Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIC OBSTUKTIF PULMONAL DISEASE

Disusun Oleh :

JUMRATUL AKBAR
NPM: 015.02.0122

PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIB


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MALANG
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
CRONIC OBSTUKTIF PULMONAL DISEASE

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan
suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh

peningkatan

resistensi

sebagai

gambaran

penyakit

yang

terhadap

patofisiologi

membentuk

satu

aliran

utamanya.

kesatuan

udara
Ketiga

yang

dikenal

dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paruparu dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD
adalah emfisema paru-paru dan Bronchitis Kronis. Nama
lain

dari

Disease

COPD
dan

adalah

Chronic

Chronic

Obstructive

Obstructive

Lung

Airway

Diseases

(COLD).
2. Patofisiologi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru
obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
a. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batukbatuk

hampir

setiap

hari

disertai

pengeluaran

dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun


dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturutturut.
Patofisiologi

Bronchitis

akut

dapat

timbul

dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali


sebagai

eksaserbasi

akut

dari

bronchitis

kronis.

Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya


virus,

seringkali

merupakan

awal

dari

serangan

bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis


kronis

jika

klien

mengalami

batuk

atau

produksi

sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun


dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut.
Bronchitis

timbul

sebagai

akibat

dari

adanya

paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi


(terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan
timbulnya

respon

vasodilatasi,

inflamasi

yang

kongesti,

akan

edema

menyebabkan

mukosa

dan

bronchospasme.
Klien

dengan

mengalami,

(1)

bronchitis

Peningkatan

kronis

ukuran

akan

dan

jumlah

kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan


meningkatkan

produksi

mukus,

(2)

kental,

Kerusakan

fungsi

cilliary

(3)

Mukus

lebih

sehingga

menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena


itu,

mucocilliary

kerusakan

dan

defence

dari

meningkatkan

paru

mengalami

kecenderungan

untuk

terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar


mukus

akan

sehingga

menjadi

produksi

hipertropi

mukus

akan

dan

hiperplasia

meningkat.

Dinding

bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai


dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran
udara.

Mukus

kental

ini

bersama-sama

dengan

produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa


aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara
besar.

Bronchitis

kronis

mula-mula

mempengaruhi

hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh


saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan
pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama

selama

ekspirasi.

Jalan

nafas

mengalami

kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal


dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi

alveolar,

hypoxia

dan

asidosis.

Klien

mengalami

kekurangan

oksigen

jaringan,

ratio

ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi


penurunan

PaO2.

Kerusakan

ventilasi

dapat

juga

meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis.


Sebagai

kompensasi

polisitemia

dari

hipoxemia,

(overproduksi

maka

eritrosit).

terjadi

Pada

saat

penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang


hitam,

biasanya

infeksi

klien

karena

infeksi

mengalami

pulmonary.

reduksi

pada

Selama

FEV

dengan

peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut


tidak

ditanggulangi,

hypoxemia

akan

timbul

yang

akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.


b. Emfisema paru
Emfisema

paru

merupakan

suatu

definisi

anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang


ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara

bagian

distal

bronkus

terminalis,

yang

disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan


definisi
berupa

tersebut,
pelebaran

maka

jika

ruang

ditemukan

udara

kelainan

(alveolus)

tanpa

disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini


sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya
sebagai overinflation.
PatofisiologiEmfisema

merupakan

kelainan

dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar,


yang

mana

akan

menyebabkan

overdistensi

permanen

ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari


perubahan
emfisema
dinding

ini.

Kesulitan

merupakan
(septum)

akibat

diantara

selama
dari

ekspirasi
adanya

alveoli,

pada

destruksi

kollaps

jalan

nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil.


Pada

saat

tertahan

alveoli
diantara

dan
ruang

septa

kollaps,

alveolar

udara

(disebut

akan

blebs)

dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses

ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada


dead

space

atau

area

yang

tidak

mengalami

pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat


dikarenakan

terjadinya

kekurangan

fungsi

jaringan

paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon


dioksida.

Emfisema

juga

kapiler

paru,

lebih

perfusi

oksigen

dan

beberapa

tingkat

emfisema

menyebabkan

lanjut

terjadi

penurunan

destruksi
penurunan

ventilasi.

dianggap

normal

Pada
sesuai

dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal


kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan
bronchitis kronis dan merokok.
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan
oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial
terhadap

pelbagai

jenis

rangsangan.

Keadaan

ini

bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran


napas

secara

periodic

dan

reversible

akibat

bronkospasme.
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis
bronkiolus
berbagai

kronik
kondisi,

adalah
yan

dilatasi

mungkin

termasuk

bronkus

disebabkan

infeksi

dan
oleh

paru

dan

obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan,


atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan
tekanan

terhadap

tumor,

pembuluh

darah

yang

berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.


3. Panatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan

PPOK

pada

usia

lanjut

adalah

sebagai berikut:
a. Meniadakan
segera
udara.

faktor

menghentikan

etiologi/presipitasi,
merokok,

menghindari

misalnya
polusi

b. Membersihkan

sekresi

bronkus

dengan

pertolongan

berbagai cara.
c. Memberantas
tidak

infeksi

ada

dengan

infeksi

antimikroba.

antimikroba

Apabila

tidak

perlu

diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai


dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil
uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi

bronkospasme

bronkodilator.
mengatasi

dengan

Penggunaan

proses

obat-obat

kortikosteroid

inflamasi

untuk

(bronkospasme)

masih

komplikasi-komplikasi

yang

controversial.
e. Pengobatan simtomatik
f. Penanganan

terhadap

timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen
harus

diberikan

dengan

aliran

lambat

12

liter/menit.
h. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1) Fisioterapi,

terutama

bertujuan

untuk

membantu

pengeluaran secret bronkus.


2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar
bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan
tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan
terhadap

penderita

dapat

kembali

mengerjakan

pekerjaan semula.
Pathogenesis

Penatalaksanaan

(Medis)

PPOK

adalah

sebagai berikut:
a. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi,
dan polusi udara
b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1) Antibiotik,

karena

eksaserbasi

akut

biasanya

disertai infeksi, Infeksi ini umumnya disebabkan

oleh

H.

Influenza

dan

digunakan

ampisilin

S.
x

Pneumonia,

maka

0.25-0.56/hari

atau

eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan


asam

klavulanat)

dapat

diberikan

jika

kuman

penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.


Cacarhalis
Pemberiam

yang

memproduksi

antibiotik

B.

seperti

Laktamase

kotrimaksasol,

amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang


mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan
peak

flow

dan
rate.

membantu
Namun

mempercepat

hanya

dalam

kenaikan
7-10

hari

selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi


sekunder

atau

tanda-tanda

pneumonia,

maka

dianjurkan antibiotik yang kuat.


2) Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan
pernapasan

karena

hiperkapnia

dan

berkurangnya

untuk

mengelurakan

sensitivitas terhadap CO2


3) Fisioterapi

membantu

pasien

sputum dengan baik.


4) Bronkodilator,

untuk

mengatasi

obstruksi

jalan

napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b


dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
c. Terapi jangka panjang di lakukan :
1) Antibiotik
panjang,

untuk

kemoterapi

ampisilin

preventif

4x0,25-0,5/hari

jangka
dapat

menurunkan kejadian eksaserbasi akut.


2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas
obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum
pemberian

obat

ini

dibutuhkan

obyektif dari fungsi faal paru.


3) Fisioterapi

pemeriksaan

4) Latihan

fisik

untuk

meningkatkan

toleransi

aktivitas fisik
5) Mukolitik dan ekspektoran
6) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang
mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa
(55 MMHg)
7) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan
bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu
perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
Fisioterapi
Rehabilitasi psikis
Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481482)

B.

Kensep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian
tentang

mencakup

gejala-gejala

penyakit

pengumpulan

terakhir

sebelumnya.

Berikut

informasi

juga
ini

manifestasi

adalah

daftar

pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk


mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses
penyakit :
a. Sudah

berapa

lama

pasien

mengalami

kesulitan

pernapasan ?
b. Apakah

aktivitas

meningkatkan

dispnea?

Jenis

aktivitas apa?
c. Berapa

jauh

batasan

pasien

terhadap

toleransi

aktivitas?
d. Kapan

selama

siang

hari

pasien

mengeluh

paling

letih dan sesak napas?


e. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f. Apa

yang

pasien

ketahui

tentang

penyakit

dan

observasi

dan

kondisinya?
Data

tambahan

pemeriksaan,

dikumpulkan

pertanyaan

melalui

yang

patut

dipertimbangkan

untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :


a.

Berapa

frekuensi

nadi

dan

pernapasan pasien?
b.

Apakah

pernapasan

sama

dan

tanpa

upaya?
c.

Apakah pasien mengkonstriksi otototot abdomen selama inspirasi?

d.

Apakah pasien menggunakan otot-otot


aksesori pernapasan selama pernapasan?

e.

Apakah tampak sianosis?

f.

Apakah
membesar?

vena

leher

pasien

tampak

g.

Apakah

pasien

mengalami

edema

perifer?
h.

Apakah pasien batuk?

i.

Apa warna, jumlah dan konsistensi


sputum pasien?

j. Bagaimana status sensorium pasien?


k. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan
dengan

bronkokonstriksi,

peningkatan

pembentukan

mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.


b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
fungsi paru
c. Perubahan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek


samping obat, kelemahan, dispnea
d. Gangguan

pola

tidur

berhubungan

ketidaknyamanan

karena batuk terus menerus


e. Intoleransi

aktivitas

ketidakseimbangan

antara

berhubungan
suplai

dengan

dengan
kebutuhan

oksigen.
f. Gangguan

eliminasi

imobilisasi

akibat

konstipasi
keletihan

berhubungan
sekunder

dengan

peningkatan

upaya pernapasan karena brochospasme


g. Kurang

pengetahuan

tentang

kondisi/tindakan

berhubungan dengan kurang informasi.


DIAGNOSA
KEP.
3

TUNJUAN

RENCANA KEP.

Pola nafas
tidak
efektif

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pasien dapat
bernafas dengan efektif
dengan kriteria:
Retraksi intercostal
(-)
Tidak menggunakan
otot bantu nafas
O2 nasal dilepas
TTV dalam batas
normal

1 Monitor frekuensi,irama,
dan kedalaman nafas
2 Beri posisi semi fowler

3 Minimalkan distensi
gaster
4 Yakinkan klien dan beri
dukungan saat dyspnea
5 Kolaborasi pemberian O2
nasal dan terapi lainnya

Bersihan
jalan
nafas
tidak
efekit

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
,diharapkan pasien
jalan nafas efektif,
dengan kriteria:
Klien tidak batuk
Produksi sputum
tidak ada

1 Observasi keadaan umum


pasien dan aktifitas
batuk
2 Ajari pasien cara batuk
yang efektif
3 Dorong untuk melakukan
pernafasan diafragma
4 Lakukan fisioterapi dada
5 Anjurkan untuk minum air
hangat
6 Berikan pendidikan
kesehatan mulut yang baik
setelah batuk
7 Kolaborasi pemberian
obat-obatan untuk
mengencerkan dan
mengeluarkan dahak

1 Taki
tera
menu
tida
2 Posi
menu
sehi
peng
3 Ansi
pola
4 Rasa
dapa
komu
5 Memp
peny

1 Data
sela
mene
pasi
2 Batu
memb
meng
3 Menu
dan
4 Memb
meng
5 Memb
nyam
peng
6 Meng
mena
7 Memp

Anda mungkin juga menyukai