Anda di halaman 1dari 30

1

I.

II.

JUDUL:
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN
KOOPERATIF
TIPE
TEAMS
GAMES
TOURNAMENTS PADA MURID KELAS V SD NEGERI 22 PAREPARE
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kita ketahui bersama bahwa pendidikan merupakan hal yang

sangat penting, sangat berpengaruh dalam kehidupan kita (baik itu


pendidikan formal maupun pendidikan non formal). Pendidikan
formal tidak lain ialah pendidikan yang ditempuh di sekolahsekolah. Di sekolah inilah kita mempelajari berbagai jenis mata
pelajaran, salah satunya ialah pelajaran matematika. Matematika
merupakan pelajaran yang sangat berpengaruh hampir di setiap
pelajaran lainnya atau dengan kata lain setiap pelajaran tidak lepas
dari pelajaran matematika. Tujuan utama matematika sekolah ialah
untuk menciptakan pola pikir yang logis atau sistematis dan untuk
memperoleh kemampuan dalam memecahkan masalah anak baik
pada matematika itu sendiri maupun dalam kehidupannya. Dari
uraian tersebut sangat jelas bahwa betapa pentingnya pelajaran
matematika.
Namun pada kenyataannya pencapaian-pencapaian yang kita
harapkan pada para murid dalam belajar matematika belum
sepenuhnya tercapai. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor.
Salah satu penyebabnya yaitu kurang disiplinnya murid dalam
kegiatan pembelajaran yang berakibat pada kurang maksimalnya

hasil

pembelajaran

yang

dicapai.

Para

murid

menginginkan

kegiatan belajar yang santai atau belajar sambil bermain, namun


guru mengkhawatirkan jika demikian maka akan menghambat
jalannya pembelajaran. Pada pembelajaran matematika yang
dilaksanakan pada murid kelas V SD Negeri 22 Parepare, hasil yang
ditunjukkan kurang maksimal. Hal ini ditunjukkan dari salah satu
data nilai ulangan harian yang menunjukkan nilai rata-rata murid
belum mencapai nilai KKM yang ditetapkan yaitu 65, di mana nilai
rata-rata murid hanya 63. Dengan demikian diperlukan upayaupaya untuk lebih meningkatkan hasil belajar matematikanya.
Dalam hal ini peneliti mengupayakan untuk menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Model pembelajaran
kooperatif tipe TGT atau teams games tournaments adalah salah satu
tipe model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh murid tanpa harus ada perbedaan status dan mengandung unsur permainan.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif
tipe teams games tournaments (TGT) memungkinkan murid dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar. Hal ini diharapkan akan sangat membantu bagi proses
pembelajaran murid kelas V SD Negeri 22 Parepare agar hasil pembelajaran
matematika lebih maksimal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: apakah hasil

belajar matematika dapat meningkat melalui model pembelajaran


kooperatif tipe teams games tournaments (TGT) pada murid kelas V
SD Negeri 22 Parpare?.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan

masalah

tersebut,

maka

tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa hasil belajar


matematika

dapat

meningkat

melalui

model

pembelajaran

kooperatif tipe teams games tournaments (TGT) pada murid kelas V


SD Negeri 22 Parepare.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian melalui
model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournaments (TGT) dalam
pembelajaran matematika, sebagai berikut:
1. Bagi Murid
a. Dengan situasi belajar yang menyenangkan murid lebih aktif
mengikuti proses pembelajaran matematika, sehingga hasil
belajar murid lebih meningkat.
b. Agar murid lebih kompetitif dalam kegiatan pembelajaran
matematika.
c. Agar murid dapat membangun kerja sama yang baik dalam
kelompok belajarnya masing-masing.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini memberikan manfaat yang besar bagi guru
di antaranya, agar guru dapat lebih kreatif dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran matematika dan akan membantu guru
untuk meningkatkan hasil belajar murid.

3. Bagi Sekolah
a. Penelitian ini memberikan

manfaat

bagi

sekolah

dengan

menjadikan hasil belajar murid sebagai tolak ukur untuk lebih


meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
b. Dengan peningkatan hasil belajar murid akan memberikan
kesan yang positif bagi sekolah.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang upaya
yang tepat dilakukan dalam meningkatkan hasil belajar matematika
murid.
III.

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR


A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Belajar
Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai kegiatan

psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian


dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan
materi ilmu pengetahuan sebagai kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya.
Pasaribu dan Simanjuntak (Hilgard, 1980: 59), learning is the
process by which an activity

originates or is changed through

responding to a situation, provided the changes can not be


attributed to growth or the temporary state of the organism as in
fatigue or under drugs.
Belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi
terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut
belajar apabila

disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan

sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obatobatan.


Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan,
kecakapan, tingkah laku. Perubahan itu diperoleh melalui latihan
(pengalaman) bukan perubahan yang dengan sendirinya karena
pertumbuhan kematangan atau karena keadaan sementara seperti
mabuk.

Dalam

hal

belajar

perubahan

yang

terjadi

dapat

ditunjukkan, misalnya dalam kecakapan berhitung diperlukan umur


tertentu

(6-7

tahun)

koordinasi.

Walaupun

fungsi

yang

bersangkutan telah matang, tetapi tanpa koordinasi maka proses


belajar

tidak

tercapai.

Sedangkan

kematangan

menghasilkan

perubahan, tetapi berbeda dengan perubahan yang terdapat pada


belajar. Anak burung terbang bila telah tiba waktunya (matang),
dalam hal ini perubahan terjadi dengan sendirinya bukan karena
usaha.
Menurut aliran behavioristik (Sanjaya Wina, 2006: 114),
belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan
yang

ditangkap

pancaindera

dengan

kecenderungan

untuk

bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R).


Menurut Skinner (Muhibbin Syah, 2002: 64), seperti yang
diikuti Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psycology: The
Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar adalah
suatu

proses

adaptasi

(penyesuaian

tingkah

laku)

yang

berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam

pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah a process of


progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya B.F.
Skinner

percaya

bahwa

proses

adaptasi

tersebut

akan

mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat


(reinforcer).
Menurut Chaplin (Muhibbin Syah, 2002: 65) dalam Dictionary
of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan.
Rumusan

pertama

berbunyi:

acquisition

of

any

relatively

permanent change in behavior as a result of practice and


experience (Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku
yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman).
Rumusan keduanya adalah process of acquiring responses as a
result of special practice (Belajar ialah proses memperoleh responsrespons sebagai akibat adanya latihan khusus).
Dari beberapa pendapat di atas mengenai definisi belajar,
maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang
dialami,

baik

pengalaman

yang

yang

berupa

pelatihan-pelatihan

menyebabkan

terjadinya

atau

pun

perubahan

pada

tingkah laku ke arah yang lebih baik atau adanya peningkatan


kualitas pada diri terutama dalam hal kognitif, afektif, dan
psikomotor sehingga terbentuknya pribadi yang utuh.
2. Hakikat Matematika
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir,
oleh

karena

itu

logika

adalah

dasar

untuk

terbentuknya

matematika. Pada permulaannya cabang-cabang matematika yang


ditemukan adalah aritmetika atau berhitung, aljabar, dan geometri.
Banyak orang yang mempertukarkan antara matematika
dengan aritmetika atau berhitung. Padahal, matematika memiliki
cakupan yang lebih luas daripada aritmetika. Aritmetika hanya
merupakan

bagian

dari

matematika.

Menurut

Johnson

dan

Myklebust (Mulyono Abdurrahman, 2003: 252), matematika adalah


bahasa simbolis yang fungsinya praktis untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
Paling (Mulyono Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan
bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban
terhadap

masalah

yang

menggunakan

informasi,

bentuk

ukuran,

dan

dihadapi
menggunakan

menggunakan

manusia;

suatu

pengetahuan
pengetahuan

cara

tentang
tentang

menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri


manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubunganhubungan. Berdasarkan pendapat Paling (Mulyono Abdurrahman,
2003: 252) tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan
jawaban atas tiap masalah yang dihadapinya manusia akan
menggunakan (1) informasi yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi; (2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan ukuran;
(3) kemampuan untuk menghitung; dan (4) kemampuan untuk
mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan.

Cocroft (Mulyono Abdurrahman, 2003: 253) mengemukakan


bahwa matematika perlu diajarkan kepada murid karena:
a. Selalu digunakan dalam segala segi kehidupan.
b. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika
yang sesuai.
c. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas.
d. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai
cara.
e. Meningkatkan

kemampuan

berpikir

logis,

ketelitian

dan

kesadaran keruangan.
f. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah
yang menantang.
Konsep-konsep

matematika

bersusun

secara

hirarkis,

terstruktur, logis, dan sistematik mulai dari konsep yang paling


kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat
sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya.
Ibarat membangun sebuah gedung bertingkat, lantai kedua dan
selanjutnya tidak akan terwujud apabila pondasi dan lantai
sebelumnya yang menjadi prasyarat benar-benar belum dikuasai,
agar dapat memahami konsep selanjutnya.
Dengan kata lain, matematika tumbuh dan berkembang
untuk dirinya sendiri. Selain itu matematika juga sebagai ilmu yang
melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan
operasionalnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang hakikat
matematika,

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

matematika

merupakan ilmu pengetahuan yang terdiri dari beberapa konsep

yang bersifat abstrak, dengan demikian melatih kita untuk berpikir


logis sehingga langkah-langkah yang diambil dalam memecahkan
masalah bersifat hirarki (lebih terarah) baik itu masalah dalam ilmu
matematika itu sendiri maupun masalah dalam kehidupan seharihari.
3. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu
proses belajar. Ini berarti bahwa optimalnya hasil belajar murid
bergantung pula pada proses belajar murid dan proses mengajar
guru. Banyak ahli telah mendefinisikan tentang pengertian hasil
belajar. Biasanya setiap definisi berbeda satu sama lain, namun
pada hakikatnya definisi tersebut memiliki makna yang hampir
sama.
Howard Kingsley (Nana Sudjana, 1989: 22) membagi tiga
macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b)
pengetahuan dan pengertian,
masing

hasil

belajar

(c) sikap dan cita-cita. Masing-

dapat

diisi

dengan

bahan

yang

telah

ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima


kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan
intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan
motoris. Sedangkan dalam sistem pendidikan nasional rumusan
tujuan

pendidikan,

baik

tujuan

kurikuler

maupun

tujuan

instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin

10

Bloom yang secara garis besar membaginya dalam tiga ranah,


yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Hasil belajar matematika adalah tingkat pemahaman dan
penguasaan yang diperoleh murid berupa keterampilan kognitif,
perubahan

sikap

dan

cita-cita

setelah

mengikuti

proses

pembelajaran (Halija, 2010: 11).


Peningkatan hasil belajar dapat ditentukan oleh tingkat
kemauan murid untuk belajar secara bermakna dan terus menerus,
murid

yang

mendorong

mempunyai

minat

perkembangan

macam-macam

kegiatan

dan

kemauan

intelektual
yang

dapat

dirinya

belajar
dalam

meningkatkan

yang
bentuk
hasil

belajarnya. Sedangkan murid yang minat dan kemauan belajarnya


kurang akan memberi hasil yang kurang pula, jika kemauan belajar
matematika tinggi diharapkan hasil belajar murid di sekolah juga
akan tinggi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar matematika merupakan suatu keterampilan
yang

diperoleh

setelah

melalui

proses

belajar

atau

tingkat

pencapaian yang didapat seseorang setelah adanya usaha-usaha


yang dilakukan. Kaitannya dengan belajar, berarti hasil yang
ditunjukkan berupa tingkatan yang dapat dicapai oleh murid
setelah melalui proses belajar dalam interval tertentu yang juga
telah diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.
4. Model Pembelajaran Kooperatif

11

Pada

tahun

pendidikan

yang

1916,

John

Dewey

menyatakan

menetapkan

bahwa

kelas

konsep

seharusnya

mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai


laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Sejalan
dengan John Dewey, Herbert Thelan (1954-1969) juga berpendapat
bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur
demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan
antar pribadi.
Selanjutnya muncul David Johnson dan Roger Johnson tahun
1994, merupakan pencetus teori unggul tentang pembelajaran
kooperatif, memberikan pembelajaran berdasarkan pengalaman.
Belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi
bahwa belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam
pengalaman

belajar,

pengetahuan

harus

ditemukan

sendiri

sehingga lebih bermakna, dan komiten terhadap belajar paling


tinggi jika tujuan pembelajaran ditentukan sendiri dan secara aktif
mempelajari tujuan tersebut. Berdasarkan perkembangan tersebut
sehingga pembelajaran kooperatif atau belajar bersama (learning
together) merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif
untuk ditetapkan di sekolah. Model ini melibatkan murid yang
bekerja dalam kelompok-kelompok beranggotakan 4 atau 5 orang
secara heterogen menangani materi tertentu.
Berikutnya langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
menurut Slavin (Marwati Abd. Malik, 2000: 10).

12

Tabel

2.1

Langkah-langkah

atau

Fase-fase

Model

Pembelajaran Kooperatif
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan Guru
menyampaikan
semua
tujuan
dan
memotivasi pembelajaran yang ingin dicapai pada
murid.
pembelajaran tersebut dan memotivasi
murid belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi atau materi
atau materi pelajaran. pelajaran kepada murid dengan jalan
demonstrasi, lewat bahan bacaan, atau
Fase-3
ceramah.
Mengorganisasikan
murid
ke
dalam Guru membagi murid dalam beberapa
kelompok-kelompok
kelompok dan menjelaskan kepada murid
belajar.
bagaimana caranya bekerjasama dalam
kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara
efisien.

Fase-4
Membimbing
kelompok bekerja dan
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar.
belajar yang memerlukan atau kelompok
yang
mendapatkan
kesulitan
dalam
Fase-5
mengerjakan tugas mereka.
Evaluasi
Fase-6
Memberikan
penghargaan

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


materi yang telah dipelajari dengan cara
masing-masing
kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.

Berikut ini beberapa tipe dalam pembelajaran kooperatif


diantaranya:
a. Student Teams-Achievement Divisions (STAD)

13

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman di


Universitas

John

Hopkin,

merupakan

pendekatan

cooperatif

learning yang paling sederhana. STAD mengacu pada belajar


kelompok, menyajikan informasi akademik baru pada murid setiap
minggu dengan menggunakan presentasi verbal dan teks.
b. Jigsaw
Jigsaw dikembangkan dan diuji coba Elliot Aroson bersama
teman-teman Universitas Texas, kemudian diadaptasikan oleh
Slavin. Materi pelajaran diberikan dalam bentuk teks. Setiap
anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian
tertentu bahan yang diberikan.
c. Tipe Struktural
Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993), tipe ini
memberi penekanan pada penggunaan struktur yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi murid. Kagen menghendaki
siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih
menekankan pada penghargaan kooperatif daripada individual.
d. Investigasi Kelompok (IK)
Tipe ini merupakan tipe cooperative learning yang paling
kompleks dan sulit diterapkan. Tipe ini dikembangkan oleh Thelan
dan dipertajam oleh Sharan. Di dalam pengelompokan murid
menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, murid dan
guru mengevaluasi tiap konstribusi kelompok terhadap kerja keras
sebagai suatu keseluruhan.

14

Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif lainnya


adalah tipe teams games tournaments (TGT), yang tidak lain adalah
tipe yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini.
Untuk lebih jelasnya model pembelajaran kooperatif tipe TGT akan
diuraikan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams
Tournaments (TGT)
Teams
Games
Tournaments

(TGT)

pada

Games
mulanya

dikembangkan oleh David De Varies dan Keith Edwards. Dalam TGT,


para murid dikelompokkan dalam tim/ kelompok belajar yang
heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu murid bekerja
dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim
telah menguasai pelajaran (Slavin dalam Mahmuddin: 2009).
Dalam tipe TGT ini, kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 3 sampai dengan 5 orang murid. TGT memiliki dimensi
kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman
satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk
permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan
masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu murid sedang
bermain dalam game temannya tidak boleh membantu, untuk
memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.
Ismail (Reski Mutmainnah, 2010: 12) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif

merupakan

model

pembelaran

yang

mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerjasama antara murid


dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para murid

15

dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk


mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan
masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah
untuk memberikan kesempatan kepada murid agar dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Slavin (Mahmuddin: 2009) dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT ada lima langkah tahapan, yaitu penyajian kelas
(class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games),
pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team recognition).
a. Penyajian Kelas (Class Presentation)
Mempersentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas,
atau kegiatan yang harus dilakukan murid, dan memberikan motivasi. Pada saat
penyajian kelas ini, murid harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi
yang diberikan guru, karena akan membantu murid bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
b. Belajar Kelompok (Team Study)
Murid bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras/ suku yang berbeda. Setelah guru
menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan
menggunakan LKM (lembar kerja murid). Dalam kelompok terjadi diskusi untuk
memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada
anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
c. Permainan (Games Tournaments)
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok
yang berbeda. Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
menguji pengetahuan yang didapat murid dari penyajian kelas dan belajar kelompok,
dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang

16

telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok. Kebanyakan game terdiri dari


pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Murid memilih kartu bernomor dan
mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Murid yang
menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
d. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang
diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas
HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori
rerata poin.
Menurut Slavin (Doantara Yasa: 2008) penentuan poin yang diperoleh oleh
masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh
seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Perhitungan Poin Permainan untuk Empat Pemain
Pemain dengan

Poin Bila Jumlah Kartu yang


Diperoleh

Top Scorer
40
High Middle Scorer
30
Low Middle Scorer
20
Low Scorer
10
Tabel 2.2 Perhitungan Poin Permainan untuk Tiga Pemain
Pemain dengan

Poin Bila Jumlah Kartu yang


Diperoleh

Top scorer
60
Middle scorer
40

17

Low scorer
20
Tabel 2.3 Kriteria Pengahrgaan Kelompok
Kriteria ( Rerata Kelompok )

Predikat
Tim Kurang baik

30 sampai 39
Tim Baik
40 sampai 44
Tim Baik Sekali
45 sampai 49
Tim Istimewa
50 ke atas
Pelaksanaan

games

dalam

bentuk

turnamen

dilakukan

dengan prosedur, sebagai berikut:


a.

Guru menentukan nomor urut murid dan menempatkan


murid pada meja turnamen (tiap tim terdiri dari 3 orang murid,
kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan,
1 lembar jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1 lembar skor
permainan.

b.

Murid mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor


tertinggi) dan yang lain menjadi penantang I dan II.

c.

Pembaca I mengocok kartu dan mengambil kartu yang


teratas.

18

d.

Pembaca I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan


mencoba menjawabnya. Jika jawaban salah, tidak ada sanksi
dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti
skor.

e.

Jika penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka


dapat mengajukan jawaban secara bergantian.

f.

Jika

jawaban

penantang

salah,

dia

dikenakan

denda

mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika ada).


g.

Selanjutnya murid berganti posisi (sesuai urutan) dengan


prosedur yang sama.

h.

Setelah selesai, murid menghitung kartu dan skor mereka


dan diakumulasi dengan semua tim.

i.

Penghargaan sertifikat, tim super untuk kriteria atas, tim


sangat baik (kriteria tengah), tim baik (kriteria bawah).
Untuk

pergeseran

melanjutkan
tempat

turnamen,

siswa

guru

berdasarkan

dapat

prestasi

melakukan
pada

meja

turnamen (Mahmuddin: 2009).


Slavin (Mahmuddin: 2009) melaporkan beberapa laporan
hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap

19

pencapaian belajar murid yang secara implisit mengemukakan


keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
a.

Para murid di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT


memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
kelompok rasial mereka dari pada murid yang ada dalam kelas
tradisional.

b.

Meningkatkan perasaan/ persepsi murid bahwa hasil yang


mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada
keberuntungan.

c.

TGT meningkatkan harga diri sosial pada murid tetapi tidak


untuk rasa harga diri akademik mereka.

d.

TGT

meningkatkan

kekooperatifan

terhadap

yang

lain

(kerjasama verbal dan non verbal, kompetisi yang lebih sedikit).


e.

Keterlibatan murid lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi


menggunakan waktu yang lebih banyak.

f.

TGT meningkatkan kehadiran murid di sekolah pada remajaremaja

dengan

gangguan

emosional,

lebih

menerima skors atau perlakuan lain.


Skenario Turnament
Kelompok A
A-1

A-2

A-3

sedikit

yang

20

Meja 1

B-1

Meja 2

B-2

B-3

Meja 3

C-1

Kelompok B

C-2

C-3

Kelompok C

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka kerangka berpikir
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dalam proses pembelajaran matematika, ketika suasana
pembelajaran tidak menyenangkan dan kurangnya peran serta
murid dalam proses pembelajaran maka tentunya akan timbul
masalah, yang berujung pada kurang maksimalnya pencapaian
hasil belajar murid. Dengan demikian, untuk mengatasi masalah
tersebut tentunya diperlukan pembelajaran yang akan meciptakan
suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menigkatkan
keaktifan murid selama proses pembelajaran.
Model pembelajaran yang akan membantu adalah model
pembelajaran kooperatif tipe teams games tournaments (TGT).
Dalam menerapkan model pembelajaran ini guru akan membentuk
suasana

belajar

kelompok

yang

kompetitif

dan

ada

unsur

tournament atau permainan di dalamnya. Tentunya hal tersebut

21

akan membantu murid lebih aktif dalam proses pembelajaran dan


murid lebih nyaman mengikuti proses pembelajaran.
Bentuk Skema Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang
diuraikan, maka rumusan hipotesisnya sebagai berikut: jika
dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran koooperatif
tipe

teams

matematika

games
murid

tournaments
kelas

SD

(TGT),

maka

Negeri

22

hasil

Parepare

belajar
dapat

meningkat.
IV.

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Kegiatan ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom

action research). Penelitian ini dibagi atas dua siklus dan setiap
siklus terdiri atas empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi.

22

B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 22 Parepare dengan
subjek penelitian adalah kelas V dengan jumlah murid sebanyak 20
orang, dengan rincian 11 murid laki-laki dan 9 murid perempuan.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran
2010/ 2011.
C. Faktor yang Diteliti
Ada beberapa faktor yang harus diselidiki yaitu:
1. Faktor murid, yaitu dengan melihat kehadiran dan keaktifan
murid dalam proses pembelajaran seperti minat, perhatian, dan
kesungguhan murid dalam belajar serta keberanian murid
bertanya dan memberi tanggapan terhadap jawaban dari murid
lain atau pun dari guru.
2. Faktor proses, sejauh mana keefektifan proses pembelajaran
yang berlangsung, dengan melihat interaksi (baik intetraksi
antara murid dan guru atau pun antara murid dan murid
lainnya) dalam proses pembelajaran dan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe teams games tournaments (TGT).
3. Faktor hasil belajar matematika yaitu dengan melihat sejauh
mana keberhasilan murid dalam belajar matematika setelah
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe teams games
tournaments (TGT).
D. Definisi Operasional Variabel
Definsi operasional variabel dalam penelitian ini sebagai
berikut:

23

1. Pembelajaran kooperatif tipe teams games tournaments (TGT)


adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang memiliki
dimensi

kegembiraan

yang

diperoleh

dari

penggunaan

permainan akademik. Di mana murid akan dikelompokkan


dalam tim/ kelompok belajar yang heterogen.
2. Hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai seorang
murid setelah melakukan suatu usaha dalam memahami dan
menguasai materi pelajaran tertentu dengan menggunakan tes
sebagai alat ukur keberhasilan murid.
E. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data tentang hasil belajar murid dalam
penelitian ini digunakan lembar observasi dan tes hasil belajar
berupa essay tes dan multiple chooise yang dibuat sendiri oleh
peneliti dan guru mata pelajaran. Instrumen ini akan dikembangkan
oleh

peneliti

dan

divalidasi

oleh

validator

yang

dianggap

mengetahui hal tersebut.


1. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar yang dimaksud ialah untuk mengukur tingkat
keberhasilan murid pada materi pelajaran yang diadakan pada
setiap akhir siklus.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk menilai/ mengidentifikasi keadaan murid/
aktifitas murid seperti kehadiran, keaktifan, dan kesungguhan
selama proses belajar berlangsung. Lembar observasi dibuat oleh
peneliti dan diisi oleh observer.

24

Sebelum tes dilakukan terlebih dahulu soal-soal divalidasi


oleh guru dan dosen pembimbing.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan ini dilakukan selama dua siklus, yaitu:
siklus I yang berlangsung selama dua minggu atau empat kali
pertemuan dan siklus II yang berlangsung selama dua minggu atau
empat kali pertemuan.
Sesuai dengan hakikat penelitian tindakan kelas, siklus II
merupakan perbaikan pada siklus I, selanjutnya pada setiap siklus
terdiri dari: (1) tahap perencanaan, (2) tahap tindakan, (3) tahap
observasi, dan (4) tahap refleksi.
Siklus I
1. Perencanaan
Adapun kegiatan-kegiatan pada tahap ini meliputi:
a. Menelaah kurikulum kelas V SD pada pelajaran matematika.
b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk
setiap pertemuan.
c. Membuat format observasi, mengamati dan mengidentifikasi
kesulitan

belajar

murid

selama

proses

pembelajaran

berlangsung, seperti: kehadiran, keaktifan, dan kesungguhan


d.
e.
f.
g.
h.
i.
2.
a.

dalam belajar.
Menyusun lembar kerja murid (LKM).
Melengkapi alat media pembelajaran.
Menyusun lembar soal latihan.
Menyusun lembar kunci jawaban.
Menyusun lembar format rekap skor individu.
Menyusun lembar format rekap skor kelompok.
Tindakan
Pada tahap tindakan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Mengajarkan materi sesuai dengan RPP yang dirancang pada
tahap perencanaan.

25

b. Guru membagi kelompok-kelompok kecil terdiri dari 3 5 murid.


c. Guru membagi lembar kegiatan murid (LKM) pada setiap
kelompok untuk dikerjakan bersama-sama dengan anggota
kelompoknya untuk mengantarkan mereka pada permainan
akademik.
d. Guru memberikan

kesempatan

menjelaskan jawaban mereka.


e. Guru meminta apabila ada

bagi

satu

murid

untuk

pertanyaan,

saling

ajukanlah

pertanyaan itu pada temannya dahulu. Jika tidak ada yang bisa
menjawab barulah guru membantu untuk menjawabnya.
f. Guru berkeliling dalam kelas untuk mengawasi pekerjaan tiaptiap tim.
g. Guru memberikan pengakuan atau penghargaan kepada tim
yang berprestasi dengan melihat jumlah skor tim.
h. Guru memberikan permainan matematika untuk diselesaikan
satu tim.
3. Observasi/ Pengamatan
Dalam
penelitian
tindakan

kelas

ini,

pengamatan

dilaksanakan dengan beberapa aspek yang diamati, yaitu:


a. Pengamatan Murid
1) Kehadiran.
2) Perhatian murid saat guru menerangkan.
3) Jumlah murid yang bertanya.
4) Aktivitas murid bekerja dalam satu tim.
5) Aktivita murid untuk bekerja secara individual
b.
1)
2)
3)
4)
5)

bekerjasama.
Pengamatan pada Guru
Kehadiran guru.
Penampilan guru dalam mengelola kelas.
Penguasaan materi.
Cara guru membagi kelompok dalam satu tim.
Cara penguatan guru terhadap tim yang berprestasi.

setelah

26

6) Pemberian

bimbingan

pada

tim

yang

belum

mampu

bekerjasama dengan baik.


c. Sarana dan Pra Sarana
Keadaan

dan

situasi

kelas

yang

menyenangkan

akan

membantu dalam proses penelitian ini. Penataan tempat duduk


dalam membagi kelompok tiap tim pun sangat membantu. Tiap
anak dalam satu tim diharapkan memiliki buku pegangan untuk
menunjang proses pembelajaran.
4. Refleksi
Hasil belajar yang diperoleh dari tahap observasi dan evaluasi
kemudian

dianalisa

untuk

melihat

sejauh

mana

keefektifan

kegiatan yang telah dilakukan dalam meningkatkan hasil belajar


matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe teams games tournaments (TGT).
Pada tahap ini dilihat sejauh mana faktor-faktor yang diteliti
telah dicapai, adapun hal-hal yang dipandang masih kurang akan
ditindak lanjuti pada siklus berikutnya (siklus II) dengan tindakan
lebih memperbaiki, dengan tetap mempertahankan apa yang telah
dicapai.
Siklus II
Pada siklus II, sama halnya dengan siklus I yang meliputi
empat tahap yaitu: tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Namun pada siklus II, perlu mengacu pada hasil refleksi

27

pada siklus I. Perlu diperhatikan hal-hal apa saja yang perlu


ditingkatkan sehingga pada siklus II ini hasil belajar matematika
murid yang diharapkan dapat dicapai.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data di dalam penelitian ini ialah
sebagai berikut:
1. Sumber Data
Sumber data pada penelitian tindakan kelas ini adalah murid
kelas V dan guru SD Negeri 22 Parepare.

2. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data
kualitatif. Data tersebut diperoleh dari hasil observasi dan skor hasil
belajar.
3. Cara Pengumpulan Data
a. Data aktivitas murid diperoleh dengan menggunakan teknik
observasi.
b. Data
tentang

hasil

belajar

murid

diperoleh

dengan

kemudian

dianalisis

dengan

menggunakan teknik tes.


H. Teknik Analisis Data
Data

yang

diperoleh

menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.

28

Analisis kuantitatif yaitu pengolahan data kuantitatif (data


yang dapat diukur, berupa angka). Data ini diperoleh dari skor hasil
belajar murid. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan statistik
deskriptif untuk melihat peningkatan hasil belajar murid. Adapun
tekniknya yaitu dengan menggunakan skala lima berdasarkan
teknik kategorisasi standar yang ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional tahun 2006 (Buhaerah, 2009: 109) yaitu
sebagai berikut:
a. Kemampuan 85% - 100% atau skor 85 100 dikategorikan
b.
c.
d.
e.

sangat tinggi.
Kemampuan 65% - 84%
Kemampuan 55% - 64%
Kemampuan 35% - 44%
Kemampuan 0% - 34%

atau skor 65
atau skor 55
atau skor 35
atau skor 0

84 dikategorikan tinggi.
64 dikategorikan sedang.
44 dikategorikan rendah.
34 dikategorikan sangat

rendah.
Sedangkan untuk analisis kualitatif adalah dengan melihat
perubahan sikap murid pada setiap siklus baik dari segi perhatian,
kehadiran, keantusiasan, keaktifan, maupun kesungguhan murid
dalam mengikuti proses pembelajaran.
I. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Meningkatkan nilai rata-rata hasil belajar murid dari siklus I ke
siklus II.

29

2. Meningkatkan jumlah murid yang tuntas dalam pembelajaran


secara individual yaitu mencapai 65% dan secara kelasikal
mencapai 85%.
3. Meningkatkan aktivitas murid dalam pembelajaran dengan
menggunakan

model

pembelajaran

kooperatif

tipe

teams

games tournaments dari siklus I ke siklus II.

DAFTAR PUSTAKA
Buhaerah.
2009.
Pengembangan
Perangkat
Pembelajaran
Berdasarkan Masalah pada Materi Statistika dari Kelas IX
SMP. Tesis: Universitas Negeri Makassar.
Doantara, Yasa. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-GamesTournaments
(TGT).
Parepare.
Tersedia
pada:

30

http://ipotes.wordpress.com/2008/05/11/
pembelajarankooperatif-tipe-teams-games-tournaments-tgt/. Diakses pada
05 Maret 2011.
Halija. 2010. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
pada siswa kelas VIII.A SMP Negeri 2 Lembang Kabupaten
Pinrang. Parepare: Skripsi UMPAR.
Ina, Ismail. 2010. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui
Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Pada Siswa
Kelas VIII2 SMP Negeri 2 Suppa. Parepare: Skripsi UMPAR.
Marwati Abd. Malik. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif dan
Asesmen Pembelajaran Matematika. Parepare: UMPAR.
Mahmuddin. 2009. Manajemen Lingkungan Pembelajaran Berbasis
Psikologi.
Parepare.
Tersedia
pada:
http://mahmuddin.wordpress.com/2010/02/18/
manajemenlingkungan-pembelajaran-berbasis-psikologi). Diakses pada
05 Maret 2011.
Muhibbin, Syah. 2002. Psikologi Belajar. Bandung: PT RajaGrafindo
Persada.
Mulyono, Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Nana, Sudjana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pasaribu & Simanjuntak. 1980. Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Penerbit Tarsito.
Reski, Mutmainnah. 2010. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Melalui
Pebelajaran
Kooperatif
Tipe
Teams
Games
Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas VII 3 SMP Negeri 4
Parepare. Parepare: Skripsi Umpar.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai