Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. PengertianHidropneumotoraks
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dancairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.Cairan ini bisa juga
disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini dinamakan dengan piopneumotoraks.
Sedangkan pneumotoraks itu sendiri ialah suatukeadaan, di mana hanya terdapat udara
di dalam rongga pleura yang juga mengakibatkan kolaps jaringan paru.
(Alsagaff
&Hood, 2010).
Hidropneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkanoleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut
dibanding traktusrespiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan
dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura
lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi,
tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar
melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax(British
Thoracic Society, 2003).
MenurutHudak & Gallo, (2006) hidropneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas
beberapa hal, yaitu :
a. Berdasarkan kejadian
1) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan
pada
penderita
yang
sebelumnya
robeknya
pleura
viseralis
terkurung,
dan
biasanya
akan
diresobsi
spontan.Pembagian
pengumpulan udara. ( Doengoes, Maryllin. 2000 ). Dalam keadaan normal rongga pleura
tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
Hidrotoraks (efusi pleura) adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua
lapisan pleura.Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah
darah (hemotoraks), nanah (empiema), cairan seperti susu (kilotoraks) dan cairan yang
mengandung kolesterol tinggi.
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga
disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks
2. Etiologi
Hidropneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecilyang
diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis,
dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini
oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui
jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang beradadi bawah pleura viseralis. Sebab
pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor
sebagai penyebabnya.
a. Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan
membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.
b. Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. Mekanisme ini
tidak dapat menerangkan kenapa hidropneumotoraks spontan sering terjadi pada
waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah
pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan
terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup,
dan dapat berfungsi sebagai ventil
c. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolusakan memasuki kavum pleura. Hidropneumothorax jenis ini disebut
sebagai
closed hidropneumothorax.
Apabila
kebocoran
pleura
visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat
keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension hidropneumothorax.
d. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut
dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan
dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura
lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi,
tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar
melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open hidropneumothorax
(Darmanto, Djojodibroto, 2009)
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada Pneumotoraks tergantung pada besarnya
kerusakan yang terjadi pada sub pleura dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru.
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba - tiba bersifat unilateral diikuti
sesak napas. Gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat.
Tapi pada sebagian kasus gejala gejala masih dapat ditemukan pada aktivitas biasa
atau waktu istirahat. Selain itu terdapat gejala klinis yang lain yaitu suara melemah, nyeri
menusuk pada dada waktu inspirasi, kelemahan fisik. Pada tahap yang lebih berat gejala
semakin lama akan semakin memberat, penderita gelisah sekali, trakea dan mediastinum
dapat mendorong kesisi kontralateral. Gerakan pernafasan tertinggi pada sisi yang sakit
fungsi respirasi menurun, sianosis disertai syok oleh karena aliran darah yang terganggu
akibat penekanan oleh udara, dan curah jantung menurun
a. Biasanya akan ditemukan adanya nyeri dada yang terjadi secara tiba-tiba,
nyerinya tajam dan dapat menimbulkan rasa kencang di dada.
b. Nafas yang pendek
c. Nafas yang cepat
d. Batuk
e. Lemas
f. Pada kulit bisa ada keluhan sianosis
Manifestasi Klinis (Barbara Engram, 1997)
1) Pneumotoraks tertutup :
-
Takikardi
Diaforesis
2) Pneumotoraks tension :
-
3) Pneumotoraks terbuka
4) Hemotoraks
-
4. Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara pleura
parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan
serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada
intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : Fase
inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura :- 9 s/d - 12 cmH2O;
sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: - 3 s/d - 6 cmH2O. Pneumotorak
adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum pleura
menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan
mengganggu
pada
proses
respirasi.
Pneumotorak
dapat
dibagi
berdasarkan
penyebabnya.
a. Pneumotorak spontan oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi,
keganasan), neonatal.
b. Pneumotorak yang di dapat oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma.
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:
a. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock.
b. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan luar
menjadi:
a. Open pneumotorak.
b. Closed pneumotorak Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak
mempunyai dasar patofisiologi yang hampir sama.
Pneumotorak
spontan,
closed
pneumotorak,
simple
pneumotorak,
tension
akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal
kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hiper ekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock
dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan
tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak.
Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic
recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin
berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi
yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka
yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru
yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak. (Hudak, C.M. 2010)
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) ataukomplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk
kedalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan
intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal
yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka saat
inspirasi dapat terjadi hiper ekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru
yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka
yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara
ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala preshock atau shock oleh karena penekanan venacava. Kejadian inidikenal dengan tension
pneumotorak (Hudak, C.M. 2010)
Patofisiologi
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
hidropneumotoraks antara lain:
1) Bagian hidropneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan
lobus paru.
2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radioopaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi hidropneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura
yang tinggi.
4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut
a) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
(PA),
bagian
yang
ditunjukkan
dengan
anak
dan
sekunder.
Komplikasi
dapat
berupa
hemopneumotorak,
rongga
pleura,
sehingga
paru-paru
bisa
kembali
mengembang.
Pada
hidropneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak
menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan
diserap. British Thoracic Society dan American College of Chest Physicians telah
memberikan rekomendasi penanganan hidropneumotoraks adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen.
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks.
Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga
pleura perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari
sisi pneumotoraks perhari. Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan
tambahan oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan
foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa
harus dirawat dirumah sakit. Jika pasien dirawat dirumah sakit dianjurkan untuk
memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan luas pneumotoraks kecil
unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan dandalam 2-3 hari
pasien harus control lagi
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan
atau tanpa pleurodesis..
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang
luasnya>15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara drongga pleura
(dekompresi).Tindakan dekompresi ini dapat dilakukan dengan cara :
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura,
sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu
dengan :
a) Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga
pleura, kemudian ujung pipa plastik dipangkal saringan tetesan dipotong
dan dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka
akan timbul gelembung-gelembung udara didalam botol.
b) Jarum abbakoth no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandarin
di cabut, dihubungkan dengan pipa infuse set, selanjutnya.
c) Water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan kerongga pleura
dengan
perantaraan
trokar
atau
klem
penjepit.
Sebelum
trokar
gelembung
udara
mudah
keluar.
Apabila
paru
sudah
maka
WSD
dicabut.
Pencabutan
WSD
dilakukan
dengan
pleurodesis
dan
penanganan
terhadap
adanya
bleb/bulla4.
4) Torakotomi
7. Asuhan Keperawatan
7.1 Pengkajian Emergency dan Kritis
a. Primary Survey (Afif Muttaqin, 2008)
1) Airway
a) Assessment :
Perhatikan patensi airwaydengan, Kaji dan pertahankan jalan nafas,
lakukan head tilt, chin lift jika perlu, gunaka alat bantu jalan nafas jika
perlu, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan
intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan nafas, dengar suara
napas, perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding
dada
b) Management :
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas, observasi dan
Pemberian O2 apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga
pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura
tersebut akan diresorbsi, laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2, Observasi dilakukan dalam beberapa hari
dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari, tindakan
ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka re-posisi
dengan
pertimbangkan
aliran tinggin
untuk
melalui
menggunakan
non
re-breath
bag-valve-mask
mask,
ventilation,
periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2, kaji
respiratory
rate,
periksa
sistem
pernafasan,
cari
tanda
deviasi
EKG,
lakukan
pemasangan
IV
akses,
lakukan
pengkajian
tingkat
kesadaran
dengan
menggnakan
terhadap lingkungannya.
c) Confuse : Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.
d) Samnolen : Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila
rangsangan hilang, klien tidur lagi.
klien
terhadap
penyakitnya,
bagaimana
cara
neuron
motorik
atas
unilateral
dapat
menurunkan
merupakan
tanda
pre
bekas
tusukan
benda
a. Ketidakefektifanperfusijaringankardiopulmonerberhubungandenganpenurunanko
nsentrasi hemoglobin dalamdarah
b. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret yang
berlebihanpadajalan nafasdanpenurunan reflek batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler
e. Intoleransiaktivitasberhubungandengantirah baring / imobilitas,
nyerikronis,
kelemahanumum, ketidakseimbanganantarasuplaidankebutuhanoksigen
7.3 Rencana keperawatan (Wilkinson. M. Judhit, 2006).
1) Diagnosa
Risiko
Ketidakefektifanperfusijaringanjantung
100 mmHg)
Nadidalambatas normal (60-100 x/ mnt)
Nadiperiferkuatdansimetris
Tidakada edema periferdanasites
Tidakadabunyijantung yang tidak normal yaitubunyijantung S3 dan S4
Tidakada angina
Tidakadabunyinapastambahan,
distensi
vena
leher,
edema
pulmoneratraubisingpadapembuluhdarahbesar
8) Tidakadakeletihandanhipotensiortostatik
b. Intervensi
1) Pantaunyeri dada (mis: intensitas, durasidanfaktorpredisposisi
2) Observasiadanyaperubahansegmen ST pada EKG
3) Pantaufrekuensinadidaniramajantung
4) Auskultasibunyijantungdanparu
5) Pantauhasilpemeriksaankoagulasi (mis: prothombin time (PT), partial
thromboplasti time (PTT) danhitungtrombosit)
6) Pantaunilaielektrolit yang dihubungkandengandisritmia
(kaliumdan
magnesium serum)
7) Lakukanpenilaiansirkulasiperifer yang komperhensif (mis: ceknadiperifer,
edema, pengisiankapiler, warnadansuhuekstremitas )
8) Pantau status cairanmeliputiasupandanhaluaran
9) Evaluasi edema dannadiperifer
10) Pantauadanyapeningkatankegelisahan, ansietasdanterengah-engah
11) Catatperubahan SaO2, SvO2, danperubahannilai GDA jikadiperlukan
12) Tingkatkanistirahat
(mis:
natasipengujungdankendalikan
stimulus
lingkungan)
hiperventilasi
Monitor hasil rongent
Catat pergerakan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
Auskultasi suara napas dan catat adanya suara napas tambahn
Berikan pasien posisi semi fowler/fowler
Ajarkan cara napas dalam yang efektif
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang indikasi pemberian oksigen
dan tujuannya
9) Kolaborasi : Pemberian terapi oksigen sesuai indikasi dan obat
bronkodilator
10) Monitor aliran oksigen, keefektifan terapi oksigen, dan monitor adanya
kecemasan pasien terhadap oksigen.
3) Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam diharapakan
pertukaran gas adekuat dengan kriteria hasil :
1) Tidak sianosis
2) Kesadaran komposmentis
3) Hasil AGD dalam batas normal
4) RR normal (16-20x/mnt)
5) Tidak ada nyeti dada, pusing maupun malaise
b. Intervensi
Manajemen asam basa
1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan
2) Pertahankan kepatenan jalan napas dan terapi IV
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mukti dkk (2009) Pedoman Diagnosis dan Terapi lab ilmu penyakit paru RSUD Dr
Soetomo Surabaya. Surabaya
Afif Muttaqin, (2008). Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan.
Jakarta: SalembaMedika.
Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, (2002). Dasar-Dasar Ilmu Diagnostik Fisik Paru. Surabaya:
Airlangga.
Alsagaff Hood, (2010), DasarIlmuPenyakitParu, Jakarta: EGC
Amirulloh R. PenatalaksanaanPneumotoraks di DalamPraktek. http://www.
Budi Swidarmoko, Agus dwi Susanto. (2010). Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat
Nafas.Jakarta: FK UI.
Carpenito,L.J (2008)Buku Saku Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
DarmantoDjojodibroto, 2009, Respirologi, Jakarta: EGC
Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Herdman.
T.
Heather
(2012).
NANDA
International
Diagnosis
Wilkinson.
M.
Judhit,
(2006).BukuSaku
Diagnosis