Anda di halaman 1dari 7

PERBEDAAN RASIO PROBIOTIK TERKAPSULAT DALAM CAMPURAN KAPPA-IOTA

SEMI REFINED CARAGEENAN (SRC) TERHADAP VIABILITAS PROBIOTIK PADA


SIMULASI SALURAN PENCERNAAN
Miftachul Arif
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Penelitian tentang penggunaan campuran dua jenis bakteri asam laktat yang dikapsulat dalam
campuran kappa dan iota semi refined carageenan selama ini belum pernah dilakukan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio L. acidophillus dan B. bifidum terkapsulat dalam
campuran kappa-iota semi refined carageenan terhadap viabilitas L. acidophillus dan B. bifidum dalam simulasi
saluran pencernaan manusia secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas probiotik
mengalami penurunan rata-rata sebesar 2 siklus log setelah diujikan dalam simulasi saluran pencernaan
secara in vitro dengan viabilitas probiotik tertinggi sebesar 3,7 log CFU/mL dalam kondisi gastric tract dan
4,3 log CFU/mL dalam kondisi intestinal tract. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan rasio
probiotik yang berbeda mampu meningkatkan viabilitas probiotik dalam simulasi saluran pencernaan
tetapi belum memenuhi jumlah minimum standar probiotik dalam bahan pangan sebesar 107-108 CFU/g
sehingga Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan campuran dua jenis bakteri asam laktat
dengan sifat-sifat yang sama dalam bahan pengkapsulat lain untuk memperoleh viabilitas probiotik yang
memenuhi standar minimum dalam bahan pangan.
Kata Kunci

: Probiotik, kappa, iota, viabilitas, simulasi saluran pencernaan

ABSTRACT
Research on viability of mixed probiotics encapsulted in kappa-iota semi refined carageenan
during exposure to gastrointestinal tract has unknown. The aim of this study to know about effects of
difference probiotic ratio on viability during exposure to gastrointestinal tract in vitro. The result showed
that viability of probiotic were decreased after 2 hours exposure to gastrointestinal tract under anaerobic
incubation with higher viability 3,7 log CFU/mL in gastric condition and 4,3 log CFU/mL in intestinal
condition. Microencapsulation using mixed probiotics defends viability during exposure to
gastrointestinal tract but it not appropriate probiotics minimum standard in food that require 107-108
CFU/g viable cell of product or 109 per serving size when sold. In the future study, potential positive
effects of other mixed probiotics can be use as new method in microencapsulation technology to
appropriate minimum standard of probiotic in food.
Keywords

: Probiotic, kappa, iota, viability, gastrointestinal tract.

1. PENDAHULUAN

laut dibawa dengan menggunakan wadah

Penelitian tentang mikroenkapsulasi bakteri


probiotik

masih

sangat

potensial

untuk

dikembangkan. Banyak bahan yang bisa


digunakan sebagai bahan pengenkapsulat atau
sebagai bahan penyalut misalnya kappakaraginan (Adhikari et al., 2000), alginat, cellar
gum dan xanthan gum, chitosan, gelatin serta
merupakan

nama

dari

polisakarida galaktan yang dapat diekstraksi


dari alga merah (Rhodophyceae). Karaginan
komersial terbagi menjadi tiga bentuk yaitu
kappa, iota dan lambda karaginan (Rasyid,
2003). Menurut Campo et al. (2009), karaginan
merupakan polisakarida sulfat linier dari Dgalaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang
diekstraksi secara khusus dari rumput laut
merah kelas Rhodophyceae.
Belum pernah dilakukan penelitian tentang
penggunaan campuran antara L. acidophillus dan
B. bifidum yang terkapsulat dalam campuran
kappa-iota SRC terhadap viabilitas probiotik
dalam simulasi saluran pencernaan manusia.
Sehingga

dilakukan

penelitian

kardus

untuk

mencegah

bahan

mengalami kekeringan selama transportasi.


Bahan-bahan

yang

digunakan

dalam

pembuatan SRC antara lain air, aquadest, CaCl2


teknis, KOH teknis dan KCl teknis.
Metode pembuatan SRC diadopsi dari
(Hernndez-Carmona G. 2013) yaitu rumput
laut E. cottoni dan E. spinosum segar dicuci

protein susu. (Burgain et al., 2011)


Karaginan

berupa

tentang

pengaruh rasio konsentrasi L. acidophillus dan B.


bifidum yang terkapsulat dalam campuran kappa
dan iota SRC terhadap viabilitas L. acidophillus
dan B. bifidum untuk meningkatkan viabilitas
probiotik saat di ujikan dalam simulasi saluran
pencernaan manusia secara in vitro.

sampai bersih lalu di jemur sampai kering.


kemudian

ditimbang

sebanyak

20

ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 20


dan direndam selama 24 jam, lalu dipanaskan
dalam waterbath selama 30 menit dengan suhu
80o C. Rumput laut yang telah dipanaskan
diblender sampai menjadi pasta kemudian
diekstraksi. Pasta E. cottonii diekstraksi dengan
menggunakan KOH dan E. spinosum dengan
menggunakan

Ca

(OH)2

selanjutnya

dipanaskan dengan suhu 80o C selama 2 jam.


Lalu disaring dengan kain saring sampai
didapat residu dan filtrat. Residu E. cottonii
dicuci dengan KCl 1,5% dan residu E. spinosum
dicuci dengan CaCl2 1,5% kemudian didiamkan
sampai membentuk gel. Setelah membentuk
gel kemudian dijemur sampai kering dan
digiling sampai menjadi serbuk lalu didapatkan
Semi Refined Carrageenan (SRC).
2.2 Kultur probiotik dan pemeliharan
L.

acidophillus

laboratorium

diperoleh
mikrobiologi

dari

stok

Fakultas

Kedokteran Univeritas Brawijaya Malang dan


2. MATERI DAN METODE

B. bifidum yang didatangkan dari stok bakteri

2.1 Pembuatan SRC

Universitas Gadjah Mada Daerah Istimewa

E. cottoni dan E. spinosum didatangkan dari

Yogyakarta. Pemeliharaan kultur probiotik

perairan Kabupaten Sumenep Pulau Madura

dilakukan

Jawa Timur berupa rumput laut basah yang

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

dipanen pada umur 45 hari. Sampel rumput

Malang.

di

laboratorium

mikrobiologi

gelombang (cm-1). Analisis gugus fungsi sampel


2.3 Pembuatan mikrokapsul
Bahan-bahan

digunakan

dengan

membandingkan

pita

dalam

absorbansi yang terbentuk pada spektrum

pembuatan mikrokapsul adalah sol SRC, KCl

infrared menggunakan tabel korelasi dan

0,3 M, aquades serta kertas saring.

menggunakan spektrum senyawa pembanding

Pembuatan

yang

dilakukan

mikrokapsul

dilakukan

menggunakan metode (Manojlovic et al. 2010


termodifikasi), ditimbang sebanyak 2,25 gram
SRC (1,125 gram kappa SRC dan 1,125 gram
iota SRC) ditambahkan 30 ml akuades
kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga
mencapai suhu 970C, sambil terus diaduk
karaginan diangkat dari hot plate dan suhunya

yang sudah diketahui (Ewing,1985)


2.4 Yield mikroenkapsulasi
Yield

mikroenkapsulasi

(efisiensi

dari

penyalut dengan jumlah bakteri yang mampu


bertahan

hidup

setelah

mikroenkapsulasi)

proses

dihitung

sebagai

Encapsulation Yield (EY) (Chvarri et al., 2010).


EY =

diturunkan hingga 40-450C sambil terus diaduk

N
x100%
N0

agar tidak cepat membentuk gel. Sebanyak 30

Keterangan :

mL kultur L. acidophilus dan B. bifidum

N
= jumlah sel hidup yang terlepas dari
mikrosfer setelah proses pengeringan.
N0
= jumlah sel hidup yang ditambahkan
(kepadatan awal)

dimasukkan kedalam sol karaginan, dan diaduk


hingga homogen dengan menggunakan magnetic
stirrer pada 1000 rpm. Campuran sel dan sol
dimasukan kedalam larutan 75 ml larutan KCl
0,3 M menggunakan spuit 50 mL dengan jarum
berukuran 1 mm, pengadukan dilakukan
menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit,
mikrokapsul

yang

didapat

menggunakan

kertas

saring.

disaring
Kemudian

mikrokapsul dikeringkan dalam oven dengan


suhu 400C selama 48 jam hingga kering dan

Gastric Juice / SGJ) dibuat dari 9 g/L NaCl yang


mengandung 3 g/L pepsin dan pH 2
didapatkan

dengan

menambahkan

HCl.

Sebanyak 2 g campuran L. acidophilus dan B.


bifidum dimasukkan kedalam 10 mL SGJ lalu di
inkubasi pada suhu 37oC selama selama 2 jam
Perhitungan jumlah sel yang hidup

2.4 Analisa gugus fungsional SRC


spektrofotometer

Larutan simulasi gastric tract (Simulated

dengan pengadukan konstan 50 rpm.

menjadi serbuk mikrokapsul.

Pengujian

2.5 Uji viabilitas dalam gastric tract

FT-IR

dilakukan di Laboratorium Sentral FMIPA


Universitas Negeri Malang (UM) untuk
mengetahui gugus fungsional dari SRC yang
dihasilkan dari ekstraksi E. cottoni dan E.
spinosum. Spektrum infrared dihasilkan dari
pentransmisian cahaya yang melewati sampel
kemudian diplot sebagai intensitas fungsi
energi, panjang gelombang (m) atau bilangan

dilakukan dengan Total Plate Count (TPC)


menggunakan

MRS-Agar

dan

dilakukan

penanaman secara duplo pada pengenceran 104-10-7.

2.6 Uji viabilitas dalam intestinal tract


Simulasi larutan intestinal tract (Simulated
Intestinal Juice / SIJ) dibuat dengan melarutkan
3,0 g/L bile salt pada larutan intestinal (6,5 g/L
NaCl, 0,835 g/L KCl, 0,22 g/L CaCl2 dan
1,386 g/L NaHCO3) yang memiliki pH 7,5.

Selanjutnya sebanyak 2 g sampel campuran

anhidrogalaktosa-2-sulfat muncul pada panjang

L.acidophilus dan B.bifidum dimasukkan dan

gelombang 804,32 cm-1 .

diinkubasi pada suhu 37oC dengan pengadukan


konstan 50 rpm (Chvarri et al. 2010).
Perhitungan jumlah sel yang hidup
dilakukan dengan Total Plate Count (TPC)
menggunakan

MRS-Agar

dan

dilakukan

penanaman secara duplo pada pengenceran 104-10-7.

2. Yield mikroenkapsulasi
Yield

mikroenkapsulasi

merupakan

persentase perbandingan antara viabilitas sel


setelah proses pengeringan mikrokapsul pada
suhu 40oC selama 48 jam dengan viabilitas awal
sel sebelum proses pengeringan. Yield tertinggi
diperoleh pada bahan terkapsulat L. acidophillus

HASIL DAN PEMBAHASAN

sebesar 92,96% sedangkan yield B. bifidum

1. Spektra FTIR SRC

sebesar 84,37%.

SRC dari E. cottoni gugus fungsi ester sulfat

Perbedaan

yield

mikroenkapsulasi

ini

muncul pada panjang gelombang 1238,3 cm-1.

disebabkan karena adanya perbedaan toleransi

Gugus fungsi 3,6-anhidrogalaktosa muncul

antara L. acidophillus dan B. bifidum terhadap

pada panjang gelombang 927,76

Gugus

toksisitas ion K+ yang terdapat dalam

fungsi galaktosa-4-sulfat muncul pada panjang

pengkapsulat kappa SRC. Ion Kalium (K+)

gelombang 846,75 cm-1. SRC dari E. spinosum

bertindak

gugus fungsi ester sulfat muncul pada panjang

membentuk interaksi elektrostatis dengan

gelombang 1226,73
anhidrogalaktosa

cm-1 ,

gugus fungsi 3,6-

lem

intramolekuler

gugus ester sulfat serta gugus anhidrogalaktosa


dan atom oksigen dari kappa karaginan. Hal ini

gelombang 933,55 cm-1 , gugus fungsi

sesuai dengan pernyataan Rathore et al. (2013),

galaktosa-4-sulfat

panjang

bahwa kelemahan kappa karaginan apabila

serta gugus fungsi 3,6-

digunakan sebagai bahan pengkapsulat yaitu

muncul
cm-1

pada

sebagai

panjang

gelombang 846,77

muncul

cm-1.

pada

Gambar 1. Spektra FTIR SRC

adanya sifat toksik dari ion-ion Kalium

dengan

rata-rata

viabilitas

sebesar

103

terhadap sel bakteri.

CFU/mL dari kepadatan awal 106 CFU/mL.


Burgain et al. (2011) melaporkan bahwa
mikrokapsul

96,92

84,37

juga

mengalami

pengerutan

ukuran pada saat diujikan kedalam larutan pH

100

2 karena mikrokapsul yang dihasilkan dari

80

kappa karaginan bersifat rapuh serta tidak


dapat mempertahankan bentuknya apabila

60

mengalami suatu tekanan berupa kondisi yang

40

sangat asam.

20

0
L. acidophillus

B. bifidum

Gambar 2. Yield mikroenkapsulasi setelah


proses pengeringan.

3. Viabilitas probiotik dalam gastric tract


Pengujian mikrokapsul bakteri probiotik
dalam larutan simulasi gastric tract dilakukan
untuk mengetahui viabilitas probiotik pada

Viabilitas (log CFU/mL)

Yield mikroenkapsulasi (%)

120

5,4(c)

5
3,8(b)

3,7(b)

2,7(a)

3
2
1
0
Kontrol

kondisi sangat asam (pH 2) yang disesuaikan


dengan pH dalam lambung manusia. Hasil
ANOVA menunjukkan adanya perbedaan
yang sangat signifikan antar perlakuan dengan
Fhitung > Ftabel sehingga disimpulkan bahwa rasio

Gambar 3. Viabilitas probiotik pada rasio yang


berbeda dalam gastric tract
Keterangan :
A = rasio 1:1 (L. acidophillus : B. bifidum)
B = rasio 1:3 (L. acidophillus : B. bifidum)
C = rasio 3:1 (L. acidophillus : B. bifidum)

probiotik yang berbeda memberikan pengaruh


nyata terhadap viabilitas probiotik dalam

Menurunnya viabilitas probiotik ini juga

Menurut

disebabkan karena bakteri jenis B. bifidum

Arikunto (2010), syarat penerimaan H1 adalah

merupakan bakteri yang tidak mampu bertahan

F0> Ftabel yang artinya ada perbedaan mean yang

hidup apabila dipaparkan dalam kondisi pH 2

signifikan.

setelah

selama 2 jam. Sanz (2007) menyatakan bahwa

pengujian dalam gastric tract dapat dilihat pada

bakteri dari spesies B. bifidum, B. animalis, B.

Gambar 2.

infantis, B. breve dan B. adolescentis tidak memiliki

simulasi

saluran

pencernaan.

Viabilitas

probiotik

Viabilitas probiotik mengalami penurunan

resistansi yang baik pada saat dipaparkan pada

rata-rata sebesar 2 siklus log setelah diujikan

pH 2 selama 90 menit. Bakteri-bakteri tersebut

dalam simulasi gastric tract dibandingkan dengan

hanya memiliki kemampuan 1 % untuk

kontrol. Setijawati et al. (2011) melaporkan

bertahan hidup saat dipaparkan dalam pH 3

bahwa viabilitas L. acidophilus mengalami

selama 2 jam kecuali B. longum yang memiliki

penurunan setelah pengujian dalam pH 2

kemampuan bertahan hidup sebesar 25 % pada


kondisi yang sama.

Viabilitas probiotik mengalami penurunan


rata-rata sebesar 2 siklus log setelah pengujian

Prakash et al. ( 2011) melaporkan bahwa

dalam simulasi intestinal tract bila dibandingkan

lambung manusia memiliki pH berkisar antara

dengan kontrol. Setijawati et al. (2011)

1-2 dengan komposisi penyusun utama dari

melaporkan bahwa probiotik yang terkapsulasi

cairan lambung terdiri dari pepsin, amilase serta

dalam kappa karaginan mengalami penurunan

lendir. Mikrobiota yang hidup dalam lambung

sampai dengan 4 siklus log dari kepadatan awal

ini merupakan bakteri dari genus Lactobacilli

6,3027 log CFU/mL menjadi

dan Streptococci dengan kepadatan sel <103 sel

CFU/mL setelah dilakukan pengujian dalam

/ g. Dapat disimpulkan bahwa dari hasil

larutan pH 7.

2,1915 log

penelitian ini mampu meningkatkan viabilitas


probiotik dalam simulasi kondisi lambung
sebesar 3,7 log CFU/mL yang terdapat pada
rasio probiotik 1 : 1 (L. acidophillus : B. bifidum).
Tetapi hasil penelitian ini belum sesuai dengan
persyaratan jumlah minimum bakteri probiotik
yang dikemukakan oleh Ooi dan Liong (2010)
agar mampu memberikan efek positif bagi
kesehatan manusia sebesar 107-1011 CFU/gram
makanan.
3). Viabilitas probiotik dalam intestinal

tract

Pengujian mikrokapsul bakteri probiotik

dalam larutan simulasi gastric tract dilakukan


untuk mengetahui viabilitas probiotik pada
kondisi basa (pH 7) yang disesuaikan dengan
pH dalam saluran usus manusia. Hasil
ANOVA menunjukkan adanya perbedaan
yang sangat signifikan antar perlakuan dengan
Fhitung > Ftabel sehingga dapat disimpulkan
bahwa

rasio

probiotik

yang

berbeda

memberikan pengaruh nyata terhadap viabilitas


probiotik dalam simulasi saluran pencernaan.
Menurut Arikunto (2010), syarat penerimaan
H1 adalah F0> Ftabel yang artinya ada perbedaan
mean yang signifikan. Viabilitas probiotik
setelah pengujian dalam gastric tract dapat dilihat
pada Gambar 3.

Viabilitas (log CFU/mL)

manusia (gastric tract) dengan viabilitas tertinggi

5,4(d)

4,3(c)

3,9(b)

2,9(a)

3
2
1
0
Kontrol

Gambar 4. Viabilitas probiotik pada rasio yang


berbeda dalam intestinal tract
Keterangan :
A = rasio 1:1 (L. acidophillus : B. bifidum)
B = rasio 1:3 (L. acidophillus : B. bifidum)
C = rasio 3:1 (L. acidophillus : B. bifidum)
Menurut Firmansyah (2001), menurunnya
rerata viabilitas probiotik ini disebabkan
karenanya matinya L. acidophillus pada saat
dipaparkan kedalam simulasi intestinal tract
secara in vitro dikarenakan L. acidophillus
merupakan bakteri indegenous dalam lambung
manusia dengan jumlah normal sebanyak 0-103
sehingga

L.

acidophillus

akan

mengalami

kematian apabila dipaparkan dalam kondisi pH


7 yang merupakan kondisi dalam saluran usus
manusia. L. acidophillus juga memiliki toleransi
sebesar 87,4% terhadap konsentrasi bile salt
0,1%. Toleransi ini akan semakin menurun

seiring dengan bertambahnya konsentrasi bile


salt (Pyar & Peh 2014).
Prakash et al. ( 2011) melaporkan bahwa
usus kecil (small intestine) yang terdiri dari
duodenum, jejunum dan ileum manusia memiliki
pH berkisar antara 6-7 dengan komposisi
penyusun utama dari cairan usus terdiri dari
enzim pankreatik, bile salt, asam bikarbonat
serta lendir. Mikrobiota yang hidup dalam usus
ini merupakan bakteri dari genus Lactobacilli,
E. coli serta E. faecalis dengan kepadatan 104 107 sel / g. Dapat disimpulkan bahwa hasil

DAFTAR PUSTAKA
Burgain, J, C Gaiani, M Linder, and J Scher.
2011. Encapsulation of Probiotic
Living Cells: From Laboratory Scale to
Industrial Applications. Journal of Food
Engineering 104 (4). Elsevier Ltd: 46783.
doi:10.1016/j.jfoodeng.2010.12.031.
Campo, V.L. et al., 2009. Carrageenans:
Biological
properties,
chemical
modifications and structural analysis A
review. Carbohydrate Polymers, 77(2),
pp.167180.
Available
at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve
/pii/S0144861709000459
[Accessed
September 12, 2014].

penelitian ini mampu meningkatkan viabilitas


probiotik dalam simulasi kondisi usus manusia
(intestinal tract) dengan viabilitas tertinggi
sebesar 4,3 log CFU/mL yang terdapat pada
rasio probiotik 1 : 3 (L. acidophillus : B. bifidum).
Tetapi hasil penelitian ini belum sesuai dengan
persyaratan jumlah minimum bakteri probiotik
yang dikemukakan oleh Ooi dan Liong (2010)
agar mampu memberikan efek positif bagi
kesehatan manusia sebesar 107-1011 CFU/gram
makanan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa H1 diterima pada taraf signifikasi 1%
dan 5%. Sehingga disimpulkan bahwa rasio
probiotik yang berbeda memberikan pengaruh
nyata terhadap viabilitas probiotik dalam
simulasi saluran pencernaan secara in vitro.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang
penggunaan campuran dua jenis bakteri asam
laktat dengan sifat-sifat yang sama dalam bahan
pengkapsulat lain untuk memperoleh viabilitas
probiotik yang memenuhi standar minimum
dalam bahan pangan.

Chvarri, M. et al., 2010. Microencapsulation of


a probiotic and prebiotic in alginatechitosan capsules improves survival in
simulated gastro-intestinal conditions.
International Journal of Food Microbiology,
142(1-2), pp.185189. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijfoodmicr
o.2010.06.022.
Hernndez-Carmona G., E.H.-G., 2013.
Conventional and alternative technologies for the
extraction of algal polysaccharides, Woodhead
Publishing Limited.
Manojlovic, V., Nedovic, V.A. & Kailasapathy,
K., 2010. Encapsulation of Probiotics
for use in Food Products. In N.J.
Zuidam and V.A. Nedovic, ed.
Encapsulation Technologies for Active Food
Ingredients and Food Processing. Springer
Science+Business Media, pp. 269302.
Prakash, S. et al., 2011. The Gut Microbiota
and Human Health with an Emphasis on
the Use of Microencapsulated Bacterial
Cells. , 2011.
Rasyid, A., 2003. Beberapa Catatan Penting
Tentang Karaginan. Oseana, 18(4), pp.1
6.
Sanz, Y., 2007. Ecological and functional
implications of the acid-adaptation
ability of Bifidobacterium: A way of
selecting improved probiotic strains.
International Dairy Journal, 17, pp.1284
1289.

Anda mungkin juga menyukai