Anda di halaman 1dari 13

DEFINISI

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih


besar dari 1 cm.Kepustakaan lain mendefi nisikan limfadenopati sebagai abnormalitas
ukuran atau karakter kelenjar getah bening.Terabanya kelenjar getah bening
supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar
epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.
KLASIFIKASI
Berdasarkan luas limfadenopati:
Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar 3/4
penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan
limfadenopati generalisata.
ETIOLOGI
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan-keadaan tersebut
dapat diingat dengan mnemonik MIAMI: malignancies (keganasan), infections
(infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous and unusual
conditions (lain-lain dan kondisi tak-lazim), daniatrogenic causes (sebab-sebab
iatrogenik).
Etiologi limfadenopati terangkum pada tabel 1.
Obat-obat yang dapat menyebabkan limfadenopati, antara lain, adalah: alopurinol,
atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas, hidralazin, penisilin, fenitoin, primidon,
pirimetamin,
kuinidin,
trimetoprim-sulfametoksazol,
sulindak.Penyebab
limfadenopati yang jarang dapat disingkat menjadi SHAK3:
Sarkoidosis
Silikosis/beriliosis
Storage disease:penyakit Gaucher,penyakit Niemann Pick, penyakit Fabry, penyakit
Tangier
Hipertiroidisme
Histiositosis X
Hipertrigliseridemia berat
Hiperplasia angiofolikular: penyakit Castelman
Limfadenopati angioimunoblastik
Penyakit Kawasaki
Limfadenitis Kikuchi
Penyakit Kimura

DIAGNOSIS
Anamnesis
Umur penderita dan lamanya limfadenopatiKemungkinan penyebab keganasan
sangat rendah pada anak dan meningkat seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah
bening teraba pada periode neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai
kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang teraba. Sebagian besar
penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang bersifat jinak.
Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi karena
limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada 79%
penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39%
penderita di atas 50 tahun.
Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih dengan
limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun,
risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%.Limfadenopati yang

berlangsung kurang dari 2 minggu atau lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas ukuran
mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan.
Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan
binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan riwayat
infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah
bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan
limfadenopati persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus,
leishmaniasis, tularemia, bruselosis,sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan
radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis karsinoma organ dalam,
kanker kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat
menimbulkan limfadenopati. Riwayat kontak seksual penting dalam menentukan
penyebab limfadenopati inguinal dan servikal yang ditransmisikan secara seksual.
Penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) mempunyai beberapa
kemungkinan penyebab limfadenopati; risiko keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan
limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada kelompok ini. Riwayat keganasan
pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial dysplastic nevus syndrome dan
melanoma, dapat membantu menduga penyebab limfadenopati.
Gejala yang menyertai
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai
limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis.
Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan
gejala limfomaBsymptom. Pada limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8%
penderita stadium I dan 68% penderita stadium IV. Bsymptomjuga didapatkan pada
10% penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam
dapat menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis
reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada limfadenopati
setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi spesifi k untuk
limfoma Hodgkin.
Pemeriksaan Fisik
Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan
penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa
nodular mempunyai karakteristik terfi ksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi
kenyal. Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat
digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak
dan nyeri biasanya disebabkan oleh infl amasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang,
limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik
atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm, tetapi
beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau
kelenjar getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat
laporan bahwa pada 213 penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita
dengan ukuran kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita
dengan ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di
atas 2,25 cm. Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm

disertai gambaran radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga,
hidung, dan tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit
granulomatosa (tuberkulosis, cat-scratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker
(terutama limfoma).Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang
menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum
2 cm dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut
untuk menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.
Lokasi limfadenopati
Limfadenopati daerah kepala dan leher
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga
pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi; pada
anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium
atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan
penyakit Kawasaki,limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh
keganasan.Kelenjar getah bening servikal yang mengalami infl amasi dalam beberapa
hari, kemudian berfl uktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati
akibat infeksi stafi lokokus dan streptokokus.Kelenjar getah bening servikal yang
berfl uktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda infl
amasi atau nyeri yang signifi kan merupakan petunjuk infeksi mikobakterium,
mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae(penyebab cat scratch disease).
Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus).
Limfadenopati servikal merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang paling
sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh
mikobakterium non-tuberkulosa.
Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi
infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan sifi lis
sekunder.

Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah
bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor
primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi,
hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear
dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke
kelenjar getah bening ipsilateral.
Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan. Pada
penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko paling tinggi
ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun.
Limfadenopati supraklavikula
kanan berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus.
Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).

Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal,
terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi
merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma,
serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal
ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.
Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab
jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat
disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut.
Limfadenopati generalisata pada penderita luluh imun (immunocompromised) dan
AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis,
sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat
bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.
Kelompok kelenjar getah bening dan daerah drainasenya dapat dilihat pada gambar
1,2, dan 3.Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher.
Pembagian level kelenjar getah bening dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar
4.Pendekatan diagnosis limfadenopati dapat dilihat pada bagan 1. Kesulitan diagnosis
adalah jika anamnesis dan pemeriksaan fi sik tidak mengarah pada diagnosis tertentu
yang dapat dilanjutkan dengan uji spesifi k. Tidak ada bukti yang mendukung manfaat
pemberian antibiotik atau steroid pada keadaan ini, bahkan sebaiknya dihindari karena
akan mengaburkan atau memperlambat diagnosis. Belum terdapat kesepakatan lama
observasi yang diperlukan pada keadaan limfadenopati yang tidak diketahui
penyebabnya. Beberapa ahli merekomendasikan perlunya evaluasi lebih spesifi k atau
biopsi pada limfadenopati noninguinal yang tidak diketahui pe-nyebabnya dan
berlangsung lebih dari 1 bulan.

Biopsi kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang paling besar,
paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai diagnostiknya.
Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar
getah bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi.
Meskipunteknik pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas dan
spesifi sitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur
diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal
yang penting untuk diagnostik yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma
dengan hiperplasia reaktif yang jinak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults [Internet]. 2010
Sep [cited 2011 Jan 27]. Available from: www.uptodate.com.
2. Ferrer R. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. Am Fam
Physician. 1998;58:1315.
3. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician. 2002;66:2103-10.
4. Sundel R. Epidemiology and etiology of Kawasaki disease [Internet]. 2010
Sep[cited 2011 Feb 12]. Available from: www.uptodate.com.
5. Sundel R. Clinical manifestations and diagnosis of Kawasaki disease [Internet].
2010 Sep [cited 2011 Feb 12]. Available from: www.uptodate.com.
6. Richards MJ. Kikuchis disease [Internet]. 2010 Sep [cited 2011 Jan 27]. Available
from: www.uptodate.com.
7. Ranka SR, Rajput A, Kantharia CV. Kimuras disease. Indian J Otolaryngol Head
Neck Surg. 2004;56:43-5.
8. Larocche C. Kimuras disease. Orphanet Encyclopedia [Internet]. 2005 [cited 2011
Jan 27]. Available from: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-kimura.pdf.
9. Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2010 Sep [cited 2011 Jan 27]. Available
from: www.uptodate.com.
10. Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion clasifi
cation update. Revision proposed by the American Head and Neck Society and the
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Arch Otolaryngol
Head Neck Surg.2002;128:751-8.

Anatomi dan Fisiologi


Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal (limfadenopati
lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati generalisata). Limfadenopati
lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja,
sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih
daerah yang berjauhan dan simetris. Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan
leher,gambaran lokasi terdapatnya KGB pada daerah kepala dan leher adalah sebagai
berikut:

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai
(kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah
bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam
kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening
mengalir dibawah simpaidi dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi
oleh sel endotel.
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan simpai
dengan kerangka retikuler daribagian dalam kelenjar dan merupakan alur untuk
pembuluh darah dan syaraf. Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup
kedalam sinus penetratingyang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah
bening di dalam sinus penetratingmelalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang
lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran
getah bening eferen.

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T (thymus) dan
sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel turunanya seperti
sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral immunity,sedangkan T
limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity.
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks,
ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula merupakan
daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T.
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa postnatal,
biasanya berisi germinalcenter. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B didalam
germinal centersberubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti menonjol.
Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang ditunjukan oleh
Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleavedbesar, dan sel noncleaved kecil. Sel
noncleavedyang besar berperan pada limphopoiesis atau berubah menjadi
immunoblas, diluar germinalcenter, dan berkembang didalam sel plasma
Fungsi Kelenjar Getah Bening
Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai mikroorganisme
asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau metabolisme
Histologi Kelenjar Getah Bening
NODUS LIMFATIKUS

Diliputi oleh kapsul jar ikat trabekula


Dibagi atas : cortex dan medula
Lokasi : sepanjang pemb limfe di axilla, lipat paha, leher, thorax, abdomen.
Hilus : tempat masuknya arteri, saraf, dan keluarnya vena, pemb limf efferen
Pemb limf afferen masuk melalui permukaan konveks nodus limfatikus

Cortex dibagai atas


Cortex luar nodulus limfatikus (sel B, sel retikular, sel dendritik, serat retikular)
Cortex dalam (zona paracortex) thymus dependent zone t.d. jar limfoid padat
limfosit T
Di bawah kapsula terdapat sinus subkapsularis (sinus marginalis) & sinus trabekularis
berisi cairan limfe dari pemb limfe aferen sinus medularis pemb limfe eferen

Medullary cord / korda medularis pita-pita jar limfoid padat ( sel B, sel plasma )
dipisahkan oleh sinus medularis

Histofisiologi
Fungsi : Filter cairan limfe
Cairan limfe masuk ke nodus limfatikus melalui :
Pemb limf aferen sinus subkapsularis sinus trabekularis sinus medularis
medula pemb limfe eferen
Antigen 99 % difagositosis oleh makrofag, sebagian lagi ditangkap oleh sel
dendritik presentasi ke sel B aktivasi sel B pindah ke centrum germinativum
sel plasma di jar ikat antibodi
Sel limfosit T mengalami resirkulasi antara cairan limfe dan darah.
Distribution of lymphoid organs and lymphatic vessels in the body.
e.g. : an infection of the first toe is shown with enlargement of the lymph nodes that
collect lymph from the infected region.
This enlargement is mainly due to the proliferation of B lymphocytes and their
differentiation into antibody-secreting plasma cells. The infected toe becomes red,
warm, painful, and swollen.
Nodulus Limfatikus

Jar limfoid yang tidak mempunyai kapsul


Bentuk bulat ( 0,2 1 mm)
Diffuse lymphoid tissue / mucosal associated lymphoid tissue
Lokasi : jar ikat longgar di
GIT GALT
Tr.resp BALT

Tampak basofil, terutama terdiri dari sel limfosit B


Nodulus limfoid primer tidak tampak centrum germinativum
Nodulus limfoid sekunder ada centrum germinativum (lebih terang di bag
central krn adanya kumpulan limfosit aktif)

Anda mungkin juga menyukai