi modal) agak mirip karena sebagian barang
konsumen, seperti durable goods atau berbagai barang yang dapat dipakai berkali-kali
atau dapat dimanfaatkan dalam waktu lama dapat pula dikategorikan sebagai barang
investasi.
Selain itu ada pula investasi yang didasarkan pada lembaga, yaitu investasi yang
dilakukan atas dasar investasi publik (dilakukan oleh pemerintah) dan investasi yang
dilakukan oleh badan-badan swasta. Kemudian bila dilihat berdasarkan tempatnya
terdapat pula dua macam investasi, yaitu investasi domestik dan investasi asing.
Selanjutnya bila dilihat dari jenis barangnya, maka dikenal pula investasi langsung dan
investasi keuangan atau portofolio. Contoh dari investasi langsung, seperti pengadaan
pabrik, peralatan, dan berbagai sarana produksi. Contoh investasi keuangan atau
portofolio, seperti obligasi dan saham (Mullineux, 2000, 552).
5.

Pasar
Samuelson dan Nordhaus (2003, 29) mengatakan pasar adalah sebuah
mekanisme dimana para pembeli dan penjual berinteraksi untuk menentukan harga dan
melakukan pertukaran barang dan jasa. Supardan (2008, 403) mengatakan pada
hakikatnya pasar merupakan keseluruhan permintaan dan penawaran barang serta jasa.
Selanjutnya Supardan menjelaskan, walaupun sepintas terlihat seperti sebuah
kumpulan penjual dan pembeli yang membingungkan dan mekanisme yang rumit,
namun sistem ini merupakan suatu alat komunikasi untuk meyatukan pengetahuan dan
tindakan-tindakan dari jutaan individu yang berbeda untuk proses pemenuhan
kebutuhan. Kata Supardan, bila pasar ditinjau dari macam atau jenisnya, dapat
dibedakan berdasarkan :
a. Barang-barang yang diperjualbelikan, dapat dibedakan menjadi barang konsumsi
dan pasar faktor produksi;
b. Waktu terjadinya, dapat dibedakan menjadi pasar harian, pasar mingguan, dan
bulanan; untuk pasar tahunan biasanya dilaksanakan dalam bentuk pekan raya;
c. Lingkup aktivitasnya, dapat dibedakan menjadi pasar lokal, nasional, dan
internasional;
d. Strukturnya, dapat dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna, pasar monopoli,
pasar oligopoli, dan pasar persaingan monopolistik.
6.

Uang
John Maynard Keynes mendefinisikan uang sebagai berikut: money is that by
delivery of which debt-contract and price-contractsare discharged, and in the shape

29
Zakaria

of which a store of general purchasing power is held (uang adalah alat penyelesaian
kontraktual dan sebuah nilai warung atau kedai (store of value), sebuah wahana daya
beli (purchasing power) yang bergerak dalam lintasan waktu. Komaruddin (1991,
397-398) mengatakan uang secara umum dilihat dari fungsinya dapat didefinisikan
sebagai alat tukar. Uang pun berfungsi sebagai satuan ukuran (standard for valuing
things) yang memiliki fungsi turunan, seperti sebagai standart perincian utang
(standard deferred payments) dan sebagai alat penyimpanan kekayaan.
Dalam perkembangannya uang menjadi alat tukar untuk menjalankan kekuasaan
ekonomi. Karena uang memberikan hak kekuasan abstrak atas barang dan jasa, maka
pada umumnya manusia ingin memiliki uang. Pada masyarakat yang berlandaskan
individualisme uang diartikan sebagai kekuasaan, dan uang itu menjadi alat kekuasaan
dalam tangan pemiliknya (Winardi, 1987, 35). Max Weber pernah mengatakan bahwa,
uang adalah ayahnya partikelir. Uang akan menjadi cikal bakal milik swasta, setelah
melewati proses pembentukan harga dan pembentukan kekuasaan.
Menurut Winardi (1987, 42) dalam keadaan ekstrem, terlihat suasana yang
memprihatinkan dimana, uang yang semula hanya merupakan alat berubah menjadi
tujuan, dari benda yang harus mengabdi dapat berubah menjadi penguasa. Itu adalah
suatu gambaran yang menakutkan dari fenomena pemujaan uang. Apakah segala hal
tentang uang pasti berdampak negatif ? Ternyata tidak selalu begitu, ada kalanya uang
memiliki sosial ekonomi. Misalnya, uang berperan atas lalu lintas pertukaran dan
perdagangan, serta perindustrian. Uang juga dapat dipinjamkan kepada orang secara
cuma-cuma melalui pinjaman kredit, dan lainnya.
7.

Letter of Credit (LC)


Menurut Amir (1996, 1) yang dikatakan dengan Letter of Credit (L/C) adalah
suatu surat yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importir nasabah bank
devisa yang bersangkutan dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi
relasi dari importir tersebut. Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C
diberi hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi utang) atas
bank pembuka untuk sejumlah uang yang tersebut dalam surat itu. Bank yang
bersangkutan menjamin untuk mengaksep wesel yang ditarik tersebut, asalkan sesuai
dan memenuhi semua syarat yang tercantum di dalam surat itu.
Peranan L/C dalam perdagangan internasional, adalah untuk memudahkan
pelunasan pembayaran transaksi ekspor; mengamankan dana yang disediakan importir
untuk membayar barang impor; menjamin kelengkapan dokumen pengapalan. Perlu
diketahui bahwa dalam praktiknya antara eksportir dan importir itu terpisah, baik secara
geografis maupun geopolitik. Kadang-kala tidak mustahil antara eksportir dan importir
secara pribadi saling tidak mengenal. Sebab bagi eksportir merupakan resiko besar jika
mengirimkan barang bila tidak ada jaminan pembayaran. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan jaminan tersebut eksportir meminta kepada importir agar membuka Letter
of Credit untuknya. L/C itulah yang merupakan jaminan atas peluasan barang yang akan
dikirimkan oleh eksportir.
Dengan demikian, untuk kepentingan eksportir L/C harus dibuka terlebih dahulu
sebelum barang dikirim. Sebaliknya, pembukaan L/C merupakan jaminan untuk
importir yang bersangkutan untuk memperoleh pengapalan barang secara utuh sesuai
dengan yang diinginkannya. Sedangkan dana L/C tersebut tidak akan dicairkan tanpa
penyerahan dokumen pengapalan. Menurut Amir (1996, 2) dapat dikatakan bahwa

30
Zakaria

Letter of Credit merupakan suatu instrumen yang ditawarkan bank devisa untuk
memudahkan lalu lintas pembiayaan dalam transaksi perdagangan internasional.
8.

Neraca Pembayaran
Thirlwall (2000, 58) mengatakan bahwa neraca pembayaran (balance of
payments) adalah keseluruhan catatan akuntansi dari transaksi-transaksi internasional
suatu negara dengan negara lainnya. Penerimaan valuta asing dari penjualan barang
dan jasa disebut ekspor dan sebagai item kredit dalam negara transaksi berjalan
(current account) yang merupakan salah satu bagian dari neraca pembayaran.
Sedangkan pembayaran valuta asing untuk pembelian barang dan jasa disebut impor
dan muncul sebagai item debet dalam neraca berjalan. Selain itu perlu diketahui bahwa
ada transaksi-transaksi dalam model yang muncul sebagai neraca modal terpisah. Arus
keluar modal (capital outflows) adalah transaksi untuk membiayai aktivitas permodalan
internasional, seperti penanaman modal di luar negeri yang diperlukan sebagai debet,
sedangkan arus masuk modal (capital inflows) diperlukan sebagai kredit.
Selanjutnya Thirlwall mengatakan, dalam hal defisit pada neraca berjalan dapat
diseimbangan atau ditutupi dengan surplus pada neraca modal, demikian pula
sebaliknya. Mengingat nilai tukar valuta asing adalah harga dari mata uang terhadap
mata uang lain, total kredit (suplai valuta asing) dan debet (permintaan valuta asing)
harus sama jika nilai tukar dibiarkan berfluktuasi bebas untuk meyeimbangkan
penawaran dan permintaan valuta asing. Namun demikian, jika nilai tukar tidak bebas
bergerak maka defisit atau surplus akan meningkat. Defisit dapat dibiayai dengan
pinjaman pemerintah dari bank-bank dan lembaga keuangan International Monetary
Fund , atau dengan menarik sebagian cadangan emas devisanya. Surplus dapat
dimanfaatkan dengan memperbesar cadangan atau dipinjamkan ke luar negeri.
Thirlwall (2000, 57) mengatakan ada tiga pendekatan utama dalam penyesuaian
neraca pembayaran yang telah dikembangkan oleh para ahli ekonomi, khususnya
berkenaan dengan bagaimana cara memandang defisit.
1.
Pendekatan elastisitas, melihat defisit sebagai hasil distorsi harga relatif, dalam
hal ini disebabkan kurangnya kompetensi pasar. Disini penyesuaian seyogianya
dilakukan melalui depresiasi nilai tukar sesuai dengan nilai elastisitas harga
permintaan untuk kelebihan unit inpor dan ekspor.
2.
Pendekatan absorpsi, melihat defisit sebagai akibat dari kelebihan pembelanjaan
atas output domestik sehingga penyesuaian yang baik adalah menurunkan
pembelanjaan secara relatif terhadap output.
3.
Pendekatan moneter, memandang defisit sebagai suatu kelebihan suplai uang
relatif terhadap permintaan sehinggapenyesuaian hanya dapat berhasil jika
permintaan uang dapat dinaikkan secara relatif terhadap suplainya.
9.

Bank atau Perbankan


Revel (2000, 60) mengatakan, istilah bank dimaknai atau diartikan meja atau
kounter. Pengertian meja yang dimaksud adalah meja yang sering dipakai sebagai
tempat penukaran uang di pasar pada abad Pertengahan dan bukan meja yang dipakai
oleh para lintah darat. Pada mulanya, bank-bank yang ada pada masa lalu acap kali
bermula sebagai usaha yang disubsidi oleh para pedagangnya, awak kapal, pedagang
ternak, dan belakangan ini para agen perjalanan.
Abdullah (1992, 216) mengatakan, salah satu hukum yang berlaku dalam bank
adalah menerima tabungan uang yang memberikan pinjaman dengan mengambil

31
Zakaria

keuntungan, kendati dalam hal tertentu tabungaan dan pinjaman dibatasi dalam waktu
relatif pendek maupun menengah. Secara keseluruhan, fungsi utama bank dapat dirinci
sebagai berikut :
1.
Menghimpun dana yang dimiliki masyarakat
2.
Menyalurkan dana yang telah berhasil dihimpun dalam bentuk kredit.
3.
Memperlancar kegiatan perdagangan dan arus lalu lintas uang antara para
pedagang.
Dibalik fungsi tersebut bank melakukan tugas lainnya, seperti menciptakan uang
dan melakukan inkaso. Untuk tugas menciptakan uang, sebenarnya terdapat variasi.
Bank sentral dapat menciptakan uang, baik uang kartal maupun uang giral, sedangkan
di luar bank sentral (bank sekunder) hanya boleh menciptakan uang giral. Untuk tugastugas inkaso, dilakukan mengingat perdagangan dewasa ini semakin kompleks dan
melampaui batas-batas suatu negara. Di sini lah para pedagang besar umumnya memilih
menggunakan jasa bank dalam membayar atau menagih hasil transaksi dagangnya.
Umumnya pedangang yang demikian menggunakan alat pembayaran berupa cek atau
giro yang ditagih dari bank atau dipindahbukukan pada rekening nasabah yang
bersangkutan. Pekerjaan bank yang berkaitan dengan membayar dan menagih atas nama
pihak lain seperti dijelaskan di atas, dinamakan sebagai fungsi bank selaku inkaso.
10.

Koperasi
Choumain dan Prihatin (1994, 364) mengatakan, koperasi adalah sebuah
gerakan ekonomi atau sebagai badan usaha milik bersama. Sebagai gerakan ekonomi,
koperasi mempersatukan sejumlah orang yang memiliki kebutuhan yang sama dan
sepakat bahwa kebutuhan bersama itu akan direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan,
diawasi, serta dipertanggungjawabkan secara bersama berdasarkan asas kekeluargaan
dan kebersamaan. Sedangkan sebagai badan usaha milik bersama, koperasi merupakan
sebuah badan yang bertujuan melakukan usaha pemenuhan kebutuhan bersama seluruh
anggota.
Estrin (2000, 176) mengatakan, bila dilihat sejarah perkembangan koperasi, maka
koperasi yang pertama dibentuk pada tahun 1844 di Toad Lane, Rochdale oleh 28
pekerja Lancashire yang selanjutnya mengembangkan tujuh prinsip koperasi yang
sampai sekarang masih menjadi landasan gerakan koperasi di seluruh dunia, walaupun
tidak sepenuhnya mendapat penekanan yang sama. Ketujuh prinsip terseb adalah :
a. Keanggotaannya bersifat terbuka;
b. Satu anggota satu suara
c. Perputaran modal terbatas;
d. Alokasi surplus produksi disesuaikan atau kontri busi dari masing-masing anggota;
e. Jasa penyediaan uang tunai
f. Penekanan pada aspek pendidikan;
g. Bersifat netral dalam soal agama dan politik.
Di Indonesia, asas koperasi diatur dalam undang-undang perkoperasian dengan
asas kekeluargaan dan gotong-royong. Ini tidak berarti bahwa koperasi meninggalkan
sifat dan syarat-syarat ekonominya yang menghilangkan proefisiensinya. Jenis-jenis
koperasi dapat dibedakan berdasarkan hal berikut :
1. Yang kebutuhan barang-barang untuk anggota dan koperasi produksi yang tan
tangan, pertanian, perindustrian, dan simpan-pinjam.
2. Menurut Lingkungannya, dapat dibedakan menjadi koperasi fungsional yang
sering dibentuk di kantor tempat para anggotanya bekerja dan koperasi unit desa

32
Zakaria

yang tersebar di desa-desa, serta koperasi sekolah yang tersebar di beberapa


sekolah.
11.

Kebutuhan Dasar
Konsep kebutuhan dasar telah memainkan peranan penting dalam analisis kondisi,
khususnya di negara miskin dan berkembang. Drenowski dan Scott mengemukakan
bahwa istilah kebutuhan dasar memiliki riwayat yang panjang (Supardan, 2008, 408).
Sedangkaan Townsend (2000, 61) mengatakan, istilah kebutuhan dasar mulai dipakai
secara luas sejak Konferensi Tenaga Kerja Dunia (ILO) yang berlangsung di Jenewa
pada tahun 1976, yang mengemukakan bahwa kebutuhan dasar memiliki dua unsur:
1. Kebutuhan dasar meliputi jumlah minimum tertentu yang dibutuhkan oleh suatu
keluarga untuk konsumsi pribadi, meliputi makanan, perumahan, sandang, serta
perabot dan peralatan rumah tangga.
2. Kebutuhan dasar meliputi layanan pokok yang disediakan oleh dan untuk
komunitas secara keseluruhan, seperti kesehatan, pendidikan, air minum yang
aman, sanitasi, angkutan umum, dan fasilitas-fasilitas budaya.
Konsep kebutuhan dasar tersebut, mendapat tempat yang penting dalam
perdebatan yang berlangsung terutama dalam hubungannya antara Dunia Petama
dengan Dunia Ketiga.
Townsend (2000, 62) mengatakan, semakin diakui aspek-aspek sosial dari konsep itju,
semakin perlu pula diakui relativitas kebutuhan atas sumber-sumber daya dunia fisik,
semakin mudah orang berpendapat bahwa yang diperlukan adalah pertumbuhan
ekonomi saja, bukan kombinasi yang kompleks dari pertumbuhan, pemerataan,
penataan perdagangan, dan hubungan-hubungan institusional lainnya.
12.

Kewirausahaan
Konsep kewirausahaan atau entreneurship merujuk kepada suatu sifat keberanian
dan keutamaan mengambil resiko dalam kegiatan inovasi (Samuelson dan Nordhaus
1990, 518; Casson, 2000, 297; Abdullah, 1992, 128). Dari kata enterpreneur tersebut,
muncullah tafsiran yang beragam, seperti pedagang (merchant), pemilik usaha, sampai
petualang. Orang yang mempopulerkan konsep atau istilah tersebut adalah John Stuart
Mill dari Inggris pada tahun 1948.
Menurut Schumpeter, para wirausaha adalah penggerak atau motor ekonomi
karena fungsi inovasi yang mereka jalankan menduduki tempat sentral. Casson (2000,
297) mengatakan ada lima tipe inovasi yang menonjol :
1. Pengenalan barang baru atau barang lama dengan mutu lebih baik;
2. Penemuan metode produksi yang baru;
3. Pembukaan pasar yang baru, khususnya untuk ekspor;
4. Perolehan sumber pasokan bahan baku yang baru;
5. Penciptaan organisasi industri yang baru, misalnya pembentukan jaringan usaha
terpadu yang dapat beroperasi monopoli.
Namun demikian, wirausahawan bukan penemu murni, ia hanya yang pertama
kali memanfaatkan penemua tersebut dan mempertaruhkan sumber dayanya sendiri
untuk mencapai suatu usaha yang tidak terbayangkan oleh orang lain. Akan tetapi bukan
pula seorang wirausahawan menjadi penjudi resiko minimal karena keputusankeputusan yang diambilnya pun penuh perhitungan melalui proses-proses manajerial
yang teruji. Oleh karena itu, seorang wirausaha menurut Casson adalah orang yang

33
Zakaria

memiliki spesialisasi dalam membuat keputusan karena ia memiliki akses khusus dalam
memperoleh informasi.
13.

Perpajakan
Brown (2000, 1082) mengatakan, konsep perpajakan mengacu pada suatu
pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggarakan jasa-jasa untuk kepentingan
umum, sekaligus sebagai sumber pendapatan negara.
Di kalangan negara-negara maju, rata-rata pajak menduduki seperlima sampai
setengahnya dari GDP. Contohnya di Swedia, sampai setengah dari GDP dan di
Selandia Baru mengalami peningkatan 61 %. Di sini diasumsikan bahwa besarnya
pendapatan pajak bagi negara telah ditentukan sebelumnya. Hal itu memungkinkan
pemerintah menentukan sendiri bagaimana mencapainya. Menurut Brown (2000, 10821083) terdapat tiga peranan pajak dalam masyarakat, yaitu efek alokatif, efek distributif,
dan efek administratif.
a. Efek Alokatif
Maksudnya, bahwa pajak mempengaruhi prilaku warga. Dengan adanya penentuan
besar atau kecilnya seseorang sebagai objek pajak, akan memiliki pengaruh
terhadap prilaku warga masyarakat. Sebagai contoh, seseorang tahu bahwa dalam
setiap pembelian barang pasti dikenakan pajak pembelian barang, maka ia akan
hati-hati dalam membeli barang atau tidak dengan serta merta ia akan membeli
barang.
b. Efek Distribusional
Maksudnya, bahwa pajak memiliki pengaruh terhadap distribusi pendapatan.
Sebagai contoh, buat apa banyak-banyak kerja lembur jika PPh nya cukup tinggi?
c. Efek Adminikstratif
Maksudnya adalah bahwa memungut pajak mengakibatkan munculnya biaya-biaya,
baik pada sektor publik maupun swasta yang bervariasi. Contohnya, di Indonesia
ketika kita akan membayar pajak kenderaan bermotor, ironisnya justru orang-orang
yang bijak sering menjadi korban pemerasan waktu karena terkalahkan oleh
penyelinap yang berpakaian seragam. Inilah satu kendala penentu utama biaya
administratif adalah kompleksitas hukum, ironisnya jika hal ini dibiarkan dapat
mengurangi kesadaran hukum bagi warga untuk bayar pajak kendaraan secara
langsung dan tepat waktu.
14.

Periklanan
Menurut Jhally (2000, 7) istilah periklanan mengacu pada suatu komunikasi
pasar yang dilakukan para penjual barang dan jasa. Pada mulanya, yang paling banyak
memperhatikan bidang ini adalah para ekonom, yang pembahasannya didasarkan pada
konsep kunci informasi dalam konteks struktur pasar, baik ditingkat lokal maupun
nasional.
Sekarang ini telah terjadi pergeseran dimana periklanan tidaklah semata-mata
bernuansa ekonomi, tetapi merambah ke bidang-bidang lainnya.Leiss dan kawankawan, berusaha penempatkan iklan dalam suatu perspektif kelembagaan
(menjembatani hubungan antara bisnis dan media) dimana persoalan peran iklan dalam
penjualan tidak begitu penting dan menarik lag, dibanding perannya sebagai lokomotif
komunikasi sosial. Di sini bagaimana iklan mencoba menarik para konsumen dengan
dimensi-dimensi yang tidak berhubungan langsung dengan barang-barang tersebut,

34
Zakaria

baik dimensi identitas individu, kelompok atau keluarga, kebahagiaan dan kepuasan,
gender seksual, dan sebagainya. Kline mengatakan secara amat pesimis dan negatif
bahwa iklan pemasaran produk mainan anak-anak telah menimbulkan sekian dampak
buruk terhadap jenis permainan yang dimainkan anak-anak, salah satunya membatasi
imajinasi dan kreativitas anak, serta terhadap interaksi antar gender dan interaksi orang
tua dan anak.
15.

Perseroan Terbatas
Reekie (2000, 176) mengatakan, konsep perseroan terbatas merupakan konsep
yang paling populer dalam ekonomi, mendasarkan kepemilikan dan tanggung jawab
pada sejumlah saham yang sepenuhnya diakui sebagai badan hukum. Terdapat tiga
karakteristik dalam perseroan terbatas, yaitu:
a. Setiap utang perusahaan menjadi tanggung jawab perusahaan dan tidak dapat
dikaitkan dengan kekayaan pribadi pemegang saham;
b. Identitas perusahaan tidak akan berubah, sekalipun saham dialihkan ke pihak lain;
c. Hubungan kontraktual dilakukan dan menjadi tanggung jawab dewan direksi.
Karena tiga karakteristik yang dimiliki badan usaha perseroan terbatas tersebut,
maka jenis badan usaha ini merupakan suatu lembaga yang paling mudah berkembang.
Hal itu dapat dipahami karena resiko utang bagi pemilik saham dapat diabaikan
sehingga perseroan dapat berani berekspansi secara maksimal, selama masih ada pihak
yang memberikan pinjaman usaha. Kemudahan jual beli saham pun membuat badan
usaha ini tidak terpengaruh oleh preferensi individual pemiliknya. Status personal
perusahaan memungkinkan dilakukannya pembagian tugas, resiko, dan tanggung jawab
antara pemilik dan pengelola perusahaan.
Beberapa ekonom ternama memberikan komentar yang beragam terhadap
perseroan terbatas tersebut. Schumpeter mengkritik hal itu sebagai suatu hal yang akan
menyulitkan pengelolaannya. Namun Hessen berpendapat justru dengan terbatasnya
tanggung jawab pemilik perusahaan, yaitu hanya sebatas saham yang dimilikinya dan
prinsip kepemilikan bersama adalah suatu kontrak khas swasta, bukan negara atau
pemerintah Penyusunan kontrak secara bebas adalah wahana peningkatan efisiensi yang
sangat diperlukan kalangan swasta, bukan untuk mengelakkan tanggung jawab.
Perlu diketahui bahwa secara historis, terbatasnya tanggung jawab pemilik
perusahaan merupakan keistimewaan yang diberikan pemerintah Inggris pada abad ke15 untuk meransang minat usaha swasta. Kemudian pada abad ke-17 prinsip tersebut
disebar luaskan keberbagai wilayah jajahan Inggris melalui East India Company dan
Hudson Bay Company yang kemudian dibakukan menjadi undang-undang parlemen
pada tahun 1662 (Clapham, 1957). Sejak saat itu, badan usaha ini makin populer karena
merangsang kreativitas dan keberanian para pengusaha dalam menekuni bisnis. Bahkan,
jenis badan usaha ini pula yang kemudian mengembangkan beberapa jalan raya dan
kereta api ternama di Inggris (Supardan, 2008, 399-412).

35
Zakaria

BAB V
STRUKTUR SOSIAL dan INTERAKSI SOSIAL
Masyarakat dapat dikaji dari dua aspek, yaitu aspek struktur yang bersifat statis
dan dari aspek interaksi yang bersifat dinamis merupakan awal dari terjadinya proses
sosial. Kedua aspek tersebut menjadi perhatian dalam pembahasan Sosiologi Ekonomi
ini.

I.

Struktur Sosial

Ting Chew Peh (1985, 124-124) mengatakan, Struktur sosial adalah salah satu
konsep yang paling banyak digunakan dalam sosiologi dan juga paling sukar untuk
diberi definisi yang tepat. Sampai saat ini belum ada kesepakatan para ahli terhadap
penafsiran konsep tersebut.
Soleman B. Taneko (1984, 47) mengatakan, Struktur sosial adalah jalinan antara unsurunsur sosial yang pokok yaitu kaedah-kaedah atau norma-norma sosial, lembagalembaga sosial, kelompok-kelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial.

A.
A.1.

Kelompok-Kelompok Sosial (Social Groups)

Pengertian
Sama halnya dengan struktur sosial, dimana tidak terdapat kesepakatan
mengenai pengertian konsep kelompok sosial. Namun demikian untuk mengenal apa itu
kelompok sosial dapat disimak penjelasan dua ahli sosiologi berikut ini.
T.B. Bottomore, mendefinisikan kelompok sosial sebagai suatu kelompok individu yang
mempunyai dua ciri utama, yaitu :
1.
wujud hubungan tertentu diantara individu-individu tersebut,
2.
tiap-tiap individu sadar akan kumpulan itu serta simbol-simbolnya. Dalam
perkataan lain satu kelompok sosial mempunyai struktur dan organisasinya yang
asas (termasuk peraturan-peraturan dan upacara) dan satu dasar psikologi
mengenai kesadaran anggota-anggotanya.
Contohnya adalah keluarga, partai politik, kesatuan sekerja, dan negara. (Ting
Chew Peh, 1985, 58).
Soerjono Soekanto (1982, 111) mengatakan bahwa suatu kumpulan
manusia itu dapat disebut sebagai kelompok sosial, apabila memenuhi persyaratan
tertentu, antara lain :
1.
setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa ia merupakan sebagian dari
kelompok yang bersangkutan,
2.
ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya,
dalam kelompok itu,
3.
ada suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu,
sehingga hubungan diantara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan

36
Zakaria

4.

nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang
sama, musuh yang sama,. dan lain-lain,
berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola prilaku.

A.2.

Bentuk-Bentuk Kelompok Sosial


Bila ditelaah pendapat kebanyakan para sosiolog tentang manusia yang hidup
bersama yang disebut sebagai kedlompok sosial, maka polanya atau karakteristiknya
tampak hanya dua pola saja. Seperti yang dikemukakan oleh Charles Horton Cooley
tentang Primary group dan Secondary group; Ferdinand Tonnies tentang Gemeinschaft
dan Gesellschaft; Sumner tentang In-groups dan Out-groups; Emile Durkheim tentang
Solidaritas Mekanis dan Solidaritas Organis.
Ronald Freedman membagi dunia kehidupan bersama manusia (kelompok
sosial) ke dalam lima fila sosial yaitu sebagai berikut :
1.
Primary groups, adalah kelompok utama dimana pada kelompok tersebut
dijadikan sebagai tempat mangasuh dan memupuk tabiat manusia. Contohnya
keluarga, lingkungan tetangga, teman-teman sepermainan.
2
Communities adalah suatu kelompok social yang dapat dinyatakan sebagai
masyarakat setempat dengan batas wilayah teretentu atau suku bangsa atau
persukuan. Contohnya orang yang tinggal pada satu dusun, RT atau RW untuk
masyarakat setempat, sedangkan untuk suku bangsa contohnya marga di Batak,
persukuan di Minangdengan.
3.
Associations adalah merupakan badan organisasi yang khusus diadakan oleh
manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contohnya Firma, PT
(Perseroan Terbatas), CV, Serikat Buruh, dan lainnya.
4.
Society merupakan suatu bangsa yang lebih besar dari pada suku bangsa, yaitu
sekelompok orang yang telah menjadi satu kesatuan wilayah, fungsional dan
kultural. Contohnya masyarakat Desa, atau masyarakat Nagari, dan lainnya.
5.
Ephemeral groups adalah merupakan kelompok-kelompok sementara, dimana
kelompok tersebut tidak memiliki persyaratan dari suatu kelompok. Contohnya
Crowds (kerumunan), Mobs (gerombolan orang), Audiences (hadirin), dan
lainnya.
Sosiologi ekonomi dalam kontek pembahasan kelompok sosial yang dikemukakan
Freedman hanya terfokus pada fila associations (asosiasi).

B.. Lembaga-Lembaga Sosial (Social Institutions)


B.1. Pengertian
Istilah social institution di Indonensia mempunyai dua pengertian, yaitu :
Pertama, diartikan sebagai pranata sosial yaitu sebagai sistem tata kelakuan. Tokohnya
adalah Koentjaraningrat.
Kedua, diartikan sebagai bangunan sosial atau disebut juga lembaga kemasyarakatan.
Tokohnya adalah Selo Soemardjan.
Alvin L. Bertrand (1980, 120) mengatakan Institusi sosial pada
hakekatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur sosial)
yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan suatu fungsi dari masyarakat. Institusi
tersebut meliputi kumpulan norma-norma dan bukan norma-norma yang berdiri sendirisendiri.
Soleman B. Taneko (1984, 73) mengatakan, Institusi (institutions) tidak
saja merupakan persetujuan dari pola-pola aktivitas untuk memenuhi kebutuhan

37
Zakaria

manusia, akan tetapi juga merupakan pola-pola yang berhubungan dengaan asosiasi
(organisasi) untuk menjalankannya.
B.2. Fungsi Lembaga
Institusi merupakan pola atau blueprint untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, dengan demikian institusi mempunyai fungsi. Fungsi dari institusi
dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang yang disebut fungsionaris. Menurut
Soerjono Soekanto (1981, 74) lembaga sosial mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu :
1.
Memberikan pedoman kepada para anggota masyarakat, bagaimana mereka
bersikap atau bertingkah-laku di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan.
2.
Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3.
Memberikan pegangan
kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control).
B.3. Bentuk-Bentuk Lembaga Sosial
Menurut Bruce J. Cohen (1983, 147), ada lima pranata atau lembaga sosial
pokok yang terdapat dalam setiap masyarakat. Pranata-pranata tersebut adalah :
1.
Lembaga Keluarga
2.
Lembaga Pendidikan
3.
Lembaga Ekonomi
4.
Lembaga Keagamaan
5.
Lembaga Pemerintahan.
B.4. Terbentuknya Lembaga
Bila pengertian tentang lembaga (institution) yang telah dipaparkan pada bagian
terdahulu dicermati secara lebih mendalam dapat disimpulkan bahwa lembaga (institusi)
terbentuk melalui suatu proses yang berkaitan dengan sistem nilai dan keinginan untuk
memenuhi kebutuhan. Artinya sistem nilai dan keragaman kebutuhan itu menjadi dasar
terbentuknya lembaga. Persoalannya sistem nilai dan kebutuhan manusia itu sangat
beragam, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa lembaga itu akan terbentuk secara
beragam melalui proses yang beragam pula.
Paul B. Horton dan Chaster L. Hunt (1976, 169) mengatakan bahwa institusi itu
sebagian besar muncul dari kehidupan bersama dan ia merupakan hal yang tidak
direncanakan. Para warga masyarakat pada awalnya mencari cara-cara yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian mereka menemukan
beberapa pola yang dapat digunakan dan dalam proses selanjutnya diperkuat melalui
kebiasaan yang dibakukan.
Maurice Duverger (1982,112-114) mengatakan lembaga-lembaga itu muncul
melalui dua cara yaitu ada secara otomatis dan ada pula melalui kesadaran. Menurut
Duverger, lembaga-lembaga yang muncul secara otomatis, bahkan hampir secara
mekanis, dapat dikatakan merupakan permainan antara kekuatan dan peristiwaperistiwa. Akibat dari hal tersebut muncullah kelas-kelas sosial, tingkat pendapatan,
cara hidup, dan seterusnya. Orang-orang yang berada dalam lembaga tersebut bisa saja
tidak menyadari tentang kehadirannya, namun permainan antara kekuatan dan
peristiwa-peristiwa memperkuat dan mengubah kesadaran mereka. Apakah seseorang
pro atau kontra terhadapnya, apakah seseorang menganggapnya baik atau
buruk, benar atau salah, bukanlah alasan dasar bagi kehadirannya, meskipun

38
Zakaria

jenis penilaian semacam itu juga mempunyai pengaruh besar terhadapnya. Lembaga
yang muncul secara otomatis itu disebutnya institutions by pure fact.
Sebaliknya, ada pula lembaga-lembaga dimana kemunculannya didasarkan pada
kesadaran akan kehadirannya dan pada pertimbangan nilai. Artinya lembaga itu
dibentuk secara sengaja, dan disebut institutions by design atau disebut juga
lembaga-lembaga normatif. Lembaga ini berfungsi menurut undang-undang yang
dibuat terdahulu, yang mengatur rule of conduct (aturan prilaku) yang harus dipatuhi
oleh para anggotanya di dalam tingkah lakunya. Duverger mengelompokkan lembagalembaga normative itu ke dalam tiga jenis, yaitu : Pertama, lembaga normatif yang
berdasarkan hukum; kedua, lembaga normatif yang berdasarkan prinsip-prinsip moral;
dan ketiga, lembaga normatif yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan sosial (social
customs).
Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, bila norma-norma telah
mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga
kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan institutionalization, yaitu suatu proses yang
dilewati oleh suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah
satu
lembaga
kemasyarakatan.
Cohen
mengatakan
Institutionalization
(institusionalisasi adalah perkembangan sistem yang teratur dari norma status dan
peranan-peranan yang ditetapkan yang diterima oleh masyarakat. Melalui
institusionalisasi, perilaku yang sepontan dan semaunya diganti dengan perilaku yang
teratur dan direncanakan. Karena terjadinya proses institutionalized itu, maka dalam
proses pembentukannya lembaga kemasyarakatan dapat di kelompokkan menjadi dua.
Pertama, lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan (regulative social institutions).
Kedua, lembaga yang sungguh-sungguh berlaku (operative social institutions)
(Soekanto,1981, 77-78).
Soekanto menegaskan, lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan
apabila norma-norma tersebut membatasi serta megatur perikelakuan orang-orang.
Misalnya lembaga perkawinan mengatur hubungan antara wanita dengan pria;lembaga
kekeluargaan mengatur hubungan antara angota-anggota keluarga di dalam suatu
masyarakat; lembaga kewarisan mengatur proses beralihnya harta kekayaan dari satu
generasi pada generasi yang berikutnya dan lain sebagainya. Lembaga kemasyarakatan
yang dianggap sebagai sungguh-sungguh berlaku (operative social institutions), apabila
norma-normanya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan sepenuhnya.
Prikelakuan perseorangan merupakan hal yang sekunder bagi lembaga kemasyarakatan
yang dianggap sebagai peraturan.
Paksaan hukum di dalam pelaksanaan lembaga kemasyarakatan yang berlaku
sebagai peraturan tidak selalu dipergunakan; sebaliknya, tekanan yang diutamakan
terhadap paksaan daripada masyarakat. Pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
berlaku sungguh-sungguh faktor paksaan tergantung daripada pertimbanganpertimbangan kesejahteraan, gotongroyong, kerjasama dan sebagainya. Betapapun
kerasnyausaha-usaha dari suatu fihak untuk mencoba agar suatu norma diterima oleh
masyarakat, akan tetapi norma tadi tidak akan institutionalized (melembaga) apabila
belum melewati proses institutionalizations.
Terbentuknya suatu lembaga erat sekali kaitannya dengan kebutuhan manusia,
sedangkan kebutuhan manusia itu tampak sangat beragam. Untuk memenuhi segala
macam kebutuhan itu mendorong manusia untuk berbuat sesuatu (bertingkahlaku).
Semua tingkahlaku manusia pada hakekatnya mempunyai motif. Motif manusia dapat
bekerja secara sadar dan juga secara tidak sadar bagi dirinya. Motif manusia itu

39
Zakaria

merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari
dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Menurut Gerungan (1980, 143) motif itu
memberi tujuan dan arah kepada tingkahlaku kita.
W.A.Gerungan (1980, 143-145) mengelompokkan motif itu ke dalam empat
macam yaitu :
1.
Motif tunggal atau motif bergabung.
2.
Motif biogenetis, motif ini berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme manusia
demi kelanjutan hidupnya secara biologis. Motif biogenetis ini bercorak
universaldan kurang terkait kepada lingkungan kebudayaan dimana manusia itu
berada dan berkembang. Motif ini asli di dalam diri manusia dan berkembang
dengan sendirinya. Contohnya, lapar, haus, seksual dan sebagainya.
3.
Motif sosiogenetis, yaitu motif yang muncul melali proses belajar dari
lingkungannya. Motif sosiogenetis ini tidak bisa berkembang sendiri, tetapi harus
melalui interaksi sosial dengan orang atau hasil kebudayaan orang. Motif
sosiogenetis itu sangat beragam. Contohnya dalam bidang makanan, kesenian,
pengetahuan dan sebagainya.
4.
Motif theogenetis, yaitu motif yang berasal dari hubungan dengan Ketuhanan.
Motif ini berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan. Contoh mengabdi
kepada Tuhan, merelisasi norma-norma agama dan sebagainya.
Selain motif yang dikemukakan Gerungan, ada pendapat lain yang menggunakan
konsep hasrat (keinginan yang kuat) yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
manusia. Hasrat ini mendorong manusia untuk bertingkahlaku, hasrat tersebut dapat
mendorong manusia bekerja secara sadar atau tidak sadar. Hasrat atau keinginan itu
muncul bisa berasal dari dalam diri manusia dan bisa juga pengaruh yang berasal dari
luar dirinya (lingkungan). P. J. Bouman (1963, 16-31) mengemukakan ada delapan
macam hasrat manusia sebagai makhluk masyarakat, yaitu :
1.
Hasrat sosial, yaitu merupakan keinginan manusia untuk hidup bersama yang
diwarnai oleh sifat-sifat bawaan diri manusia dan sifat-sifat yang diperoleh
melalui proses yang terjadi di luar diri manusia (yang diperoleh melalui
lingkungan).
2.
Rasa harga diri, adalah keinginan manusia untuk dihargai yang datang dari dalam
diri manusia maupun dari dalam diri manusia lain.
3.
Hasrat untuk patuh, yaitu keinginan untuk menghargai atau menghormati orang
lain.
4.
Hasrat meniru, adalah keinginan untuk menyamakan dirinya, keinginannya atau
perbuatannya dengan orang lain.
5.
Hasrat bergaul, merupakan pernyataan diri atau tindakan seseorang untuk bersama
dengan orang lain.
6.
Hasrat tolong-menolong dan simpati, keinginan untuk turut berbuat atau
merasakan dengan orang lain.
7.
Hasrat berjuang, adalah keinginan untuk mempertahankan dan pembelaan dirinya
terhadap orang lain dan lingkunganya.
8.
Hasrat memberitahukan dan sifat mudah menerima kesan, adalah keinginan untuk
menyatakan perasaan dan mencari hubungan dengan orang lain.
B.5. Ciri-Ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan

40
Zakaria

Bruce J. Cohen (1983, 147-149) mengatakan untuk memahami apa yang disebut
dengan lembaga atau pranata, ia mengemukakan enam karakteristik lembaga yang
penting, yaitu :
1.
Tiap lembaga memiliki tujuan utama yaitu kebutuhan-kebutuhan khusus
masyarakat.
2.
Lembaga mengandung nilai-nilai pokok yang bersumber dari para anggotanya.
3.
Lembaga relatif bersifat permanen, dalam hal pola-pola prilaku yang ditetapkan
dalam lembaga menjadi bagian tradisi kebudayaan yang ada.
4.
Dasar-dasar lembaga-lembaga sosial begitu luas sehingga kegiatan-kegiatan
mereka menempati kedudukan sentral dalam masyarakat; perubahan dramatispada
satu lembaga kemungkinan besar dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga yang lain.
5.
Meskipun semua lembaga memiliki sifat saling ketergantungan dalam masyarakat,
masing-masing lembaga disusun dan diorganisasi secara sempurna di sekitar
rangkaian pola-pola norma, nilai dan prilaku yang diharapkan.
6.
Ide-ide lembaga pada umumnya diterima oleh mayoritas anggota masyarakat tidak
perduli apakah mereka turut berpartisipasi atau tidak dalam lembaga tersebut.
Selain Cohen, Gillin and Gillin mengemukakan mengemukakan ciri umum
lembaga kemasyarakatan yang tampaknya berbeda dengan karakteristik yang
dikemukakan oleh Cohen, yaitu sebagai berikut :
1.
Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi daripada pola-pola
pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas
kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adatistiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnyayang
secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang
fungsional.
2.
Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semau lembaga
kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru
akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melalui waktu yang relatif
lama.
3.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuantertentu.
4.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti bangunan, peralatan,
mesin-mesin dan lain sebagainya.
5.
Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri yang khas dari lembaga
kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan
tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
6.
Suatu lembaga kemasyarakatan, mempunyai suatu tradisi yang tertulis atau pun
yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lainlain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok daripada masyarakat, di mana
lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya (Soekanto, 1981, 81-83).
B.6. Macam-macam atau Bentuk-bentuk Lembaga Kemasyarakatan
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, dimana manusia sebagai
makluk sosial memiliki kebutuhan yang sangat beragam. Keragaman kebutuhan itu
berpengaruh terhadap lembaga yang muncul dalam masyarakat. Bila ditelusuri berbagai
macam kebutuhan manusia dan setiap jenis kebutuhan itu memunculkan lembaga maka

41
Zakaria

macam lembaga beraneka ragam pula dan tidak mungkin dituangkan semuanya disini.
Oleh karena itu perlu melihat kebutuhan manusia yang bersifat mendasar dan umum.
Apa saja yang menjadi kebutuhan dasar manusia dan bersifat umum tersebut.
Secara naluriah manusia mempunyai kebutuhan sexsual, keturunan, makanan,
minuman, pakaian, kepercayaan, keyakinan, persembahan, keingintahuan,
pengetahuan, perlindungan atau keamanan. Berdasakan kebutuhan naluriah tersebut
maka muncullah bermacam-macam lembaga kemasyarakatan seperti :
1.
Untuk memenuhi kebutuhan sexsual, keturunan dibentuklah lembaga
kekeluargaan.
2.
Untuk memenuhi kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan lainnya dibentuklah
lembaga perekonomian.
3.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap kepercayaan, keyakinan, persembahan dan
lainnya dibentuk pula lembaga keagamaan.
4.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap keingintahuan, pengetahuan, dan lainnya
dibentuk pula lembaga pendidikan.
5.
Untuk memenuhi kebutuhan akan perlindungan, keamanan dan lainnya maka
dibentuklah lembaga pemerintahan.
Setiap bentuk lembaga yang disebutkan di atas mempunyai bermacam-macam
lembaga lagi. Misalnya pada lembaga kekeluargaan ada yang disebut lembaga keluarga,
lembaga perkawinan, dan lainnya. Pada lembaga perekonomian ada yang disebut
lembaga perkreditan, lembaga keuangan, lembaga perdagangan, dan lainnya. Begitu
juga terhadap lembaga lain seperti lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, dan
lembaga pemerintahan.
Bruce J. Cohen (1983, 147) mengatakan ada lima pranata atau lembaga sosial
pokok yang terdapat dalam setiap masyarakat. Pranata-pranata ini ialah kekeluargaan,
pendidikan, keagamaan, ekonomi, dan pemerintahan. Selanjutnya Cohen menjelaskan,
karena institusi melibatkan sistem pola dan hubungan masyarakat yang teratur, maka
diperlukan adanya individu-individu yang berinteraksi di dalam lembaga-lembaga.
Individu-individu tersebut menduduki posisi-posisi di dalam struktur lembaga-lembaga
keseluruhan dan menjalankan peranan mereka masing-masing. Dalam lembaga
semacam itu, individu-individu mungkin membentuk suatu asosiasi agar dapat
menjalankan peranan-peranan mereka secara efektif dengan tingkat organisasi yang
perlu.
Pendapat yang lain dikemukakan pula oleh Koentjaraningrat (1980, 25-26) dimana
ia menggolongkan pranata sosial itu ke dalam delamat kelompok, dengan memakai
delapan kebutuhan hidup manusia sebagai prinsip penggolongan, yaitu sebagai berikut :
1.
Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, ialah yang
sering disebut kinship atau dometic institutions. Contoh : penglamaran,
perkawinan, poligami, pengasuhan kanak-kanak, perceraian dan sebagainya.
2.
Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk pencarian
hidup, memproduksi, menimbun dan mendistribusi harta dan benda, ialah
economic institutions. Contoh : pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme,
industri, barte, koperasi, penjualan dan sebagainya.
3.
Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan
manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna, ialah educational
institutions. Contoh : pengasuhan kanak-kanak, pendidikan rakyat, pendidikan
menengah, pendidikan tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidikan keagamaan,
pers, perpustakaan umum dan sebagainya.

42
Zakaria

4.
5.

6.
7.

8.

Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami


alam semesta sekelilingnya, ialah sceintific institutions. Contoh : metodik ilmiah,
penelitian, pendidikan ilmiah dan sebagainya.
Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan rasa
keindahannya, dan untuk rekreasi, ialah aestetic and recreational institutions.
Contoh : seni rupa, seni suara, seni gerak, seni drama, kesusastraan, sport dan
sebagainya.
Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan
dengan Tuhan atau dengan alam gaib, ialah religious institutions. Contoh : gereja,
doa, kenduri, upacara, penyiaran agama, pantangan, ilmu gaib dan sebagainya.
Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur
kehidupan berkelompoksecara besar-besaran atau kehidupan bernegara, ialah
political institutions. Contoh : pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian,
kepolisian, ketentaraan dan sebagainya.
Pranata-pranata yang mengurus kebutuhan jasmaniah dari manusia, ialah somatic
institutions. Contoh : pemeliharaa kecantikan, pemeliharaan kesehatan, kedokteran
dan sebagainya.

B.7. Fungsi Lembaga Kemasyarakatan


Setiap lembaga merupakan pola atau blueprint untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat atau bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mencapai
tujuan atau memenuhi kebutuhan masyarakat itu, maka masing-masing lembaga
mempunyai fungsi. Fungsi lembaga itu dijalankan oleh seseorang atau sekelompok
orang.
Lembaga-lembaga yang akan dijelaskan fungsinya itu dalam materi ini tidak untuk
semua lembaga, tetapi hanya lima lembaga saja, yaitu lembaga kekeluargaan, lembaga
perekonomian, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, dan lembaga
pemerintahan.Perlu ditegaskan disini bahwa fungsi yang dijalankan oleh orang-orang
dalam suatu lembaga tidak hanya dalam kontek satu lembaga tertentu saja, bisa juga
dalam kontek pelaksanaan fungsi lembaga lain. Contoh lembaga keluarga, dimana
orang-orangnya melaksanakan fungsi lembaga keluarga seperti pelamaran, perkawinan,
pemeliharaan anak dapat pula melaksanakan fungsi pendidikan, fungsi perekonomian,
fungsi religi, pemerintahan, dan sebagainya. Fungsi kelima lembaga tersebut dipaparkan
dalam bentuk tabel sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh para ahlinya.
Tabel. 1.
Fungsi Lembaga Kemasyarakatan Menurut Bruce J. Cohen
Bentuk Lembaga
Kemasyarakatan

Fungsi Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga Keluarga

Pengaturan perilaku seksual


Memelihara kelangsungan keturunan melalui kelahiran
Merawat dan melindungi anak
Mensosialisasikan anak
Mengatur penempatan status, sebagai penerusan warisan sosial
Mencukupi kebutuhan ekonomi sebagai unit pokok produksi dan
konsumsi ekonomi

43
Zakaria

Lembaga
Pendidikan

Lembaga
Keagamaan

Lembaga Ekonomi

Lembaga
Pemerintahan

Memberikan persiapan bagi peranan-peranan pekerjaan


Bertindak sebagai perantara pemindahan warisan kebudayaan
Memperkenalkan kepada individu-individu tentang berbagai
peranan dalam masyarakat
Mempersiapkan para individu dengan berbagai peranan sosial
yang dikehendaki
Memberi landasan bagi penilaian dan pemahaman status relatif
Meningkatkan kemajuan melalui pengikutsertaan dalam risetriset ilmiah
Memperkuat penyesuaian diri dan mengembangkan hubungan
sosial
Bantuan terhadap pencarian identitas moral
Memberikan
penafsiran-penafsiran
untuk
membantu
menjelaskan keadaan lingkungan fisik dan sosial seseorang
Peningkatan kadar keramahan bergaul, kohesi sosial, dan
solidaritas kelompok.
Produksi barang dan jasa
Distribusi barang dan jasa serta pendistribusian sumber-sumber
daya ekonomi (tenaga dan peralatan)
Konsumsi barang dan jasa
Pelembagaan norma melalui undang-undang yang disampaikan
oleh badan-badan legislatif
Melaksanakan undang-undang yang telah disetujui
Penyelesaian konflik yang terjadi di antara para anggota
masyarakat
Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan seperti perawatan
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan lain-lain
Melindungi para warga negara dari serangan bangsa-bangsa lain
dan pemeliharaan kesiapsiagaan menghadapi bahaya

B.8. Fungsi dan Struktur Lembaga Ekonomi


a. Fungsi Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan di bidang ekonomi yang
berkenaan dengan konsumsi, produksi, jasa, dan lainnya. Setiap masyarakat mempunyai
pola untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi yang harus disediakannya, seperti
dalam hal pangan, sandang, papan dalam berbagai jenis termasuk juga jasa. Persoalan
yang perlu dipahami adalah dimana masyarakat itu sangat kompleks, dengan demikian
kebutuhan terhadap ekonomi juga kompleks dan menghasilkan kebudayaan materi yang
kompleks pula. Hal tersebut menghasilkan asosiasi atau organisasi yang kompleks
untuk melaksanakan aktivitas ekonomi. Oleh karena itu ada sebagian masyarakat
khususnya masyarakat yang sudah berkembang melakukan pemisahan lembaga untuk
menjalankan satu atau beberapa fungsi ekonomi. Tetapi sebagian masyarakat yang lain
khususnya masyarakat yang belum berkembang atau masih sederhana fungsi ekonomi
dijalankan oleh lembaga yang bukan lembaga ekonomi, misalnya dilakukan oleh
lembaga keluarga.

44
Zakaria

Bagi masyarakat yang sudah berkembang, aktivitas ekonomi dijalankan dalam


lembaga yang khusus yaitu pada lembaga ekonomi. Misalnya kapitalisme dan
sosialisme. Kapitalisme adalah suatu sistem produksi komoditi. Di dalam sistem
kapitalis para pemproduksi tidak sekedar menghasilkan bagi keperluannya sendiri, atau
untuk kebutuhan individu-individu yang mempunyai kontak pribadi dengan mereka.
Kapitalisme melibatkan pasar pertukaran (excheng market) yang mencakaup nasional
atau dunia internasional. Menurut Marx setiap komoditi mempunyai suatu aspek
ganda yaitu nilai pakai (use valus) dan nilai tukar (excheng value). Nilai pakai itu
hanya direalisasikan dalam proses konsumsi dengan acuannya adalah sifat-sifat benda
fisik. Suatu objek mempunyai nilai pakai, terlepas apakah objek tersebut merupakan
suatu komoditi atau tidak. Sementara untuk menjadi suatu komoditi, suatu produk harus
mempunyai nilai pakai. Nilai tukar berkaitan dengan nilai yang dimiliki suatu produk
bila ditawarkan untuk ditukarkan dengan produk lain. Nilai tukar hanya mempunyai arti
dalam kaitannya dengan komoditi. (Anthony Giddens, 1986, 57). Kapitalisme pada
hakekatnya merupakan institusi ekonomi, dimana penampilannya untuk melaksanakan
fungsi ekonomi di bawah kondisi-kondisi tertentu. Seperti pemilikan pribadi, kebebasan
berkontrak, keuntungan pribadi, akumulasi kapital dan investasi, pasar kerja yang bebas,
pembagian kerja, sistem penggajian dan upah, dan kondisi pasar dimana harga
ditentukan oleh penawaran dan permintaan serta persaingan.
Sosialisme merupakan suatu konsep dalam bidang ekonomi yang selalu
dipertentangkan orang dengan konsep kapitalisme. Selain itu penggunaan kata
sosialisme ini sering membingungkan, karena juga digunakan untuk objek yang lain
seperti negara, asosiasi, dan lainnya. Anthony Giddens (1986, 119-121) menjelaskan,
sosialisme merupakan ungkapan dari malaise (rasa tidak enak) masyarakat
kontemporer. Sosialisme merupakan produk dari perubahan-perubahan sosial yang
mengubah masyarakat-masyarakat Eropa di akhir abad kedelapan belas dan sembilan
belas. Sosialisme adalah suatu tanggapan terhadap kondisi patologis dari pembagian
kerja di dalam masyarakat-masyarakat modern, dan mengundang pengenalan terhadap
pengaturan ekonomi yang akan mengreorganisasi kegiatan produktif dari kolektivitas.
Emile Durkheim menekankan, teori sosialis tidak mengemukakan konsepsi bahwa
ekonomi itu harus disubordinasikan kepada negara, tetapi ekonomi dan negara harus
digabungkan (diasimilasikan) satu sama lain dan integrasi ini menghilangkan sifat khas
politik dari negara. Prinsip utama dari sosialisme bukanlah semata-mata produksi
harus dipusatkan di tangan negara, tetapi peran negara harus seluruhnya merupakan
peran ekonomi. Menurut orang-orang sosialis, faktor utama yang mempengaruhi
kondisi kelas pekerja adalah kegiatan produksinya tidak disesuaikan dengan kebutuhankebutuhan masyarakat secara keseluruhan, tetapi didasarkan pada kepentingankepentingan kapitalis. Oleh karena itu satu-satunya jalan untuk menanggulangi sifat
memeras dari masyarakat kapitalis, adalah dengan cara penghapusan kelas sama sekali.
Dalam konsepsi Durkheim, negara harus memainkan peran moral maupun peran
ekonomi. Pengaturan malaise dalam dunia modern harus dicari pada tindakan-tindakan
yang pada umumnya lebih bersifat moral daripada bersifat ekonomi. Posisi dominan
dari otoritas agama dalam tipe-tipe masyarakat terdahulu memberi kepada semua
lapisan masyarakat suatu cakrawala bagi aspirasi-aspirasinya, nasihat pada kaum miskin
untuk menerima nasibnya serta instruksi kepada yang kaya bahwa mereka berkewajiban
untuk memperdulikan kaum yang kurang keadaannya. Walaupun tatanan ini bersifat
menindas dan membatasi kegiatan-kegiatan manusia dan potensi-potensinya dalam
garis-garis sempit, namun tatanan ini telah memberi kesatuan moral yang kokoh kepada

45
Zakaria

masyarakat. Masalah-masalah khas yang dihadapi di dalam abad modern, adalah


kebebasan-kebebasan perorangan yang timbul sebagai akibat dari penghapusan
masyarakat tradisional dengan usaha mempertahankan pengendalian moral yang
menjadi tumpuan bagi keutuhan masyarakat.
b. Struktur Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi mungkin relatif sederhana, sedikit anggota dan melibatkan
sedikit pembagian kerja dengan sedikit organisasi permanen yang dibangun guna
menjalankan fungsi khusus. Seperti itulah yang berkembang dalam kebudayaan primitif.
Misalnya berburu umumnya dilakukan oleh anggota keluarga yang laki-laki atau
dilakukan oleh kelompok yang khusus hanya terdiri dari beberapa orang saja dan sedikit
melakukan pembagian kerja. Dalam hal pengadaan pakaian mungkin buat oleh laki-laki
atau perempuan secara perorangan di dalam keluarga. Perempuang mungkin
diikutsertakan di dalam memenuhi kebutuhan makanan, seperti mengerjakan sawah atau
ladang. Begitu juga dalam penyediaan papan, diusahakan oleh keluarga. Di dalam
masyarakat yang demikian, mungkin terdapat sedikit pengumpulan kebutuhan bagi
kesejahteraan material dan dilakukan dengan alat-alat sederhana, termasuk perhiasanperhiasan.
Di dalam suatu kebudayaan yang semakin kompleks, dimungkinkan untuk
melakukan pembagian kerja. Dengan teknologi yang bertambah baikserta penambahan
keterampilan, merupakan tipe dari pembagian kerja dan akan terjadi spesialisasi. Fungsi
pertukangan mungkin dilakukan di dalam unit seperti keluarga, tetapi membangun
perdagangan merupakan pekerjaan yang cocok untuk dilakukan pembagian kerja dan
dengan kemajuan teknologi seringkali menimbulkan fungsi yang dapat memberikan
kesejahteraan yang besar atau usaha yang dapat mengumpulkan individu-individu dari
keluarga. Dengan demikian muncullah badan organisasi yang spesifik dibentuk untuk
menjalankan satu atau lebih fungsi ekonomi.
Dalam masyarakat yang modernpun keluarga petani masih merupakan basis organisasi
produksi. Tetapi pabrik, perusahaan kereta api dan sebagainya mewakili fungsi yang
spesifik dari badan organisasi yang merupakan ciri dari banyak badan organisasi yang
menjalankan bermacam-macam fungsi ekonomi.

C.

Kaedah atau Norma Sosial (Social Values)

C.1. Pengertian
Kebanyakan sosiolog bila menjelaskan tentang norma atau kaedah sosial,
tampaknya mereka menggunakan konsep kebudayaan. Seperti yang dikemukakan oleh
beberapa ahli berikut ini.
1.
Menurut Alvin L. Bertrand (1980, 119), norma-norma adalah merupakan suatu
standard tingkahlaku yang terdapat di dalam semua masyarakat, seperti bagaimana
cara berpakaian pada peristiwa-peristiwa tertentu, bagaimana menegur orang lain
dari kelas-kelas yang berlainan.
2.
Menurut Saparinah Sadli (1977, 13-14), Norma-norma itu dapat dianggap
sebagai suatu konsep yang menyangkut semua keteraturan sosial yang berhubungan
dengan evaluasi dari obyek-obyek, individu-individu, tindakan-tindakan, dan
gagasan-gagasan.
3.
Menurut Emile Durkheim (Taneko, 1984, 67), Norma-norma sosial itu adalah
sesuatu yang berada di luar individu. Membatasi mereka dan mengendalikan
tingkahlaku mereka.

46
Zakaria

4.

Menurut Soleman B. Taneko (1984, 66), Norma-norma merupakan wujud


konkrit dari nilai-nilai, pedoman mana berisikan suatu keharusan, kebolehan, dan
suatu larangan.
5.
Menurut Maurice Duverger (1982, 13), Nilai memainkan peranan penting di
dalam kehidupan sosial. Kebanyakan hubungan-hubungan sosial didasarkan bukan
saja pada fakta-fakta positif, akan tetapi juga pada pertimbangan-pertimbangan
nilai.

C.2. Tingkatan Norma Sosial


Norma sosial bila dilihat dari sudut sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran
yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) tingkatan, yaitu :
1.
Cara (Usage).
2.
Kebiasaan (Folkways).
3.
Tata kelakuan (Mores).
4.
Adat (Customs).
5.
Hukum (Law).

D.

Ketaksamaan Sosial (Social Stratification)

D.1. Pengertian
Istilah Social Stratification disinonimkan dalam bentuk ketaksamaan sosial atau
disebut juga sebagai lapisan sosial. Secara umum Social Stratification didefinisikan
sebagai bentuk kehidupan yang beraneka ragam baik secara vertikal maupun horizontal
dalam masyarakat. Berikut ini dipaparkan beberapa pendapat ahli tentang ketaksamaan
sosial itu.
1.
Pitirim A. Sorokin, mengatakan sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang
tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur.
2.
Menurut Aristoteles, dalam tiap-tiap negara terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu dari
golongan orang-orang kaya, orang-orang miskin, dan golongan orang yang berada
ditengah-tengahnya.
3.
Ter-Haar, mengatakan pembagian anggota-anggota dalam kelas-kelas terdapat di
masyarakat-masyarakat hukum dalam banyak lingkungan hukum, walaupun
patokan untuk menjelaskan itu berbeda-beda.
4.
Menurut Adham Nasution, setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai,
mungkin berupa uang, tanah, benda-benda yang lain yang bernilai ekonomis,
mungkin pula kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, keturunan
dari keluarga tertentu, pekerjaan, kecakapan, dan faktor-faktor lainnya.
Selanjutnya Ia mengatakan sistem berlapis-lapis dalam masyarakat dapat terjadi
secara sengaja dan dapat pula terjadi dengan sendirinya.
5.
James C. Scott, mengatakan tiap-tiap stratifikasi melahirkan mitos atau
rasionalnya sendiri untuk menerangkan apa sebabnya orang-orang tertentu harus
dianggap lebih tinggi kedudukannya dari yang lain-lainnya.
D.2. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial
Menurut Bernard Barber ada 6 (enam) dimensi dari stratifikasi sosial, yaitu :
1.
Prestasi jabatan atau pekerjaan (Occupational prestige).
2.
Rangking dalam wewenang atau kekuasaan (Authority or Power rangking).

47
Zakaria

3.
4.
5.
6.

Pendapatan atau kekayaan (Income or wealth).


Kesucian beragama atau pimpinan keagamaan (Religius or ritual purity).
Kedudukan dalam kekerabatan dan dalam suku-suku bangsa (Kinship and ethnic
group rangkings).
Kedudukan dalam kekerabatan dan kedudukan dalam suku bangsa (kinship and
ethnic groups rankings).

II. Interaksi Sosial


A.1. Pengertian.
Kunci dari suatu proses social adalah interaksi social. Kimball Young, Raymond,
dan W. Mark mengatakan Interaksi social adalah kunci dari semua kehidupan social,
karena tanpa interaksi social, tak akan mungkin ada kehidupan bersama (Soerjono
Soekanto, 1981, 192).
Menurut Gillin and Gillin Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat
dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan
menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan atau apa yang akan terjadi apa bila
ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada
(Soerjono Soekanto, 1981, 191).
Kemudian Soerjono Soekanto sendir (1981, 191) mengatakan Proses-proses sosial
diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama.
Berikut ini dapat disimak beberapa pendapat atau definisi tentang interaksi sosial
yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
1) Menurut Gillin and Gillin Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok
manusia (Soerjono Soekanto, 1981, 192).
2) Ting Chew Peh ( 1985, 40) mengatakan Interaksi sosial ialah suatu proses sosial
yang melibatkan dua atau lebih individu atau kelompok. Interaksi sosial
melibatkan tindakan saling balas membalas tingkah laku seseorang individu
terhadap individu lain dan seterusnya saling mempengaruhi diantara satu dengan
yang lain.
3) George Simmel mengatakan Interaksi diantara manusia adalah asal usul
kehidupan sosial. Masyarakat terdiri dari berbagai bentuk hubungan dan interaksi
di antara individu. Menurutnya bidang kajian sosiologi meliputi bentuk-bentuk
dan pola-pola interaksi (Ting Chew Peh, 1985, 41).
4) H. Bonner merumuskan interaksi sosial sebagai berikut: Interaksi sosial adalah
suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang
satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
atau sebaliknya (H. Abu Ahmadi, 1979, 25).
A.2. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Soerjono Soekanto (1981, 195) mengatakan, Suatu interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :
1) adanya kontak sosial (social contact),
2) adanya komunikasi.

48
Zakaria

Ad.1. Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersamasama dan tango yang artinya menyentuh.Gabungan kedua kata tersebut
secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh.
Walaupun kontak itu secara harfiah diartikan bersama-sama menyentu tapi
bukan dalam arti menyentuh badan fisik. Sepereti yang dikemukakan oleh para ahli di
atas bahwa sama-sama menyentuh itu dalam arti hubungan sosial, yaitu pengertianpengertian.
Menurut Soerjono Soekanto (1981, 195-196), kontak sosial dapat berlangsung
dalam tiga bentuk, yaitu :
a.
antara orang perorangan,
b.
antara orang perorangan dengan suatu kelompok,
c.
antara kelompok dengan kelompok.
Kata Soerjono Soekanto, terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung
dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut.
Ad.2. Secara etimologis atau menurut asal usul kata, istilah komunikasi berasal dari
bahasa Latin communicatio dan perkataan ini bersumber pada kata communis
yang berarti sama. Dengan demikian kata komunikasi dapat diartikan sama
makna.
Secara umum dapat didefinisikan komunikasi adalah proses penyampaian suatu
pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari
hubungan sosial. Menurut Onong Uchjana Effendy (1992, 5), Komunikasi adalah
proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu
atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun
tak langsung melalui media.
Kata Soerjono Soekanto (1981, 197), Arti yang terpenting dari komunikasi
adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang
berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang
ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi
reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.
Onong Uchjana Effendy (1992, 6) mengatakan, Dalam bahasa komunikasi ada
sejumlah komponen atau unsur yang dicakup dalam komunikasi, yaitu :
a.
komunikator yaitu orang yang menyampaikan pesan;
b.
pesan yaitu pernyataan yang didukung oleh lambang;
c.
komunikan yaitu orang yang menerima pesan;
d.
media yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh
tempatnya atau banyak jumlahnya;
e.
efek yaitu dampak sebagai pengaruh dari pesan.
A.3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial itu dikemukakan oleh para ahli sosiologi sangat
beragam, seperti Von Wiese membaginya ke dalam 650 bentuk, dan Rose membaginya
dalam 38 bentuk pokok. Tetapi Park dan Burgess mengatakan ada 4 (empat) bentuk
fundamental dari interaksi sosial, yaitu :
a.
kerja sama (co-operation);
b.
persaingan (competition);
c.
pertikaian (conflict);
d.
acomodasi (accommodation) (Adham Nasution, 1979, 102).

49
Zakaria

Ad.a. Kerjasama (Cooperation).


Charles Horton Cooley mengatakan, Kerjasama timbul apabila orang menyadari
bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk
memenuhi kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan faktafakta yang penting dalam kerja sama yang berguna (Soerjono Soekanto, 1981, 202).
Kerjasama itu dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) bentuk, yaitu :
1) Coalisi (coalition) yaitu kombinasi atau gabungan antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan yang sama.
2) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan
jasa antara dua organisasi atau lebih.
3) Joint venture, yaitu merupakan kerjasama dalam pengusaha proyek-proyek
tertentu..
4) Gotong royong, yaitu kerjasama yang dilakukan para individu dalam melakukan
sesuatu, seperti membangun rumah, mengerjakan lahan pertanian, melakukan
upacara, dan lainnya.
Ad.b. Persaingan (Competition).
Gillin and Gillin mengatakan, Persaingan diartikan sebagai suatu proses sosial
dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan dengan cara mempertajam prasangka
yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan (Soejono Soekanto,
1981, 216).
Ada dua tipe persaingan, yaitu : yang bersifat pribadi dan ada pula yang bersifat
kelompok. Persaingan yang bersifat pribadi adalah orang perorangan, dimana secara
langsung bersaing; misalnya dalam olah raga tinju, pemilihan pimpinan dalam
organisasi, dan lainnya. Persaingan seperti itu disebut juga rivalry.
Sedangkan persaingan yang bersifat kelompok adalah kelompok-kelompok yang
bersaing, seperti dua perusahaan yang sama (produksi sabun) bersaing untuk
mendapatkan pelanggan pada suatu wilayah tertentu.
Persaingan itu dapat terjadi diberbagai bidang, antara lain :
1) Persaingan dibidang Ekonomi.
2) Persaingan dibidang Kebudayaan.
3) Persaingan dibidang Status atau kedudukan dan peran.
4) Persaingan dibidang Pendidikan.
5) Persaingan dibidang Teknologi dan persenjataan.
6) Persaingan dibidang lainnya.
1)
2)
3)
4)

Bentuk-bentuk Persaingan :
Oposisi
Kontroversial
Antagonis
Perlombaan atau Pertandingan.

Ad.c. Pertikaian (Conflict)

50
Zakaria

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan
atau kelompok-kelompok manusia berusaha memenuhi atau mencapai tujuannya dengan
jalan menantang fisik lawan dengan ancaman dan/atau kekerasan.
Ting Chew Peh (1985, 67) mengatakan, Konflik adalah pertentangan secara langsung
dan sadar diantara individu atau kumpulan untuk mencapai matlamat (tujuan) bersama.
Untuk mencapat matlamat bersama ini, pihak lawan yang terlibat dalam sesuatu konflik
itu perlu ditewaskan terlebih dahulu. Dalam situasi konflik , karena timbulnya perasaan
permusuhan yang kuat, kerap kali penewasan lawan dianggap lebih penting dari pada
pencapaian matlamat (tujuan).

1)
2)
3)
4)
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Penyebab Terjadinya Pertikaian (Conflict)


Terdapatnya perbedaan pendirian, perasaan perorangan.
Terdapatnya perbedaan kebudayaan.
Terdapatnya perselisihan kepentingan.
Terdajadinya perubahan sosial.
Dampak atau Akibat dari Pertikaian atau Konflik
Pecahnya kelompok.
Rusak atau hancurnya harta benda.
Terjadinya korban jiwa.
Terjadinya perubahan kepribadian orang.
Bertambah kuatnya solidaritas kelompok.
Bila konflik berimbang akan terjadi akomodasi.

Ad.d. Akomodasi (Accommodation).


Menurut Gillin and Gillin, akoodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan
oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan
sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan
oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk
hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya (Soerjono Soekanto, 1981, 204).
Kimbal Young mengatakan, Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti,
yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan pada satu sisi, dan disisi lain untuk menunjuk
pada suatu proses (Soerjono Soekanto, 1981, 203).
Akomodasi dalam bentuk keadaan diartikan sebagai suatu kenyataan dimana terdapat
keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompokkelompok manusia, sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku
dalam masyarakat.
Sedangkan akomodasi dalam bentuk proses menunjuk pada usaha-usaha
manusia untuk meredakan suatu pertikaian atau konflik, yaitu usaha untuk mencapai
kestabilan.
Ting Chew Peh (1985, 1) menjelaskan, Akomodasi atau penyesuaian adalah
satu keadaan atau proses apabila kelompok-kelompok yang berkonflik bersetuju untuk
menghentikan atau mengelakkan konflik dengan mengadakan interaksi secara aman
damai baik untuk sementara atau selamanya.
Bentuk-Bentuk Akomodasi
1) Paksaan (Coercion), yaitu proses akomodasi yang dilaksanakan secara paksa atau
kekerasan.
2) Kompromi (Compromise), dimana pihak-pihak yang terlibat masing-masing
mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan.

51
Zakaria

3)
4)
5)
6)
7)
8)

Arbitrasi (Arbitration), dimana suatu konflik didamaikan oleh pihak ketiga,


dimana pihak ketiga itu ditentukan oleh kedua belah pihak yang berkonflik,
keputusan pihak ketiga harus dipatuhi oleh yang berkonflik.
Mediasi (Mediation), dimana penyelesaian konflik dilakukan oleh pihak ketiga,
pihak ketiga tersebut kedudukannya sebagai penasehat dan keputusannya tidak
mengikat.
Konsiliasi (Conciliation), merupakan suatu usaha untuk mempertemukan
keinginan pihak-pihak yang berselisi untuk mencapai persetujuan bersama.
Toleransi, dimana masing-masing pihak yang berbeda saling menghargai dan
menghormati perbedaan mereka dan masing-masing perbedaan itu berjalan
dimasing-masing kelompok.
Statlemate, yaitu kelompok-kelompok yang bertentangan masing-masing memiliki
kekuatan yang sama atau seimbang menghentikan konfliknya pada satu titik.
Peradilan (Adjudication), yaitu penyelesaian konflik melalui pengadilan.

52
Zakaria

DAFTAR BACAAN
Ala, Andre Bayo, 1985, Hakekat Politik, Akademika, Yogyakarta.
Bertrand, Alvin L, 1980, Sosiologi, Kerangka Acuan, Metode Penelitian, Teori-Teori
tentang Sosialisasi, Kepribadian dan Kebudayaan, Bina Ilmu, Surabaya.
Berry, David, 1982, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, Rajaali, Jakarta.
Cohen, Bruce. J, 1983, Sosiologi Suatu Pengantar, Bina Aksara, Jakarta.
Duverger, Maurice, 1982, Sosiologi Politik, Rajawali, Jakarta.
Giddens, Anthony, 1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, UI-PRESS, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta.
Kumorotomo, Wahyudi, 1992, Etika Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta.
Peh, Ting Chew, 1985, Konsep Asas Sosiologi, Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementriaan Pelajaran Malaysia, Kualalumpur.
Sadli, Saparinah, 1977, Persepsi Sosial Mengenai Prilaku Menyimpang, Bulan Bintang,
Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1981, Sosiologi Suatu Pengantar, UI-Press, Jakarta.
Taneko, Soleman B, 1984, Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi
Pembanguna, Rajawali, Jakarta.
Veeger, K.J, 1985, Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan IndividuMasyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, Gramedia, Jakarta.
Warren and Roucek, 1964, Sosiologi, An Introduction, Littlefield, Adams dan Co, New
Jersey.

53
Zakaria

BAB VI
MASYARAKAT MODERN dan SEDANG MEMBANGUN
A. Pengerian
Setelah Perang Dunia II, para ahli ilmu kemasyarakatan (sosial) membuat klasifikasi
tentang masyarakat dalam berbagai aspek dengan indikator yang bermacam-macam.
Ada yang disebut masyarakat industri dan masyarakat aggraris, masyarakat Barat dan
masyarakat Timur, masyarakat maju dan masyarakat tertinggal, masyarakat pramodern
dan masyarakat modern, dan sebagainya. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa
masyarakat itu berbeda-beda. Para ahli sosiologi selalu mengelompokkan masyarakat
itu ke dalam dua bentuk yang selalu bertolak belakang, seperti yang dikemukakan oleh
Ferdinand Toennies dan Emile Durkheim.
K.J. Veeger (1985, 128-130) mengungkapkan pandangan Toennies tentang dua tipe
masyarakat. Kata Toennies, masyarakat adalah ciptaan manusia sendiri, bukan
organisme yang dihasilkan oleh proses-proses biologis. Masyarakat adalah usaha
manusia untuk mengadakan dan memelihara relasi-relasi timbal-balik yang mantap.
Kemauan manusia itulah yang mendasari terbentuknya masyarakat. Berkaitan denga
kemauan itu, Toennies mdembedakan apa yang disebut Triebwille, yaitu dorongan batin
berupa perasaan dengan Zweckwille, yaitu kemauan rasional yang hendak mencapai
suatu tujuan.
Triebwille meliputi sejumlah langkah atau tindakan, yang tidak bersal dari
perhitungan akal-budi melulu, melainkan dari watak, hati atau jiwa orang yang
bersangkutan. Triebwille bersumber pada selera, perasaan, kecendrungan psikis,
kebutuhan biotis, tradisi atau keyakinan orang. Misalnya orang bekerja sama karena
senang dengan keramaian, atau karena ingin belajar, atau mau menolong, atau merasa
diri berguna, kreatif, dan sebagainya. Seorang filsuf Prancis, mengatakan, bahwa hati
manusia mempunyai logikanya sendiri, yang sering tidak mengerti atau mungkin
dipertanggungjawabkan oleh pikiran rasional.
Triebwille paling menonjol pada kaum petani, orang seniman, rakyat sederhana,
khususnya wanita, dan generasi muda. Triebwille disebut juga dengan Gemeinschaft.
Menurut Toennies, prototipe semua persekutuan hidup yang dinamakan Gemenschaft
adalah keluarga. Orang memasuki jaringan relasi-relasi kekeluargaan karena lahir.
Walaupun kemauan bebas dan pertimbangan rasional dapat menentukan apakah
orangnya akan tetap tinggal dalam keluarganya atau tidak, namun relasi itu sendiri tidak
tergantung seluruhnya dari kemauan dan pertimbangan itu.

54
Zakaria

Zweckwille adalah suatu cara untuk mencapai suatu tujuan tertentu menggunakan
tindakan rasional. Menuntun orang dalam merencanakan langkah-langkah tepat untuk
mencapai tujuan. Pertimbangan nonrasional tidak dimasukkan ke dalam perhitungan
mereka. Biasanya dibidang ekonomi orang yang hendak mencari keuntungan atau
memberi jasa-jasa pelayanan didorong oleh Zweckwille. Dalam rangka tujuan tersebut
mereka mendirikan kongsi-kongsi atau mengadakan relasi-relasi dagang, dimana bukan
relasi sendiri menjadi pertimbangan, melainkan tujuan yang akan dicapai melalui relasi
itu. Zweckwille disebut juga Gesellschaft yaitu suatu tipe asosiasi dimana relasi-relasi
bersamaan dan kebersatuan antara orang berasal dari faktor-faktor lahiriah, seperti
persetujuan, peraturan, undang-undang, dan sebagainya. Kata Toennies Geselschaft
berhubungan dengan perjumlahan atau kumpulan orang yang dibentuk atas cara buatan
(artificial). Kalau dilihat sepintas-lalu saja, kumpulan itu mirip dengan Gemeinschaft,
yaitu sejauh para anggota individual hidup bersama dan tinggal bersama secara damai,
tetapi dalam Gemeinschaft mereka pada dasarnya terus bersatu, sekalipun ada faktorfaktor yang memisahkan. Berbeda dengan Gesellschaft dimana pada dasarnya mereka
tetap terpisah satu dari yang lain, sekalipun ada faktor-faktor yang mempersatukan.
Toennies menggunakan istilah hidup yang organis dan nyata (real) untuk relasirelasi yang berlaku di dalam Gemeinschaft, dan istilah struktur yang khayal dan
mekanis untuk relasi-relasi yang berlaku di dalam Gesellschaft. Yang pertama
membentuk suatu kesatun hidup, dimana unsur kesatuan dan kolektivitas lebih
menonjol. Yang kedua menyerupai bagan mekanisme, dimana individu dan
kepentingannya lebih menonjol. Dunia bisnis dan masyarakat dimana kelas menengah
telah memperoleh kedudukan penting (misalnya kota besar), dicirikhaskan oleh relasirelasi persaingan, perlawanan, atau kerja sama atas dasar kepentingan individual
pesertanya. Zweckwille lebih menonjol dikalangan pedagang, ilmuwan, dan pejabatpejabat.
Emile Durkheim mengatakan, bahwa unsur baku dalam masyarakat adalah faktor
solidaritas. Solidaritas itu dikelompokkannya menjadi dua, yaitu solidaritas mekanis
dan solidaritas organis. Pada masyarakat memiliki sifat-sifat dimana warga
masyarakatnya belum mempunyai difrensiasi dan pembagian kerja. Selain itu warga
masyarakatnya mempunyai kepentingan yang sama dan kesadaran yang sama pula.
Masyarakat dengan solidaritas organis memiliki ciri telah mempunyai pembagian kerja
yang ditandai dengan derajat spesialisasi tertentu. Masyarakat solidaritas organis ini
merupakan perkembangan dari masyarakat solidaritas mekanis.
Durkheim menjelaskan latar belakang munculnya masyarakat modern yang
pluralistis yang bersifat sosiologis. Kata Durkheim, masyarakat kuno dicirikhaskan
oleh suatu solidaritas mekanis. Kata mekanis tidak digunakan dalam arti
individualistis atau atomis. Tetapi merupakan kesadaran diri sebagai individu di zaman
purba masih lemah, sedangkan kesadaran kolehtif memerintah atas bagian terbesar
kehidupan orang. Kepercayaan yang sama, perasaan yang sama, dan tingkah laku yang
sama mempersatukan orang menjadi masyarakat. Apa yang dicelah oleh yang satu,
dicelah oleh yang lain juga. Apa yang dianggap baik oleh yang satu, dianggap begitu
juga oleh yang lain. Kesatuan sosial inilah yang disebut mekanis, karena anggotanya
secara sepontan cendrung kepada suatu pola hidup bersama yang sama. Perbedaan
diantara individu-individu dianggap tidak penting, sehingga tiap-tiap orang selalu dapat
digantikan oleh orang lain. Perasaan bersatu antara mereka kuat, sebab mereka
mempunyaisumber kesadaran kolektif yang satu dan sama yang biasanya disebut alam.

55
Zakaria

Tidak adanya pembagian kerja atau fungsi-fungsi yang berbeda diakibatkan oleh
peranan besar masyarakat, yang memukulratakan dan menyeragamkan para anggotanya.
Masyarakat modern disatukan oleh suatu Solidaritas Organis . Dalam bentuk
ini justru perbedaan antara anggota individual membuat mereka bermasyarakat. Mereka
saling membutuhkan dan oleh karenanya menjadi bergantung satu kepada yang lain.
Durkheim menggunakan istilah organis di bawah pengaruh organisme. Sebagaimana
organ-organ yang berlainan fungsinya menyokong dan menjamin seluruh kehidupan
badan, demikian juga pandangan, perasaan, dan tindakan sosial yang berlainan
menyangga masyarakat. Dalam masyarakat modern kebebasan individu dan toleransi
terhadap keyakinan individual dan caranya masing-masing anggota mengatur hidupnya
sendiri, menonjol. Bidang-bidang kehidupan yang dikuasai oleh kesadaran kolektif,
makin menyempit. Masyarakat diandaikan tidak berhak untuk mencampuri urusanurusan pribadi yang makin meluas.
Di samping luasnya, juga kuatnya pengaruh kesadaran kolehtif atas individu
berkurang dalam masyarakat pluralistis. Kalau semua orang menjadi sama dan diikat
oleh solidaritas mekanis, tiap-tiap sikap atau tindakan yang menyimpang dari pola
umum, menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat. Orang tidaksenang melihat bahwa
diantara mereka ada yang hendak memamerkan suatu posisi luar biasa. Setiap
pelanggaran hukum langsung dirasa oleh masyarakat sebagai ancaman terhadap
eksistensinya, dan dibalas dengan hukman berat. Kelakuan yang diharapkan dari tiaptiap orang telah dirumuskan secara terperinci sampai dengan hal-hal kecil, dan
diwajibkan.
Kata Durkheim, dalam masyarakat-masyarakat yang tingkat perkembangannya
masih rendah, hampir seluruh tata hukum bersifat pidana dan tidak berubah. Umumnya
hukum agama selalu bersifat mengekang dan sesuai dengan hakikatnya tampak
konservatif. Berbeda dengan masyarakat dengan tipe pluralistis, dimana relasi-relasi
kolektif terhadap pelanggaran-pelanggaran menjadi lebih lemah.Orangnya merasa diri
lebih bebas karenanya. Penghargaan baru terhadap kebebasan, bakat, prestasi, dan karir
individual, itulah yang mendasari struktur masyarakat pluralis. Penghargaan barun itu
tidak timbul dengan sendirinya dalam individu, tetapi berasal dari masyarakat sendiri.
Ahli Antropologi Redfield telah mendorong untuk membuat tipe-tipe masyarakat. Ia
membuat tipe masyarakat di pedesaan di daerah peradaban lama, dan sekaligus ia juga
mengemukakan penyusunan tipologi dari bangsa-bangsa yang butatulis. Dalam hal ini
ia mengikuti ahli-ahli sosiologi klasik seperti Toennies, Durkheim, dan Maine.
Masyarakat-masyarakat yang primitif atau butatulis itu ialah masyarakat yang agak
rendah perkembangan pengetahuan dan teknologinya, sehingga tingkat produksinya
agak rendah dan tidak banyak sisa bahan makanan. Masyarakat-masyarakat tersebut
ialah masyarakat yang organisasi berdasarkan perkembangan teknik ekonomi yang
termasuk dalam mutasi pertama Linton. Pertama-tama yang termasuk di dalamnya ialah
pemburu, penangkap ikan dan pengumpul bahan makanan. Kondisi yang demikian juga
terdapat dalam bangsa-bangsa yang sudah dapat mengadakan produksi makanan atau
memelihara binatang. Tetapi tingkat produksi mereka tidak memungkinkan timbulnya
peradaban atau pergaulan yang lebih kompleks.
Masyarakat primitif atau butatulis itu cukup kecil, antara beberapa puluh sampai
beberapa ratus jiwa. Artinya, suku bangsa atau bangsa kecil-kecil yang kebudayaannya
sedikit banyak memperlihatkan persamaan jumlah anggotanya dapat saja sampai beriburibu, akan tetapi pedukhan atau desa yang kecil-kecil merupakan kelompok pergaulan
yang cukup dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan hanya sedikit sekali tergantung

56
Zakaria

kepada masyarakat lain. Masyarakat-masyarakat kecil itu apabila dipencilkan sama


sekali, dapat meneruskan cara hidup mereka hampir tanpa perubahan. Masyarakat yang
seperti itu hubungannya keluar amat terbatas.
B. Struktur Sosial Masyarakat.
Pada materi terdahulu tentang struktur sosial sudah dibahas tentang struktur sosial
yaitu jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok seperti kaedah-kaedah atau normanorma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosal, dan lapisan-lapisan
sosial.
Dalam rangka studi tentang negara-negara yang sedang mengadakan modernisasi
digunakan tipologi-tipologi yang ada diharapkan dapat digunakan untuk melihat
bermacam-macam anasir dari masyarakat pramodern. Pertama, masih banyak
masyaraat di negara-negara sedang berkembang, belum banyak terlihat dalam proses
modernisasi. Kedua, mengemukakan, bahwa proses perkembangan itu tidak berjalan
secara seimbang. Bagian-bagian tertentu dalam kebudayaan atau masyarakat lebih cepat
mengalami modernisasi dari pada yang lain.
Menurut Schoorl (1981, 92), dalam masyarakat yang primitif atau buta tulis, belum
banyak pembagian kerja dan spesialisasi. Pembagian kerja biasanya mengikuti garis
perbedaan seks dan umur. Meskipun mungkin ada spesialis-spesialis seperti ahli magis,
pemburu yang lincah, penggarap kayu yang halus, petani baik dan sebagainya, tetapi
mereka itu bukan spesialis fulltime. Spesialis-spesialis itu biasanya memproduksi
makanannya sendiri. Maka juga tidak banyak diferensiasi. Semua orang laki-laki atau
orang perempuan dari golongan umur tertentu mempunyai peranan sama, melakukan
pekerjaan sama.
Dalam hubungan seperti yang disebutkan di atas juga dapat dikemukakan, bahwa
masih tidak banyak diferensiasi kemasyarakatan atau kelembagaan. Tidak banyak
lembaga yang melulu untuk aktivitas tertentu yang sangat khusus. Contoh dalam hal ini
adalah kelompok-kelompok kekerabatan. Kelompok kerabat itu fungsinya dapat
meliputi urusan perkawinan, aturan hukum, pertanian, pertahanan, rekreasi, upacara
keagamaan, dan sebagainya.
Masih dalam hubungan tersebut di atas, juga dapat dikemukakan, bahwa tidak
banyak terdapat heterogenitas dalam hal kebudayaan. Masyarakat dalam hal
kebudayaan sangat homogen. Tidak banyak sub-kelompok dengan sub-kebudayaan.
Kalau kelompok semacam itu ada, biasanya berdasarkan pemisahan diantara pria dan
wanita. Juga dikenal sub-kelompok yang berdasarkan perbedaan umur.
Berkaitan dengan kecilnya skala masyarakat dan sedikitnya diferensiasi, ada
beberapa hal yang dapat dikemukakan tentang sifat hubungan diantara anggota-anggota
masyarakat tersebut. Pertama dapat dikemukakan, bahwa hubugnan kekerabatan itu
memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan struktur hubungan pada
umumnya. Boleh dikatakan semua hubungan antar individu termasuk kerangka
hubungan kekerabatan.
Gejala yang berhubungan dengan hal ini ialah, bahwa hubungan diantara oknumoknum itu terutama ditentukan oleh posisi yang oleh masyarakat dianggap ada pada
mereka, artinya didasarkan atas kwalitas-kwalitas tertentu, golongan umur tertentu dan
sebagainya, dan tidak atas dasar kwalitas yang diperoleh dengan jerih payah sendiri.
Schoorl mengatakan, bahwa yang menentukan hubungan itu norma-norma ascription
(yang dianggap ada) dan bukan norma achievment (yang dicapai).

57
Zakaria

Gejala lain dalam kaitan ini ialah sifat hubungan yang berhadapan muka (face to
face). Karena kecilnya skala pergaulan, maka anggota-anggota masyarakat itu saling
mengenal secara pribadi. Tidak banyak terjadi kontak dengan orang-orang yang tidak
dikenal. Maka tidak banyak hubungan yang hanya sebagai sarana atau zakelijk saja.
Yang langsung berkaitan dengan ini ialah, bahwa hubungan-hubungan itu tidak
dimaksudkan untuk mencapai tujuan khusus dengan batas-batas yang tegas dan hanya
terbatas kepada tujuan itu saja. Orang saling berhubungan dalam beraneka ragam ikatan.
Dalam masyarakat yang kompleks ada banyak hubungan antar individu dengan
tujuan-tujuan khusus. Orang saling bertemu dan mengenal hanya sebagai pemegang
peranan tertentu dan selanjutnya tidak tahu apa-apa lagi tentang peranan-peranan orang
lain yang banyak jumlahnya itu. Untuk relasi yang berbeda-beda sifatnya digunakan
bermacam-macam istilah, antara lain: relasi single stranded (jalur tunggal), dan
many stranded (jalur banyak), relasi one role (peranan tunggal) dan multi role
(peranan majemuk), relasi simplex (tunggal) dan multiplex (ganda) serta relasi one
dimensional (satu dimensi) dan multi dimensional (multi dimensi).
Perbedaan-perbedaan sifat mengenai ikatan-ikatan itu juga tampak dalam normanorma yang berlaku untuk relasi-relasi itu. Dalam relasi yang berjalur banyak (many
stranded) terdapat norma kebauran (diffusheid), artinya: dalam pergaulan, meskipun
untuk melaksanakan peranan tertentu, tidak ada tata kelakuan yang dijabarkan dengan
jelas dan tegas. Lawannya kebauran yaitu kespesifikan. Kalau norma ini yang
berlaku , ada penjabaran yang jelas dan tegas mengenai tata kelakuan bagi orang-orang
yang bergaul. Di sini kelakuan itu jelas hubungannya dengan tujuan khusus dengan
pergaulan tertentu dan dibatasi oleh tujuan itu.
Schoorl (1981, 94), menjelaskan kota-kota praindustri merupakan pusat-pusat
masyarakat yang agak kompleks, yang disebut juga peradaban kuno. Sebagai pusat,
kota-kota merupakan satu ikatan masyarakat dengan desa-desa yang termasuk
peradaban itu. Kota-kota seolah-olah merupakan perwujudan yang paling jelas dan
semakin besarnya skala dan diferensiasi masyarakat tipe ini. Kehidupan kota hanya
mungkin kalau didasarkan atas pembagian kerja dan spesialisasi. Pola aktivitas yang
dominan di kota itu bukanlah pola agraria. Berkat sisa produksi makanan di desa-desa,
penduduk kota dapat hidup dan melakukan aktivitas nonagraria.
Gejala yang paling menonjol dalam struktur sosial kota praindustri ialah dichotomi
antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam stratifikasi sosial yang oleh Sjoberg disebut
kelas-kelas sosial. Perilaku sosial ditentukan sekali oleh keanggotaan orang di dalam
suatu kelas tertentu. Mobilitas sosial tidak banyak, artinya orang terlahir di dalam suatu
kelastertentu dan tidak banyak kesempatan untuk naik ke kelas lain. Kelas atasan
berpengaruh di dalam masyarakat lokal dan di desa-desa di sekitarnya. Kenikmatan
hidup elit di kota dimungkinkan oleh kelebihan produksi dari kelas bawahan di kota
dan para petani di desa-desa. Anggota-anggota kelas atasan menempati kedudukankedudukan tinggi di dalam struktur hirarki, yang timbul di dalam masyarakat yang
terorganisir dengan skala besar, yaitu di dalam birokrasi pemerintahan, birokrasi militer,
dan birokrasi agama.
Kelas-kelas tersebut yang satu jelas berbeda dari yang lain karena caranya berbicara,
tingkah lakunya, pakaiannya, perhiasannya, dan seterusnya. Banyak masyarakat
diketahui mengadakan pengawasan agar warganya bertindak dan berpakaian menurut
kelasnya masing-masing.
Struktur sosial tercermin dalam pola perkampungan di kota-kota. Pusat kota
terutama adalah tempat tinggal kaum elit dan tempat dimana mereka melakukan

58
Zakaria

aktivitas di gedung-gedung pemerintahan dan di pusat-pusat agama. Kelas bawahan


bertempat tinggal di sekitar pusat itu, biasanya berkelompok-kelompok menurut bangsa
dan mata pencahariannya. Kegiatan rumah tangga dan kegiatan mata pencaharian belum
terpisah tempatnya, maka ada jalan atau kampung-kampung untuk pekerjaan tertentu.
Kaum pria tempat tinggalnya di sudut-sudut kota, jauh terpisah dari golongan-golongan
lain.
Pada masyarakat yang agak statik, mengenai teknik dan ekonominya belum begitu
berkembang, sehingga ekonominya tidak ekspansif, ada tendensi yang kuat pada
anggota-anggota kelas atasan nuntuk mempertaankan posisi yang menguntungkan yang
mereka peroleh untuk anak cucu mereka. Ini mengakibatkan adanya penonjolan
perbedaan, adanya penciptaan tanda-tanda yangdapat membedakan kelas yang lain dan
digunakannya ikatan kerabat untuk menyalurkan penerimaan calon guna menduduki
posisi yang menguntungkan.
Dapat dikatakan, bahwa calon-calon untuk menempati kedudukan-kedudukan di
dalam masyarakat dipilih berdasarkan kriteria yang sifatnya partikularistik dan tidak
berdasarkan kriteria universal. Ini artinya adalah, bahwa kriteria penilaian tidak
diangkatdari tuntutan kebutuhan fungsi itu sendiri, akan tetapi apakah calon tersebut
termasuk kelompok kerabat, kelompok bangsa atau kelas sosial tertentu atau tidak.
Sudah dijelaskan, bahwa di kota praindustri sudah banyak pembagian kerja dan
spesialisasi dan dengan demikian banyak difrensiasi. Ini tampak dalam kegiatan yang
khas untuk bidang ekonomi. Ada spesialis-spesialis yang bekerja penuh di bidang
perdagangan dan industri pertukangan. Untuk kegiatan-kegiatan tertentu juga diciptakan
organisasi-organisasi khusus. Khususnya organisasi gild (organisasi pertukangan
sejenis) yang mengatur bagian-bagian penting dari kegiatan ekonomi. Organisasi gild
mengatur penerimaan dan pemberian latihan kepada anggota-anggota baru, dan dalam
hal ini biasanya hubungan kekerabatan memegang peranan penting. Juga ada
pengawasan atas kwalitas barang dan harganya. Selanjutnya fungsi gild terutama adalah
untuk melindungi kepentingan anggota-anggotanya, antara lain dengan mencegah
adanya saingan dari luar. Tingkat spesialisasinya berbeda dengan masyarakat industri.
Pada masyarakat industri semua pekerjaan biasanya dilakukan oleh si produsen
sendiri, dari mengerjakan bahan mentah sampai menghasilkan produk akhir. Kerja
tangan dan dagang dinilai rendah. Kaum pedaganglah yang khususnya dipandang
rendah. Sebaliknya di beberapa masyarakat bagi pedagang yang kaya ada kemungkinan
untuk memperoleh kedudukan yang lebih terhormat dengan menggunakan uang.
Pada umumnya kelihatan adanya perbedaan sosial dan kebudayaan yang besar
antara kota dan daerah pedesaan. Bagi orang desa, kota itu berbahaya: orang harus
selalu waspada terhadap orang kota yang jauh lebih banyak pengetahuannya dan lebih
bermuslihat. Dari segi akhlak kota bitu juga berbahaya. Bersamaan dengan itu kota
mempunyai daya tarik. Kota adalah pusat kekuasaan, kekayaan, dan pengetahuan.
Sebaliknya pikiran dan perasaan orang kota terhadap orang desa juga bercabang.
Mereka itu bodoh dan kurang pengetahuan dan membiarkan dirinya disalahgunakan.
Akan tetapi mereka itu juga yang memiliki kebudayaan asli dan menghayati kehidupan
yang baik dan sederhana. Perbedaan sosial dan kebudayaan itu merupakan syarat dan
menyebabkan perlunya tokoh-tokoh perantara yang dapat menjembatani jurang antara
penduduk desa yang bersahaja dengan kekuatan-kekuatan dari dan di kota.
C. Pertumbuhan Struktur Sosial Baru

59
Zakaria

Setelah dikemukakan beberapa bentuk struktur sosial masyarakat pramodern dan


masyarak sedang membangun, yang terdapat pada negara-negara yang sedang
mengadakan modernisasi. Pada suatu negara dimana muncul organisasi-organisasi baru
yang khusus, yang mengoper tugas-tugas atau fungsi-fungsi organisasi yang sudah ada
atau menjalankan fungsi-fungsi yang baru sama sekali, yang sesuai dengan masyarakat
modern. Proses ini dicakup dalam pengertian diferensiasi sosial.
Perbedaan skala dan diferensiasi ini tidak terjadi tanpa menimbulkan strukturstruktur hirarki di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, dan
pendidikan. Berkaitan dengan proses-proses itu lahirlah di dalam masyarakat kelompokkelompok fungsional, seperti pekerjaan industri, pengusaha, orang-orang dengan
pekerjaan bebas, pegawai, dan sebagainya. Kelompok yang berbeda-beda itu juga
memiliki kekuatan, kekayaan dan gengsi nyang berbeda-beda. Dengan cara ini juga
tumbuh stratifikasi sosial baru. Berikut ini dikemukakan tentang proses pertumbuhan
struktur sosial baru itu.
C.1. Proses integrasi dalam ikatan besar : persebaran skala
Pengintegrasian masyarakat modern dalam ikatan besar terjadi melalui berbagai
bidang kehidupan. Di bidang politik dapat disaksikan dimana sdemua masyarakat yang
lebih kecil terangkat ke dalam satuan politik modern, yang disebut negara. Untuk
banyak negara di dunia ketiga keadaannya adalah, bahwa batas-batasnya sekarang
ditentukan pada zaman kolonial. Ini juga mengakibatkan, bahwa batas-batas itu sering
agak semaunya, tanpa mengingat daerah tempat tinggal suku-suku dan bangsa-bangsa.
Tetapi pada negara-negara kuno, yang tidak pernah menjadi jajahan seperti Cina dan
Muang Thai, dimana penempatan batas-batasnya tidak begitu semau-maunya, proses
pengintegrasian politik tetap terus berjalan. Cara dan cepatnya proses berjalan berbedabeda menurut negara yang bersangkutan, akan tetapi juga ada sejumlah ciri-ciri yang
sama.
Pengintegrasian masyarakat lokal ke dalam struktur politik nasional berati
pembentukan atau perluasan birokrasi, yang menjalankan atau memerintahkan
dijalankannya tugas-tugas pemerintahan ditingkat lokal. Tata tertib dipelihara atau
ditanamkan oleh polisi atau militer. Terbentuklah satu sistem hukum nasional, dimana
masyarakat lokalmakin lama makin kehilangan bentuk-bentuk pelaksanaan hukumnya
dan peraturan-peraturan hukumnya sendiri. Ini sekaligus menjadi syarat pertumbuhan
ekonomi, dimana harus ada lalu lintas bebas tak terhalang untuk manusia dan barang.
Dibidang ekonomi integrasi juga semakin besar, karena bertambahnya kesempatan
baru untuk transpor dan karena keamanan semakin mantap, hubungan ke luar menjadi
semakin banyak, dengan demikian orang berkenalan dengan produk-produk baru, bahan
pakaian baru, dan seterusnya. Karena adanya kebutuhan dan keharusan membayar
pajak, maka penduduk desa makin lama makin terbawa oleh arus pasaran nasional.
Pengintegrasian ekonomi juga terjadi karena orang mulai bekerja pada organisasiorganisasi ekonomi baru di bidang : pertambangan, perdagangan, perkebunan, industri,
dan sebagainya. Dengan cara itu orang dapat memperoleh uang yang dibutuhkan. Ini
juga menimbulkan suatu proses migrasi dan urbanisasi. Banyak penduduk desa dan
penduduk kota praindustri pindah ke pusat-pusat pertambangan, industri, dan
perdagangan. Dengan demikian banyaklah ikatan yang menghubungkan desa dengan
kota.
Bila perubahan struktur sosial baru dilihat dari perspektif masyarakat lokal, dapat
disebut proses persebaran skala. Masyarakat lokal diintegrasikan ke dalam masyarakat

60
Zakaria

yang skalanya lebih besar. Dalam masyarakat tersebut lebih banyak orang yang dengan
sadar saling berhubungan, kecuali hubungan dengan masyarakat lain dan dengan masa
lampau sangat bertambah besar jumlah dan intensitasnya. Karena ikatan anggota
masyarakat desa dengan dunia luar semakin banyak, tampak adanya gejala, bahwa
ketergantungan dan ikatan diantara mereka sendiri menjadi berkurang. Wilson bersama
isterinya menemukan sejumlah gejala di negara-negara sedang berkembang yang
berkaitan dengan perubahan struktur sosial baru yaitu:
a. apabila loyalitas semakin meluas, patriotisme lokal berkurang;
b. dengan meluasnya lingkup sejarah, pemujaan leluhur dekat menjadi kurang
penting;
c. di dalam masyarakat kota modern kesadaran sebagai warna masyarakat tidak
sebesar di dalam negara kota;
d. di dalam masyarakat modern ukuran dan arti kelompok kerabat tidak sebesar di
dalam masyarakat primitif.
Merupakan sebuah gambaran yang menarik mengenai gejala-gejala yang
dikemukakan dalam pernyataan, bahwa orang yang lebih mengutamakan kepentingan
kota dan kerabatnya sendiri daripada kepentingan negara, akan jatuh harganya dalam
pandangan sesamanya.
C.2. Proses diferensiasi
Aspek lain dalam proses modernisasi ialah proses diferensiasi. Hal tersebut
sebahagian telah tampak dalam uraian di atas. Misalnya integrasi politik dari
masyarakat lokal ke dalam negara nasional, karena terangkat ke dalam sistem hukum
nasional, dapat dikatakan, bahwa masyarakat lokal kehilangan sebagian besar fungsinya
yang berupa pengawasan atau kontrol sosial dan bahwa fungsi itu telah diambil alih
oleh organisasi khusus yang baru, yaitu peradilan nasional.
Difernsiasi struktural di dalam kelompok kerabat juga timbul karena
berkembangnya sistem pemasaran dan perekonomian uang, dengan organisasi masingmasing. Di banyak masyarakat primitif tukar menukar itu terutama terjadi di dalam atau
dengan menggunakan sistem kekerabatan. Fungsi kekerabatan yang demikian kini
hilang, karena timbulnya sistem-sistem yang khusus. Fungsi lain dari kelompok kerabat
yang lambat laun diambil alih oleh organisasi yang spesialis, ialah berpendidikan dan
latihan anak-anak muda di dalam masyarakat. Dengan diadakannya sistem pendidikan
formal di sekolah, sebagian pembudayaan dan sosialisasi terjadi di sekolah.
Sehubungan dengan perkembangan di atas, pembagian posisi di dalam masyarakat
makin jarang terjadi dengan melalui sistem kekerabatan. Ada organisasi-organisasi dan
prosedur baru untuk mengisi posisi yang tersedia. Pengambilalihan itu tidak sempurna,
akan tetapi dalam hubungan dengan jabatan-jabatan umum tidak dibenarkan untuk
mengisinya dengan menggunakan relasi kekerabatan. Jika ini terjadi, disebut nepotisme.
Sudah dikemukakan, bahwa pengawasan atas tingkah laku perorangan di dalam
masyarakat semakin tidak termasuk fungsi kelompok kerabat. Untuk keperluan itu
organisasi-organisasi umum yang spesialis, seperti polisi dan peradilan,semakin
dikembangkan. Masyarakat desa atau masyarakat kesukan sebagai keseluruhan
kehilangan fungsi-fungsi tertentu. Dengan demikian, fungsi politik telah diambil alih
oleh organisasi-organisasi spesialis. Fungsi-fungsi yang khas mengenai pemerintahan
yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat atau kegiatan untuk kepentingan
masyarakat kini dijalankan oleh organisasi pemerintahan di tingkat lokal, regional atau
nasional.

61
Zakaria

Dapat diharapkan, bahwa di dunia ketiga proses diferensiasi struktural itu akan
berjalan atas dasar proses semakin bertambahnya pembagian tugas dan spesialisasi
pekerjaan. Proses ini terjadi di segala bidang kehidupan atau dengan kata lain meliputi
semua aspek kebudayaan. Memang di negara-negara sedang berkembang dewasa ini
terdapat bermacam-macam situasi peralihan. Disatu pihak ada masyarakat desa yang
masih sangat terasing, dimana proses diferensiasi belum atau hampir belum mulai, di
lain pihak sudah ada pusat-pusat perkotaan dengan struktur yang sangat besar
diferensiasinya.

C.3. Proses pembentukan hirarki dan stratifikasi


Proses pembentukan hirarki dan yang berhubungan dengan itu: gejala stratifikasi
sosial. Dapat dikemukakan, bahwa perbesaran skala dan diferensiasi tidak mungkin
terjadi tanpa didahului oleh timbulnya struktur hirarki, yang memungkinkan untuk
mengadakan koordinasi kegiatan dan menghilangkan pertentangan-pertentangan yang
meruncing. Selaian itu terjadinya hirarki dalam struktur itu akibat dari perbesaran skala
dan diferensiasi, diantara kedua gejala tersebut terdapat hubungan timbal balik.
Mempersatukan masyarakat yang tadinya agak terasing dan tidak terpengruh dari
luar, menghendaki dan memerlukan adanya struktur hirarki politik baru yang lebih luas.
Fungsi-fungsi tersebut di atas, yang dijalankan oleh organisasi dan jawatan yang lebih
spesialis, dalam kebanyakan hal juga menghendaki terbentuknya organisasi dengan
aparat birokrasi yang tersusun secara hirarki.
Pembentukan hirarki untuk sektor-sektor kegiatan manusia yang penting membawa
bermacam-macam akibat, khususnya mengenai stratifikasi sosial. Posisi yang berbedabeda di dalam hirarki menuntut kecakapan yang berlain-lainan dan ini juga berkaitan
dengan perbedaan hak dan kewajiban. Pada umunyalebih sukar untuk memenuhi fungsi
posisi tinggi daripada posisi rendah. Pada umumnya posisi yang lebih tinggi mendapat
imbalan lebih besar daripada posisi yanglebih rendah. Imbalan itu dapat berbeda-beda.
Biasanya imbalan itu merupakan campuran dari semua. Karena adanya imbalan yang
lebih besar, maka posisi-posisi itu tambah menarik.
Berhubung dengan proses diferensiasi dan pembentukan hirarki, di dalam
masyarakat modern dan yang menginjak modern timbul banyak posisi yang
mengutamakan martabat yang diperoleh (achievement). Masa pendidikan di sekolah dan
latihan yang lama diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Di dunia Barat
yang dipentingkan dalam pengangkatan adalah jelas martabat yang diperoleh.
Mengangkat orang atas dasar martabat yang dianggap ada, yang diperoleh sejak lahir,
dalam banyak hal dapat di hukum atau sangat dicela. Ini tidak berarti bahwa sifat-sifat
itu tidak memegang peranan dalam pengangkatan atau kadang-kadang tidak dominan.
Karena adanya modernisasi, maka setidak-tidaknya terjadilah perubahan-perubahan
besar dalam struktur hirarki dan dalam pengangkatan untuk posisi-posisi di dalam
sistem. Ini berkaitan dengan gejala lain, yaitu stratifikasi sosial. Di dalam masyarakat,
individu mempunyai gengsi tertentu yang sangat ditentukan oleh kedudukan orang di
dalam struktur pekerjaan. Pada masyarakat kota pramodern jelas tampak adanya
lapisan-lapisan sosial dengan pderbedaan gengsi: yaitu pangkat (stand). Dalam
masyarakat modern perbedaan yang begitu tajam tidak mungkin lagi. Meskipun
demikian, secara global sekali dapat dikatakan, bahwa lapisan-lapisan masyarakat

62
Zakaria

memang ada, karena anggota masyarakat yang satu menganggap, bahwa anggota yang
lain mempunyai gengsi yang berbeda. Ini hubunganya dengan perbedaan gaya hidup,
cara berpikir, bahasa dan pakain. Karena struktur pekerjaan berpengaruh sekali atas
stratifikasi sosial, maka dapat dipahami, bahwa di dalam sistem intensitasnya sama
terjadi pergeseran-pergeseran besar, sepanjang stratifikasi itu ada.
Mungkin orang-orang yang di dalam masyarakat lama termasuk lapisan atas,
berusaha mempertahankan posisi mereka sedapat mungkin. Ini hanya mungkin, kalau
mereka dapat mengasosiasikan diri dengan kelompok-kelompok baru yang timbul,
misalnya apabila kaum aristokrasi berasosiasi dengan elit industri.

D. Masyarakat Plural
Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, bahwa karena adanya modernisasi,
timbullah kelompok-kelompok fungsional baru dan lapisan-lapisan baru di dalam
masyarakat. Dalam paragraf ini akan ditelaah lebih lanjut garis-garis pemisah sosial
yang lain, yang timbul di dalam masyarakat karena terjadinya modernisasi atau oleh
karenanya menjadi menonjol sekali.
Dalam hubungan ini pembahasan terlebih dahulu membicarakan pengertian
masyarakat dualistik. Pengertian ini berasal dari ahli ekonomi Leiden, J. H Boeke, yang
menggunakan pengertian untuk masyarakat kolonial. Dalam menggunakan pengertian ia
sebenarnya tidak berusaha membuat tipologi masyarakat kolonial, akan tetapi tipologi
masyarakat pramodern yang terbawa oleh arus transformasi, meskipun hal itu terjadi
dalam konteks kolonial. Proses transformasi itu bukan proses yang mengubah seluruh
masyarakat sedikit demi sedikit. Terbukti sistem modern itu terdapat bersama-sama dan
berdampingan dengan sistem pramodern dan sering belum banyak terjadi integrasi
diantara kedua sistem itu.
Dalam analisis tentang masyarakat kolonial, Boeke melihat adanya dua sistem
sosial ekonomi atau lebih yang berbeda-beda dan terdapat pada waktu yang sama.
Secara global dapat dikatakan, bahwa disatu pihak ada sistem sosial ekonomi
masyarakat desa dan/atau masyarakat kesukuan, yang sangat berorientasi kepada
kebutuhan sendiri. Di sini kebutuhan akan barang-barang impor ditentukan dan dibatasi
oleh tujuan dan nilai-nilai tradisional, seperti yang telah dikemukakan lebih dahulu
tentang yang disebut masyarakat primitif atau pedesaan (peasant). Di samping itu ada
sistem industri yang kapitalis, yang dimasukkan oleh orang barat atau dari Barat.
Dalam sistem ini yang digunakan sebagai dasar produksi adalah perhitungan
rendabilitas.
Dalam skema kasar, masyarakat seperti dianalisis oleh Boeke dan Erasmus dapat
digambarkan sebagai piramida dengan bagian pucak yang kecil.
Puncak kecil, orientasinya sangat kebarat-baratan (modern).
Di daerah koloni dengan dominasi orang kulit putih, cq
orang asing.
Massa rakyat, kurang pendidikan dan orientasinya sangat
tradisional.

63
Zakaria

Analisa ini berubah sedikit dengan digunakannya istilah masyarakat plural.


Pengertian ini untuk pertama kalinya digunakan oleh orang Inggris, Furnivall. Ia
menjelaskan bahwa masyarakat plural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau
lebih kelompok sosial atau seksi, yang hidup berdampingan di dalam satu ikatan politik
tanpa ada percampuran.
Berbeda dengan masyarakat plural dimana ditempatkanna masyarakat homogen,
seperti yang terdapat di Eropa. Seksi atau segmen-segmen itu seolah-olah kelompokkelompok pekerjaan ekonomi, semacam kasta, yang memunyai kebudayaan masingmasing. Akan tetapi masyarkat sebagai keseluruhan tidak mempunyai kebudayaan
bersama. Kontak diantara segmen-segmen akan berupa kontak ekonomi.
Dalam definisi-definisi masyarakat plural perbedaan diantara kelompok-kelompok
penduduk yang bermacam-macam kadang-kadang dicari dalam hal kebudayaan,
kadang-kadang ras. Sebagian tergantung pada masyarakat yang dibayangkan oleh si
peneliti. Gambaran yang lebih lengkap tentang perbedaan-perbedaan yang mungkin
terdapat diantara kelompok-kelompok penduduk, yang memberinya ciri khas sebagai
masyarakat plural. Clifford Geertz mengatakan ikatan-ikatan karena kekerabatan, ras,
bahasa, daerah asal, dan agama merupakan ikatan-ikatan primordial attachments, jadi
ikatan-ikatan asli dan fundamental, yang dirasai sebagai suatu keadaan dan memang
dengan sendirinya demikian.
Ini tidak berarti, bahwa kelompok-kelompok yang berdasarkan perbedaan yang
demikian selalu memegang peranan. Justru karena proses modernisasi pada umunya dan
kemajuan politik pada khususnya, kelompok-kelompok itu mendapat arti bagi mereka
yang menjadi anggotanya. Juga tidak benar, bahwa perbedaan-perbedaan itu hanya
berperanan di negara sedang berkembang. Akan tetapi kalau berperanan, maka
pengaruhnya besar sekali atas proses kemajuan.

64
Zakaria

Anda mungkin juga menyukai