SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
RINGKASAN
UTI RATNASARI HERDIANA. Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau
dari Kualitas Mikrobiologi. Dibimbing oleh FACHRIYAN H PASARIBU dan TITIEK
SUNARTATIE.
Susu bubuk merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting, mudah
disusun kembali/rekonstruksi menjadi susu cair serta dapat menjadi bahan-bahan unsur
produk lainnya. Susu bubuk dapat mengandung mikroorganisme karena lemahnya
sanitasi dalam pengolahan atau penanganan makanan, adanya indikasi kontaminasi
setelah prosesing. Hal ini dapat menyebabkan food borne disease dan keracunan
makanan (food poisoning). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas
mikrobiologi susu bubuk skim impor dibandingkan dengan SNI No. 01-6366-2000 dan
SNI No. 01-2970-1999 dan untuk mengetahui apakah susu bubuk skim impor layak atau
aman untuk dikonsumsi. Sebanyak 40 sampel susu bubuk skim impor diambil dari 5
negara yang sering dilalulintaskan melalui Balai Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok
Jakarta untuk dilakukan pengujian jumlah total bakteri (TPC), Coliform, Escherichia
coli, Staphylococcus aureus dan keberadaan Salmonella sp. Metode pengujian mengacu
kepada SNI No. 01-2897-1992.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah total bakteri (TPC) adalah
dibawah standar SNI, rata-rata jumlah bakteri Coliform, E. coli dan S. aureus adalah
sesuai standar SNI yaitu 0, sedangkan keberadaan Salmonella sp. adalah negatif.
Berdasarkan hasil pengujian kualitas mikrobiologi menunjukkan penanganan proses
pengolahan susu bubuk skim impor dilakukan dengan sanitasi dan higiene yang baik,
sehingga kualitas susu bubuk skim tersebut baik, aman dan layak untuk dikonsumsi.
Kata kunci : susu bubuk skim, food poisoning, Coliform, E. coli, S. aureus, Salmonella
ABSTRACT
UTI RATNASARI HERDIANA. Microbiologicaly Safety Level of Imported Skim Milk
Powder.
Under the direction of FACHRIYAN H PASARIBU and TITIEK
SUNARTATIE.
Milk powder is a good source of protein, easy to prepare and be use for many
products. Mishandling during and after processing is the source for contamination that
can cause food borne infection and food poisoning. The objective of this study is to
evaluate the quality of imported skim milk powder compare with the SNI No. 01-63662000 and SNI No. 01-2970-1999. Forty samples of imported skim milk powder from 5
countries were taken from Animal Quarantine Station Class I Tanjung Priok, Jakarta.
Samples were tested for Total Plate Count (TPC), number of Coliform, Escherichia coli,
Staphylococcus aureus and Salmonella sp. The method referred to the SNI No. 012897-1992. The results show that the average number TPC exceeded the minimum
number of micro-organisms to standard SNI. The average number Coliform, E. coli and
S. aureus are accordance with SNI standard, which is 0. No Salmonella isolated from the
samples. The finding in this study shows that imported skim milk powder have a very
good quality and been processed hygienically therefore it is safe for the consumer.
Key words : skim milk powder, food poisoning, Coliform, E. coli, S. aureus, Salmonella
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Tesis
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. drh. A. Winny Sanjaya, MS.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah Subhanahu Wataala yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya berupa kekuatan lahir dan bathin, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kualitas
mikrobilogik susu bubuk skim impor dengan judul Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim
Impor Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologi.
Penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
Prof. Dr. drh. Fachriyan H Pasaribu sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan drh. Titiek
Sunartatie, MS. sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala dukungan,
bimbingan, dan arahan terhadap penulis selama penelitian dan penulisan tesis. Tak lupa
pula penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. drh. Denny W. Lukman, MSi.,
selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor; Kepala Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik
Departemen IPHK FKH - IPB yang telah memberikan ijin serta Pak Agus dan rekanrekan yang telah membantu kelancaran penelitian ini; Ir. Etih Sudarnika, MSi. yang
membantu penulis dalam pengolahan data penelitian; serta rekan-rekan satu angkatan
Kelas Khusus Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor tahun 2004.
Akhirnya ucapan terima kasih yang dalam kepada Ibunda Herwidati, Ayah dan
Ibu Mertua, kakak-kakak, adik dan suami Drs. Suwardi, SH yang telah memberikan
dukungan moral dan material dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesarbesarnya apabila terdapat kesalahan selama penelitian, pembimbingan dan penulisan
tesis. Atas segala kebaikan yang telah penulis terima semoga Allah SWT berkenan
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga tulisan
ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan kita semua. Amien
Bogor,
Juli 2007
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................
ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
DAFTAR GRAFIK................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang...............................................................................................
Perumusan Masalah.......................................................................................
Tujuan Penelitian...........................................................................................
Manfaat Penelitian.........................................................................................
Hipotesis........................................................................................................
1
2
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Susu..........................................................................................
Susu Bubuk....................................................................................................
Susu Bubuk Skim ..........................................................................................
Penyimpanan dan Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Susu Bubuk.......
Mikroorganisme dalam Susu..........................................................................
Mutu dan Keamanan Susu Bubuk...................................................................
4
5
7
8
9
12
15
15
15
16
17
17
17
18
18
18
19
21
23
24
26
iv
28
28
29
30
30
34
35
36
37
41
LAMPIRAN..............................................................................................................
45
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk..........................................
13
14
16
23
7 Rataan nilai pH dan sebaran rataan nilai pH susu bubuk skim impor....................
30
8 Rataan jumlah total bakteri (TPC) pada susu bubuk skim impor............................ 31
9. Rataan jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan keberadaan Salmonella sp.
pada susu bubuk skim impor.................................................................................... 33
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Metode pengujian jumlah total bakteri (TPC) (SNI 19-2897-1992)......................
19
20
22
24
26
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuisioner Pengambilan Sampel Susu Bubuk Skim Impor di BKH Kelas I
Tanjung Priok......................................................................................................
46
47
48
49
50
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tersedianya bahan pangan yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi sangatlah
penting karena keracunan pangan dapat menyebabkan kepanikan massa, hilangnya
kepercayaan konsumen dan lain-lain.
Konsumen di dalam dan di luar negeri dewasa ini semakin menuntut persyaratan
mutu produk bahan pangan yang terjamin baik. Persyaratan mutu produk bahan pangan
yang baik dan aman dikonsumsi adalah bebas residu (residu free) baik terhadap bahan
hayati, bahan kimia, pestisida, logam berat, antibiotika, hormon dan obat-obatan lainnya
maupun terhadap cemaran mikroba yang dapat menularkan penyakit (SNI 2000).
Berbagai uji mikrobiologis dapat dilakukan terhadap bahan pangan, meliputi uji
kualitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan dan uji
indikator untuk menentukan sanitasi makanan tersebut (Gaman dan Sherrington 1992).
Susu merupakan makanan hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi
hewan menyusui yang baru lahir, dan susu merupakan satu-satunya sumber makanan
pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran (Buckle et al. 1987). Susu dikenal sebagai
bahan pangan sumber protein hewani yang kaya akan zat-zat gizi seperti protein, lemak,
laktosa, mineral, vitamin dan dapat memenuhi semua keperluan zat-zat gizi manusia,
terutama untuk pertumbuhan anak-anak. Namun demikian nilai gizi bahan tersebut
menyebabkan susu merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme
baik patogen maupun bukan patogen (Fardiaz 1989). Susu adalah sumber kalsium yang
penting untuk makanan manusia. Kadar lemak merupakan komponen penting dalam
proses pengolahan lanjutan susu (Juergens et al. 2002)
Susu bubuk merupakan salah satu produk olahan susu yang paling banyak
dipasarkan di Indonesia. Dikonsumsi oleh semua tingkatan umur, mulai dari balita, anakanak, orang dewasa sampai orang tua (Latif 2003).
Susu bubuk dapat dibedakan menjadi susu bubuk penuh, susu bubuk skim, susu
bubuk whey dan susu bubuk buttermilk. Susu bubuk whey dan susu bubuk buttermilk
tidak lazim dijumpai di Indonesia.
Susu bubuk dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme pada saat proses
pembuatannya. Cemaran mikroorganisme ini dapat menurunkan kualitas susu bubuk,
Perumusan Masalah
Proses pengolahan susu bubuk meliputi pasteurisasi, penguapan dan spray drying
dengan suhu tinggi. Proses pengolahan tersebut dapat mematikan sebagian besar
mikroorganisme, tetapi ada beberapa mikroorganisme yang tahan panas akan tetap hidup.
Pencemaran susu bubuk dapat terjadi pada saat proses pengolahan, apabila sanitasi dan
higiene pabrik kurang, pada proses penyimpanan dan transportasi serta proses pencairan
kembali (Saksono dan Saksono 1986). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
mikrobilogi terhadap susu bubuk untuk menentukan tingkat keamanan susu bubuk.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas mikrobiologi susu
bubuk skim impor yang dilalulintaskan di Balai Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok
dibandingkan dengan SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999, sehingga dapat
diketahui apakah susu bubuk skim impor tersebut layak atau aman untuk dikonsumsi.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan terhadap kegiatan importasi produk hewan dan olahannya
khususnya susu bubuk dan sebagai bahan informasi (penyuluhan) bagi masyarakat
tentang kualitas dan keamanan susu bubuk.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah jumlah total bakteri (TPC),
jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan keberadaan Salmonella sp. yang
ditemukan pada susu bubuk skim impor tidak melebihi atau melebihi batas maksimum
yang ditetapkan oleh SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999 tentang batas
maksimum cemaran mikroba (BMCM) pada susu bubuk.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Susu
Susu yang biasa dikonsumsi adalah air susu yang dihasilkan induk hewan tanpa
penambahan apapun. Induk hewan penghasil susu biasanya hewan mamalia, terutama
sapi. Susu merupakan minuman bergizi tinggi, khususnya karena mengandung protein
yang bernilai biologi tinggi serta mempunyai aroma yang spesifik susu. Aroma dan cita
rasa susu sangat dipengaruhi oleh laktosa susu (Syarief dan Halid 1997).
Komposisi susu umumnya terdiri dari 3,3% protein, 3,8% lemak, 4,7%
karbohidrat, kalsium 0,12%, vitamin 0,58% serta kadar air yang tinggi sekitar 87,6%
(Gaman dan Sherrington 1994). Komposisi rata-rata susu sapi mengandung laktosa
4,8%, lemak 3,7%, protein 3,4%, protein non nitrogen 0,19% dan abu 0,7% (Marshall
1993).
Susu dikenal sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang mempunyai daya
cerna tinggi dan kaya akan zat-zat gizi seperti protein, laktosa, mineral dan vitamin
(Fardiaz 1989). Sifat fisik susu mempunyai pH 6,5 7,5, derajat keasaman 15 16 oD,
berat jenis 1,027 1,035 dan titik beku -0,50 oC -0,52 oC (Syarief dan Halid 1997).
Susu merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bermacam-macam bakteri,
baik patogen maupun non patogen. Jumlah mikroba pada susu segar sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti keadaan alat pemerahan, udara kandang, kebersihan ambing
dan suhu. Susu dapat tercemar mikroba pada saat melewati saluran kelenjar susu,
kelenjar sisterna dan saluran puting (Rahman et al. 1992). Hasil pemerahan susu yang
dilakukan dengan cara aseptis dan berasal dari ternak yang sehat, susu yang dihasilkan
tidak steril, mengandung bakteri antara 100 1000 cfu/ml yang berasal dari ambing
(Saleh 1988).
Mikroorganisme yang terkandung pada susu segar akan mempengaruhi daya tahan
dan keamanan susu olahan atau produk susu lainnya. Pada umumnya bila jumlah bakteri
di dalam susu mencapai 107 cfu/ml, terjadi perubahan warna, rasa dan konsistensi
(Thusita et al. 2000). Susu mentah yang tidak dipanaskan mengandung mikroorganisme
yang dapat menyebabkan kerusakan kualitas susu yaitu susu menjadi asam dan kental.
Kontaminasi dapat berasal dari hewan yang diambil susunya, selama proses pemerahan,
penanganan dalam pengolahan dan transportasi. Hal ini dapat menyebabkan foodborne
disease pada manusia (FAO 1984).
Status mikroorganisme dalam susu sangat erat kaitannya dengan penanganan susu.
Susu mempunyai kadar air yang tinggi, pH netral dan kandungan nutriennya tinggi,
sehingga susu menjadi medium yang sangat baik untuk pertumbuhan berbagai
mikroorganisme. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada susu terutama dari golongan
bakteri (Rahman et al. 1992).
Susu Bubuk
Susu bubuk adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan
atau tanpa penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diijinkan.
Susu bubuk dibedakan ada tiga kelompok yaitu a) susu bubuk berlemak (full cream milk
powder) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk, b) susu bubuk
rendah lemak (partly skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian
lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk, dan c) susu bubuk tanpa lemak (skim
milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi bubuk
(SNI 1992).
Gizi yang tersedia dalam susu berupa protein, glukosida, lipida, garam-garam
mineral dan vitamin sangat cocok untuk pertumbuhan dan pertambahan jumlah sel anakanak dan mamalia muda lainnya. Sehubungan dengan itu mikroorganisme menggunakan
susu sebagai bahan yang sangat ideal untuk pertumbuhannya (Buckle et al. 1987).
Komposisi kandungan gizi dari berbagai jenis susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk
Jenis Susu Bubuk
Susu Bubuk Full Cream
Susu Bubuk Skim
Susu Bubuk Krim
Susu Bubuk Whey
Susu bubuk Buttermilk
Air
(%)
3,5
4,3
4,0
7,1
3,1
Protein
(%)
25,2
35,0
21,5
12,0
33,4
Lemak
(%)
26,2
0,97
40,0
1,2
2,28
Laktosa
(%)
38,1
51,9
29,5
71,5
54,7
Mineral
(%)
7,0
7,8
5,0
8,2
6,5
Proses pembuatan susu bubuk umumnya dengan cara spray drying, yaitu susu cair
dimasukkan ke dalam sebuah celah yang sangat sempit, dari celah tersebut memancarlah
udara yang kering, dengan demikian hanya udara kering yang mengenai susu cair
tersebut. Dari proses spray drying ini susu cair berubah wujud menjadi susu bubuk
(Juergens et al. 2002).
Pengeringan pada proses pembuatan susu bubuk dapat menggunakan spray dryer
maupun drum dryer. Susu bubuk yang dikeringkan dengan drum dryer butirannya
berbentuk pipih dengan ketebalan 8 10 mikron. Sifat kelarutan dalam air kurang
sempurna, karena butiran-butiran lemak akan mengapung di atas. Susu bubuk yang
dikeringkan dengan spray dryer terdiri atas partikel 10 15 mikron. Sifat kelarutan
dalam air sempurna, hampir sama dengan susu segar. Adanya udara diantara butiranbutiran tersebut dapat menyebabkan timbulnya oksidasi selama penyimpanan (Syarief
dan Halid 1997).
Menurut Oliveira et al. (2000) proses pembuatan susu bubuk melalui beberapa
tahap yaitu :
1. Perlakuan pasteurisasi dengan suhu 90 oC selama 8 detik atau 108 oC selama 2
detik.
2. Penguapan air dengan perlakuan pemanasan akan menghasilkan 48% padatan.
3. Proses penyemprotan kering (spray drying), susu disemprot dengan udara
kering melalui lubang pada suhu 270 oC.
Susu bubuk merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting, mudah
disusun kembali/rekonstruksi menjadi susu cair serta dapat menjadi bahan-bahan unsur
produk lainnya. Secara luas susu bubuk dapat digunakan untuk produksi roti, biskuit,
kue-kue, kopi krimer, sop, keju, susu coklat, es krim, susu formula, nutrisi tambahan,
rekombinan produk susu seperti susu pasteurisasi, susu evaporasi, susu kental manis,
keju lunak dan keju keras, krem, whipping cream, yoghurt dan produk fermentasi lainnya
(Pearce 2006; Juergens et al. 2002).
Di Indonesia proses pembuatan susu bubuk oleh produsen pada umumnya
mencampur susu bubuk yang diimpor dengan perasa atau pun tambahan bahan lainnya
(emulsifier, lemak, vitamin dan lain-lainnya).
Susu bubuk skim adalah susu bubuk yang mengandung lemak maksimum 1,5%
(Sudarwanto dan Lukman 1993), sedangkan menurut Williams (1979) susu bubuk skim
adalah susu bubuk rendah lemak (low fat dry milk) yang kandungan lemaknya antara
0,5% sampai dengan nilai maksimum 2,0%. Produksi susu bubuk skim melalui proses
pasteurisasi, evaporasi, vakum dan spray drying
vitamin D untuk menambah nilai kandungan nutrisinya (Syarief dan Halid 1997).
Susu bubuk skim dapat digunakan untuk pembuatan coklat, es krim dan pembuatan
permen. Susu bubuk skim dapat larut sempurna dalam air dingin (Syarief dan Halid
1997).
Susu bubuk dapat disimpan pada suhu dingin dan kering, ada ventilasi udara
dengan suhu tidak lebih dari 25 oC, kelembaban tidak kurang dari 65%, tidak terkena
sinar matahari secara langsung atau bau yang menyengat. Susu bubuk yang disimpan
pada suhu 4 oC 20 oC memiliki daya tahan/keawetan selama satu tahun, sedangkan
pada suhu 37 oC daya tahan susu bubuk hanya selama tiga bulan (Anonim 2005).
Beberapa faktor perubahan fisik dan kimiawi dapat menurunkan daya simpan susu
bubuk dan nilai komersialnya, seperti terjadinya penggumpalan, adanya oksidasi lemak,
berbau karamel dan perubahan warna menjadi coklat (Syarief dan Halid 1997).
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kondisi higiene yang berbeda dari susu mentah
yang diolah menjadi susu bubuk akan mempengaruhi kualitas/mutu susu bubuk yang
dihasilkannya. Suhu penyimpanan dan transportasi mungkin juga dapat mempengaruhi
kualitas dan sifat susu bubuk khususnya index kelarutan dan kadar asamnya (Oliviera et
al. 2000).
10
kematian, peningkatan biaya perawatan, tidak masuknya pekerja yang sakit, kontaminasi
produk peternakan dan hilangnya nilai jual produk peternakan (Brisabois et al. 2002).
Menurut Saksono dan Saksono (1986) mikroorganisme yang terdapat dalam susu
bubuk adalah :
1. Micrococci yang tahan panas yang terdapat dalam susu.
2. Streptococci yang tahan panas, terutama jenis Streptococcus thermophilus,
S. faecalis, S. bovis, S. faecalis var, S. liquefaciens, dan S. durans.
3. Spesies yang tahan panas dari Corynebacteria yang terdapat dalam susu.
4. Spora bakteri, hampir semuanya jenis aerob seperti Bacillus subtilis.
5. Bermacam-macam pencemar, diantaranya Escherichia coli yang penting,
karena rendahnya sanitasi, dan pencemaran dari manusia yang bekerja di pabrik
pengolahan susu.
Kelompok mikroorganisme yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dapat dibedakan
atas dua kelompok, yaitu bakteri termodurik dan termofilik. Bakteri termodurik adalah
bakteri yang tahan panas pada suhu relatif tinggi, tetapi tidak harus tumbuh pada suhu
relatif tinggi (Fardiaz 1992). Bakteri yang tergolong termodurik dan tahan suhu
pasteurisasi misalnya beberapa spesies Streptococcus dan Lactobacillus. Bakteri
termofilik merupakan bakteri yang tidak hanya tahan pemanasan pada suhu relatif tinggi,
tetapi juga membutuhkan suhu tinggi untuk pertumbuhannya. Bakteri yang tergolong
termofilik adalah Bacillus dan Clostridium (Fardiaz 1992).
Menurut Sudarwanto dan Lukman (1993) mikroorganisme yang biasa ditemukan
pada
susu
bubuk
adalah
Micrococci
thermoduric,
Streptococci
thermoduric,
11
membentuk enterotoksin A.
Streptococcus lactis dan Escherichia coli dapat tumbuh pada susu bubuk skim. E.
coli merupakan bakteri yang umum pada feses untuk menjaga keseimbangan mikroflora
dalam usus manusia dan hewan. E. coli dapat mengkontaminasi susu karena sanitasi dan
higiene yang kurang baik pada saat proses pengolahan susu. E. coli dapat menyebabkan
diare dan keracunan yang fatal tergantung pada strainnya (Eddleman 1998). E. coli
merupakan gambaran indikator adanya kontaminasi oleh feses, indikator status higiene
dan sanitasi pada proses pengolahan susu. Bakteri Gram negatif (E. coli, Klebsiella spp.),
Streptococcus uberis, S. dysgalactica
Ruegg 2003).
Susu yang mengandung Brucella melitensis, dan Mycobacterium tuberculosis
dapat menjadi transmisi penularan penyakit. Susu dapat menjadi media tumbuhnya
mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan penyakit tubercullosis, demam
12
13
1
2
3
4
5
6
7
8
9
5 x 104
0
0
1 x 101
1 x 101
0
Negatif
0
0
14
Jenis Uji
Satuan
Keadaan
- Bau
- Rasa
Susu bubuk
berlemak
Susu bubuk
rendah lemak
Susu bubuk
tanpa lemak
normal
normal
normal
normal
normal
normal
2.
Air
b/b, %
maks 4,0
maks 4,0
maks 4,0
3.
Abu
b/b, %
maks 6,0
maks 9,0
maks 9,0
4.
Lemak
min 26,0
maks 1,5
5.
Protein
min 25,0
min 26,0
min 34,0
6.
Pati
tidak ternyata
tidak ternyata
tidak ternyata
7.
Cemaran logam
- Tembaga (Cu)
- Timbal (Pb)
- Seng (Zn)
- Timah (Sn)
- Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maks 20,0
maks 0,3
maks 4,0
maks 40,0/250*
maks 0,03
maks 20,0
maks 0,3
maks 4,0
maks 40,0/250*
maks 0,03
maks 20,0
maks 0,3
maks 4,0
maks 40,0/250*
maks 0,03
Arsen
mg/kg
maks 0,1
maks 0,1
maks 0,1
Cemaran Mikroba
- Angka Lempeng Total
- Bakteri Coliform
- E coli
- Salmonella
- S. Aureus
koloni/g
APM
koloni/g
koloni/100g
koloni/g
maks 5 x 105
maks 20
negatif
negatif
1x 102
maks 5 x 105
maks 20
negatif
negatif
1x 102
maks 5 x 105
maks 20
negatif
negatif
1x 102
=
L2
Keterangan :
n = besaran sampel
P = asumsi prevalensi
Q=1P
L = galat yang diinginkan
16
Dengan tingkat konfidensi 95% dan galat yang diinginkan 5% serta asumsi
prevalensi 2,5% maka didapat :
4 x 0,025 x 0,975
n =
(0,05)2
= 39 dibulatkan 40 sampel
-
Jumlah sampel susu bubuk skim impor yang diambil untuk masing-masing
negara pengekspor didasarkan pada persentase frekuensi kedatangan pada tahun
2004 (Tabel 5).
Tabel 5 Rincian jumlah sampel yang diambil per negara berdasarkan
persentase frekuensi kedatangan pada tahun 2004
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Negara
Australia
Belanda
New Zealand
Denmark
Jerman
Total
Persentase frekuensi
kedatangan
36% x 39 sampel
19,50% x 39 sampel
24,85% x 39 sampel
10,15% x 39 sampel
9,50% x 39 sampel
100% x 39 sampel
Jumlah
Pembulatan
14,04
7,61
9,69
3,96
3,70
39
14
8
10
4
4
40
Media Biakan
Media dan reagen yang digunakan adalah Buffer Pepton Water (BPW) 0,1%, Plate
Count Agar (PCA), Lauryl Sulphate Tryptone Broth (LSTB), Briliant Green Lactose Bile
Broth (BGLBB) 2%, Tetrathyonate Brilliant Green Broth (TBGB), Hektoen Enteric
Agar (HEA), Brilliant Green Agar (BGA), Escherichia coli Broth (EC Broth), Violet
17
Red Bile Agar (VRBA), Nutrient Agar (NA), Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Urea Agar,
Lysin Agar dan Uji Indol, Baird Parker Agar (BPA), Egg Yolk Tellurite Emulsion, Brain
Heart Infusion (BHI) Broth dan plasma kelinci.
Peralatan
Cawan petri, pipet ukuran 1 ml dan 25 ml steril, tabung reaksi, gelas piala, labu
Erlenmeyer, tabung Durham, gelas ukur, gelas sediaan, termometer, sengkelit (ose),
penangas air/water bath, autoklaf, inkubator (lemari pengeram), bunsen, timbangan,
stomacher, mikroskop, kertas lakmus, kertas label, dan kantong plastik steril.
Metoda Pengujian
Jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau, rasa dan pH serta borang
pertanyaan/isian.
2. Pengujian kualitas mikrobiologi yang dilakukan adalah jumlah total bakteri/Total
Plate Count (TPC), jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan
pengujian
Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat, mencium, meraba, dan merasakan
susu bubuk skim impor tersebut. Untuk pemeriksaan pH dilakukan dengan sederhana
yaitu memasukkan kertas lakmus ke dalam susu bubuk yang telah dilarutkan dengan air,
lalu diamati perubahan warna yang terjadi dan dicocokkan dengan standar yang ada.
18
19
Homogenisasi sampel
25 g contoh + 225 ml ( BPW 0,1%) suhu pengencer 45 oC
dihomogenkan dengan stomacher 15.000 20.000 rpm
Pengenceran desimal (10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6)
(1 ml contoh + 9 ml BPW 0,1% )
20
21
22
dan dikocok. Didiamkan selama 2 4 jam. Warna merah muda hingga merah tua
menunjukkan reaksi positif, warna tidak berubah menunjukkan reaksi negatif.
Uji Sitrat dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan Nutrient
Agar ke dalam perbenihan Simmons citrate dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama
48 96 jam. Warna biru menunjukkan reaksi positif, warna hijau menunjukkan reaksi
negatif
Untuk uji penegasan dengan reaksi biokimiawi menunjukkan uji Indol dan MR
positif dan uji VP serta sitrat negatif, dapat dinyatakan penegasan adanya E. coli
(Gambar 3).
Dari tabung-tabung LSTB yang positif gas
Dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 3 tabung EC Broth
23
Methyl Red
Citrat
+
+
+
+
Type
Typical E. coli
Atypical E. coli
Typical Intermediate
Atypical Intermediate
Typical E. aerogenes
Atypical E. Aerogenes
24
Homogenisasi sampel
25 g contoh + 225 ml ( BPW 0,1%) suhu pengencer 45 oC
dihomogenkan dengan stomacher 15.000 20.000 rpm
1 ml + 9 ml BPW 0,1%
Pengenceran desimal (10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6)
1 ml dimasukkan ke dalam cawan Petri steril
Ditambahkan + 15 ml media BPA, dihomogenkan
dan dibiarkan sampai agar memadat
Diinkubasi 35 oC, 30 48 jam
Penghitungan dan pencatatan jumlah koloni hitam mengkilat,
tepi putih dan dikelilingi daerah terang
Dilakukan uji koagulase
1 koloni dimasukkan ke dalam 5 ml BHIB
Diinkubasi 35 - 37 oC, 20 24 jam
0,1 ml kultur + 0,3 ml plasma kelinci diinkubasi pada 35 37 oC , 2 6 jam
Terjadi koagulasi
Koagulase positif
Gambar 4 Metoda pengujian S. aureus (SNI No. 19-2897-1992)
Pengujian Bakteri Salmonella
Pengujian bakteri Salmonella dilakukan dengan cara penyiapan dan homogenisasi
sampel, pra-pengkayaan, pengkayaan, penanaman pada media selektif, penegasan
dengan uji biokimiawi dan dilanjutkan dengan uji serologis.
Pra-pengkayaan sampel dilakukan dengan menimbang 25 gram sampel
ditambahkan 225 ml Lactose Broth, kemudian dihomogenkan dengan stomacher.
25
Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 20 jam. Dari biakan pra pengkayaan ini dipipet
10 ml, dimasukkan ke dalam 100 ml Tetrathyonate Briliant Green Broth, diinkubasi
pada suhu 43 oC selama 24 jam (pengkayaan).
Dari biakan pengkayaan, diambil satu sengkelit kemudian digoreskan pada cawan
Petri berisi media selektif Hektoen Enteric Agar (HEA) dan Brilliant Green Agar
(BGA), kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Koloni tersangka pada
media HEA jika koloni berwarna biru hijau dengan atau tanpa bintik hitam di tengah,
sedangkan pada media BGA, jika koloni berwarna merah muda hingga merah atau
bening hingga buram dengan lingkaran merah muda sampai merah.
Uji penegasan (uji biokimia) dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil koloni
tersangka dan digoreskan pada permukaan media Nutrient Agar dalam cawan petri dan
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 24 jam. Dari biakan ini diambil satu sengkelit,
dipindahkan ke dalam media Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Urea Agar, Lysine
Decarboxylase Medium dan Indol Medium.
Reaksi biokimia Salmonella jika pada TSI Agar, bagian tegaknya berwarna
kuning dengan atau tanpa warna hitam (H2S), bagian miring berwarna merah atau tidak
berubah. Pada media Urea Agar , warna media tidak berubah (reaksi negatif), dan pada
Lysine Decarboxylase berwarna ungu (reaksi positif). Untuk uji Indol, bereaksi negatif
dengan warna jingga .
Uji serologi, jika reaksi biokimia menunjukkan ada Salmonella. Satu sengkelit
dari biakan TSI Agar diambil dan dioleskan pada gelas sediaan. Kemudian antisera
diteteskan disamping biakan. Dengan menggunakan sengkelit, tetesan antisera dan
biakan dicampur, bila terjadi penggumpalan menunjukkan uji positif. Jika reaksi
biokimia menunjukkan adanya Salmonella dan uji serologi positif, maka Salmonella
dinyatakan positif (Gambar 5)
26
Homogenisasi contoh
25 g contoh + 225 ml Lactose Broth (10-1)
Diinkubasi pada 37 oC, 24 jam
TSIA
Urea
Indol
Lysin
Poly O dan H
Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif, yaitu dengan
menyajikannya dalam bentuk tabel dan gambar. Analisa deskriptif adalah bidang statistik
yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan dan
menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi (Mattjik dan Sumertajaya 2002).
27
Data yang diperoleh dari hasil pengujian kualitas mikrobiologi dalam susu bubuk
skim impor dianalisis dengan persamaan pendugaan rataan jumlah mikroba dengan
rumus sebagai berikut :
X t /2.v S/n
dimana :
x
t
= rataan =
/2
xi
n
= ukuran sampel
= simpangan baku
( xi x )2
n-1
xi xi
n
n-1
Kondisi Kemasan, Kontainer dan Alat Angkut Susu Bubuk Skim Impor
Empat puluh sampel susu bubuk skim impor diambil sebagai bahan penelitian.
Sampel diambil dari 5 negara pengekspor yang sering dilalulintaskan melalui Balai
Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok Jakarta berdasarkan frekuensi kedatangan.
Susu bubuk skim impor ini dikemas dalam kantong semen ukuran 25 kg yang
terdiri dari 1 lapis kantong plastik di bagian dalam dan 4 lapis kertas semen di bagian
luarnya. Plastik digunakan sebagai pembungkus makanan karena kuat dan kencang,
mencegah dari kelembaban dan gas, tahan terhadap serangan, transparans sehingga
terlihat isi di bagian dalamnya, dan fleksibel. Pengemasan dapat diartikan sebagai usaha
untuk menjamin keamanan produk selama pengangkutan, penyimpanan sehingga aman
sampai konsumen (Brown 1992).
Susu bubuk skim impor disimpan dalam kontainer yang dijaga suhu dan
kelembabannya selama dalam perjalanan dari negara asal ke Indonesia sesuai standar
penyimpanan yaitu pada suhu berkisar antara 24 C 25 C dan kelembaban 65 68%.
Kelembaban adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dalam pengawetan
beberapa produk makanan dan mempengaruhi stabilitas keseimbangannya, terutama
untuk bahan-bahan yang dikeringkan seperti susu bubuk, egg powder, buah-buahan yang
dikeringkan (Nielsen 2003).
Kemasan susu bubuk skim impor dalam kontainer disusun dengan rapi dan diberi
jarak antar baris dengan kantong plastik berisi udara (air bag) agar tidak terjadi benturan
antar kemasan yang dapat merusak susunan kemasan, dan di lantai kontainer diberi pallet
terbuat dari kayu/aluminium sehingga kemasan tidak bersentuhan langsung dengan lantai
kontainer. Hal ini bertujuan memberi sirkulasi udara yang baik dalam kontainer untuk
menjaga kualitas susu bubuk skim impor tersebut tetap baik dan tidak cepat terjadi
kerusakan.
Masa kadaluarsa susu bubuk skim impor adalah 2 tahun (4 negara) dan 3 tahun
(1 negara). Susu bubuk skim yang diimpor oleh Indonesia berumur antara 2 6 bulan
setelah produksi. Lamanya perjalanan susu bubuk skim dari negara pengekspor ke
Indonesia memerlukan waktu 5 33 hari. Lama perjalanan untuk masing-masing negara
29
adalah sebagai berikut : negara Australia 5 6 hari, negara Denmark 33 hari, negara
Belanda 27 hari, negara New Zealand 8 hari dan negara Jerman 27 hari.
Alat angkut yang digunakan adalah kapal besar yang didisain khusus sebagai alat
pengangkut barang/kontainer. Kapal ini pada umumnya mempunyai ventilasi udara yang
baik sehingga sirkulasi udara cukup memadai. Selain membawa kontainer susu bubuk
kapal ini juga membawa daging dan produk olahannya serta produk olahan susu lainnya
(keju, cream dan butter) yang disimpan pada kontainer yang berbeda.
Susu bubuk skim impor ini oleh importir digunakan sebagai bahan baku untuk
industri pengolahan susu, industri pengolahan roti dan bakeri, industri pengolahan ice
cream, dan sebagai bahan campuran pembuatan coklat, kopi creamer, sop, serta produk
olahan susu lainnya. Bahkan oleh beberapa importir langsung dijual kepada distributor
untuk diedarkan kepada konsumen.
Pemeriksaan Organoleptik
Hasil pemeriksaan organoleptik menunjukkan bahwa 40 sampel susu bubuk skim
impor yang diambil mempunyai warna putih kekuning-kuningan atau krem, aromanya
khas bau susu, rasanya agak manis, tekstur butirannya halus/lembut dan tidak
menggumpal. Ini menunjukkan bahwa secara organoleptik susu bubuk skim impor
berkualitas baik.
Susu bubuk dapat mengumpal dan mengeras karena mengandung kasein. Kasein
yang mengeras selama penyimpanan menyebabkan daya larutnya sangat menurun
sebagai tanda susu mengalami kerusakan, sehingga susu bubuk tersebut tidak dapat
memenuhi fungsinya seperti yang diharapkan (Muchtadi 1997). Sifat kasein mudah
menggumpal bila ditambah asam pekat, enzim proteolitik, alkohol pekat atau karena
pemanasan (Syarief dan Halid 1997). Susu juga mengandung laktosa. Susu bubuk yang
disimpan pada tempat yang lembab atau kadar air yang tinggi menyebabkan laktosa akan
mudah menyerap air sehingga susu mudah menggumpal (Juergens et al. 20022).
Laktosa adalah bentuk karbohidrat susu ( dan laktosa) mempunyai peranan
dalam pembuatan es krim, susu kental manis dan susu bubuk. Laktosa juga mudah diurai
oleh bakteri (Syarief dan Halid 1997). Pertumbuhan mikroba dalam susu dapat
menimbulkan beberapa perubahan karakteriktik susu, misalnya pembentukan asam,
pembentukan gas, menggumpal, berlendir serta perubahan cita rasa dan warna (Fardiaz
30
1992). Kerusakan susu karena faktor mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang
banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena
racun yang diproduksi (Muchtadi 1997). Kerusakan yang terjadi pada produk olahan
susu dipengaruhi oleh bakteri yang mengkontaminasi susu setelah proses pasteurisasi,
yaitu dari peralatan, selama proses pengisian dan dari wadah pengepak, serta dapat pula
dari suhu penyimpanan (Fardiaz 1992).
Rataan nilai pH susu bubuk skim impor dan sebaran rataan nilai pH pada selang
kepercayaan 95% ( 0,05) pada masing-masing negara dapat dilihat pada Tabel 7.
Negara Denmark dan Jerman mempunyai sebaran rataan nilai pH yang sama dan
mempunyai sebaran yang luas dibandingkan dengan ketiga negara lainnya, sedangkan
negara Australia mempunyai sebaran rataan nilai pH paling rendah dibandingkan dengan
ketiga negara lainnya. Urutan rataan nilai pH dari yang tertinggi sampai yang terendah
pada masing-masing negara adalah negara Denmark dan Jerman mempunyai nilai yang
sama, negara New Zealand, negara Belanda dan negara Australia (Gambar 6).
Tabel 7 Rataan nilai pH dan sebaran rataan nilai pH susu bubuk skim impor
Negara
Rataan SD
pH
Selang Kepercayaan 95%
Australia
6,65 0.05
6,54-6,76
Denmark
Belanda
New Zealand
Jerman
6,78 0.10
6,66 0.06
6,70 0.06
6,78 0.10
6,45-7,10
6,52-6,80
6,55-6,85
6,45-7,10
Susu bubuk yang telah dicairkan kembali mempunyai pH sama dengan susu cair
yaitu 6,5 7,5 (Syarief dan Halid 1997). Hasil rataan nilai pH susu bubuk skim impor
dari negara Australia, Denmark, Belanda, New Zealand dan Jerman adalah sesuai dengan
pH susu cair. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7,0
(6,6 7,5) dan hanya beberapa yang dapat tumbuh dibawah pH 4,0 (Fardiaz 1992).
pH
31
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
A us
6.65
6.78
6.66
6.7
6.78
Rataan nilai pH
a
d
k
ia
n
tral
mar Bel an d Zea lan J erma
Den
w
e
N
Negara
SNI
5 x 10 cfu/g
NEGARA
Rataan SD
Australia
Denmark
Belanda
New Zealand
Jerman
(x 10 cfu/g)
3,16 1,49
6,25 0,48
0
7,94 1,26
6,25 1,03
32
Jumlah dan jenis bakteri dalam susu sangat bervariasi. Umumnya jenis bakteri
yang terbanyak dalam susu adalah Streptococcus (0 50%), Micrococcus (30 39%),
bakteri Gram-positif, bakteri Gram-negatif, Bacillus dan lain-lain masing-masing
mempunyai rataan sekitar 10% (Cariera et al. 1974 dalam Cousin dan Bramley 1981).
Berdasarkan sifat Gramnya, bakteri Gram positif umumnya lebih tahan panas dari pada
bakteri Gram negatif (Fardiaz 1992).
7.94
6.25
6.25
x 10 cfu/g
6
5
4
3.16
TPC
3
2
0
1
0
ralia
Aust
ark
Denm
a nd
nda
Zeal
Bela
New
an
Jerm
Negara
Gambar 7 Rataan jumlah total bakteri (TPC) pada susu bubuk skim impor
Keberadaan mikroorganisme pada susu bubuk dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu jumlah dan jenis bakteri pada susu mentah, suhu pemanasan, higiene dan
pengolahan pada saat pengeringan. Jumlah mikroorganisme yang tinggi pada susu
mentah cenderung menghasilkan susu bubuk yang mengandung jumlah mikroorganisme
yang tinggi, khususnya susu mentah yang mengandung bakteri termodurik. Bakteri
termodurik yang dapat diisolasi pada susu bubuk adalah Bacillus, Enterococcus,
Alcaligenes tolerans, Actinomyces umumnya Thermoactinomyces dan Micromonospora.
Umumnya susu mentah yang mengandung bakteri kurang lebih 105 cfu/ml akan
menghasilkan susu bubuk dengan kandungan bakteri tidak lebih dari 104 cfu/g (Varnam
dan Sutherland 1994).
Hadirnya mikroorganisme pada proses pengolahan susu bubuk dapat dirusak
selama proses pemanasan tergantung pada tipe mikroorganismenya, suhu pengeringan
pada pengeluaran udara spray drying atau suhu pemompaan drum dan waktu
penyimpanan pada drum drying. Bentuk vegetatif bakteri Gram negatif, termasuk
Enterobacteriacea dapat bertahan hidup pada proses drying, karena itu pengeringan
33
produk susu diberi perlakuan pemanasan yang sama atau lebih tinggi dari suhu
pasteurisasi. Perlakuan pemanasan ini bertujuan untuk melindungi terjadinya
kontaminasi pada saat pasteurisasi, pengeringan dan pengemasan produk. Adanya
mikroorganisme patogen setelah pasteurisasi dan pengeringan produk susu, merupakan
indikasi kontaminasi setelah pengolahan (Marshall 1993).
Studi tentang susu bubuk telah menunjukkan, bahwa pengeringan merusak
sebagian besar jasad renik, tetapi beberapa jenis yang tahan panas tetap tahan hidup jika
tidak dipanaskan pada suhu tinggi. Jadi pengeringan tidak dapat dipercaya sepenuhnya
dapat merusak bakteri. Pencemaran ulang terhadap susu bubuk mungkin dapat terjadi
pada saat penyusunan kembali menjadi cair. Bakteri Staphylococci, Micrococci dan
organisme yang tahan panas lainnya cenderung memperbanyak diri pada alat yang
digunakan untuk pengolahan susu bubuk (Saksono dan Saksono 1986).
Tersedianya faktor-faktor seperti nutrisi, air, pH, oksigen, potensi oksidasi-reduksi,
dan adanya zat penghambat serta jasad renik lainnya akan mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme pada susu (Fardiaz 1992). Susu bubuk jika disusun kembali dengan air
dan menjadi cair, ia akan menjadi sangat peka terhadap kerusakan dan harus ditangani
dengan benar. Susu yang disusun kembali sebaiknya disimpan dalam almari pendingin
jika tidak digunakan. Untuk menghindari kontaminasi, alat serta air yang digunakan
sebaiknya bebas dari kontaminasi bakteri pencemar (Saksono dan Saksono 1986).
Tabel 9 Rataan jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan
keberadaan Salmonella sp. pada susu bubuk skim impor
SNI
Coliform
E. coli
Salmonella sp
S. aureus
0
APM
0
APM
Negatif
1 x 101
cfu/g
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0
0
0
0
0
NEGARA
Australia
Denmark
Belanda
New Zealand
Jerman
34
Colifrom
E. coli
S. aureus
Salmonella sp.
x 10 cfu/g
2
1
0
0000
ral
Aust
ia
0000
ark
Denm
00 00
0 000
nd
nda
Zeala
Bela
New
0000
an
Jerm
Negara
Gambar 8 Rataan jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan keberadaan bakteri
Salmonella sp. pada susu bubuk skim impor
35
Jumlah E. coli
bernilai nol
menggambarkan suatu produk bahan makanan tidak terkontaminasi oleh feses baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui air dan alat yang digunakan sehingga
menjadi parameter penanganan yang higienis, serta tidak membahayakan kesehatan dan
keamanan konsumen.
E. coli biasanya digunakan sebagai indikator pencemaran air oleh kotoran manusia
dan hewan, karena E. coli hidup dalam usus besar manusia dan hewan (Syarief dan Halid
1997). E. coli dalam jumlah banyak bersama-sama tinja, akan mencemari lingkungan
(Fardiaz 1992). E. coli merupakan bakteri indikator adanya kontaminasi bahan makanan
oleh tinja serta mikroorganisme lain yang ada di saluran percernaan, dan menunjukkan
adanya indikasi masalah pada proses pengolahan makanan. E. coli diijinkan ada pada
makanan antara 1 100 cfu/g atau 100 cfu/ml, kriteria ini menggambarkan
kemungkinan sebagai parameter keamanan makanan (Jay 2003). Coliform dan E. coli
adalah bakteri indikator yang penting dalam pengolahan susu bubuk, sebagai indikasi
adanya bakteri termodurik atau kontaminasi setelah proses pengolahan (Varnam dan
Sutherland 1994).
E. coli umumnya ditemukan pada alat pencernaan manusia, hewan dan beberapa
tipe tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Akan tetapi ada group Shiga toxin-
36
37
oleh S. aureus sangat berbahaya bagi konsumen. Pada kondisi menguntungkan bakteri
S. aureus dalam makanan mampu memperbanyak diri sampai populasi yang sangat
tinggi, tanpa perubahan warna, bau dan rasa yang berarti (Jay 2003).
S. aureus menghasilkan enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan
(Varnam dan Sutherland 1994). Bakteri S. aureus dapat rusak oleh pemanasan, tetapi
bakteri ini dapat tumbuh dan memproduksi racun (enterotoksin) sebelum dimasak.
Enterotoksin yang diproduksi S. aureus tidak rusak oleh pemanasan. Beberapa makanan
seperti susu bubuk dapat menyebabkan keracunan Staphylococcal (Ronsivalli dan Viera
1992; Marshall 1993). Bakteri S. aureus dapat rusak pada pemanasan 60 oC selama 12
menit. Toksin S. aureus tahan pada suhu pasteurisasi, suhu didih dan suhu pengalengan.
Untuk menghancurkan enterotoksin S. aureus memerlukan suhu pemanasan 120 oC
selama 30 menit dengan menggunakan autoklaf (FDA 2007).
Susu mentah sebagai bahan dasar pembuatan produk olahan susu setelah
dipasteurisasi harus segera didinginkan pada suhu 3 C 4 C untuk persiapan proses
lebih lanjut. Tujuan pendinginan ini untuk mencegah lebih lanjut proses kerusakan
secara kimiawi dan fisik dari perlakuan panas dan juga mengurangi kandungan bakteri
termofilik. Beberapa bakteri Staphylococci dapat memproduksi toksin yang berbahaya
dalam panas yang stabil (FAO 1984).
Jay (2003) melaporkan adanya wabah keracunan S. aureus pada bulan Juni-Juli
pada tahun 2000 di Kansai Jepang dan menimbulkan korban 13.420 orang akibat
mengkonsumsi skim milk powder dari sumber yang sama. Gejala klinis pada penderita
keracunan S. aureus adalah 73,3% muntah dan 75,9% mengalami diare. Puncak
terjadinya gejala klinis adalah 3 4 jam setelah mengkonsumsi skim milk powder yang
terkontaminasi S. aureus bahkan sampai 6 jam. Hasil pemeriksaan laboratorium dari sisa
skim milk powder yang dikonsumsi mengandung 3,7 ng/g Staphylococcal enterotoxin A
(SEA).
S. aureus secara umum ditemukan pada kulit dan selaput lendir manusia (Varnam
dan Sutherland 1994). S. aureus secara normal ditemukan pada hidung, tenggorokan dan
kerongkongan, yang menyebabkan ujung jari dan tangan dapat terkontaminasi oleh
S. aureus. Untuk mencegah timbulnya kontaminasi makanan oleh S. aureus maka orang
yang menangani atau mengelola makanan seharusnya sebisa mungkin mencegah diri
untuk tidak menangani atau menyentuh makanan tanpa memakai alas atau penutup
38
tangan, terutama makanan yang akan mendukung pertumbuhan S. aureus (Ronsivalli dan
Vieira 1992).
S. aureus yang berdiam di daerah pernafasan pada orang sehat dapat menyebabkan
penyakit sinusitis pada rongga hidung, mulut, dada dan menyebabkan demam.
Penggunaan masker dapat mencegah terjadinya kontaminasi langsung dari pernafasan ke
makanan (Saksono dan Saksono 1986).
Keberadaan bakteri S. aureus atau enterotoxin S. aureus dalam proses pengolahan
makanan atau pada alat pengolahan makanan merupakan indikasi lemahnya sanitasi
dalam pengolahan atau penanganan makanan. S. aureus dapat menyebabkan beberapa
keracunan makanan (food poisoning) sehingga merupakan agen penyebab foodborne
disease. Metode yang digunakan untuk mendeteksi atau menghitung S. aureus
tergantung pada jenis makanan yang diuji serta latar belakang dari bahan yang diuji.
Strain yang diduga merupakan bakteri S. aureus menunjukkan hasil reaksi koagulase
positif (Bennet dan Lancette 1998).
39
Dalam pengujian isolasi Salmonella pada susu bubuk skim perlu dipertimbangkan
tatacara atau langkah rekonstruksi (pencairan kembali), suhu penyimpanan dan lamanya
penyimpanan. Berdasarkan penelitian Bechers et al. (1985) menunjukkan indikasi susu
bubuk skim yang direkontruksi sebagai sampel penelitian sangat sesuai untuk isolasi
Salmonella. Kesimpulan dari penelitian ini adalah susu bubuk skim yang direkontruksi
dan disimpan pada suhu ruang menunjukkan pengurangan jumlah sampel yang positif
Salmonella dibandingkan waktu penyimpanan ditambah. Susu skim yang direkontruksi
dan disimpan pada suhu 4C tidak menunjukkan adanya efek yang cukup berarti.
Salmonella seringkali menimbulkan foodborne patogen yang mempengaruhi
mikrobiologi keamanan pangan pada susu bubuk dan keju. S. agona yang diinokulasi
pada susu bubuk skim dapat terdeteksi sebanyak 5 10 cfu/g, bila disimpan pada suhu
5 C, 15 C dan 25 C selama 5 menit dengan menggunakan ProbeliaTM (Wan et al.
2000).
Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang tidak berspora, ada
2.400 serotipe. Habitatnya terdapat pada alat pencernaan, sehingga terdapat pada feses.
Insekta dapat berperan sebagai vektor penyebaran Salmonella. Pelayaran internasional
produk peternakan dan makanan, diduga menjadi sumber penyebaran Salmonella ke
berbagai negara di dunia (Jay 2003).
Salmonella merupakan bakteri patogen yang berbahaya, dapat menimbulkan
banyak penyakit pada manusia dan hewan. Bakteri ini umumnya terdapat pada saluran
pencernaan manusia atau hewan. Ada lebih 2.384 serotipe yang berbeda dari Salmonella
yang teridentifikasi. Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa muntah, septikemia,
demam, dan gastroenteritis, tergantung dari jenis spesies yang menginfeksinya. Beberapa
wabah listeriosis dan salmonellosis dapat terjadi akibat mengkonsumsi susu dan produk
olahannya (Hassan et al. 2000).
United State Department of Agriculture (USDA) melaporkan adanya Salmonella
pada 34 sampel susu bubuk skim yang diambil dari 2.741 sampel yang dianalisa dari 23
negara bagian pada bulan April Agustus tahun 1966. Beberapa Salmonella ditemukan
pada produk susu kering. Kontaminasi susu bubuk skim dengan S. typhimurium dan S.
agona terjadi pada tahun 1979 di Oregon USA. Berdasarkan hasil surveillans USDA
yang dilakukan secara kontinu menyatakan bahwa kurang lebih hadirnya Salmonella
pada susu bubuk yang diambil sampel umumnya tidak lebih dari 1% (Marshall 1993).
Kesimpulan
Hasil penelitian Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau dari Kualitas
Mikrobiologi ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kualitas susu bubuk skim bubuk impor yang dilalulintaskan melalui Balai
Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok, Jakarta adalah baik, berdasarkan hasil
pemeriksaan pH mempunyai nilai kisaran antara 6,45 7,10, hasil pengujian
organoleptik mempunyai warna putih kekuning-kuningan atau krem, aromanya
khas bau susu, rasa susu agak manis,
menggumpal.
2. Dari segi kualitas mikrobilogik susu bubuk skim impor tersebut juga mempunyai
kualitas yang baik dan aman dikonsumsi dengan hasil pengujian jumlah total
bakteri (TPC),
Salmonella sp. sesuai standar mutu batas maksimun cemaran mikroba (BMCM)
SNI No. 01 6366 2000 dan SNI No. 01 2970 1999.
Saran
1. Dalam rangka memutuskan pemberian surat ijin persetujuan pemasukan impor
produk susu bubuk dari luar negeri, perlu dipertimbangkan mengenai kandungan
mikroorganisme dalam susu bubuk skim impor.
2. Perlunya peningkatan pengawasan dan pemeriksaan kualitas dan keamanan
terhadap produk susu dan olahannya dari luar negeri.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua susu bubuk skim impor
mempunyai nilai batas maksimum cemaran mikroba di bawah dan sesuai standar
yang ditetapkan SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999. Dalam upaya
peningkatan keamanan pangan maka perlu adanya penelitian lanjutan terhadap
cemaran bakteri patogen lainnya seperti Listeria monocytogenes, Bacillus spp.,
Micrococci thermoduric, Streptococci thermoduric, serta Corynebacteria; residu
antibiotika dan residu hormon pada susu bubuk impor.
LAMPIRAN
Negara asal : ..
Tanggal pemuatan dari negara asal : .
Tanggal kedatangan : .
Tanggal bongkar : ..
Apakah pengirimannya transit di negara lain : ya/tidak
Jika ya di negara mana? .
6. Alat angkut :
7. - Ventilasi dan sirkulasi udara : .
- Suhu udara : .
- Kelembaban : ...
- Apakah memuat komoditi lain selain susu bubuk skim impor : ya/tidak
Jika ya komoditi apa? ..
8. Tempat penyimpanan (kontainer/storage) :
- Suhu kontainer : ...
- Kelembaban :
- Kapasitas alat penyimpanan : ...
- Bahan alat penyimpan : .
- Apakah memuat komoditi lain selain susu bubuk : ya/tidak
Jika ya komoditi apa? ...
9. Tanggal produksi susu bubuk skim impor :
10. Tanggal kadaluarsa : ..
11. Produsen susu bubuk :
12. Eksportir : ...
13. Importir : ...
14. Kemasan : plastik/karung/kertas karton
15. Ukuran kemasan :
16. Kelainan pada kondisi kemasan : ............
No
1
Negara Asal
Australia
Tanggal
Kedatangan
Tanggal
Bongkar
Tanggal
Produksi
Tanggal
Kadaluarsa
Tanggal
Pemuatan dari
Negara Asal
7 06 2006
12 06 2006
12 06 2006
18 03 2006
18 03 2008
7 06 2006
12 06 2006
12 06 2006
20 03 2006
20 03 2008
9 06 2006
15 06 2006
15 06 2006
09 03 2006
09 03 2008
9 06 2006
15 06 2006
15 06 2006
09 03 2006
09 03 2008
Jumlah
Sampel
Denmark
15 03 2006
17 04 2006
18 04 2006
28 02 2006
28 02 2008
Belanda
09 07 2006
5 08 2006
5 08 2006
21 04 2006
21 04 2008
09 07 2006
5 08 2006
5 08 2006
24 04 2006
24 04 2008
10 05 2006
18 05 2006
18 05 2006
13 11 2005
13 11 2007
10 05 2006
18 05 2006
18 05 2006
15 11 2005
15 11- 2007
20 05 2006
28 05 2006
28 05 2006
18 11 2005
18 11 2007
02 04 2006
29 04 2006
29 04 2006
17 08 2005
17 08 2008
New Zealand
Jerman
Total
Kemasan
Bag 25 kg, 1 lapis plastik, 4 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis plastik, 4 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
Bag 25 kg, 1 lapis
kantung semen
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
plastik, 4 lapis
40
47
No
Negara Asal
Ventilasi dan
Sirkulasi Udara
Suhu Udara
(C)
Kelembaban
(%)
Australia
Ada
29
89
Denmark
Ada
29
89
Belanda
Ada
29
90
New Zealand
Ada
28
88
Jerman
ada
29
89
Keterangan
Memuat daging dalam kontainer
yang berbeda
Memuat produk olahan susu dalam
kontainer yang berbeda
Memuat produk olahan susu dalam
kontainer yang berbeda
Memuat daging dalam kontainer
yang berbeda
Memuat produk olahan susu dalam
kontainer yang berbeda
48
No
Negara Asal
Australia
2
3
Denmark
Belanda
New Zealand
Jerman
Ventilasi dan
Sirkulasi Udara
Suhu Kontainer
(C)
Kelembaban
(%)
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
25
25
24
24
24
24
25
23
25
25
24
68
68
68
68
68
65
68
65
68
68
65
Kapasitas Alat
Bahan Alat
Penyimpanan Penyimpanan
(ton)
9
besi
12
besi
9
besi
9
besi
12
besi
15
besi
15
besi
12
besi
12
besi
12
besi
12
besi
Keterangan
-
49
Lampiran 5 Data Pemeriksaan Organoleptik dan Pengujian Kualitas Mikrobiologi Susu Bubuk Skim Impor
No
Negara Asal
pH
Pemeriksaan
Organoleptik
Australia
A1
6,8
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
Denmark
B1
B2
B3
6,5
6,8
6,5
7,0
6,4
6,8
7,0
6,5
6,5
6,7
6,6
6,5
6,5
6,8
6,8
6,5
Idem
Idem
Idem
Coliform
E. coli
APM
Pemeriksaan
I + II
I + II
APM
S. aureus
Salmonella sp.
(cfu/g)
Positif/Negatif
I + II
I + II
II
3,0
3,0
0,0
0,0
0,0
Negatif
2,0
4,0
0,0
115,0
12,0
2,0
4,0
12,0
2,0
4,0
12,0
1,0
2,0
1,0
3,0
0,0
69,0
13,0
1,0
3,0
12,0
1,0
1,0
2,0
1,0
1,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2,0
2,0
1,0
8,0
5,0
4,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
50
B4
No
Negara Asal
7,0
pH
Idem
Pemeriksaan
Organoleptik
Belanda
1,0
8,0
0,0
Coliform
APM
II
I + II
0,0
E. coli
APM
Pemeriksaan
I + II
0,0
Negatif
S. aureus
Salmonella sp.
(cfu/g)
Positif/Negatif
I + II
I + II
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Negatif
6.7
6,8
6,5
6,8
6,5
6,8
6,8
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
7,0
6,5
7,0
6,5
6.6
6,8
6,5
6,8
6,8
6,5
Idem
Idem
Idem
Idem
Idem
Idem
Idem
Idem
Idem
Idem
3,0
1,0
8,0
6,0
4,0
6,0
17,0
5,0
5,0
4,0
1,0
1,0
10,0
3,0
3,0
5,0
30,0
5,0
1,0
4,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
6,5
Idem
6,0
3,0
0,0
0,0
0,0
Negatif
C1
6,5
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
New Zealand
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
D9
C10
Jerman
E1
51
E2
E3
E4
6,8
6,8
7,0
Idem
Idem
Idem
4,0
9,0
6,0
7,0
5,0
3,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Negatif
Negatif
Negatif
52