Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini dapat
menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari bulibuli. Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel
kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim 5-reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang memacu pertumbuhan dan
proliferasi sel kelenjar prostat.
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria
yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan
istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar
prostat1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yang
bergejala pada pria berusia 4049 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan
bertambahnya usia, sehingga pada usia 5059 tahun prevalensinya mencapai hampir 5% dan
pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai
gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (19941999) terdapat 1040 kasus.1
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur,
ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas
pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.

Anda mungkin juga menyukai