Anda di halaman 1dari 21

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Sitti Marwah
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Pangkep
Topik : keratitis
Tanggal Kasus : 14 November 2016
Nama Pasien : Nn. N

No. RM : 00196417

Tanggal Presentasi : 1 Februari 2017

Pendamping : dr. Hj. Muasriyani

Tempat Presentasi : RSUD Pangkep


Objek presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Tinjauan
Pustaka
Istimewa

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi : seorang perempuan berusia 17 tahun,datang ke poli mata dengan


keluhan penglihatan kabur sebelah kanan dirasakan 1 minggu terakhir.
Awalnya mata kanan pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering
digosok-gosok. Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan
penglihatn kabur. Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang
mengganjal, terasa nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena cahaya.
Riwayat penggunaan lensa kontak (-)
Tujuan : Mengetahui dan menegakkan diagnosis Keratitis serta penanganannya.
Bahan

Tinjauan

Bahasan :

Pustaka

Cara
membahas :

Diskusi

Riset
Presentasi dan
diskusi

Data Pasien :

Nama : Nn. N

Nama klinik :

UGD RSUD Pangkep

Kasus

Audit

Email

Pos

No. Registrasi : 00196417

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :


seorang perempuan berusia 17 tahun,dating ke poli mata dengan keluhan
penglihatan kabur sebelah kanan dirasakan 1 minggu terakhir. Awalnya
mata kanan pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering
digosok-gosok. Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan
penglihatn kabur. Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang
mengganjal, terasa nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena
cahaya. Riwayat penggunaan lensa kontak (-)
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya dan kebiasaan:
Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat diabetes melitus disangkal.
4. Riwayat Keluarga :
Keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien tidak ada.
5. Riwayat Pekerjaan :
Saat ini pasien adalah seorang pelajar.
6. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
Keadaan gizi
GCS
Tanda Vital
Tekanan Darah
Pernapasan
Nadi
Suhu
I.

: Tampak sakit ringan


: Cukup
: E4V5M6
:
: 120/70 mmHg
: 78 x/menit
: 20 x/menit
: 36,8 oC

STATUS LOKALIS

Mata Kiri

Mata Kanan
Hiperemi
perikornea

Infiltrat

Sentral, normal

Kedudukan

Sentral, normal

20/20

Visus

20/70

Tidak dilakukan

Visus Koreksi

Tidak di lakukan

Dalam batas normal

Bulbus Oculi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Supersilia

Dalam batas normal

Edema (-)

Palpebrae Superior

Edema (+)

Edem (-)

Palpebra Inferior

Edem (-)

Hiperemi (-)

Konjungtiva

Hiperemi (+)

Palpebralis
Hiperemi (-)

Konjungtiva

Hiperemi (+)

Fornices
Konjungtiva Bulbi

Hiperemi (-)
Putih
Dalam batas normal
Dalam bats normal

Hiperemi (+)

Sklera

Abu - abu

Kornea

Keruh(+)infiltrat(+)

Limbus
Kamera

Okuli

Hiperemi (+)

Cukup

Anterior

Cukup

Reguler ( normal)

Iris

Reguler(normal)

Normal

Lensa

Normal

Bulat

Pupil

Bulat

Letak di pusat mata 3 mm

Letak di pusat mata

Reflek cahaya (+)

+ 3 mm
Reflek cahaya (+)

Tidak dilakukan

Funduskopi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tonometri

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Fluorescen

Tidak dilakukan

2.Pemeriksaan Palpasi
Palpasi

OD

OS

Tensi Okuler

Tn

Tn

Nyeri tekan

(-)

(-)

Massa tumor

(-)

(-)

Tidak ada pembesaran

Tidak ada pembesaran

Glandula preaurikuler
Daftar Pustaka :

DAFTAR PUSTKA
1. Ilyas, Sidarta : Anatomi dan Fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12.
2. Ilyas, Sidarta : Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 2009.
3. Riordan Paul Eva, et al : Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta : EGC, edisi 17, 2009 : hal 126-143.
4. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A
Systematic Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd,
1994. Hal 152-200.
5. Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya
Medika. Hal: 129 152
6. Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of
America: McGraw-Hill.
7. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for
herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195200
8. Suhardjo (1995) Diagnosis dan Penatalaksanaan Keratitis Herpes Simpleks

Hasil Pembelajaran :

1. Menegakkan diagnosis Keratitis


2. Memberikan pengobatan serta penanganan pada pasien Keratitis

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subjektif :
seorang perempuan berusia 17 tahun,datang ke poli mata dengan keluhan
penglihatan kabur sebelah kanan dirasakan 1 minggu terakhir. Awalnya
mata kanan pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering
digosok-gosok. Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan
penglihatn kabur. Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang
mengganjal, terasa nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena
cahaya.
2. Objektif :
Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit ringan, GCS E4V5M6. Dengan tanda
vital, tekanana darah 120/70 mmHg, nadi 78 kali/menit, pernapasan 20
kali/menit, suhu 36,8 oC per aksila. Pada pemeriksaan didapatkan Pemeriksaan
visus VOD 20/70 dan VOS 20/20.
3. Assesment :

A. ANATOMI KORNEA
Kornea (Latin Cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian mata yang tembus cahaya. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada
limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam :1
1. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis

sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan
sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh
lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari
media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda
ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di sampingnya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal
yang melekat erat kepadanya.
2. Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari
epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak
mempunyai daya generasi.
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.
Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibrilfibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang saling menjalin yang hampir
mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang
sampai 15 bulan.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan
jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran
ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal +40 mm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk
heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet
melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh humor aqueous. Lapisan

endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya


regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada
regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan
yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena
kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi
(kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel
dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada
lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris yang terutama berasal dari n.siliaris
longus, cabang n.nasosiliaris (n.V/1). Kornea tidak mengandung pembuluh darah
oleh karena sebagai media refrakta, akan tetapi di limbus kornea terdapat arteri
ciliaris anterior yang membawa nutrisi untuk kornea. Nutrisi yang lain didapat
dari humor aquos di camera okuli anterior dengan cara difusi dari endotel. Fungsi
dari kornea adalah sebagai media refrakta dan sebagai bagian mata dengan
pembiasan sinar terkuat. 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar yang masuk
dibiaskan oleh kornea.1

Gambar: a. Struktur anatomi mata

b. Struktur lapisan kornea

B. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya

yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi


relat ive jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada

endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting
daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera
pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan
menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film
air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik;
proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air
dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak
dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang
utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut
air sekaligus.1

C. Definisi Keratitis
Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi
pada anak-anak maupun orang dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat
menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan
kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme
pertahanan kornea.

D. Epidemiologi
Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana
negara dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian
softlens yang rendahm sehingga bila dihubungkan dengan pemakai softlens
dan terjadinya infeksi menunjukkan hasil penderita yang rendah juga.

E. Klasifikasi

Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis


apabila mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau
interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan
stroma.2

Superfisi
al
KERATITIS
Profunda

epitel

Herpes zoster, herpes


simplek, punctata

subepit
el
stroma

Numularis,
disiform
neuroparalitik

interstitia
l
disiformis
sklerotika
n

1. Keratitis Superfisial, dapat dibagi menjadi:


a. Keratitis epitelial, tes fluoresin (+), misalnya:
1) Keratitis pungtata:
merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan
oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis,
keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, vaksinia, trakoma dan
trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin dan bahan pengawet lain. Mata biasanya terasa nyeri, berair,
merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit
kabur.2
2) Keratitis herpeti
Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster.Yang disebabkam
herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stroma.Yang

murni epitelial adalah dendritik sedangkan stromal adalah diskiformis.


Pada yang epitelial kerusakan terjadi aibat pembelahan virus di dalam sel
epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak
kornea superficial.2
3) Infeksi Herpes zoster
Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti N.Nasosiliaris terkena,
maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana sensibilitasnya
menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut anestesia
dolorosa. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat, letak subepitel, disertai
injeksi perikornea.Infiltrat ini dapat mengalami ulserasi yang sukar
sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat bersatu membentuk keratitis
disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatan-lipatan
dari membran Descement.2
b. Keratitis subepitelial, tes fluoresin (-), misalnya:
1) Keratitis numularis, dari Dimmer
Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas, di
kornea terdapt infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya
lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan
sikatrik yang ringan.
2) Keratitis disiformis dari Westhoff
Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa.
Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di
kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari
pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.
c. Keratitis stromal, tes fluresin (+), misalnya:
1) Keratitis neuroparalitik
2) Keratitis et lagoftalmus
Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada
ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma di
mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang
terkena adalah kornea bagian bawah

10

2. Keratitis profunda, tes fluoresin (-), misalnya:


a. Keratitis interstisial
Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil TBC.
Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi. Biasanya
mengenai umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu lahir atau usia
tua. Merupakan manifestasi lambat dari lues kongenital. Biasanya
didahului trauma. Pada umumnya 2 mata atau 1 mata terkena lebh dahulu
kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda klinis : injeksi silier, infiltrat di
stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan cepat disertai
pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang berjalan dari limbus
ke sentral.
b. Keratitis sklerotikans
Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian
temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan
dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di
kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di stroma bagian
dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di sklera.
c. Keratitis disiformis
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah
reaksi alergi terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa
bulan. Biasanya timbul bila pada kerusakan primer yang diberikan
pengobatan dengan Iodium atau dalam pengobatan dahulu pernah diberi
kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan dalam kornea, di
pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas kornea
menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi. Kadang-kadang
sembuh dengan meninnggalkan kekeruhan yang tetap.

F. FAKTOR RESIKO
1. Blefaritis
2. Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)
3. Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)
4. Pemakaian contact lens
5. Lagoftalmos

11

6. Gangguan Neuroparalitik
7. Trauma
8. Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik

G. ETIOLOGI KERATITIS
1. Bakteri
-

Diplokok pneumonia

Streptokok hemolotikus

Pseudomonas aerogenosa

Moraxella liquefaciens

Klebsiela pneumoniae

2. Virus
-

Herpes simpleks

Herpes zoster

Adenovirus

3. Jamur
-

Candida

Aspergilin

Nocardia.

4. Alergi
-

Alergi terhadap stafilokokus

Terhadap tuberkuloprotein

Toksin yang tak diketahui penyebab tepatnya

5. Defisiensi Vitamin, misalnya : avitaminosis A


6. Idiopatik, misalnya : ulkus Moorens

H. PATOFISIOLOGI
Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah
mengalami trauma, infeksi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar
penyakit pada jaringan ini. Kelainan kornea sering menjadi penyebab
timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya

12

infiltrat sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh.
Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus dan saraf nasosiliar. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang tembus
cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Karena kornea avaskular,
maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang. Maka badan
kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag
baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan
tampak sebagi injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin.
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat
menyebar ke permukaan dalam stroma.
Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris
dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel
kornea.Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah
kekeruhan di cairan COA, disusul dnegan terbentuknya hipopion. Bila
peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat
timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau
descementocele.

peradangan yang dipermukaan penyembuhan dapat

berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut.Pada peradangan yang dalam


penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa
nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul
perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan
berakhir dengan ptisis bulbi.

KERATITIS PUNCTATA SUPERFISIALIS

13

Keratitis punctata superfisialis adalah penyakit bilateral recurens


menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur.
Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan
jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan flurescien,
terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang,
namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar. Kekeruhan
subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering terlihat semasa
penyembuhan penyakit epitel ini.1,4
ETIOLOGI
Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus.
Pada satu kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan kornea
(1,3)

. Penyebab lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, acne

roasea, blefaritis neuroparalitik, trachoma, trauma radiasi, lagoftalmos,


keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya. 2
GEJALA KLINIK
Pasien dengan keratitis pungtata superfisial biasanya datang dengan
keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair, penglihatan
yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) . Lesi pungtata pada kornea dapat
dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi
dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap
blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata

14

superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial


pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea
bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea
bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan
riwayatnya.1
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki
banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan
palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan
merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi
pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi
terletak sentral pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris
yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang
disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga
berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata
yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. KPS ini juga akan
memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan
apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau
merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang
lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam
mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti:
pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan
fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada
kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan.
Tanda-tanda

yang ditemukan

ini

juga

berguna

dalam

mengawasi

perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.


DIAGNOSIS

15

Subyektif : Anamnesis
Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti :

mata merah yang sakit injeksi perikorneal

fotofobia

Blefarospasme Karena rasa sakit yg diperhebat oleh gesekan palpebra


superior

penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang


dan mengganggu penglihatan apabila terletak di sentral

Mengganjal/terasa ada benda asing di kornea banyak saraf sensibel

kadang kotor

Nyrocos rangsang nyeri sehingga reflek air mata meningkat.

Gejala spesifik antara lain :


Pada ulkus karena bakteri biasanya keluar discharge purulent. Sedangkan
pada ulkus karena virus disharge serous
Keratitis punctata superficial : penyebab adenovirus, infiltrat punctata,
letak superficial sentral atau parasentral
Keratitis bakteri (stafilokokus) : Erosi kecil-kecil terpulas fluoresein
terutama pada sepertiga bawah kornea
Keratitis virus biasanya disebabkan oleh herpes simplek.
Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan
penglihatan
Tanda :
-

Vesikulosa, bentuk awal dans ering sulit ditemukan

Laminaris, bentuk seperti benang

ulkus dendritik (pola percabangan linier dengan tepian kabur)

Ulkus geografik, lesi dendritik lebih lebar

Disiformis

16

Pemeriksaan Oftalmologi
a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp
b. Tes Placido
Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksi pada
permukaan kornea penderita. Bila bayangan di kornea gambaran sirkulernya
teratur, disebut Placido (-), pertanda permukaan kornea baik. Kalau gambaran
sirkulernya tidak teratur, Placido (+) berarti permukaan kornea tidak baik,
mungkin ada infiltrat.
c. Tes Fluoresin
Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan
memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril ke dalam sakus
konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi lokal, kemudian
penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas fluoresinnya dicabut.
Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin tetes. Pada tempat ulkus
tampak berwarna hijau.
d. Tes Fistel / Siedel Test
Pada pemeriksaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian
fluoresin, bola mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinnya dari
fistel, sehingga cairan COA dapat mengalir keluar melalui fistel, seperti air
mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut.
e. Pemeriksaan visus
f. Pemeriksaan bakteriologik, dari usapan pada ulkus kornea

17

Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes


resistensi. Dari pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui macam kuman
penyebabnya.
g. Bila banyak monosit diduga akibat virus :

Leukosit PMN kemungkinan akibat bakteri

Eosinofil, menunjukkan radang akibat alergi

Limfosit, terdapat pada radang yang kronis


Dengan melakukan pembiakan dan tes resistensi, dapat diketahui

kuman penyebab, juga obatnya yang tepat guna, dengan demikian pengobatan
menjadi lebih terarah.
h. Sensibilitas kornea
PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab, misalnya
antibiotik, antijamur, dan anti virus. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme
penyebab, pengobatan dapat diganti. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine,
trifluridin atau acyclovir.Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah
cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi
campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin,
amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi
dapat diberikan. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan.
Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak
sehat, dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea. Obat tetes mata
atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk
menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan
resep dokter.
Medikamentosa lain diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang

18

ditimbulkan oleh penyulit misalnya, untuk melindungi mata dari cahaya


terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya, maka pasien dapat
menggunakan kacamata. Untuk megurangi inflamasi dapat diberikan steroid
ringan. Untuk mata kering diberikan air mata buatan. Pemberian air mata
buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai
pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu
kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada
KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan
subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat
menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi
dari virus jika memang etiologi dari KPS tersebut adalah virus.
Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi
vitamin A,C,E, serta antioksidan lainnya.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan perforasi kornea
yang dapat mengakibatkan endopthalmitis dan hilangnya penglihatan.
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan perluasan
ulkus kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi
tepat dapat membantu mengurangi komplikasi. Keratitis pungtata superficial
penyembuhan biasanya berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan.
Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karena diketahui
reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon terhadap
virus ataupun bakteri.
PENCEGAHAN
Pemakaian lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan
pembersih yang steril untuk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril

19

dan tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa kontak. Jangan terlalu
sering memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah
dan timbul iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya diganti. Cuci
tempat lensa kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3
bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu.
Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika
bekerja atau bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata. Kacamata
dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu mengurangi pajanan.
.
4.
Diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis :Keratitis oculi dextra
Diagnosis banding: ulkus kornea
5. Plan
Terapi
Cefadroxil tablet 500mg 2x1
Metilprednisolon 4mg 3x1
Asam mefenamat tablet 500mg3x1
LFX 6x1 tetes
Cenfresh 3x1 tetes
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ada bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Pendidikan
Menjelaskan prognosis penyakit dan efek samping dari farmakoterapi yang
mungkin terjadi.
Rujukan
Diperlukan jika terjadi efek samping farmakoterapi serius atau terjadi komplikasi
yang harus ditangani di Rumah Sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih
memadai.

20

Pangkep, 1 Februari 2017

Peserta,

dr. Sitti Marwah

Pendamping,

dr. Hj. Muasriyani

21

Anda mungkin juga menyukai