Anda di halaman 1dari 10

I.

Tumor Otak
Perubahan pada parenkim intrakranial baik difus maupun regional akan menampilkan gejala
dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan gangguan pada nucleus spesifik tertentu
atau serabut traktus pada tingkat neurofisiologis dan neuroanatomi tertentu seperti gejalagejala: kelumpuhan, gangguan mental, gangguan endokrin dan sebagainya. Gejala yang
paling sering adalah defisit neurologis progresif (68%), kelemahan motorik (45%), sakit
kepala (54%) dan kejang (26%) Presentasi klinis ini seringkali dapat mengarahkan perkiraan
kemungkinan lokasi tumor otak. Secara umum presentasi klinis pada kebanyakan kasus
tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian tekanan intrakranial; sebaliknya, gejala
neurologis yang bersifat progresif walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan
intrakranial, perlu dicurigai adanya tumor otak.
1. Tekanan Tinggi Intrakranial
Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah nyeri kepala, muntah
proyektil dan papilledema. Keluhan nyeri kepala cenderung bersifat intermiten, tumpul,
berdenyut dan tidak begitu hebat terutama di pagi hari, berlokasi sekitar daerah frontal
atau oksipital serta sering kali disertai muntah yang menyemprot (proyektil). Nyeri
kepala timbul dapat sebagai akibat dari adanya massa, edema otak dan penyumbatan
aliran cairan serebrospinal. Sedangkan muntah proyektil dapat terjadi akibat peningkatan
tekanan intrakranial dan hidrosefalus, penekanan langsung pada nucleus vagal pada area
postrema (pusat muntah).
2. Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khusunya di daerah supratentorial dapat berupa kejang
umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Kehang dapat merupakan gejala awal yang
tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk beberapa lama sampai gejala
lainnya timbul.
3. Gejala Disfungsi umum
Abnormalitas umum dan fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan fungsi
intelektual yang tak begitu heabat sampai gangguan kesadaran (letargi, apatis,
bingung/confusion, koma). Penyebab umum dari disfungsi serebral ini adalah tekanan
intrakranial yang meninggi dan pergeseran otak yang dapat terjadi akibat adanya massa
intrakranial, edema perifokal di sekitarnya atau hidrosefalus sekunder.

4. Gejala Neurologis Fokal


Gejala neurologis fokal dapat timbul akibat massa, edema perifokal, maupun penekanan
pada saraf kranial. Defisit neurologis sementara yang menyerupai serangan stroke atau
TIA (tumor TIA) dapat terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah oleh sel tumor,
perdarahan di dalam tumor atau kejang fokal. Perubahan kepribadian atau gangguan
mental biasanya menyertai tumor-tumor yang terletak di daerah frontal, temporal dan
hipotalamus, sehingga seringkali penderita-penderita tersebut diduga menderita penyakit
nonorganic atau fungsional. Gejala afasia dijumpai, terutama pada tumor yang berada di
hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah suprasela, saraf optikus dan hipotalamus
dapat mengganggu visus. Kelumpuhan saraf okulomotoris merupakan tampilan khas dari
tumor-tumor parasela dan dengan adanya tekanan intrakranial yang meninggi kerap
disertai dengan kelumpuhan saraf abdusens. Nistagmus biasanya timbul pada tumortumor fosa posterior. Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan gangguan
sensorik serta kadang ada defek visual merupakan refleksi kerusakan yang melibatkan
kapsula interna atau korteks yang terkait. Ataksia trunkal adalah pertanda suatu tumor
fossa posterior yang terletak di garis tengah (vermis). Ataksia appendicular merupakan
petanda adanya gangguan pada hemisfer serebeli (lateral). Gangguan endokrin
menunjukkan adanya kelainan pada aksis hypothalamushipofisis. Beberapa sindroma
gejala neurologis fokal yang diakibatkan oleh gangguan fungsi pada lobus tertentu
misalnya sindroma lobus frontal, ditandai dengan abulia, demensia, gangguan
kepribadian. Biasanya tidak disertai lateralisasi, tetapi dapat saja terjadi apraksia,
hemiparesis atau disfasia (apabila melibatkan hemisfer dominan). Sindroma lobus
temporal, ditandai dengan halusinasi auditorik atau olfaktorik, gangguan memori, dapat
juga terjadi gangguan lapang pandang seperti kuadrantropsia kontralateral superior.
Sindroma lobus parietal, ditandai dengan gangguan motorik atau sensorik kontralateral,
gangguan kognitif berupa afasia dan apraksia apabila melibatkan hemisfer dominan.
Sindroma lobus oksipital, ditandai dengan gangguan lapang pandang, aleksia/disleksia
(apabila tumor menginvasi ke korpus kalosum).

II.

Astrositoma
1. Definisi

Astrositoma merupakan satu tumor yang berawal dari dalam otak atau batang otak dari
proliferasi sel-sel kecil yang berbentuk seperti bintang yang dikenali sebagai astrosit
dimana astrosit merupakan satu tipe sel glial atau sel pendukung. Lokasi dari tumor ini
tergantung pada usia pasien. Astrositoma sering terjadi pada serebrum pada dewasa
sedangkan pada anak-anak tumor ini berawal dari batang otak, serebrum dan serebellum.

2. Epidemiologi
Astrositoma merupakan tumor yang banyak terjadi pada dekade pertama kehidupan
dengan puncaknya antara usia 5-9 tahun. Insidens astrositoma difus terbanyak dijumpai
pada usia dewasa muda (30- 40 tahun) sebanyak 25% dari seluruh kasus. Sekitar 10 %
terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, 60% pada usia 20-45 tahun dan 30% di atas 45
tahun. Kasus pada laki-laki didapatkan lebih banyak dari wanita dengan rasio sebesar
1,18 : 1.

3. Klasifikasi
Astrositoma diklasifikasikan menjadi skala I sampai dengan IV berdasarkan seberapa
normal atau abnormal sel-sel yang terlihat. Pada atrositoma low-grade biasanya tumor
terlokalisasi dan tumbuh secara perlahan-lahan, sedangkan pada high-grade tumor dapat
tumbuh dengan pesat.
Klasifikasi atrositoma:
Pilocytic astrocytoma, tumor grade I ini biasanya menetap di area dimana mereka mulai

dan tidak menyebar.


Diffuse astrocytoma, tumor grade II ini cenderung menyerang jaringan di sekitarnya dan

tumbuh pada kecepatan yang relatif lambat.


Anaplastic astrocytoma, tumor grade III ini jumlah selnya lebih sedikit dibandingkan
dengan glioblastoma multiforme, demikian juga dengan gambaran sel dan inti sel serta

mitosis yang lebih sedikit, umumnya tidak disertai dengan nekrosis.


Glioblastoma multiforme, tumor grade IV hiperselluler, bentuk sel dan inti sel
bermacam-macam, proliferasi endotel, gambaran mitosis dan sering disertai dengan
nekrosis.

4. Patofisiologi
Astrositoma baik dari tipenya maupun dari kelompok umur yang terjadi
merupakan tumor infiltratif yang bertindak sebagai satu massa yang menyebabkan
terjadinya lesi dimana tempat yang dijumpai tumor ini dan menyebabkan gejala yang
berkaitan dengan daerah yang diinfiltrat. Jika tidak diobati dan walaupun diobati (kecuali
pada astrocytoma pilositik), astrositoma merupakan penyebab dari kematian yang sangat
penting. Kematian adalah karena herniasi transtentorial dari lesi massa yang berkembang
luas.
Tumor ini akan menyebabkan penekanan ke jaringan otak sekitarnya, invasi dan
destruksi terhadap parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena hipoksia
arterial maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan produk
metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut dari
hal tersebut diatas. Efek massa yang ditimbulkan dapat menyebabkan gejala defisit
neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh, gangguan sensorik, parese nervus
kranialis atau bahkan kejang.
Astrositoma low grade yang merupakan grade II klasifikasi WHO akan tumbuh
lebih lambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling time untuk
astrositoma low grade kira-kira 4 kali lebih lambat dibandingkan dengan astrositoma
anaplastic (astrositoma grade III). Sering diperlukan waktu beberapa tahun antara gejala
awal hingga diagnosa low grade ditegakkan, interval ini kira-kira 3,5 tahun. Astrocytoma
low grade ini seringkali disebut diffuse astrocytoma WHO grade II.

5. Gejala Klinis
Kejang-kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai,
walaupun secara retrospektif dapat djumpai gangguan-gangguan lain terlebih dahulu
seperti kesulitan berbicara, perubahan sensibilitas, gangguan penglihatan atau motorik
Pada tumor low grade astrositoma kejangkejang dijumpai pada 80% kasus dibandingkan
high grade sebesar 30%. Jika dibandingkan dengan astrocytoma anaplastic, gejala awal
berupa kejang lebih jarang dijumpai. Gejala lainnya adalah meningginya tekanan
intrakranial sebagai akibat pertumbuhan tumor yang dapat menyebabkan edema
vasogenik. Penderita mengalami keluhan sakit kepala yang progresif, nausea, muntahmuntah, mengantuk, dan gangguan penglihatan (edema papil pada pemeriksaan

funduskopi, atau diplopia akibat kelumpuhan nervus abdusens). Gejala meningginya


tekanan intrakranial lainnya adalah terjadinya hidrosefalus. Semakin bertumbuhnya
tumor gejala-gejala yang ditemukan sangat tergantung dari lokasi tumor tersebut. Tumor
supratentorial dapat menyebabkan gangguan motorik atau sensitifitas, hemianopsia,
afasia atau kombinasi gejala-gejala. Sedangkan tumor di fosa posterior dapat
menimbulkan kombinasi dari gejala-gejala kelumpuhan saraf kranial, disfungsi serebeler
dan gangguan kognitif.

6. Etiologi
Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab
terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar X. Anak-anak dengan
leukemia limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan saraf pusat
akan meningkatkan risiko untuk menderita astrositoma, bahkan glioblastoma. Tumor ini
juga dihubungkan dengan makanan yang banyak mengandung senyawa nitroso (seperti
nitosurea, nitrosamine, dan lain-lain). Saat ini penelitian yang menghubungkan tumor
jenis ini dengan kerentanan genetik tertentu terus dikembangkan. Tumor ini sering
dihubungkan dengan berbagai sindroma seperti Li-Fraumeni Syndrome, mutasi Germline
p53, Turcot Syndrome, dan neurofibromatosis tipe 1 (NF-1).

7. Gambaran radiologis
Pemeriksaan computed tomography imaging (CT scan) dan magnetic resonance
imaging (MRI) di daerah kepala dengan dan tanpa kontras, sangat membantu dalam
diagnosa, penentuan grading, dan evaluasi patofisiologi tumor ini. MRI dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari pada CT scan. Pada pemeriksaan CT scan,
gambaran low grade astrocytoma akan terlihat sebagai lesi dengan batas tidak jelas,
homogen, hipodens tanpa penyangatan kontras. Kadang-kadang dapat ditemukan
kalsifikasi, perubahan kistik dan sedikit penyangatan kontras.
Pada astrositoma anaplastic akan terlihat massa yang tidak homogen, sebagian
dengan gambaran lesi hipodens dan sebagian lagi hiperdens. Umumnya disertai dengan
penyangatan contrast. Pada glioblastoma multiforme akan tampak gambaran yang tidak
homogen, sebagian massa hipodens, sebagian hiperdens dan terdapat gambaran nekrosis

sentral. Tampak penyangatan pada tepi lesi sehingga memberikan gambaran seperti
cincin dengan dinding yang tidak teratur. Secara umum, astrositoma akan memberikan
gambaran isointens pada T1 dan hiperintens pada T2.

Gambar 1. Axial CT scan, precontrast and postcontrast, menunjukkan satu astrocytoma


tingkat rendah pada lobus frontal bagian kiri dan tumor ini adalah non-enhancing.

Gambar 2. Coronal postcontrast T1-weighted MRI menunjukkan satu astrocytoma tingkat


rendah pada lobus frontal inferior kanan di atas fissura sylvian. Tidak ada enhancement
yang tampak pada administrasi post gadolinium.

Gambar 3. Axial T2-weighted MRI menunjukkan satu astrocytoma tingkat rendah pada
lobus frontal inferior dengan efek massa yang ringan dan tidak dijumpai adanya edema di
lingkungan.

8. Gambaran histopatologi
Terdapat empat varian histologik dari astrocytoma tingkat rendah yang dikenali yaitu
protoplasmik, gemistositik, fibrillari dan kombinasi.
a. Astrositoma protoplasmik, umumnya terdapat pada bagian korteks dengan selsel yang
banyak mengandung sitoplasma. Bentuk ini mencakup 28% dari jenis astrositoma
yang menginfiltrasi ke parenkim sekitarnya.
b. Astrositoma gemistositik, sering ditemukan pada hemisfer serebral orang dewasa
terdiri dari sel bundar yang besar dengan sitoplasma eosinofilik dan eksentrik. Bentuk
ini mencakup 5-10% dari glioma hemisfer.
c. Astrositoma fibrillari, merupakan bentuk yang paling sering ditemukan dan berasal
dari massa putih serebral dengan sel yang berdiferensiasi baik berbentuk oval dan
kecil. Tumor ini ditandai dengan jumlah sel yang meningkat dengan gambaran latar
belakang yang fibriler. Untuk melihat gambaran fibriller ini dapat digunakan glial
fibrillary acidic protein (GFAP)
d. Campuran.

Gambar 4. Gambaran Histopatologi Astrositoma Fibrillari

Gambar 5. Gambaran Histopatologi Astrositoma Gemistositik

Gambar 6. Gambaran Histopatologi Astrositoma Anaplastik

9. Pengobatan
Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai
manfaat yang akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya
kelangsungan hidup penderita dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan yang

paling penting adalah kualitas hidup penderita setelah pengobatan. Pengobatan utama
yang dilakukan saat ini mencakup : a) pembedahan, b) radioterapi, dan c) kemoterapi.
a. Pembedahan
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor di dalam otak dan status
fungsional penderita. Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di pusat vital
dengan hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan indikasi
untuk operasi. Diagnostik dikonfirmasi melalui biopsi dan dilanjutkan dengan
pemberian radioterapi. Penderita lainnya dapat dilakukan pembedahan, seperti open
craniotomy dan stereotactic biopsy. Biopsi secara stereotaktik merupakan tindakan
minimal invasive terutama terhadap tumor yang letaknya dalam dan di tempat yang
sulit dicapai. Jika disertai dengan hidrosefalus, dapat dilakukan VP Shunt atau
External Ventricular Drainage (EVD). Peranan pembedahan bagi penderita antara lain
untuk: (i) melakukan dekompresi terhadap massa tumor, (ii) mengambil jaringan
untuk pemeriksaan histopatologi, sehingga dapat direncanakan pengobatan adjuvans
dan memperkirakan prognosis.
b. Radioterapi
Radioterapi sudah berhasil memperpanjang kelangsungan hidup penderita terutama
dengan grade tumor yang tinggi. Pemberian radioterapi pada penderita astrositoma
mampu memperkecil massa tumor dan memperbaiki gejala-gejala neurologis sebesar
50 - 75% kasus.
c. Kemoterapi
Pada saat ini, kemoterapi bukanlah pilihan utama untuk pengobatan astrositoma. Bila
tumor menjadi ganas, pembedahan, radioterapi dan pemberian kemoterapi dapat
dilakukan.
Astrositoma yang ganas bersifat incurable, dan tujuan utama pengobatan adalah
untuk memperbaiki gangguan neurologis (seperti fungsi kognitif) dan memperpanjang
kelangsungan hidup penderita. Pengobatan simtomatis, rehabilitasi dan dukungan
psikologis sangat penting. Pemberian umunya akan memberikan hasil yang membaik
karena pengurangan efek massa tumor yang disertai edema sekitar tumor. Pemberian
steroid harus segera dihentikan setelah dilakukan tindakan pembedahan. Antikonvulsan
tidak diberikan secara sistematik dan hanya diberikan pada penderita yang mengalami
kejang. Obat ini dapat menimbulkan efek samping dan mengganggu pemberian
kemoterapi. Median dari kelangsungan hidup penderita astrositoma adalah 5-8 tahun.

10. Prognosis
Prognosis penderita astrositoma tergantung dari tiga faktor: usia, status
fungsional, dan grade histologis. Penderita usia 45 tahun mempunyai kelangsungan
hidup empat kali lebih besar dibandingkan penderita berusia 65 tahun. Pada low grade
astrocytoma, prognosis akan lebih buruk jika disertai dengan peningkatan tekanan
intrakranial, gangguan kesadaran, perubahan perilaku, defisit nerologis yang bermakna,
dan adanya penyangatan kontras pada pemeriksaan radiologi.

Anda mungkin juga menyukai