BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cedera Kepala
1. Defenisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak
(Grace dan Borley, 2007).
Cedera kepala secara harfiah berarti cedera pada kepala, tetapi pada
hakekatnya defenisi tersebut tidak sesederhana itu, karena cedera kepala bisa
berarti cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak, jaringan otak atau
kombinasi dari masing-masing bagian tersebut. Di bidang ilmu penyakit saraf
cedera kepala lebih dititik beratkan pada cedera terhadap jaringan otak,
selaput otak dan pembuluh darahnya. Oleh karena itu istilah cedera
kranioserebral lebih tepat digunakan (Teasdale dan Mathew, 1996).
Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa cedera kepala
merupakan terjadinya kerusakan terhadap tiap organ tubuh yang ada di sekitar
area kepala akibat trauma langsung maupun deselerasi.
2. Penyebab Cedera Kepala
Menurut Anna (2013) beberapa kejadian yang sering menyebabkan
terjadinya cedera kepala adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
11
Skor
4
3
2
1
Skor
5
4
3
2
1
12
Respon Motorik
Mengikuti perintah
Mampu melokalisasi nyeri
Reaksi menghindari nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi normal
Tidak ada respon sama sekali
Skor
6
5
4
3
2
1
13
a. Komplikasi Bedah
1) Hematoma Intrakranial
Hematoma intrakranial dapat terjadi pada keadaan akut setelah
cedera kepala atau 'delayed' setelah beberapa waktu. Mungkin pada
awalnya berupa kontusio serebri, yang kemudian berkembang menjadi
intraserebral
hematoma.
Berdasarkan
letak
hematoma,
maka
penatalaksanaan
hematoma
intrakranial
pencegahan
kerusakan
sekunder,
termasuk
dapat
14
Secara
hidrosefalus
ini
klinis
jika
harus
setelah
dipertimbangkan
cedera
kepala,
adanya
penderita
seperti
cedera
'whiplash'.
Beberapa
faktor
resiko
sehubungan dengan hal ini antara lain, usia lanjut, alkoholisme kronis,
atrofi serebral, kelainan darah, dan lain-lain.
15
kebocoran tersebut
memberikan
16
17
jarang
terjadi,
umumnya
(2012)
promosi
kesehatan
dalam
arti
18
19
b. Pendidikan (Education)
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku
kesehatan
dengan
cara
persuasi,
bujukan,
imbauan,
ajakan,
20
Jenis
Satuan
1
2
3
4
5
6
5-15 tahun
16-25 tahun
26-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
Jumlah
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
2012
15.630
23.052
13.816
17.034
11.376
8.585
89.493
2013
25.553
67.789
27.360
21.495
23.104
165.301
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah korban KLL (Kecelakaan Lalu
Lintas) berdasarkan usia yang terbanyak adalah pada usia produktif terutama
rentang usia 16-30 yang terdapat remaja didalamnya (Ditjen Perhubungan
Darat, 2014).
21
22
b. Status sosio-ekonomi
Kemiskinan merupakan salah satu faktor risiko yang penting
yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada remaja. Mortaltas
kebakaran, kecelakaan kendaraan bermotor, dan tenggelam lebih
banyak terjadi pada remaja yang miskin.
c. Lingkungan
Pengaruh lingkungan lebih dihubungkan dengan adanya
kemiskinan karena kemiskinan secara tidak langsung memberikan
efek terhadap lingkungan tempat tinggal. Misalnya remaja yang
miskin hidup dalam rumah yang tidak memiliki detektor asap, jalan
di sekitar rumah yang tidak nyaman, tingginya angka kekerasan di
lingkungan sekitar menjadi korban penyerangan.
d. Perilaku
Masa remaja penuh dengan masa transisi yang harus dilaluinya
sehingga tercapai identitas diri yang mantap. Transisi dalam emosi
23
teman
sebayanya
dengan
cara
pengelompokkan-
keluarga,
keputusasaan.
dengan
pacar,
masalah
di
sekolah
dan
24
25
adalah
pengetahuan
yang
telah
26
perbedaan
definisi
informasi
pada
hakikatnya
27
28
4. Tahapan Pengetahuan
Tahapan pengetahuan menurut Benjamin S. Bloom (1956) dalam
Budiman dan Riyanto (2014) ada enam tahapan, yaitu sebagai berikut.
a. Tahu (know)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat
peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi,
prinsip dasar, dan sebagainya. Misalnya ketika seorang perawat
diminta untuk menjelaskan tentang imunisasi campak, orang yang
berada pada tahapan ini dapat menguraikan dengan baik dari
definisi campak, manfaat imunisasi campak, waktu yang tepat
pemberian campak, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai
suatu
kemampuan
untuk
29
menghubungkan
bagian-bagian
dalam
suatu
bentuk
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
5. Pengukuran Pengetahuan
Bila seseorang mampu menjawab mengenai materi tertentu baik secara
lisan maupun tulisan, maka dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang
tersebut.
Sekumpulan
jawaban
yang
diberikan
tersebut
dinamakan
evaluasi.
Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau
responden. Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan
kalimat pertanyaan yang dapat digunakan untuk membuat kuesioner yang
berhubungan dengan pengukuran pengetahuan (Budiman dan Riyanto, 2014).
30
E. Sikap
1. Konsep Dasar
sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa.
Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Misalnya ketika
seseorang mengetahui bahwa merokok di dalam rumah membahayakan
kesehatan bagi anggota yang berada di sekitarnya lalu orang tersebut tidak
merokok. Sikap orang tersebut merespons pada peristiwa. Pernyataan
evaluatif merupakan reaksi respons terhadap objek, orang dan peristiwa yang
merupakan stimulus (Budiman dan Riyanto, 2014).
Sikap yang ada dalam seseorang memerlukan unsur respons dan
stimulus. Misalnya sikap yang berhubungan dengan kepuasan pelayanan
kesehatan. Seseorang akan merasa puas jika pelayanan kesehatan yang
diterima berkualitas. Kepuasan merupakan respons dari stimulus yang
diterima yaitu pelayanan kesehatan. Output sikap pada seseorang dapat
berbeda, jika suka maka seseorang akan mendekat, mencari tahu dan
bergabung, sebaliknya jika tidak suka, maka seseorang akan menghindar atau
menjauhi (Budiman dan Riyanto, 2014).
2. Komponen Sikap
Menurut Breckler (1984) dalam Budiman dan Riyanto (2014),
komponen utama sikap adalah sebagai berikut.
a. Kesadaran.
b. Perasaan.
c. Perilaku.
3. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Sikap
Menurut Azwar (2007) dalam Budiman dan Riyanto (2014), faktorfaktor yang memengaruhi sikap adalah sebagai berikut.
a. Pengalaman pribadi.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
31
c.
d.
e.
f.
Pengaruh budaya.
Media massa.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
Pengaruh faktor emosional.
4. Pengukuran Sikap
Menurut Budiman & Riyanto (2014) ranah afektif tidak dapat diukur
seperti halnya ranah kognitif, karena dalamranah afektif kemampuan yang
diukur
adalah:
menerima
(memperhatikan),
merespons,
menghargai,
32
Gambar 2.1
Shorty helmet atau dipasaran lebih dikenal dengan helm cetok
merupakan helm yang didesain untuk menutupi setengah dari bagian
kepala. Helm ini menyerupai bentuk topi yang dipasang tali pada samping
kanan dan kiri untuk pengikat. Material yang digunkan menyerupai plastik
yang keras dan pada bagian dalam dilapisi karet dan busa. Kelebihan dari
helm jenis ini adalah mampu melindungi bagian atas kepala meski dengan
tingkat perlindungan yang sangat minim. Helm jenis ini dirancang untuk
memudahkan penglihatan dan pendengaran penggunanya. Helm ini mudah
dibawa dan disimpan karena bentuknya yang sederhana. Harga helm jenis
ini biasanya murah. Sedangkan kekurangannya adalah pada desain helm
ini tidak adanya bagian yang menutupi telinga, sehingga helm ini bisa
membahayakan pendengaran pengunanya akibat suara noise yang
ditimbulkan ketika berkendara. Helm ini juga tidak memberikan proteksi
33
yang baik terhadap kepala dan mata. Fungsi helm ini tak ubahnya topi
saja.
b. Open Face Helmet / Half face Helmet
Gambar 2.2
Helm ini dirancang berbentuk bola dengan dilapisi bantalan dari
karet busa pada bagian dalam. Bentuk bola ini menjawab kebutuhan
konsumen akan helm yang mampu melindungi bagian atas, samping dan
bagain belakang kepala.Helm ini juga dilapisi karet busa yang lebih tebal
pada bagian penutup telinga yang difungsikan untuk mengurangi suara
noise yang masuk ke telinga pengendara. Kekurangan dari helm ini adalah
tidak mampu memberikan perlindungan yang memadai pada bagian muka,
dagu dan gigi.
c. Full Face Helmet
Gambar 2.3
Untuk menjawab berbagai macam kebutuhan konsumen yang belum
bisa terpenuhi oleh jenis helm open face / half face maka dibuatlah jenis
helm full face. Desain dari helm ini menutupi seluruh bagian kepala
34
Gambar 2.4
Untuk memuaskan kebutuhan konsumen akan helm yang aman,
fleksibel, nyaman digunakan tanpa mengganggu pendengaran pemakai
dan juga praktis yaitu bisa disesuaikan dengan kondisi jalan dan cuaca
35
dibuatlah helm model Modular atau flip-up. Helm model Modular atau
flip-up ini merupakan penggabungan bentuk antara helm jenis full face
dengan helm jenis open face. Pada dasarnya helm ini berbentuk sama
layaknya helm full face hanya bedanya