Anda di halaman 1dari 55

Menjadi Kakek Seperti Rasulullah

Kakek Harus Berani Melarang Cucu!


Bukhari dan Muslim menyebutkan sebuah kisah dalam shahih keduanya. Kisah
yang sangat berharga bagi setiap kakek. Kakek yang ingin cucunya kelak menjadi
orang yang baik dan sukses.

:
" :
" : "

"
Dari Abu Hurairah berkata: Hasan bin Ali mengambil sebutir kurma dari kurma
shadaqah. Kurma itu dimasukkan ke dalam mulutnya. Nabi shallallahu alaihi
wasallam berkata: hekh..hekh...(perintah agar Hasan membuangnya dari
mulutnya), Tidakkah kamu tahu kalau kita tidak boleh memakan harta shadaqah?
Dalam riwayat Ahmad (Musnad no. 18278) disebutkan:












Hasan mengambil kurma shadaqah dan dimasukkan ke mulutnya. Maka
Rasulullah mengeluarkannya dari mulutnya.
Musnad no. 8899 diriwayatkan:


Abu Hurairah berkata: Rasulullah kedatangan kurma shadaqah. Beliau pun
membaginya. Kemudian menggendong Hasan atau Husain di pundaknya. Air
liurnya mengalir mengenai beliau. Nabi melihatnya, ternyata Hasan sedang
mengulum kurma. Nabi menggerak-gerakkan pipinya dan berkata: Buang nak,
tidakkah kamu tahu bahwa keluarga Muhammad tidak memakan shadaqah.

Abu Muslim al Kajji (Fathul Bari 3/355, MS) menambahkan dalam riwayatnya
bahwa Nabi memukul-mukul rahangnya.
Riwayat-riwayat di atas saling melengkapi. Di mana Rasulullah sedang berada di
masjid dengan para shahabatnya di antaranya Abu Hurairah radhiallahu anhu.
Saat itu Nabi sedang membagi kurma shadaqah yang baru datang untuk yang
berhak menerimanya. Setelah selesai membagikan, Nabi pun pergi menggendong
Hasan sang cucu di atas pundaknya. Nabi merasakan air liur Hasan mengalir
menetes ke beliau. Nabi pun memperhatikannya. Ternyata Hasan sedang
mengulum kurma shadaqah. Nabi tidak menyadari bahwa Hasan telah
memasukkan kurma shadaqah ke dalam mulutnya. Maka Nabi pun segera berkata
kepada Hasan: Hekh...hekh...hekh..., buang nak!
Hasan tidak kunjung mengeluarkannya. Sehingga Nabi pun menggerak-gerakkan
pipi Hasan dan memukul-mukul ringan rahangnya agar kurma itu dikeluarkan.
Hingga nabi pun mengeluarkan kurma itu dari mulut Hasan. Dan Nabi
menjelaskan: Tidakkah kamu tahu bahwa kita keluarga Muhammad tidak boleh
memakan shadaqah.
Ini pelajaran, kalau tidak mau disebut sebagai cambuk bagi para kakek dan nenek
hari ini. Pola pendidikan yang sering berbeda antara bapak ibu dan kakek nenek
merupakan penyebab dari kelahiran jiwa yang timpang pada anak. Di satu sisi
bapak ibunya melarang, tapi kakek neneknya mengizinkan. Bukan hanya
pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat di rumah. Tetapi juga
mengajari kebiasaan tidak konsisten terhadap aturan. Selain juga membuka celah
bagi para cucu untuk mengadu antara bapak ibu dan kakek neneknya. Seorang
anak tahu kemana dia lari jika dilarang oleh bapak ibunya, agar dia bisa
mendapatkan keinginannya. Ya, lari ke kakek neneknya.
Jika begitu model pendidikan anak, maka akan muncul jiwa yang tidak kokoh.
Mudah mengakali sesuatu. Mental mudah melanggar aturan.
Sekali, dua kali, tiga kali. Terus tanpa disadari menitipkan cucu kepada kakek
nenek yang seperti ini merusak anak dan masa depannya.
Maka, Rasulullah mengajarkan pada kisah di atasbagi para kakek nenek agar
menjadi kakek nenek yang mampu melarang cucunya bahkan memaksanya untuk
menghentikan perbuatan salahnya. Tidak luluh oleh sekadar tangisan cucu. Tidak
runtuh oleh rengekannya. Kalau memang sebuah kesalahan, maka harus
dihentikan.
Tidak ada dalih yang sering kita dengar: Ah...biarkan masih kecil kan...
Tidak ada dalih acap kali kita ucapkan: Ah...biarlah cuma sekali saja, tidak sering
kok...
Karena tidak boleh kompromi pada kesalahan. Tidak boleh dibiarkan jika itu
adalah dosa. Tidak boleh diabaikan jika itu menyebabkan mereka terbiasa

melanggar dan menyepelekan dosa. Karena setiap kita tidak mau mereka
terjerumus dalam neraka Allah.
Imam Ibnu Hajar (Fathul Bari 3/355, MS) menjelaskan hadits di atas,
Bolehnya memasukkan anak-anak ke masjid, menegur mereka untuk hal yang
manfaat dan melarang mereka dari hal yang membahayakan dan haram.
Walaupun mereka masih belum mukallaf (baligh), agar mereka terlatih untuk
itu.
Subhanallah, kesimpulan pendidikan yang sangat menarik. Hasan ketika itu masih
kecil. Belum mencapai usia baligh. Tetapi begitulah, latihan sangat penting. Agar
mereka belajar dari hari ke hari. Hingga saat usia tanggung jawab itu tiba, mereka
telah terbiasa melakukan kebaikan dan menjaga diri dari kemungkaran dan dosa.
Tak hanya menegur. Tetapi juga melarang. Bahkan lebih dari itu semua,
kembalilah melihat riwayat di atas. Bagaimana Rasulullah menggunakan tiga
tahap melarang cucunya:
-Menegur dengan kalimat (hekh...hekh...hekh...), sebuah kalimat yang
mengisyarakatkan agar cucunya membuang makanan haram dalam mulutnya. Saat
ini tidak mempan, maka Nabi melakukan tindakan lebih nyata,
-Menguncang-guncang pipi dan memukul-mukul ringan rahang cucunya. Dengan
tindakan itu, diharapkan bahwa kurma jatuh dari dalam mulut Hasan. Saat itu pun
tidak bisa mengeluarkan barang haram tersebut, maka Nabi
-Mengeluarkan langsung dari mulut Hasan. Ini tindakan terakhir ketika tidak ada jalan
lain kecuali dengan memaksanya.
Dengan pola pendidikan seperti ini, tidak usah lagi diragukan hasilnya. Silakan
lihat biografi Hasan. Dan jumpai sosok tokoh besar di seantero dunia Islam dan
bahkan sempat menjadi orang nomor satu di negeri Islam (khalifah).
Jadi para kakek dan nenek hafidzokumallah (semoga Allah menjaga kakek dan
nenek)-, semua ingin cucunya kelak menjadi orang yang sholeh dan berhasil
seperti Hasan. Tidak ada yang mau menghancurkan masa depan cucunya.
Maka, jika ada kakek nenek yang dititipi cucu, berlakulah seperti Rasulullah.
Berani melarang jika cucunya hendak atau sedang melakukan kesalahan. Tidak
membiarkan, mengabaikan, apalagi mengizinkan. Tidak luluh oleh air mata. Tidak
runtuh oleh rengekan.
Wallahu Alam
Dicari! Wanita Quraisy

Ini salah satu petunjuk Nabi yang sangat detail tentang mencari istri dan bisa juga
untuk bahan koreksi bagi setiap muslimah yang telah menjadi istri. Sekaligus
bukti bahwa tidak ada petunjuk yang sedetail, seindah, dan sedalam bimbingan
wahyu kecuali jika kita mau mendengar Rasulullah. Beliau memberi pelajaran
sekaligus rekomendasi yang pasti tidak diragukan kualitasnya.




Sebaik-baik wanita yang mengendari unta adalah wanita sholeh dari Suku
Quraisy; paling lembut kepada anak di usia kecil dan paling menjaga pada harta
suami. (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan wanita yang mengendarai unta adalah wanita Arab. Al
Qostholani dalam Irsyadus Sary menjelaskan, Dikhususkan Arab di antara
manusia lain dan dikhususkan Quraisy di antara Arab sebuah petunjuk bahwa
Arab paling mulia di antara manusia dan yang paling mulianya adalah Quraisy.
Rasulullah berasal dari Quraisy. Al Quran sendiri diturunkan dengan Bahasa Arab
dengan logat Quraisy. Salah satu surat yang menyebut suku dalam Al Quran
adalah Surat Quraisy. Di mana Allah mengisyaratkan beberapa kelebihan mereka.
Ini bukan pembicaraan fanatisme kesukuan. Nabi menyampaikan dalam khutbah
beliau bahwa tidak ada kelebihan Arab di atas non Arab. Tetapi syariat juga yang
menyebutkan beberapa kelebihan suku-suku lain. Seperti saat Al Quran menyebut
keistimewaan para sahabat Anshor (Madinah) dan Muhajirin (Mekah) dalam Surat
Al Hasyr. Demikian juga keistimewaan masyarakat Mesir, Yaman dan lain
sebagainya. Di antara yang beliau sebutkan adalah Quraisy. Dan inilah yang
memutuskan dialog hangat antar sahabat di Saqifah Bani Saidah saat mereka
memilih pemimpin sepeninggal Nabi. Di mana dibacakan hadits yang menjadi
hakim atas dialog itu, Kami (Quraisy) adalah pemimpin dan kalian (Anshor)
adalah pembantu pemimpin. Para sahabat pun sepakat tanpa ada perbedaan
setelah diingatkan oleh hadits tersebut.

Di majlis itu Abu Bakar menjelaskan lebih dalam, Mereka adalah Arab yang
menempati wilayah di tengah dan memiliki kehebatan nasab paling baik.
Pembahasan hadits di atas, Nabi menjelaskan bagi setiap muslim yang ingin
mencari istri istimewa. Nabi kembali menunjuk wanita sholihah dari kalangan
Quraisy.
Abu Huroiroh menjelaskan bahwa Maryam tidak pernah mengendarai unta sama
sekali (Shohih Muslim). Ini menunjukkan bahwa Maryam tidak masuk dalam
perbandingan ini. Karena seperti dalam kalimat Rasul yang lain bahwa Maryam
adalah satu-satunya wanita yang mencapai tingkat sempurna.
Dalam Shohih Muslim dari Abu Huroiroh bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam melamar Ummu Hani (dari Quraisy). Ummu Hani menjawab: Ya
Rasulullah, engkau lebih aku cintai dari pada pendengaranku dan penglihatanku.
Sementara hak suami itu besar. Aku takut jika sedang melayani suamiku, aku
melalaikan urusanku dan anakku. Jika aku sedang mengurus anakku, aku
mengabaikan hak suami.
Rasul menjawab: Sesungguhnya sebaik-baik wanita yang mengendari unta
adalah wanita sholih dari Suku Quraisy; paling lembut kepada anak di usia kecil
dan paling menjaga pada harta suami.
Ini pujian untuk Ummu Hani yang berasal dari kalangan wanita sholihah dari
Suku Quraisy. Seperti yang tercermin pada kalimatnya, sebagai seorang janda
beranak kecil ia tidak mau mengurangi perhatiannya pada anak. Di satu sisi ia
sadar betul bahwa hak suami begitu besar. Walau ia sangat mencintai Rasulullah,
tetapi Ummu Hani menyampaikan keberatannya. Rosul pun tidak jadi
menikahinya.
Wanita Sholih dari Suku Quraisy mempunyai dua kelebihan,
Pertama, paling lembut kepada anak-anak di usia kecilnya. Inilah usia yang
sangat memerlukan kesabaran, kelembutan, kasih sayang dan fokus. Kelembutan
dan kasih sayang wanita Quraisy tidak terbatas pada anak kandungnya saja. Al
Qostholany dalam Irsyadus Sary menjelaskan, Kata walad (anak) dalam bentuk
nakiroh (tidak definitif), sebuah isyarat bahwa ia bersikap lembut kepada anak
manapun, walaupun itu anak (bawaan) suaminya. Sikap lembut dan kasih itu
merupakan karakter aslinya yang terpatri dalam dirinya. Adapun dalam riwayat
lain disebut anak yatim dan anak kecil, bukan berarti kasih sayang hanya sebatas
saat anak masih kecil atau sudah yatim. Berikut penjelasan Ibnu Hajar dalam
Fathul Bary, Hadits menggunakan kata anak yatim dan anak kecil,
sesungguhnya sifat lembut pada anak itu menetap dalam dirinya. Tetapi

disebutkan dua keadaan itu (yatim dan kecil), dikarenakan (lembut) sangat
diperlukan pada kedua keadaan itu.
Kedua, pandai dan mampu menjaga harta suami. Inilah yang dimaksud oleh
kalimat tersebut, Paling melindungi dan menjaga amanahnya, memelihara dan
meninggalkan mubadzir dalam menafkahkan. (Ibnu Hajar dalam Fathul Bary).
Semua suami sangat suka dengan istri yang seperti ini.
Petunjuk Nabi ini menjadi rekomendasi tingkat tinggi dari beliau. Jaminan mutu
tak mungkin kecewa. Wanita sholih Quraisy. Jika ada yang bisa mendapatkannya,
maka jangan lagi ragu untuk mengambilnya.
Tapi, kalaupun bukan dari Suku Quraisy Nabi telah membuka dua keistimewaan
wanita sholih Quraisy.

Gema Bisikan Istri

Siapa yang tidak kenal Harun Ar Rasyid. Judul buku yang ditulis oleh DR. Syauqi
Abu Khalil ( / Amirnya para Khalifah dan raja paling hebat
di dunia), cukup untuk menggambarkan betapa dahsyatnya tokoh yang satu ini.
Sehingga tidak aneh ketika wajahnya dikeruhkan oleh orang-orang yang tidak
suka melihat Islam besar. Karena Islam sangat terasa kebesarannya di masa Harun
Ar Rasyid. Sehingga muncullah di benak kita selalu tokoh Abu Nawas yang
konyol itu dan kisah pesta pora di negeri seribu satu malam. Kesemuanya
bersumber dari kedengkian terhadap kebesaran Islam dan tokohnya.
Maka bacalah dari sumber yang jelas dan shahih, kemudian rasakan kebenaran
judul buku DR. Syauqi.
Saat Harun Ar Rasyid sedang menyiapkan penggantinya dari anak-anaknya. Dia
melihat di antara anak-anaknya yang paling layak adalah Al Mamun.
Keinginannya ini bertentangan dengan keinginan istrinya yang berasal dari nasab

mulia Quraisy; Zubaidah. Karena Zubaidah mempunyai anak dari Harun bernama
Al Amin. Sementara Al Mamun hanya anak dari mantan budaknya.
Berita Harun yang lebih memilih Al Mamun daripada Al Amin membuat
Zubaidah sangat gundah. Hingga ia menghadap Harun Ar Rasyid dan
mengadukan keberatannya. Harun berkata tegas:
Sesungguhnya ini umat Muhammad dan tanggung jawab terhadap rakyat yang
diberikan Allah ini terikat di leherku. Sementara aku tahu antara anakku dan
anakmu. Anakmu tidak layak menjadi Khalifah. Dan tidak layak untuk rakyat!
Tapi Zubaidah tetap ngotot,
Anakku, demi Allah lebih baik dari anakmu dan lebih layak untuk memimpin.
Bukan orang dewasa yang bodoh juga bukan anak kecil yang tidak layak
memimpin. Lebih dermawan jiwanya dari anakmu. Dan lebih pemberani.
Harun menjawab lagi,
Sesungguhnya putramu lebih aku cintai. Tetapi ini Khilafah, tidak layak
memegangnya kecuali orang ahli. Kita akan dimintai pertanggungan jawab
tentang masyarakat ini. Kita tidak sanggup menghadap Allah dengan membawa
dosa mereka.
Lihatlah bagaimana seorang suami yang bijak. Walau ia lebih paham dari istrinya
yang hanya mengedapankan rasa, tetapi Harun ingin menampakkan bukti secara
langsung bahwa Al Mamun lebih layak dari Al Amin. Harun berkata,
Duduklah di sini, agar aku bisa tunjukkan kedua anak kita ini.
Harun Ar Rasyid dan istrinya duduk di kursi dan memanggil pertama kali Al
Mamun. Saat Al Mamun datang, ia menundukkan pandangannya. Menunggu
lama di depan pintu dalam keadaan berdiri. Lama sekali, hingga terasa pegal
kakinya. Hingga diizinkan untuk masuk, ia pun duduk. Kemudian Al Mamun
minta izin untuk bicara. Setelah diizinkan, ia memulai dengan memuji Allah atas
anugerah bisa melihat orangtuanya dan berharap Allah selalu memberi solusi
dalam kepemimpinannya. Kemudian ia minta izin mendekat kepada Harun dan
Zubaidah. Setelah diizinkan, Al Mamun maju dan mencium kaki, tangan dan
kepala ayahnya itu, selanjutnya mendatangi Zubaidah dan melakukan hal yang
sama.
Kemudian dia kembali ke tempat duduknya semula. Kemudian ia mengucap
syukur akan keberadaan ibu yang baik.

Selanjutnya Harun Ar Rasyid berkata: Nak, aku akan memberikan kepadamu


kepemimpinan ini dan mendudukkanmu di tempat kekhilafahan. Karena aku
melihatmu layak untuk menjadi Khalifah.
Al Mamun menangis dan memohon kepada Allah agar tidak mengambil ayahnya.
Harun meyakinkan lagi bahwa ia layak.
Al Mamun akhirnya menjawab: Saudaraku lebih layak dariku. Dia putra tuan
putriku. Menurutku ia lebih kuat dibandingkan aku untuk urusan kepemimpinan.
Kemudian Al Mamun pun keluar setelah selesai.
Harun dan istrinya masih di tempat duduknya. Selanjutnya meminta agar Al Amin
datang menghadap.
Al Amin datang dengan pakaian kebesarannya dan berjalan dengan angkuh. Dia
langsung masuk dengan menggunakan sandalnya dan lupa mengucap salam. Dia
terus berjalan hingga duduk sejajar dengan ayahnya di kursi.
Harun berkata: Bagaimana menurutmu nak, aku ingin memberikan kepemimpinan
ini kepadamu.
Al Amin menjawab: Wahai Amirul Muminin, siapa lagi yang lebih berhak
dibandingkan saya. Aku anakmu yang paling tua dan putra dari istri tercintamu.
Harun berkata: Keluarlah, nak.
Setelah ujian ini, Harun berkata kepada istrinya: Bagaimana kamu melihat antara
anakku dan anakmu?
Zubaidah menjawab menjawab dengan jujur: Anakmu lebih berhak
Harun menjawab: Kalau begitu kamu telah mengakui kebenaran dan obyektif
menilai yang kamu lihat.
Setelah semua ini, sudah seharusnya Harun memberikan kepemimpinan kepada Al
Mamun baru setelahnya Al Amin. Dan memang ia pun bertekad untuk itu.
Tapi anehnya, pada tahun 186 H, Harun Ar Rasyid mengajak anak-anaknya
berikut staf dan keluarga kerabat untuk haji sekaligus menjadi saksi atas surat
perjanjian yang ditulis dan ditempel di Kabah.

Isi surat itu adalah pengganti setelah Harun adalah Al Amin dan setelahnya baru
Al Mamun.
Ajaib kan...
Bukankah seharusnya adalah Al Mamun baru Al Amin, seperti tekad Harun sejak
awal.
(perlu diketahui bahwa kedua anak Harun ini memiliki kompetensi kepemimpinan
sebagaimana yang dikatakan oleh guru mereka: Al Kisai)
Anda tahu jawabannya, mengapa Harun justru mengubah pendiriannya?
Para ahli sejarah mengatakan bahwa inilah posisi Zubaidah di hati Harun. Walau
Harun telah berhasil menaklukkan Zubaidah bahwa yang berhak adalah Al
Mamun di awal baru Al Amin. Zubaidah pun telah mengakuinya.
Tapi tetap saja, permintaan awal Zubaidah menggema di hati Harun.
Zubaidah yang memerankan istri terbaik di hati Harun, terlalu agung untuk
disakiti.
Karenanya wahai para istri yang baik dan mulia. Bisikan anda di telinga suami
akan terus menggema di hatinya. Maka manfaatkan untuk membisikkan
kebaikan. Jika bukan sekarang ia menerimanya. Suatu hari, semoga...

Makanan di Hati Seorang Istri




) .
(

Dari Aisyah berkata:


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menemuiku pada suatu hari. Beliau
berkata: Apakah kamu punya sesuatu?
Aku berkata: Tidak
Beliau berkata: Kalau begitu aku puasa
Suatu hari beliau menemuiku lagi dan aku baru mendapatkan hadiah Hais (jenis
makanan yang terbuat dari kurma). Aku menyimpannya untuk beliau, karena
beliau menyukainya.
Akupun berkata: Ya Rasulullah, kita diberi hadiah Hais dan aku menyimpannya
untukmu.
Beliau berkata: Hidangkan. Sebenarnya aku pagi ini puasa.
Beliau pun memakannya kemudian berkata: Sesungguhnya perumpamaan puasa
sunnah seperti seseorang yang mengeluarkan hartanya untuk shodaqoh, jika ia
mau bisa ia teruskan niatnya (untuk bershodaqoh) atau jika ia mau boleh
membatalkannya. (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Kisah pagi hari di keluarga Nabi tersebut harus menghadirkan pelajaran mahal
bagi keluarga muslim. Sangat banyak pelajarannya. Tapi saya hanya ingin
menyoroti dua poin.
Pertama, ternyata seorang istri mempunyai cara sendiri untuk membahagiakan
dan memuliakan suaminya. Yaitu dengan menyediakan makanan kesukaan suami.
Bagi seorang istri hal ini begitu pentingnya. Maka, tak aneh kalau setiap pagi
seorang istri berpikir keras apa yang akan dihidangkan hari ini untuk keluarganya.
Berbagai menu terus dicari. Khawatir bosan, berbagai variasi pun dilakukan.
Begitu pentingnya di hati seorang istri.
Seperti ibunda kita Aisyah. Karena Aisyah tahu persis bahwa suaminya Rasulullah
sangat menyukai jenis makanan yang bernama Hais, maka ketika Aisyah
mendapatkan hadiah Hais ia teringat suaminya. Karena inilah makanan
kesukaannya. Dan karena ini sesuatu yang besar dan penting di istri. Mungkin
Aisyah ingin memakannya sampai habis. Tapi itu tidak dilakukannya. Karena
ingat suami.
Tapi sayang, kami para laki-laki sering menganggap ini hal yang sederhana.
Padahal ia begitu besar di hati istri. Akhirnya seorang istri yang telah lelah

seharian memasak masakan istimewa bahkan ia telah menyiapkan rencana ini


beberapa hari sebelumnya. Eh...suami pulang dan berkata: aku sudah makan di
luar.
Maaf, ya para istri. Kami para laki-laki sering tidak menyadari betapa pentingnya
urusan makanan di hati para istri.
Kedua, Memakan makanan yang disediakan istri dengan istimewa lebih
didahulukan dibandingkan puasa sunnah (wallahu alam). Seperti yang dilakukan
Rasulullah di atas. Pagi itu Nabi telah berniat untuk berpuasa. Tapi karena Aisyah
sang istri tercinta berkata:
Ya Rasulullah, kita diberi hadiah Hais dan aku menyimpannya untukmu.
Nabi ingin menyenangkan hati istri. Nabi menghargai sesuatu yang istimewa di
hati istrinya. Walau resikonya, puasa sunnah beliau batal hari itu.
Jadi, tidakkah para laki-laki memaksakan dirinya untuk menikmati hidangan istri
yang istimewa disiapkan untuk suami tercinta.
Kami para laki-laki harus berkata kepada para istri untuk kali kedua:
Maaf, ya para istri. kami para laki-laki sering tidak menyadari betapa pentingnya
urusan makanan di hati para istri.
Mengeluh

Dalam Bahasa Arab, kata keluhan dan aduan diungkap dengan Syakwa () .
Asal kata ini adalah FathAsy Syakwah yang berarti membuka bejana kecil. Yaitu,
jika bejana kecil itu dibuka mulutnya maka akan terlihatlah air yang ada di
dalamnya. Dan itulah keluhan. Ia tersimpan dalam hati, tetapi jika telah diungkap
dalam kata-kata maka terbukalah semua yang tersimpan.
Kata Syakwa dalam Al Quran tidak banyak disebutkan. Hanya 2 kali saja. Sekali
lagi, hanya 2 kali saja! Dan kedua-duanya diungkap dalam bentuk Fiil Mudhori
(Kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang). (Lihat Lathoif Quraniyyah,
Sholah Abdul Fattah Al Kholidi)

2 kali itu:
1. Firman Allah dalam Surat Yusuf 86:

Dia (Yaqub) menjawab, Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.
2. Firman Allah dalam Surat Al Mujadilah 1:










Sungguh, Allah telah Mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan
kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada
Allah, dan Allah Mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
Ada beberapa pelajaran berharga dari pembahasan ini bagi keluarga muslim:
a. Jangan banyak mengeluh!
Hanya 2 kali saja kata (Syakwa) ini disebutkan dalam Al Quran. Tak lebih dari itu.
Hidup harus tegar. Berupayalah untuk tetap tegak walau badai melengkungkan
punggung ini. Itulah mengapa Allah menegur sifat buruk manusia yang sering kali
mengeluh.
(21) ( 20) ( 19)

Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.
Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,
dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir. (Qs. Al Maarij)
Masalah dan beban kita tak seberat masalah dan beban Rasulullah. Beliau tidak
banyak mengeluh. Dan tidak setiap masalah harus menjadi bahan keluh kesah.

b. Jangan Mengeluh Kecuali HANYA Kepada Allah!


Lihatlah kedua kata syakwa di atas, kedua keluhan hanya kepada Allah. Yang
pertama, Nabi Yaqub yang mengeluh dan mengadu kepada Allah. Dan yang
kedua, wanita yang mengadu dan mengeluh kepada Allah.
Untuk kisah yang kedua, sebenarnya wanita itu sedang berbincang dan
mengadukan masalahnya kepada Rasulullah. Tetapi Allah menyebut aduannya
kepada Rasul dengan () . Al Mujadalahberarti debat dan gugatan. Inilah
kalimat Khoulah itu:


Ya Rasululullah, dia telah memakan usia mudaku, telah aku gelarkan perutku
(maksudnya: anak-anak), hingga ketika telah tua usiaku dan telah terputus
keturunanku, dia mendziharku (mengatakan bahwa aku haram baginya). Ya
Allah, aku mengadukan ini kepada Mu.
Lihatlah cerdasnya Khoulah. Dan ini layak ditiru. Dia mengadukan masalah
kepada orang yang dipercaya dan bisa menyelesaikan masalah dengan baik.
Tetapi, sebenarnya dia sedang mengadu kepada Allah: Ya Allah, aku mengadukan
ini kepada Mu.
Jadi, silakan menyampaikan masalah anda. Tetapi hanya kepada orang yang bisa
dipercaya, amanah dan bisa menyelesaikan masalah. Itupun, Allah menyebutnya
hanya bersifat al mujadalah. Karena manusia dengan semua keterbatasannya tak
banyak bisa membantu. Mengeluhlah yang sesungguhnya hanya kepada Allah!
Maka, kebiasaan mengeluh di hadapan khalayak ramai bahkan dinikmati oleh
publik, jelas merupakan merupakan bukti masyarakat sakit.
c. Mengeluh Masalah Keluarga
Kedua kata syakwa di atas, berhubungan dengan masalah keluarga. Syakwa yang
pertama, keluhan Nabi Yaqub tentang anaknya yang telah hilang bertahun-tahun;
Yusuf. Seorang ayah yang mengadu dan mengeluhkan masalah kehilangan buah
hatinya kepada Allah yang Maha Mengetahui.
Syakwa yang kedua, keluhan Khoulah tentang suaminya tempat ia mengabdikan
diri selama bertahun-tahun dengan baik tetapi berujung pada kalimat menyakitkan
di sisa usia. Seorang istri yang mengadu dan mengeluh tentang suaminya yang
berulah di penghujung usia kepada Allah yang Maha Mendengar.
Ini salah satu masalah besar bagi kehidupan manusia; keluarga. Masalah yang
layak untuk dikeluhkan dalam rangka mencari solusi.
Silakan mengadu kepada Allah tentang apa saja. Tetapi kepada manusia, hanya
masalah-masalah besar yang tak sanggup lagi kita menanggungnya, yang perlu
diadukan dan dikeluhkan. Jangan mudah mengeluh kepada manusia pada masalah
kecil, karena kita akan jatuh pada masalah yang tak lebih besar dari itu.

d. Beda Keluhan Laki dan Perempuan


Syakwa pertama adalah keluhan laki-laki (Nabi Yaqub). Keluhan tentang
anaknya, harapan masa depannya.

Syakwa kedua adalah keluhan perempuan (Khoulah). Keluhan tentang suaminya,


pemimpin dan sandaran hatinya.
Inilah salah satu kunci mahal pelajaran parenting. Bagi laki-laki, anak menempati
posisi paling berharga dan begitu menyita perhatiannya. Sementara bagi
perempuan, suami merupakan hal yang paling membahagiakan atau
menyengsarakan. Dalam bahasa yang lebih tepat, Rasul menyampaikan: pintu
surgamu atau nerakamu!
Inilah alur fitrah yang Allah ciptakan dan diberitahukan agar seseorang tahu
bagaimana membangun keluarga jannati. Seorang istri menyiapkan dan mendidik
dengan maksimal anak-anaknya. Karena di tengah kelelahan suami, anak-anak
yang menyejukkan pandangan mata akan menghapus semua penat itu.
Sementara seorang suami harus memberi sentuhan dan perhatian terbaiknya
kepada istrinya. Karena di tengah kelelahan istri, suami yang menyejukkan
pandangan mata akan menghapus semua penat itu.
Suami yang membahagiakan istrinya. Istrinya akan mendidik dengan tenaga yang
tak pernah habis. Dengan perhatian dan pendidikan istri sebaik itu, akan hadir
anak-anak istimewa. Dan anak-anak seperti inilah yang membuat suami terus
berkarya dan menjadi pahlawan bagi rumahnya.
Suami ke istri, istri ke anak-anak, anak-anak ke ayah (suami).
Alur fitrah. Andai diketahui banyak keluarga muslim, mudah menghadirkan
jannah di setiap rumah, dengan izin Allah.

e. Cukuplah Allah!
Jika orang beriman mengadukan dan mengeluhkan masalahnya kepada Allah, Dia
menjamin aduan dan keluhan itu diperhatikan dan didengar. Tentu ini berbeda
dengan manusia. Karena lebih sedikit jumlah yang benar-benar siap mendengar
dibandingkan yang malas mendengar atau berpura-pura peduli terhadap aduan
kita.
Bukalah kisah keluhan yang kedua. Surat Al Mujadalah 1; tercantum 4 kali nama
Allah dalam satu ayat itu saja dan terdapat 3 kali kata mendengar dengan 3 model
kata. Ini memberikan isyarat akan hadirnya Allah dalam mendengar masalah kita.
Ditambah dengan penguatan 3 model kata mendengar yang tercantum 3 kali (),
(), ().
( )adalah kata kerja bentuk lampau yang memastikan bahwa Allah dengan pasti
telah mendengar keluhan itu.

( )adalah kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang, yang
menunjukkan bahwa Allah sedang mendengar dan terus siap mendengar keluhan
itu.
( )adalah Fail yang menjadi sifat Allah, menyatakan sudah merupakan nama
dan sifat mulia Allah yang tak pernah berganti bahwa Dia telah menetapkan
memiliki sifat mendengar keluhan itu.
Indahnya mengadu dan mengeluh hanya kepada Allah...
Belajar dari Wanita Quraisy
Indahnya belajar parenting dari Rasulullah. Beliau memberikan kepada kita
panduan hingga potret di lapangan. Kali ini beliau ingin agar kita belajar dari para
wanita Quraisy. Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa ketika Nabi menyebut
kelebihan Quraisy di atas suku lain bukan merupakan tindakan rasis atau
fanatisme kesukuan. Tetapi ini bicara tentang fakta kehebatan dan kelebihan
sebuah suku. Karena Allah menciptakan kita bersuku-suku dan setiap suku
mempunyai kelebihan. Itulah mengapa Nabi terakhir berasal dari suku terbaik;
Quraisy.
Kelebihan suku Quraisy tidak hanya pada kaum laki-lakinya. Tetapi juga pada
kaum wanitanya. Islam lah yang kembali mengungkap kelebihan kaum wanitanya
setelah mereka dahulu dinomor duakan di masyarakat.
Berikut ini kelebihan wanita Quraisy seperti yang diungkapkan Rasul untuk
menjadi pelajaran bagi setiap keluarga muslim, khususnya kaum wanita,




Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita shalih dari Quraisy;
paling sayang pada anak di usia kecilnya dan paling menjaga suami pada yang
dimilikinya. (Muttafaq alaih)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan,
Sabda beliau tentang wanita yang mengendari unta, merupakan isyarat tentang
Arab. Karena mereka adalah orang-orang yang banyak mengendarai unta. Dan
sebagaimana yang diketahui bahwa Arab lebih baik dari yang lainnya secara
mutlak dan umum. Maka, bisa diambil pelajaran darinya keutamaan wanita
Quraisy secara mutlak di atas seluruh wanita.
Abul Abbas Al Qurthubi berkata,
Yang dimaksud dengan sholih adalah baik agamanya, baik interaksinya dengan
suami dan yang lainnya, sebagaimana ditunjukkan dalam kata: Paling sayang
dan paling menjaga. (Thorhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib, Zainuddin Al Iraqi)

Kini kita dengarkan penjelasan tentang kata: Paling sayang pada anak di usia
kecilnya,
Yaitu sayang kepada anak-anak, lembut, baik dalam mendidik mereka,
memberikan hak-hak mereka kalau mereka yatim dan sebagainya. (An Nawawi
dalam al Minhaj)
Adapun makna paling menjaga yang dimiliki suami,
Memperhatikan suami mereka, menjaga harta. Hal itu dikarenakan kemuliaan
jiwa para istri, sedikitnya kesalahan pada suami mereka, sucinya mereka dari
tipu daya kepada suami dan mendebat mereka. (Ibnu Baththal)
Begitulah penjelasan para ulama kita tentang petunjuk Nabi di atas. Beliau sangat
ingin para muslimah ini belajar dari kelebihan para wanita Quraisy. Jika kita
simpulkan, kelebihan para wanita Quraisy adalah:
1.

Wanita yang baik agamanya

2.

Wanita yang sangat lembut dan menyayangi anak-anaknya

3.

Wanita yang mendidik anak-anaknya dengan baik

4.

Wanita yang memberikan penuh perhatiannya kepada suami

5.

Wanita yang menjaga harta suami

6.

Wanita yang tidak banyak berbuat kesalahan pada hak suami

7.

Wanita yang tidak membantah suami

Bacalah berulang-ulang ke-7 poin tersebut. Dan renungilah, kemuliaan puncak


seorang wanita terletak pada kebaikan dan kehebatannya dalam hal anak dan
suami.
Bukan yang lainnya!
Antara
Monumen Arjumand Begum & Bilik Humairo

Mengerti maksud judul di atas? Ya, di judul itu ada dua nama.
Arjumand Begum dan Humairo
Ini dua nama yang berbeda dan hidup di abad yang juga berbeda. Mereka terpaut
sekitar 1000 tahun.
Tetapi keduanya memiliki kesamaan.
Keduanya sama-sama wanita. Keduanya mendampingi orang besar dalam sejarah.
Arjumand Begum istri dari Shah Jehan (raja di Dinasti Mogul, India) dan
Humairo adalah Aisyah radhiallahu anha. Ya, istri Rasulullah Muhammad
shallallahu alaihi wasallam(pasti, Rasulullah lebih besar dan Shah Jehan).
Bahkan keduanya sama-sama istri ketiga (menurut sebagian ulama, Aisyah
adalah istri ketiga setelah Khadijah dan Saudah radhiallahu anhuma).

Nah, judul di atas sudah bisa dipahami kan...Monumen Arjumand Begum dan
Bilik Humairo.
Ada apa dengan keduanya. Dan pelajaran apa yang bisa kita ambil untuk keluarga
kita.
Begini...
Dunia sangat mengenal bangunan yang dianggap sebagai salah satu situs warisan
dunia yang ditetapkan oleh UNESCO. Gedung megah menjulang yang menjadi
salah satu tujuan wisata di India. Taj Mahal, namanya.
Taj Mahal diyakini sebagai monumen cinta. Lambang cinta sejati. Dari Shah
Jehan untuk Mumtaz Mahal alias Arjumand Begum.
Bukti cinta Shah Jehan diabadikan dengan bangunan megah yang masih kokoh
berdiri hingga hari ini. Disebutkan bahwa monumen cinta itu dibangun selama 22
tahun (1631 1653 M). 20.000 pekerja dilibatkan untuk membangunnya.

Begitulah cinta. Bahkan ketika Shah Jehan meninggal, ia dimakamkan di samping


istrinya. Kisah cinta yang syahdu dan mahal.
Sementara bilik Aisyah,
As Samhudi menyebutkan ukuran bilik Aisyah radhiallahu anha:
Panjangnya dari timur ke barat arah Kiblat adalah 10 lebih dua pertiga Dziro (4,8
M), arah Syam sepanjang 10 Dziro lebih seperempat dan seperenam Dziro (4,69
M). Lebarnya dari utara ke selatan arah timur dan barat adalah 7 Dziro lebih
setengah dan seperdepalan Dziro (3,43 M).
Nabi membangunnya dari bata dan batang Pohon Kurma. Ada di samping masjid.
Itulah keseluruhan rumah wanita mulia ini. Bersama sang suami, manusia paling
mulia di muka bumi; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Melihat ukurannya, lebih layak di sebut bilik daripada rumah.
Dan hari ini masih bisa kita lihat ukurannya walaupun sudah dipugar. UNESCO
jelas tidak berminat untuk mengabadikannya. Karena hanya bilik. Berbeda dengan
Taj Mahal.
Tapi bilik ini menyimpan berbagai nilai agung sebuah rumah tangga. Andai kita
bisa memahami suara dindingnya, kita akan mendengarkan kisah cinta terindah
sepasang anak manusia. Ia menjadi saksi kebersamaan 10 tahun itu. Dan benar
hanya kematian yang memisahkan SEMENTARA cinta keduanya. Sebelum cinta
itu kembali disatukan dalam damai dan bahagia yang sesungguhnya dan abadi di
surga nanti.
Dinding menjadi saksi akan senyum manis penyambut kedatangan. Ia menjadi
saksi akan bincang malam penuh kasih. Ia menjadi saksi akan cengkerama hingga
di kamar mandi. Ia menjadi saksi akan kecemburuan penghangat suasana. Ia
menjadi saksi akan kecupan ringan sebelum ke masjid.
Dan ternyata kisah bilik Aisyah lebih kita kenali dan lebih abadi.
Bilik Aisyah bukan monumen Arjumand...
Bilik Aisyah mengajari kita akan cinta yang sederhana. Tak perlu monumen untuk
menumbuhkannya.Tak perlu monumen untuk menyegarkannya. Tak perlu mahal
untuk mengabadikannya.
Hanya perlu sebuah bilik penuh cinta.
Teruslah Berkarya, Aku yang Menyuapimu

Dalam rangka melaksanakan hadits Nabi,


Tidaklah kamu menafkahkan sesuatu ikhlas karena Allah kecuali kamu akan
diberi pahala, hingga sesuatu yang kamu jadikan di mulut istrimu. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Maka suami tak hanya melaksanakan perintah untuk memberi nafkah kepada istri.
Tetapi selayaknya terinspirasi oleh hadits ini untuk makan bersama dan sekali
waktu menyuapkan sesuatu pada istrinya.
Dan kini giliran istri yang berinisiatif menyuapi sang suami tercinta.Apalagi Nabi
telah memerintahkan agar istri mendampingi suami di waktu makan. Dua kisah ini
setidaknya bisa menjadi inspirasi untuk melakukan hal sederhana yang bisa
menyegarkan cinta ini,

Ammar bin Roja berkata: Aku mendengar Ubaid bin Yaisy berkata: 30 tahun
lamanya aku tidak makan malam dengan tanganku. Saudariku yang menyuapiku.
Sementara aku menulis hadits. (Siyar Alam An Nubala, Adz Dzahabi)
Al Hakim berkata: Akumendengar Abul Fadhl Muhammad bin Ibrahim
mendengar dari Ahmad bin Salamah berkata: Dibuatkan untuk Muslim Majlis
Mudzakaroh (saling bertukar ilmu). Disebutkan di majlis itu sebuah hadits yang
tidak ia ketahui. Kemudian ia pulang ke rumahnya. Dia berkata: jangan ada yang
masuk ke kamar! Dikatakan kepadanya: kita diberi hadiah sekeranjang kurma.
Maka kurma itu hadirkan untuknya. Dia mencari hadits sambil mengambil kurma
demi kurma hingga habis. Dan dijumpai hadits yang dimaksud. Yang lain
menambahkan bahwa itulah sebab kematiannya. (Siyar Alam An Nubala, Adz
Dzahabi)
Ubaid bin Yaisy, gurunya Bukhari dan Muslim sibuk oleh ilmunya dan disuapi
oleh saudarinya.
Kesibukan Muslim dalam menunaikan tugasnya; mencari hadits dari kitabkitabnya juga menyebabkan ia tidak sempat memikirkan makan. Hingga ia
disodori kurma dan iapun memakannya. Dengan konsentrasi tetap ke tugasnya.
Kita semua tahu para suami sangat sibuk dengan tugasnya. Sering kali
kegundahan terhadap pekerjaan di luar sana terbawa masuk ke rumahnya.
Sehingga ia tak sempat memikirkan kesehatannya untuk sekadar makan.
Di sinilah saatnya seorang istri mendapatkan poin dari suaminya.
Di sinilah istimewanya hadits Nabi yang memerintahkan untuk istri mendampingi
suaminya saat makan. Dan bersiap siaga dalam melayani semua keperluan suami.

Kali ini mungkin suami tidak mau bergerak dari meja tugasnya. Kepalanya penuh
dengan setumpuk pe er pekerjaan yang harus diselesaikan. Tak ada ruang di
otaknya untuk memikirkan makanan. Bahkan mungkin seleranya telah hilang.
Maka, para istri...
Biarkan para suami seperti Ubaid bin Yaisy dan Muslim meringankan isi
kepalanya.
Anda hanya perlu berkata: teruslah berkarya, aku yang menyuapimu.
Tips sederhana. Tapi cobalah. Dan lihatlah apa yang akan terjadi.
Istriku, Penyejuk Hatiku....

Anggaplah ini bukan jawaban bagi curahan para istri


(Suamiku Imamku). Karena khawatir jawaban hanya menjadi batu tempat
berlindung,
sulit
ditembus.
Bukan, ini lebih merupakan renungan suami. Dalam ketundukan hati yang
merundukkan kepala. Sadar akan kekurangan. Sadar akan tugas tak tertunaikan.
Istriku
sayang,
Aku
sadari
kekurangan
ilmuku,
Aku
malu
mengakuinya,
Namun jangan kau tambahkan rasa malu itu dengan terus mengungkit di setiap
kesempatan dengan cara yang makin mengecilkan kekurangan ilmuku.
Istriku,
Kau pasti sadar betapa sibuknya aku,
Janganlah kau ceramahi aku dengan suara keras dan sinismu,
ketika aku sedang beristirahat dan bercengkarama sejenak dengan Koran, buku,
laptop dan tabletku.
Mungkin bila kau buatkan teh manis hangat sambil kau pijat pelan pundak lelahku
Nasihat dan masukanmu akan terasa nyaman didengar telingaku..
Lihat aku
Tatap aku
Dengarkan aku
Bukalah hatimu

Perbaiki sikapmu
Dengan kelembutan hatimu,
dan Doa yang tak pernah terputus dalam tahajudmu,
Insya Allah aku akan belajar menjadi manusia yang lebih baik.
Mungkin aku bukan Imam yang sempurna untukmu,
Tapi dengan kata-kata lembut dan doamu selalu, Allah akan mengabulkan dan
membuka hatiku..
Sumur, Dapur & Kasur...

Hari ini, kalimat ini sangat dihindari oleh banyak


wanita. Setiap disebut tiga kata ini, kesannya sangat rendah. Para istri yang hanya
bisa mengurus sumur, dapur dan kasur benar-benar hanya pelengkap penderita.
Bukan wanita peradaban. Tidak modern. Tidak maju. Begitulah opini tersebar atau
mungkin sengaja disebarkan zaman ini.
Efek dari opini tersebut, para orangtua menjauhkan anak-anak perempuannya dari
ketiganya. Dampaknya, saat anak perempuan telah memasuki rumahtangganya,
dia tidak memiliki kemampuan mengurusi sumur dapur dan kasur. Sang istri itu
hanya mampu mengurusi bukunya, pulpennya, laptopnya, seperangkat alat
komunikasinya, diskusi-diskusi, berteriak lantang di jalan-jalan.
Mari kita tengok kisah yang diriwayatkan berikut ini (lihat: Nurul Abshar fi
Manaqib Ali Bait an-Nabi al Akhyar, Asy Syablanji al Mishri. Lihat juga:
Hasyiyah al Bujairimi untuk Al Minhaj):

Dikisahkan bahwa seseorang datang kepada Umar bin Khattab radhiallahu anhu
ingin mengadukan akhlak istrinya. Orang itu berhenti di depan pintu rumah

Umar menunggunya. Dia mendengar istri Umar juga sedang mengeluarkan


kalimat-kalimat keras kepada Umar dan Umar diam saja tidak menjawab.
Orang itu segera pergi sambil bergumam: jika demikian keadaan amirul
mukminin Umar bin Khattab, maka siapalah aku?
Umar keluar, dia melihat orang itu pergi. Umar pun memanggilnya: Apa
keperluanmu, wahai saudaraku?
Orang itu berkata: Wahai Amirul Mukminin, aku ingin mengadukan kepadamu
akhlak istriku dan beraninya dia kepadaku. Ternyata aku mendengar istrimu pun
melakukan hal yang sama. Maka aku pun pulang dan berkata: jika keadaan
amirul mukminin saja begini, maka siapalah aku.
Umar berkata kepada orang itu: Sesungguhnya aku sabar terhadap istriku karena
ia mempunyai hak terhadapku. Karena ia pemasak makananku, pemanggang
rotiku, penyuci pakaianku, penyusu anakku. Padahal hal itu bukanlah
kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram.
Karenanya aku sabar menghadapinya.
Orang itu berkata: Wahai Amirul Mukminin, begitu pula istriku
Umar menasehatinya: Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu
hanya sebentar saja.
Mari kita selami kisah ini untuk mencari mutiaranya. Bukankah ini adalah Umar
bin Khattab yang dikenal tegas dan ditakuti itu. Saat Nabi masih hidup, tidak
sekali kita mendengarkan Umar memberikan solusi pedang bagi permasalahan
yang ada. Menandakan betapa kerasnya Umar.
Seakan Umar dalam kisah ini bukanlah Umar dengan sifat di atas. Tetapi benar,
ini Umar bin Khattab itu, amirul mukminin. Kelembutannya hatinya bagi istrinya
begitu mengagumkan. Bahkan saat sang istri mulai menaikkan intonasi suaranya
dan mulai tidak teratur kalimatnya. Api kemarahan itu dipadamkan dengan
langkah jitu pertama, diam.
Diam. Nampak sangat sepele bukan. Tapi cobalah tanyakan kepada para suami.
Apakah diam mudah dilakukan saat istri bercuap-cuap, dalam posisi seorang
suami sebagai seorang petinggi di luar sana dan saat sang suami bisa jadi merasa
dirinya benar.
Ternyata Umar mengajari para suami tentang cara efektif menahan lisan terhadap
istri yang sedang marah. Tidak menyiram minyak pada api yang sedang berkobar.

Jika disimpulkan ada dua hal yang membuat Umar begitu sabar dan memilih
meredamnya dengan diam: Jasa istri dan peristiwa tersebut hanya sesaat saja.
Saat menyebutkan jasa istri, Umar berkata,
Sesungguhnya aku sabar terhadap istriku karena ia mempunyai hak terhadapku.
Karena ia pemasak makananku, pemanggang rotiku, penyuci pakaianku, penyusu
anakku. Padahal hal itu bukanlah kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya,
tidak tergoda oleh yang haram. Karenanya aku sabar menghadapinya.
Dan saat menyebutkan peristiwa yang hanya lewat itu, Umar berkata,
Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya sebentar saja.
Kembalilah pada jasa-jasa istri dan kita pun akan bisa memahami tema
pembahasan kita,
1. Dia pemasak makananku
2. Dia pemanggang rotiku
3. Dia penyuci pakaianku
4. Dia penyusu anakku
5. Hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram.

Poin satu dan dua : DAPUR


Poin tiga : SUMUR
Poin empat dan lima : KASUR
Allahu Akbar, tiga kata hina di mata banyak keluarga itu ternyata telah
melanggengkan sebuah rumah tangga besar dalam sejarah Islam. Karena
ketiganya, Umar bersabar menghadapi kemarahan sang istri. Dan karena
ketiganya, keretakan rumah tangga bisa dihindari.
Bukankah sekarang kita paham, betapa mulianya dapur, sumur dan kasur bagi
derajat seorang wanita.
Bukankah sekarang kita paham, bahwa anak-anak perempuan kita harus mumpuni
dalam ketiga hal tersebut.

Bukankah, sekarang kita paham bahwa merendahkan ketiga hal itu dalam
kehidupan seorang istri berdampak pada retaknya bangunan rumahtangga hari ini.
Setelah membaca tulisan ini, pasti Anda tidak salah paham bahwa seorang wanita
hanya mengurusi tiga hal itu. Karena tidak ada kalimat dan pemahaman tersebut
dari tulisan ini.
Saatnya Suami Mengeluh Pada Istri

Judul di atas tidak terbalik sama sekali. Kita tidak


sedang membahas tentang istri yang mengadu dan mengeluh kepada suami.
Karena yang ingin meringankan himpitan tugas tak hanya istri. Tetapi juga suami.
Saat itu tiba, bagaimana sikap istri. Dan apa sebenarnya yang ingin didapatkan
oleh suami. Dan apa pula pelajaran di balik ketegaran suami yang ternyata masih
perlu bentangan lembut tempat mencurahkan segala keluhan.
Hal itu, pernah dilakukan oleh suami terbaik. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam.
Saat itu sudah memasuki bulan terakhir di Tahun 6H. Muslimin berjumlah 1400
orang, langsung dipimpin oleh Rasulullah berangkat keluar Madinah menuju ke
Mekah. Bukan untuk perang atau menyerang Mekah. Tetapi untuk membuktikan
mimpi Nabi dalam tidurnya bahwa muslimin memasuki Kota Mekah untuk ibadah
dengan tenang tanpa gangguan. Tentu ini merupakan kabar gembira bagi seluruh
muslimin yang merindukan kiblat mereka.
Tetapi ternyata, mimpi Nabi tidak terbukti tahun itu dan baru terbukti tahun
berikutnya. Nabi tidak salah, karena beliau tidak menyebut kapan mimpi tersebut
akan terbukti. Muslimin dicegat oleh Quraisy di luar Kota Mekah, tepatnya di
Hudaibiyyah. Muslimin tidak bisa memasuki Mekah untuk melaksanakan umroh.
Muslimin kecewa. Kekecewaan mereka bertambah besar begitu mengetahui isi
perjanjian antara Nabi dan Quraisy yang secara kasat mata dimenangkan oleh
Quraisy.

Umar bin Khattab salah seorang yang kecewa, mengisahkan hal tersebut.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari, Sunan Abu Dawud,
Musnad Ahmad, Dalail Al Baihaqi, Mushonnaf Abdurrazzaq dan lainnya.
Setelah Nabi selesai dari membuat perjanjian dengan Quraisy, beliau berkata
kepada para shahabat: Bangun, sembelihlah ternak yang kalian bawa kemudian
tahallullah (bercukur sebagai tanda selesainya ibadah umroh).
Tidak ada satupun shahabat yang bergerak.
Karena mereka berharap masih bisa memasuki kota Mekah dan tahallul setelah
benar-benar melakukan umroh. Mereka kecewa.
Nabi mengulanginya lagi.
Kembali tidak satupun shahabat yang menyambut perintah Nabi.
Untuk ketiga kalinya Nabi mengeluarkan perintah.
Dan ternyata hingga kali ketiga pun, tidak seorangpun yang berdiri melaksanakan
perintah Nabi. Ya, tidak seorang pun.
Pasti Nabi terkejut luar biasa. Karena shahabat Nabi, adalah orang yang sangat
ingin melaksanakan semua perintah Nabi. Bahkan, sesuatu yang belum diperintah
pun bisa mereka kerjakan saat mereka memahami Nabi hanya dengan gerak tubuh
dan mimik wajah Rasul. Tetapi tidak untuk kali ini.
Kekecewaan memang bukan hal yang sederhana.
Tapi untuk Nabi, jelas hal ini mengagetkan. Tiga kali perintah, tanpa sambutan.
Tidak seorang pun. Tidak shahabat biasa, tidak pula shahabat senior dan terbaik.
Kekecewaan bertemu dengan kekecewaan.
Nabi tidak punya solusi. Memang sesuatu yang sangat mengejutkan sering
membuntukan pikiran.
Bahkan sekelas Rasul sekalipun.
Guratan wajah kecewa tidak bisa disembunyikannya. Di lapangan masalah itu
hadir. Tidak ada jalan lain kecuali kembali ke tempat peraduan beliau. Siapa tahu
solusi itu ada di sana. Ya, istrinya.

Saat itu istri yang dibawa adalah Ummu Salamah radhiallahu anha. Nabi masuk
ke tenda istrinya sambil bergumam sangat kecewa,
Celakalah muslimun. Aku perintahkan mereka untuk menyembelih dan bercukur
tetapi tidak melaksanakan.
Dalam riwayat lain, Nabi berkata kepada Ummu Salamah,
Tidakkah kamu melihat orang-orang yang aku perintahkan itu tetapi tidak ada
yang melakukannya. Padahal mereka mendengar perkataanku dan melihat
wajahku!
Jelas ini merupakan rangkaian kalimat kekecewaan. Hingga keluar dari Nabi
kalimat yang bahkan menurut Ummu Salamah perlu dikoreksi,
Ya Rasulullah, jangan engkau caci mereka. Karena mereka sedang terhantam
kekecewaan yang besar atas kesulitan yang kau alami dalam perjanjian damai
dan mereka akan pulang tanpa hasil (ibadah umroh).
Ya Nabiyyalloh, keluarlah. Jangan bicara dengan siapapun hingga kau sembelih
binatangmu. Kemudian panggillah tukang cukurmu untuk mencukurmu.
Peluang solusi kini hadir. Dari istri untuk suami hebat yang sedang buntu. Ummu
Salamah tidak memperkeruh suasana. Ummu Salamah tidak berkata, Apa
mereka tidak tahu kalau engkau Rasul yang harus ditaati? Ummu Salamah tidak
justru membakar hati suami yang sedang gundah dengan berkata, Mereka
memang celaka...
Tidak. Tetapi Ummu Salamah adalah istri yang tenang dan penuh wibawa. Dia
justru mengingatkan suami yang merupakan orang besar itu dalam kalimatnya,
Ya Rasulullah, jangan engkau caci mereka.
Sebelum istri memberikan solusi, koreksi terhadap kesalahan tetap dilakukan jika
hal itu terjadi. Karena mencaci bukan solusi. Hanya menambah keruhnya jiwa.
Dan awan di hati semakin menggelayut tebal.
Ummu Salamah mencoba untuk memahamkan suaminya mengapa mereka
melakukan hal mengecewakan tersebut, Karena mereka sedang terhantam
kekecewaan yang besar atas kesulitan yang kau alami dalam perjanjian damai
dan mereka akan pulang tanpa hasil (ibadah umroh).
Setelah tugas pertama selesai, istri cerdas dan tenang itu memberi setitik pelita
solusi, Ya Nabiyyalloh, keluarlah. Jangan bicara dengan siapapun hingga kau
sembelih binatangmu. Kemudian panggillah tukang cukurmu untuk
mencukurmu.

Rasul tidak punya pilihan solusi lain. Kecuali yang datang dari hati tenang
seorang istri yang cerdas. Tetapi seberapa ampuh solusi itu?
Umar bin Khattab menceritakan,
Rasul shallallahu alaihi wasallam keluar sambil menyingsingkan bajunya.
Beliau mengambil alat pemotong dan memotong binatang sembelihannya dengan
mengangkat suaranya: Bismillah, wallahu Akbar. Setelah itu, beliau meminta
tukang cukurnya untuk mencukur beliau.
Melihat hal itu, muslimin pun berlomba untuk menyembelih binatang mereka dan
saling berdesakan hingga hampir saling melukai di antara mereka. Kemudian
saling mencukur di antara mereka.
Subhanallah, ide sang istri benar-benar jitu.
Setelah membaca peristiwa ini, berhentilah untuk berpikir bahwa suami hebat
tidak perlu tempat mengadu, apalagi hanya kepada seorang istri. Sehebat apapun
para suami, mereka hanya laki-laki yang tak lengkap jiwanya tanpa sentuhan
ketenangan dan kelembutan wanita.
Bagi para istri, jadilah tempat mengadu yang nyaman bagi suami. Hitunglah Anda
tidak mempunyai solusi bagi suami, tetapi setidaknya Anda telah meringankan
beban di kepala dan kegundahan di hati suami.
Apalagi jika Anda bisa menjadi seperti Ummu Salamah.
Subhanalloh...alangkah istimewanya...
Kesucian Istri bagi Kesucian Keluarga

Membaca kembali petunjuk-petunjuk Ilahi bagi para


wanita mulia; Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi dalam Surat Al Ahzab. Ada
sebuah isyarat tipis menarik bagi keluarga kita. Karena para istri Nabi adalah
teladan bagi setiap muslimah, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya.
Isyarat tipis itu adalah dhomir (kata ganti) yang berubah di ujung ayat 33. Ayatayat bagi Ummahatul Mukminin dimulai dari ayat ke-28. Semua kata ganti tentu
saja menggunakan kata ganti kalian para wanita (). Contohnya ayat ini:





28)


(), (), (), (), ( )kesemua kata ini kata gantinya adalah:
kalian para wanita ().

Hingga di awal ayat 33 hingga pertengahan ayatnya pun kata ganti masih tetap:
kalian para wanita (),

(), () , (), ( )adalah gabungan dari kata perintah dan larangan


yang kata gantinya: kalian para wanita ().
Nah, di mana isyarat tipis yang menarik itu?
Berikut ini isyaratnya. Setelah perjalanan perintah dan larangan untuk kata ganti:
kalian para wanita dari ayat 28 hingga pertengahan ayat 33, penutup ayat 33
berubah kata gantinya. Mari kita baca penutup ayat itu,










Inilah penutup ayat 33 itu. Dan perhatikan perubahan kata gantinya.


(), kata gantinya adalah: kalian para laki-laki ()
, ini bukan kata ganti tetapi: Ahlul Bait (keluarga Nabi shallallahu alaihi
wasallam)
, Allah menyucikan (): kalian para laki-laki
Dan inilah terjemahan penutup ayat 33 tersebut,
...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Qs. Al Ahzab: 33)
Apa nilai dan pelajaran bagi keluarga muslim dari perubahan kata ganti tersebut?
Bimbingan wahyu bagi istri-istri Nabi dari ayat 28 pertengahan 33 merupakan
upaya maksimal yang harus dilakukan oleh setiap istri. Semua perintah harus
dilaksanakan sebaik-baiknya. Semua larangan harus dijauh sejauh-jauhnya.
Ya, karena kesholehan itu ternyata bukan hanya bermanfaat bagi diri sang istri.
Tetapi merupakan harga mahal bagi keseluruhan individu keluarganya. Di mana
kesholehan istri menjadi modal penting untuk kesucian semua lini keluarga;
suami, anak dan siapapun yang ada dalam bahtera rumah itu.

Bukalah ayat-ayat tersebut. Renungi kembali hubungan antara kesucian istri


dengan kesucian keluarga (28-33).
Dan dapatkan mutiara pelajaran Al Quran yang tersembunyi dari perubahan kata
ganti.
Sekaligus sebagai tanda Stop bagi saling menuntut. Menuntut kesholehan
pasangannya dulu, baru dia bersedia untuk menjadi orang yang sholeh. Mulailah
dari diri sendiri. Bangunlah kesholehan dari diri sendiri. Justru, ketika diri ini
telah sholeh, harapan itu telah diberikan ayat.
Bahwa kesucian istri merupakan modal penting bagi kesucian keluarga.
Wallahu Alam
Komunikasi Suami Istri (Bagian satu)
Belajar dari Rasul dan Khadijah

Kebersamaan bertahun-tahun, siang dan malam, ternyata bukan jaminan


terjalinnya komunikasi yang baik antara suami dan istri. Padahal banyak yang
berdalih bahwa pendekatan sebelum menikah mampu saling mengenal dan
komunikasi yang baik sebelum memasuki jenjang yang lebih serius; pernikahan.
Padahal alat komunikasi pun sudah super canggih. Jarak bukan masalah. Hanya
fisik yang tidak bisa saling bersentuhan. Tetapi kalimat, suara bahkan wajah pun
bisa dihadirkan walau jauh terpisah. Tetapi tetap saja, komunikasi macet. Aneh....
Berbagai pelatihan komunikasi menjadi sangat penting bagi keluarga. Berharihari, bahkan tidak sekali, pelatihan komunikasi diikuti. Berbagai metode dan
pendekatan dilakukan. Tapi, belum juga....
Komunikasi terbaik yang sangat dahsyat adalah komunikasi manusia terbaik
dengan keluarga terbaik. Rasulullah dengan para istrinya. Tanpa alat komunikasi,
jika mereka berpisah secara fisik, akan menghilang sekian lama tanpa berita.
Tanpa pelatihan berbelit dengan konsep rumit yang terkadang semakin membuat
seseorang salah tingkah. Bahkan tanpa pendekatan sebelum menikah yang diklaim
mampu mengawali komunikasi yang baik. Sudah waktunya, kita belajar dari
komunikasi Rasulullah dalam rumahtangga beliau.
DR. Jasim al Muthowwa seorang pakar parenting asal Kuwait membagi
komunikasi Nabi menjadi dua bagian besar: Komunikasi kata dan komunikasi
tanpa kata. Pakar dengan karya ilmiah S2 nya berjudul: rahasia rumahtangga
dalam perspektif Al Quran dan Sunnah itu, menganalisa berbagai pola komunikasi
Nabi dengan para istri dalam berbagai keadaan.

Komunikasi kata pertama adalah antara Nabi dengan istri yang mendukungnya
sepenuh jiwa dan hartanya. Pasangan hidup yang membuat istri sehebat Aisyah
cemburu dan berkata: Seperti tidak wanita lain di dunia ini selain Khadijah!
Kita akan melihat kecerdasan dan kecerdikan seorang istri berkomunikasi dengan
suami yang sedang berada dalam kepanikan karena peristiwa yang dihadapinya.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim serta Musnad Ahmad disampaikan tentang
keadaan Nabi saat baru menerima wahyu pertama di Gua Hira,Bahwa Nabi
shallallahu alaihi wasallam pulang ke Khadijah dalam keadaan gemetar fisik dan
hatinya. Beliau masuk dan berkata: selimuti aku, selimuti aku...
Ketika telah mulai tenang, beliau berkata: Khadijah, aku khawatir diriku akan
tertimpa musibah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah.
Khadijah berkata: Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu
selamanya. Engkau benar-benar jujur dalam ucapan, menjaga silaturahim,
menanggung beban, memuliakan tamu dan membantu orang yang kesulitan.
Khadijah kemudian membawanya ke Waraqah bin Naufal bin Asad. Dia adalah
seseorang yang memeluk agama Nasrani. Sudah tua dan buta, mampu membaca
dan menulis Injil dengan Bahasa Arab.
Khadijah berkata kepada Waraqah: Hai paman, dengarkanlah kisah anak
saudaramu ini.
Waraqah berkata: Hai anak saudaraku, apa yang kamu lihat?
Rasulullah menceritakan yang dilihatnya.
Waraqah berkata: Ini Namus (Jibril) yang pernah turun kepada Musa. Andai aku
punya usia panjang, nanti saat kamu diusir dari oleh masyarakatmu.
Rasulullah bertanya: Apakah mereka akan mengusirku?
Waraqah menjawab: Ya, tidaklah ada orang yang membawa seperti yang kau bawa
kecuali akan dimusuhi dan disakiti. Jika aku masih menjumpai hari itu, aku akan
menolongmu dengan pertolongan yang besar.
Khadijah benar-benar wanita ideal. Satu dari empat wanita terbaik di dunia ini.
Istri yang sangat mengerti bagaimana mendampingi tugas besar sang suami. Jika
para muslimah mau menjadi yang paling berharga dalam kehidupan suami, maka
Khadijah adalah tempat berguru. Di antaranya, kiprah Khadijah dalam hadits di

atas. Situasi suami yang panik dan khawatir atas keselamatan dirinya,
mendapatkan siraman embun dalam dekapan sang istri. Inilah makna dari ayat,

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya. (Qs. Ar Rum: 21)
Jika seorang suami benar-benar merasakan kehadiran istri dalam kehidupannya,
terutama saat sulit yang harus dilaluinya. Dalam rumah yang juga menjadi tempat
kenyamanan. Maka, pasti seorang suami akan bisa merasakan kehadiran Khadijah
dalam kehidupannya.
Dalam pembahasan kita ini, lisan seorang istri ternyata menjadi salah satu sumber
utama kenyamanan suami. Maka, jangan justru menjadikan lisan sumber masalah
dalam rumahtangga.
Mari kita dalami tehnik komunikasi hebat seorang istri di saat suami sedang panik
dan khawatir. Belajar dari Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu anha...
Suami yang khawatir dan panik, sering tergambar jelas di wajah dan suaranya,
untuk kemudian disampaikan melalui lisan patah-patah. Maka,
1. Khadijah memahami
Komunikasi yang baik dibangun di atas kepekaan terhadap pasangan. Mungkin
tidak terucap. Bahkan mungkin tidak mampu diucapkan. Terlalu berat. Tetapi
pasangan yang baik, adalah pasangan yang mampu mengetahui bahkan belum
diberitahu. Mampu merasa walau hanya dikirimkan melalui gelombang halus
kata.
2. Khadijah menyelimuti
Seseorang yang tidak nyaman, biasanya terlihat begitu jelas pada mata, wajah dan
gerak fisiknya. Untuk itulah, pasangan harus memberikan kenyamanan pada fisik
sebelum yang lainnya. Karena sekarang, fisik lah yang paling memerlukan
kenyamanan. Dan memberikan kenyamanan fisik jauh lebih sederhana.Khadijah
menyelimuti seperti permintaan Rasulullah. Dekapan hangat kain yang
dibentangkan oleh sang istri memberikan kehangatan yang diharapkan mampu
menembus hingga hati. Dekapan pasangan juga merupakan kenyamanan yang
tidak ada gantinya.

3. Khadijah menenangkan dengan kalimat


Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya,
begitulah Khadijah menyamankan suaminya.Menyandarkan kenyamanan kepada
Allah bagi orang-orang beriman merupakan puncak kenyamanan dan kepasrahan.
Sehingga kegelisahan itu akan cepat sekali pergi.
4. Khadijah memuji untuk meyakinkan
Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Engkau
benar-benar jujur dalam ucapan, menjaga silaturahim, menanggung beban,
memuliakan tamu dan membantu orang yang kesulitan. Kalimat yang mengalir
jujur dan bukan basa-basi. Menyejukkan hati yang sedang panas. Menenangkan
jiwa yang sedang gemetar. Memantapkan keyakinan akan pertolongan Allah.
5. Khadijah mencari solusi nyata
Khadijah kemudian membawanya ke Waraqah bin Naufal bin Asad. Dia adalah
seseorang yang memeluk agama Nasrani. Sudah tua dan buta, mampu membaca
dan menulis Injil dengan Bahasa Arab.
Poin satu hingga empat adalah kemampuan seorang istri yang hebat dalam
menghantarkan ketenangan bagi sang suami yang sedang dalam kepanikan. Tetapi
harus diakui bahwa sesungguhnya permasalahan intinya belum terjawab. Tetapi
ketenangan itu sudah mulai merayapi setiap persendian sang suami.
Maka, setelah semuanya tenang kembali, solusi itu dicari kepada ahlinya.
Istri yang cerdas. Komunikasi yang indah antara sepasang suami istri terbaik.
Istri Setenang Malam
Al Quran memang menyimpan mukjizat. Kalimat-kalimatnya semua
mukjizat, bahkan kata-katanya, bahkan hurufnya.
Kita akan melihat bagaimana Allah memberikan isyarat ringan tapi
sangat dalam tentang peran seorang istri bagi suaminya. Istri setenang
malam.
Perhatikan satu ayat berikut ini:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar Rum: 21)
Ayat ini sangat terkenal. Terutama di kita, ayat ini pasti akan dibaca
berkali-kali dalam satu pertemuan akad nikah. Dari mulai pembawa
acaranya, penghulu, sampai ustadz sang penyampai nasehat
pernikahan. Kata sakinah, mawaddah dan rahmah, juga sangat akrab
di setiap kita bicara tentang keluarga. Kata-kata Bahasa Arab itu
seakan telah menjadi kata yang diindonesiakan. Dan ketiga kata itu
memang ada dalam ayat di atas.
Secara teks aslinya, ayat tersebut menyampaikan kepada suami
tentang istri yang diciptakan dari diri sang suami sendiri. Mengingat
Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, sebagaimana dalam hadits
yang shahih. Istri harus bisa memberikan kepada suaminya; sakinah,
mawaddah dan rahmah (ketenangan, cinta dan kasih sayang).
Jika kita search dalam Al Quran kata

( agar kalian merasa
tenang), maka kita akan menjumpai kata ini disebut 4 kali. Yang
pertama adalah ayat tentang keluarga di atas. Dan yang 3 sisanya
ayat-ayat berikut ini:







Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat
padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu
mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
mendengar (Qs. Yunus: 67)





Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang,
supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari
sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu
bersyukur kepada-Nya. (Qs. Al Qashash: 73)

Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu


beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang.
Sesungguhnya
Allah
benar-benar
mempunyal
karunia
yang
dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak
bersyukur. (Qs. Ghafir: 61)
Allahu Akbar! Ternyata tiga ayat tersebut bicara tentang malam
sebagai tempat istirahat dan ketenangan yang merupakan kenikmatan
yang diberikan oleh Allah untuk manusia.
Dalam kata

( Agar kalian tenang) lah kedua tema ayat-ayat di
atas bertemu. Sekarang kita bisa mengatakan bahwa seharusnya istri
setenang malam bagi suaminya.
Setelah ini, silakan digali yang dalam. Bagaimana ketenangan malam
bagi kita. Dan begitulah seharusnya istri berperan bagi sang suami.
Malam adalah saat lampu bumi dipadamkan. Yang tak lama lagi, lampu
rumah-rumah kita pun akan segera mengikutinya. Cahaya yang terang
bersinar, berapi-api, menyala, terang terkadang membuat silau mata;
dipadamkan. Karena waktu malam telah tiba. Agar semua bisa
istirahat. Seorang istri harus memadamkan jiwanya, hatinya, lisannya.
Dari berapi-api, semangat yang menyala, menyilaukan, menjadi lisan
dan jiwa yang teduh dan mengistirahatkan bagi suaminya. Rendahkan
hati dan lisan. Pilihlah kalimat yang teduh dikirimkan dari hati yang
tawadhu, qonaah dan ridho.
Malam adalah selimut/pakaian () . Tempat kita merebahkan
punggung ini. Istirahat dalam tidur yang tak tergantikan.
( Dengan nama Mu aku rebahkan punggungku ini), begitulah bunyi
salah satu doa sebelum tidur kita. Istri harus mampu menjadi tempat
suami merebahkan jiwanya. Saat lelah mendera dalam semua tugas
mulia seorang suami. Saat seorang laki-laki yang perkasa
menyandarkan kepalanya di tembok dengan mata terpejam, karena
kepenatan. Saat itulah sang istri harus menjadi tempat bersandar
kepala berikut jiwa sang suami saat nanti berjumpa dalam peraduan
mereka berdua. Saat seorang suami tak mampu mengangkat
kepalanya karena ditundukkan oleh berbagai beban. Saat itulah sang
istri harus mampu menjadi penyegar, penyemangat hingga kepala itu
tegak kembali.

Malam adalah waktu yang tak mungkin digantikan oleh siang. Orang
yang punya hutang tidur satu malam, terasa tidak bisa tergantikan
bahkan oleh dua siang. Walaupun sama-sama tidur. Sama-sama
memejamkan mata. Ya, karena malam memang tidak tergantikan oleh
siang. Begitulah seorang istri. Menjadi seseorang di dalam kehidupan
suami yang tidak tergantikan oleh siapapun. Tidak kakak dan adiknya,
tidak orangtuanya apalagi hanya temannya. Mungkin suami bisa
menumpahkan uneg-uneg jiwanya kepada kerabat atau teman
akrabnya. Tetapi istri adalah tempat menumpahkan curahan yang
paling tepat dan tak tergantikan bahkan oleh dua kerabat dan dua
teman akrab.
Malam adalah waktu istimewa yang bahkan tidak dimiliki oleh siang
yang gagah itu. Sepertiga malam, ya hanya sepertiganya. Adalah
waktu yang tidak dimiliki oleh siang. Adakah waktu yang langsung
dihadiri Allah dengan semua rahmat, keberkahan, pengabulan doa,
ampunan, kecuali sepenggal malam itu. Begitulah istri. Hanya
sepenggal nya saja, sangat istimewa. Mungkin tidak secerdas orang
lain dalam bertukar pikiran. Mungkin tidak sehebat teman dalam
merencanakan. Tapi dalam diri istri ada keberkahan dan rahmat bagi
suami. Keberkahan dan rahmat jauh lebih mahal dari sekadar
kecerdasan otak. Dan itu hanya sepenggal dari istri.
Malam adalah musim semi bagi orang beriman. Apalagi jika musim
dingin dan waktu malam berjalan lebih lama. Tidur sudah sangat
cukup. Tersisa masih sangat cukup banyak waktu untuk seorang
muslim bermunajat kepada Penciptanya. Tempat mengadu, berkeluh
kesah dan berdoa. Istri pun harus menjadi musim semi bagi suami.
Berbunga-bunga. Indah. Sejuk. Menyegarkan. Menyenangkan. Tempat
seorang pujangga mengukir kalimatnya lebih indah di antara semilir
angin yang memainkan dedaunan. Istri yang menjadi penampungan
bagi semua keluhan dan keluh kesah suami. Sesuatu yang harus
disyukuri, jika istri menjadi tempat berkeluh kesah suami. Bukan justru
merasa keberatan. Karena itu artinya sang istri telah menjadi malam
yang tenang bagi suami mempercayakan semua tumpahan jiwanya;
yang tidak pernah dia percayakan kepada siapapun di muka bumi ini.
Air mata seorang laki-laki yang sangat disegani dunia mungkin bisa
meleleh di pangkuan istri. Menangis bak anak kecil, padahal di luar
sana ia singa sang raja. Menyampaikan rapuhnya diri dan jiwa, padahal
di siang hari ia adalah orang paling kokoh yang dikenal orang. Semua
itu bisa terjadi, saat istri menjadi musim semi bagi suami.
Malam tempat keindahan tiada tara. Bintang gemintang, temaram
rembulan. Cahayanya memang tidak sekuat matahari siang. Justru di
sini bedanya. Tetap bercahaya tetapi tanpa rasa panas membakar dan

tidak menyilaukan. Siapapun akan senang berlama-lama menatap


langit dengan kerlap-kerlip bintang dan senyum bulan purnama. Lisan
ini akan bertasbih dan memuji Nya, sebagai iringan yang membuat
semuanya semakin syahdu. Istri bak bintang dan rembulan. Indah
untuk dipandang. Tak pernah bosan dan bahkan tak kuasa mata suami
untuk mengalihkannya kepada kenikmatan pandangan yang lain.
Cahaya istri begitu bersinar tapi tidak membakar. Indah, indah dan
indah. Alhamdulillah ya Robb, Kau kirimkan dia dalam hidupku...
desah lisah suami.
Malam, sepanjang apapun pasti akan berlalu. Tapi berlalunya malam
untuk menyambut pagi yang penuh berkah. Langit mengawali hari
dengan cahaya tipis yang indah. Pagi yang menghembuskan nafasnya,
mengirimkan sepoi angin yang sejuk. Pagi mengawali semangat untuk
bertarung di derap siang. Istri pun demikian. Kebersamaan suami di
samping istri, untuk menyambut pagi yang penuh semangat demi
memenangkan setiap pertarungan siang. Istri yang memerankan
fungsi malam dengan baik, akan menjadi cahaya pagi yang berkah
bagi suami.
Malam akan terus memerankan dirinya. Istri akan terus meniru malam
untuk mendampingi suaminya. Agar esok pagi sang suami bisa
mengucap ( ) segala puji bagi Allah
yang telah menghidupkan aku setelah mematikanku.
Mungkin masih banyak hak malam yang tidak dipenuhi oleh tulisan ini.
Tetapi yakinlah bahwa malam adalah nikmat dan anugerah sangat
besar, sehingga harus berujung syukur sebagaimana ujung ayat-ayat
tentang malam di atas.
Terlalu mulia peran seorang istri jika hanya dibatasi oleh beberapa
lembar tulisan ini. Tetapi yang jelas, istri setenang malam adalah
anugerah terbesar di dunia ini bagi suami. Sehingga harus berujung
pada syukur yang merambati seluruh pori-pori kehidupan suami.

Cinta Atikah

Para sahabat Nabi menyepakati bahwa peristiwa terbesar yang layak mendapat
apresiasi tahun Islam adalah Hijrah. Al Quran memuji langsung ibadah Hijrah
tersebut. Berpahala agung dan berdampak istimewa. Jika hijrah para sahabat ke
Madinah istimewa, maka yang paling istimewa adalah hijrah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Hijrah menantang bahaya. Hijrah beliau dihargai
dengan 100 ekor unta bagi yang berhasil menangkap atau membunuhnya. Iblis
pun tahu jika Muhammad berhasil keluar dari Mekkah, maka dia akan

membahayakan di kemudian hari dengan membawa kekuatan baru untuk


menaklukkan Mekah. Dan hal itu benar terjadi. Mekkah takluk anya berselang 8
tahun saja.
Peristiwa seagung itu, melibatkan orang-orang agung yang mengantongi pahala
agung. Ya, keluarga Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu. Diantaranya
adalah Abdullah bin Abi Bakar. Putra Abu Bakar.
Tugasnya tidak sederhana. Ia harus duduk seharian mendengarkan semua
pembicaraan para pembesar Mekkah tentang Rasul dan ayahnya yang sedang di
dalam Gua Tsur. Di sore hari menjelang gelap malam ia harus berjalan menuju
Gua Tsur yang terletak di sebelah selatan Mekah sejauh kurang lebih 4 KM
dengan ketinggian gua lebih dari 700 M di atas permukaan laut. Perjalanan itu
bertujuan memberitahu Rasul dan ayahnya tentang semua berita yang ada di
Mekkah. Esok pagi ia sudah harus ada di Mekkah lagi untuk melakukan hal yang
sama. Dan sore hari kembali berjalan ke arah Gua Tsur. Selama tiga hari Nabi dan
Abu Bakar menginap di Gua Tsur, itulah tugas Abdullah. Tentu sebuah perjuangan
yang tidak ringan, melelahkan, berbahaya, dan yang pasti berpahala agung.
Keluarga Abu Bakar memang selalu istimewa. Dalam hijrah Nabi, keluarga Abu
Bakar lah yang berperan. Anak-anak, pembantu hingga dirinya dilibatkan.
Abdullah hadir dan dididik di dalam keluarga mulia itu.
Tapi perhatikan pemaparan Ibnu Hajar dalam Al Ishobah tentang kisah seseorang
yang juga bernama Abdullah bin Abi Bakar. Dia menikah dengan wanita cantik
jelita nan berakhlak mulia. Yaitu Atikah binti Zaid bin Amr. Ia adalah wanita
Quraisy, saudarinya Said bin Zaid, salah satu 10 sahabat yang dijamin masuk
surga dalam satu hadits Nabi.
Kecantikan dan keluhuran pribadi Atikah benar-benar menyihir hati Abdullah.
Menyita seluruh jiwanya. Menyandera seutuh akalnya. Hari-harinya hanya
mengagumi Atikah. Kecantikannya, jelitanya, dan adab mulianya.
Cinta Atikah nyaris tak menyisakan kehidupan Abdullah, kecuali mengagumi dan
larut dalam cintanya. Setiap hari dan setiap saat.
Ia (Atikah) menyibukkannya(Abdullah) dari perang-perangnya, kata Imam Ibnu
Hajar membicarakan biografi Atikah.
Jika cinta telah mulai berubah menjadi diktator dan mulai terlihat angkuh.
Memaksa untuk hanya dia yang diperhatikan dan dipedulikan. Bahkan memaksa
untuk melupakan berbagai kewajiban hidup. Maka ia harus ditegur.
Dan Abu Bakar sang ayah pun menegurnya. Meminta Abdullah untuk
menceraikan Atikah. Abdullah sangat gundah. Setiap guratan kegundahannya
dituangkan dalam untaian syair. Hari-harinya bersyair kegundahan akan pahitnya
perpisahan. Dengan Atikah sang jelita paras dan jiwa. Kegundahan antara pilihan
yang sulit; ayah atau kekasih hati.

Mereka berkata: ceraikan ia dan tutuplah posisinya


Menetap dengan harapan jiwa terhadap mimpi orang yang tidur
Sesungguhnya berpisah dari keluarga yang telah kucintai mereka
Begitu besarnya dariku adalah sebuah hal yang berat
Tapi Abu Bakar sudah tak bergeming. Abdullah harus tetap menceraikan Atikah.
Apapun yang terjadi. Abu Bakar tak peduli apakah cinta itu sudah begitu dalam.
Tak peduli apakah perpisahan adalah kemustahilan yang harus terjadi. Tak peduli
apakah tidur tak lagi nyaman oleh usikan cinta dan kerinduan. Karena cinta telah
egois dan angkuh.
Abdullah resmi menceraikan Atikah.
Tetapi hati Abdullah sudah terpatri dalam bilik cinta Atikah. Tak bisa bergeser
apalagi keluar. Abu Bakar suatu hari mendengar Abdullah larut dalam syair
kesedihan. Lagi-lagi, segalanya tentang Atikah,
Duhai Atikah sayang, aku tak mampu melupakanmu sepanjang mentari masih
bersinar
Dan sepanjang merpati cantik itu masih bersuara indah
Duhai Atikah, hatiku sepanjang siang dan malam
Selalu bergantung pada dirimu tentang rasa dalam jiwa
Tak terbayangkan orang sepertiku menceraikan orang sepertimu hari ini
Tidak juga orang sepertimu yang diceraikan tanpa kesalahan
Ia berakhlak mulia, cerdas, terpandang
Dan kesempurnaan fisik yang dibalut malu dan kejujuran
Abu Bakar pun luluh. Setiap kata Abdullah mengundang simpati Abu Bakar.
Begitu dalamnya cinta itu. Ketika dipisahkan berharap bisa terlepas dari cinta
angkuh itu. Tetapi setelah dipisahkan justru cinta Atikah telah berubah menjadi
penjara dan belenggu yang membuatnya tak mampu berbuat apapun. Lapangnya
hati Abdullah tiba-tiba sempit. Dan hanya mampu melafalkan Atikah. Atikah
terlalu sempurna di mata Abdullah.
Ayah bijak itu mengizinkan anaknya untuk kembali ke istrinya.
Abdullah kembali menumpahkan bahagianya dalam untaian indah,

Duhai Atikah, sungguh ia telah aku ceraikan


Kini aku telah kembali atas perintah yang hadir
Begitulah keputusan Allah yang hadir dan pergi
Pada manusia baik nyaman ataupun tidak
Hatiku lenyap setiap kali mengingat perpisahan itu
Dan hatiku menjadi tenang kembali karena Allah telah mendekatkan kembali
Selamat untukmu, aku tak melihat ada murka-Nya
Dan engkau semakin istimewa
Engkau termasuk orang yang diindahkan oleh Allah
Dan tak ada yang mampu merusak sesuatu yang diindahkan Allah
Perhatikanlah dua kisah Abdullah di atas. Dua nama yang sama. Dan memang
Abdullah putra Abu Bakar. Orang yang sama.
Tetapi perhatikan perbedaannya.
Abdullah sang pejuang. Tak memiliki rasa takut walau bertaruh nyawa. Tak
menyerah hanya karena lelah fisik dan gelap malam. Penuh perhitungan matang.
Bergerak dan bergerak.
Tapi saat cinta menyapa...
Abdullah sang pecinta. Tak hanya hati yang dikuasai cinta. Akal, tangan, kaki
bahkan seluruh hidupnya. Cinta membuatnya berhenti. Tak mampu bergerak. Tak
terlihat pergerakan dahsyat yang dilakukannya saat malam hijrah itu. Cinta
menghentikan gerak mulianya. Cinta menguasai akalnya. Cinta menguasai
lisannya. Dan setiap saat hanya cinta dan cinta.
Tentu kita harus belajar banyak dari kisah orang sangat mulia ini. Orang-orang
besar, sholih dan hebat pun bisa jatuh cinta. Mungkin tak terbayangkan oleh kita
tentang bagaimana mereka jatuh cinta. Kisah di atas adalah gambaran jelas bahwa
saat cinta itu datang kepada Abdullah putra Abu Bakar, terasa sama dengan cinta
yang hadir kepada orang biasa. Tiba-tiba kita seperti melihat dua sosok berbeda.
Padahal sama.
Begitulah.

Seperti Ibnu Hazm rahimahullah- yang menulis kitab Fikih Al Muhalla, berubah
seperti sosok yang berbeda ketika bicara tentang cinta dalam bukunya Thauqul
Hamamah.
Seperti Ibnu Qayyim yang menghantam pemikiran sesat Jahmiyyah dan
Muathilah dalam bukunya Ash Shawaiq Al Mursalah, berubah seperti sosok yang
berbeda ketika membahas cinta dalam bukunya Raudhatul Muhibbin.
Seperti Abdullah pejuang hijrah, seakan sosok berbeda saat cinta Atikah.
Itu adalah rasa yang dianugerahkan Allah. Yang terpeting semuanya tetap mulia.
Fa dalam Ayat Qowamah
Sebelum menguraikan maksud judul di atas, ijinkan saya mengatakan bahwa
beginilah jadinya kalau Al Quran yang mujizat itu dipahami dengan bahasa
aslinya, bukan dengan bahasa terjemahan. Bahasa terjemahan tentu bermanfaat
sekali. Tetapi ini masalah mana yang lebih utama dan lebih banyak ilmunya.
Sesungguhnya mempelajari berbagai bahasa bukan hal yang rumit buat kita.
Kalau kita bersemangat mempelajari bahasa dunia kita, tidakkah kita lebih
bersemangat dalam mempelajari bahasa agama kita. Sebuah renungan...
Inilah ayat Qowamah yang dimaksud,







Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
(Qs. An Nisa: 34)
Ayat ini sudah sangat sering kita bahas di Parenting Nabawiyah, mengingat
pentingnya ayat ini dalam panduan keluarga. Kini kita membahasnya lagi. Bukan
kalimat dan kata-katanya. Tetapi hanya satu huruf yang memberikan makna
sangat dalam. Ya, hanya satu huruf: Huruf Fa ().
Huruf Fa itu ada kata (
) . Dalam Bahasa Indonesia Huruf Fa sering
diterjemahkan: Maka. Atau dalam terjemahan di atas: Sebab itu maka...
Kini mari kita pahami Huruf Fa ini sesuai dengan bahasa aslinya. Huruf Fa
dalam Bahasa Arab mempunyai beberapa makna. Dengan demikian, maka tidak
selalu sama arti dari Huruf Fa itu. Huruf Fa bisa mengubah harakat sekaligus
arti.

Para ulama mengatakan bahwa Huruf Fa dalam ayat ini bermakna: Istinaf.
Karenanya harakat (
) adalah dhommah, karena Huruf Fa nya Istinaf.
Apa itu Istinaf?
Istinaf adalah permulaan; di mana susunan kalimat sebelum Huruf Fa telah
sempurna dan selesai, kemudian dimulailah kalimat baru tetapi terdapat hubungan
antara kalimat sebelum Huruf Fa dan kalimat setelahnya.
Begitulah kaidahnya.
Jika kaidah ini telah kita pahami, maka berikut ini adalah penjelasan Muhammad
Ath Thahir bin Muhammad yang lebih dikenal dengan Ibnu Asyur (w: 1393 H)
dalam kitab tafsirnya: (Attahrir wat Tanwir),
Fa dalam firman Nya: (
) istinaf permulaan untuk menyebutkan syariat
hak-hak suami dan istri serta masyarakat keluarga.
Maka firman Nya: Kaum laki-laki adalah Qowwam bagi para wanita, adalah
merupakan syariat utama yang menyeluruh. Di mana hukum-hukum pada ayatayat setelahnya adalah cabang dari syariat utama ini, jadi ia seperti sebuah
mukaddimah.
FirmanNya (
) merupakan cabang dari syariat utama itu. Sesuai dengan
sababun nuzul yang ada pada ayat sebelumnya (An Nisa: 32). Jadi hukum yang
ada pada ayat ini adalah hukum umum yang dihadirkan untuk memberikan
alasan bagi hukum khusus.

Inilah penjelasan dari kalimat-kalimat tersebut:


Ayat 34 dari Surat An Nisa ini cukup panjang mencakup beberapa pembahasan
tentang keluarga. Masih bersambung temanya dengan ayat berikutnya (35). Dua
ayat tersebut membahas berbagai tema tentang keluarga: Qowamah suami di atas
istri, dua syarat qowamah sekaligus tugas utama suami, istri yang harus shalihah,
dua ciri istri shalihah, penjagaan istri terhadap dirinya yang akan berbalas dengan
penjagaan Allah terhadap suaminya di luar rumahnya, penanganan kedurhakaan
istri, mengatasi konflik rumah tangga yang retak, dan peluang untuk kembali rekat
rumah tangga yang retak.
Semua tema penting keluarga tersebut, dimukaddimahi dengan tema qowamah
suami atas istrinya. Pembahasan-pembahasan berikutnya adalah sub-sub bahasan
yang berada di bawah tema besar Qowamah suami atas istrinya.
Adapun yang dimaksud dengan sababun nuzul ayat sebelum di ayat 32 adalah
sebagai berikut,



Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Disebutkan dalam Sunan Tirmidzi sebab turunnya ayat ini, dari Mujahid dari
Ummu Salamah radhiallahu anha berkata,
Ya Rasulullah, kaum laki-laki berperang sementara kaum wanita tidak. Dan
kami mendapatkan setengah harta warisan. Maka Allah pun menurunkan ayat
tersebut.
Ayat ini melarang untuk terjadi saling iri antara laki dan perempuan. Karena peran
yang berbeda maka hak juga berbeda. Pembahasan tentang keshalihan seorang
istri merupakan sub pembahasan dari kepemimpinan suami yang mempunyai
posisi lebih tinggi dalam rumah tangga. Dan tidak boleh ada rasa saling iri di atara
mereka berdua, karena Allah yang lebih paham tentang pembagian tugas dan hak
yang akan membahagiakan jika diikuti aturan Nya.
Dengan demikian bisa kita rasakan betapa luar biasanya peran kepemimpinan
yang baik pada diri seorang suami. Qowamah yang baik itu akan berefek pada
keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga.
Sebaliknya, gagal dan jatuhnya qowamah adalah retaknya rumah tangga.
Maka Huruf Fa pada; Wanita yang sholihah, yang berfungsi sebagai istinaf
memberikan dua arti penting:
1. Seorang wanita menjadi sholihah dengan upayanya dan kemandiriannya
sendiri yang terpisah dari suaminya.
2. Tetapi qowamah suami yang baik berhubungan erat dengan munculnya
keshalihan seorang istri.
Wallahu Alam
Terkadang, Keras Itu Bukti Sayang

Setiap kita bicara tentang cinta dan kasih sayang, yang terbayang adalah
kelembutan, senyuman, kenyamanan, kedamaian dan kata yang manis menghias
bibir.
Itu memang tidak salah. Begitulah karakter cinta dan kasih sayang.
Tapi, terkadang bersikap keras, bermuka tegas, bertutur menyakitkan adalah
bukti sayang.
Saya sadar, ada yang tak bisa menerima kalimat ini. Mungkin termasuk anda.
Tetapi saya akan tetap katakan bahwa terkadang, kasih sayang dibuktikan dengan
sikap tegas dan keras.
Sebenarnya tidak rumit memahaminya. Karena itupun kita lakukan dengan
kesadaran. Bukankah, saat salah seorang yang kita cintai melakukan kesalahan
bahkan dosa, kita akan bersikap tegas bahkan keras. Mengapa? Karena kita
mencintai dan mengasihinya. Karena kita tidak ingin ia terjatuh dalam kesalahan
yang berujung kecelakaan.
Dan sebaliknya, justru bukti anda sudah tak lagi menyayanginya ketika anda
biarkan dia berbuat semaunya. Baik tanpa penghargaan. Salah tanpa teguran.
Karena sayang mesti berekspresi...
Saat istri melakukan kesalahan nusyuz, Allah memerintahkan agar diberi teguran,








Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
Melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan),
dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka
perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan
menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah Menjaga (mereka).
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah
kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah

ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh,
Allah Maha Tinggi, Maha Besar. (Qs. An Nisa: 34)
Saat istri melakukan pelanggaran, memasukkan seseorang yang tidak disukai
suaminya ke dalam rumahnya, maka inilah ketegasan yang diajarkan Nabi dalam
khutbah terkenalnya,


...




...
...Makatakutlah kepada Allah dalam urusan wanita, karena kalian mengambil
mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan
kalimat Allah. Kalian punya hak terhadap mereka untuk tidak memasukkan
seorang pun yang tidak kamu sukai ke dalam rumah kalian, jika mereka
melakukan itu, makan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.
Dan mereka mempunyai hak atas kalian untuk nafkah dan pakaian dengan cara
yang baik... (HR. Bukhari dan Muslim)
Tak hanya dalam masalah keluarga. Dalam hubungan dengan sesama saudara
seiman pun demikian. Lihatlah keterusterangan Rasulullah kepada Abu Dzar
berikut ini,

:


Dari Abu Dzar, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Wahau Abu Dzar, sesungguhnya aku melihatmu lemah. Dan aku mencintai
untukmu sebagaimana aku mencintai untuk diriku sendiri. Jangan kamu
memimpin dua orang dan jangan mengurus harta anak yatim. (HR. Muslim)
Keterusterangan itu mungkin terasa sangat vulgar. Bagi yang tidak bisa
menerimanya mungkin terasa menyakitkan. Tetapi inilah bukti cinta itu; Dan aku
mencintai untukmu sebagaimana aku mencintai untuk diriku sendiri.Rasul tak
mau sahabatnya yang dikasihi itu terjatuh pada wilayah kelemahannya. Maka,
Nabi segera mencegahnya ketika Abu Dzar memasuki wilayah yang bahaya bagi
dirinya.
Sekali lagi, itulah bukti kasih sayang.
Tidak usah khawatir. Dalam petunjuk Nabi, tegas dan keras itu ada aturan dan
kadar yang harus diperhatikan. Tidak boleh asal melakukannya tanpa mengetahui
ilmunya.
Dan...

Ternyata bukti kasih sayang tak mesti harus kelembutan. Sekali waktu, kesalahan
terjadi. Dan saat itulah cinta menuntut untuk dibuktikan. Ya... teguran, ketegasan,
bahkan hukuman.
Itulah bukti cinta pada saatnya.
Persis seperti yang disampaikan oleh penyair Arab terkenal, Abu Tammam:
Dulu akhlaknya pada kalian manis...........Kemudian kalian meninggalkannya saat
terasa asin dan pahit
Dia bersikap keras agar kalian sadar dan bagi yang kokoh........hendaklah keras
sekali waktu pada yang dicintainya. (Az Zahroh, Abu Bakar Muhammad bin
Dawud Al Ashbahani)
Tak Usah Sedih, Cintaku

Karena cinta, terkadang harus bersedih. Cinta pasti membuatnya mampu bertahan.
Tetapi kita tetap manusia. Ada batas. Air mata pun tertumpahkan untuk
menyejukkan hati. Dan untuk bertahan dalam cinta.
Inilah kisah dan tumpahan hati ibunda kita ummul muminin, istri Nabi
shallallahu alaihi wasallam. Dia termasuk istri terakhir yang dinikahi Rasul
sebelum Maimunah. Rasul menikahinya pada tahun 7 H, setelah muslimin
memenangkan pertarungan melawan Yahudi di benteng-benteng Khaibar. Dia ada
di antara tawanan. Dia anak salah satu pembesar Yahudi. Dia satu-satunya istri
Nabi yang berasal dari keturunan Yahudi.
Shofiyyah binti Huyay radhiallahu anha.
Yuk, buka telinga kita untuk penuturan ibunda kita Shofiyyah tentang kisahnya.
Shofiyyah yang dikenal lembut itu ingin membagi rasa hatinya di tengah para istri
Nabi yang lain.
Berikut kalimat-kalimat beliau,

Aku memilih Allah, rasul dan Islam. Rasul shallallahu alaihi wasallam pun
membebaskan aku dari perbudakan dan kemudian menikahiku dengan mahar
pembebasanku itu. Ketika beliau ingin kembali ke Madinah, para sahabat
berkata:
Hari ini kita akan tahu apakah ia istri atau budak. Jika ia istri, Rasul akan
menghijabinya. Kalau tidak berarti dia budak.
Ketika beliau hendak berangkat, beliau memerintahkan untuk menutupinya dan
Shofiyyah pun ditutupi.
Maka diketahuilah bahwa aku adalah istrinya. Kemudian beliau mendekat ke
untanya dan menyodorkan pahanya untuk aku naik. Shofiyyah merasa ini sangat
istimewa, dia pun meletakkan pahanya di atas paha beliau kemudian naik ke
unta.
Aku mendapatkan dari istri-istri beliau (hal-hal yang kurang nyaman). Mereka
membanggakan diri mereka di atas diriku dan berkata: Wahai putri Yahudi.
Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berusaha menenangkan
diriku dan memuliakan aku.
Suatu hari beliau menemuiku, sementara aku sedang menangis. Beliau bertanya:
Ada apa denganmu?
Aku menjawab: Istri-istrimu membanggakan diri mereka di atas diriku dan
berkata: Wahai putri Yahudi.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam marah dan beliau berkata:
Jika mereka berkata kepadamu seperti itu dan membanggakan diri maka
katakan:
Bagaimana kalian lebih baik dariku; ayahku Harun, pamanku Musa dan
suamiku Muhammad!
(Lihat Maghazi Al Waqidi dan Uyunul Atsar Ibnu Sayyidinnas)
Jazakumullah Ya Rasulallah.
Engkau telah mengajari kami tentang cinta. Biarlah orang lain belajar cinta dari
para pakar cinta di dunia ini. Tetapi kami belajar cinta darimu. Dan kami akan
terus belajar darimu.
Kali ini, engkau ajari kami tentang cinta yang mengharuskan kita bertahan.
Tentang cinta yang harus menghibur.

Jelas ibunda kami, Shofiyyah bersedih. Ia seperti terasingkan dalam rangkaian


keluarga muliamu. Ia hadir belakangan. Setelah semuanya padu. Dia hanya orang
baru. Seperti tersingkirkan. Bagaimana tidak, ia hanyalah tawanan perang yang
seharusnya menjadi budak. Tetapi karena memilih untuk masuk Islam, maka
engkau membebaskannya dan menikahinya dengan mahar pembebasan itu. Dan
dia berasal dari keturunan Yahudi, masyarakat hina yang memusuhimu.
Tapi kami telah belajar banyak darimu Ya Rasulullah jazakumullah athyabal
jaza-. Bagaimana menghibur hati cintamu agar tak larut dalam sedih. Engkau
mengajari kami bagaimana mendinginkan luka hatinya. Engkau menunjuki kami
cara menghapus air mata kepedihannya. Agar ia tak tersiksa dalam cinta. Agar ia
tahu bahwa ia mencintai orang paling istimewa dalam hidupnya.
Engkau tunjukkan di hadapan semua sahabatmu betapa mulianya cintamu yang
satu ini. Pahamu yang mulia, engkau sodorkan untuk diinjak oleh kakinya. Betapa
mulia dan lembut hatimu. Ia naik ke unta. Dan ia pun naik di mata para
sahabatmu.
Tapi bagaimana dengan kalimatyang tak nyaman didengarnya. Masih disebutsebut: Hai anak Yahudi. Yang membuatnya pedih adalah, ia istrimu. Ia telah
dengan setulus hati memilih Allah, dirimu dan Islam ini.
Dan lagi, jazakumullah Ya Rasulallah
Kami sekarang mengerti. Engkau datang hendak menghapus air mata
kepedihannya.
Jika mereka berkata kepadamu seperti itu dan membanggakan diri maka
katakan:
Bagaimana kalian lebih baik dariku; ayahku Harun, pamanku Musa dan
suamiku Muhammad!
Subhanallah, cukup Ya Rasulullah.
Kami mengerti.
Kami akan segera pulang ke rumah.
Dan berkata: Tak usah sedih, cintaku... Karena kamu orang yang istimewa dalam
hidupku...
Suamiku, Imamku

Saya ingin menulis dengan rasa. Mohon maaf jika tidak


mewakili rasa para ibu, walau saya berniat melakukan itu. Setidaknya
menyampaikan amanah keluhan sekian banyak para ibu yang bersemangat untuk
menjadi ibu yang baik, tetapi bertepuk sebelah tangan.
Bagaimana
jadi
imam
kalau
tak
punya
ilmu
Aku
sadari
kesibukanmu...
Tapi
tidakkah
kau
sadari
bahwa
kau
tidak
cukup
ilmu
Sehingga biarlah aku yang mencarinya, tapi dengarlah dariku
Jangan abaikan saat aku menyampaikan
Tataplah aku, walau hatimu entah pergi kemana
Minimal kau tunjukkan penerimaanmu
Enyahkan koran, buku, laptop, tablet mu
Tatap aku
Ini ilmu yang tadi aku dapat
Lihat aku
Tatap aku
Dengarkan aku
Bukalah hatimu
Ya Robb, Engkaulah yang Maha Membolak-balikkan hati...
Teguhkan hati suamiku berada dalam agama dan ketaatan kepada Mu
Ketika Isteriku Bercerita

Isteri bercerita ? Hmm....setiap suami pasti punya pengalaman ini. Mendengarkan


cerita isteri. Saat di perjalanan, di tempat tidur, di meja makan atau pada
kesempatan lain, sepertinya momen isteri bercerita kepada suami adalah salah satu
bagian dominan dalam sebuah kehidupan berumah tangga.
Isteri pun punya pengalaman dan komentar sendiri terhadap cara suami
mendengar ceritanya. Mulai dari komentar sangat positif sampai yang paling
negatif. Ada saat isteri sudah merencanakan akan menceritakan sebuah peristiwa
kepada suami seandainya sang suami pulang dari kantor. Cerita yang menurutnya
sangat menarik. Tapi respon suami ????

Fokus dan Penuh Kehangatan

Ada yang komentar, ini nih...gue banget....Apa kita termasuk kategori suami
seperti ini ? Di saat isteri bercerita, maka kita benar-benar fokus dengan cerita
isteri. Menghentikan semua pekerjaan yang kita kerjakan. Memperhatikan secara
serius wajah isteri kita ? Mendengar dan menangkap semua maksud dari
pembicaraannya ?
Say, Aku Dengerin sambil.....
Say, boleh ya aku dengerin kamu sambil aku mengerjakan ini. Tadi ada yang
kurang waktu di kantor, mumpung inget. Gak apa-apa ya....aku juga dengerin kok.
Terkadang sambil asik dengan gadget dan hpnya.
Zzzzzz.....
Isteri dengan sangat antusias bercerita kepada suaminya di tempat tidur. Sesaat
kemudian, sang isteri terdiam karena terdengar suara dengkuran yang sangat indah
dari sebelahnya. Sambil menghela nafas...berkomentar....dah biasa.
Gitu Aja Pake di Ceritain
Belum lagi selesai sang isteri bercerita, suami sudah menyela," Kamu tu...dah
tahu aku capek seperti ini, yang begituan aja kamu ceritain ke aku. Apa gak ada
cerita lain yang lebih mutu ?".
Terlalu Banyak Pekerjaan Penting

Kita sebagai suami memang sibuk. Memikirkan berbagai tugas di kantor, meeting
sana-sini dengan mitra bisnis kita, memikirkan sekian banyak usaha yang kita
miliki, memikirkan sekian banyak karyawan yang harus di gaji....terlalu banyak
kesibukan yang menurut kita jauh lebih penting dari hanya sekedar mendengar
cerita isteri yang tidak punya nilai tambah apa pun terhadap pekerjaan dan bisnis
kita. Lebih parah lagi ketika kita hampir menyamakan isteri kita seperti gadget
yang kita miliki. Di pakai dan di sentuh saat kita membutuhkannya dan harus
sangat membantu pekerjaan kita. Tanpa sadar kita sudah terjebak dalam sebuah
mesin materialisme yang semua ukurannya terletak pada sejauh apa ia akan
mempengaruhi investasi dan income yang kita miliki. Ketika isteri kita sakit,
barulah kita memikirkan bagaimana caranya supaya ia cepat sembuh. Kacaunya
bukan karena kita sangat mencintainya tapi lebih karena terlalu banyak pekerjaan
kita yang menjadi tidak stabil karena berimbas dari sakitnya sang isteri. Tidak ada
lagi yang menyiapkan sarapan dan semua perlengkapan yang di butuhkan untuk
berangkat ke kantor. Tidak ada lagi yang menyiapkan kebutuhan-kebutuhannya
pada saat kita sampai di rumah. Kita benar-benar seperti mesin dan tidak lagi
melibatkan perasaan dalam banyak hal kehidupan kita.

Pendengar yang Baik itu Bernama "Muhammad"

Apa yang kita pikirkan tentang kesibukan seorang Muhammad, nabi dan figur
yang mulia. Dia adalah pemimpin di tengah masyarakatnya. Dia ayah dari 7 orang
anak. Dia memimpin sendiri pasukannya untuk berhadapan dengan orang-orang
yang membenci tersebarnya dakwah Islam, walau dengan resiko kematian. Dia
adalah seorang pedagang yang harus berfikir tentang perkembangan bisnisnya.
Dia adalah suami dari sekian banyak isteri, dan setiap isteri memiliki
problematika berbeda. Dan masih banyak kompleksitas kesibukan lain yang harus
ia jalankan secara paralel. Tapi dari sekitan banyak kesibukan yang rumit itu
Muhammad adalah figur suami terbaik di semesta alam ini. Apa yang ingin kita
pelajari dari Muhammad sebagai suami pada saat ia mendengarkan isterinya
bercerita ?
Mari kita bayangkan, seorang Rasul dengan kompleksitas permasalahan yang luar
biasa. Tiba-tiba sang isteri meminta agar ia mendengarkan sebuah cerita. Mari
sama-sama kita baca cerita ini. Saya tidak berharap kita mengerti dengan apa yang
kita baca. Karena Aisyah menggunakan gaya bahasa sastra arab yang tinggi pada
saat ia bercerita. Tapi coba kita bersabar sejenak untuk membacanya.
Ketika Aisyah bercerita kepada Rasulullah: Ada 11 orang wanita duduk
berkumpul, lalu mereka saling berjanji dan mengucapkan kesepakatan untuk tidak
menutup-nutupi sedikitpun informasi tentang suami-suami mereka.
Wanita pertama mengatakan: Suamiku bagaikan seperti onta yang kurus yang
berada diatas puncak gunung yang terjal, yang landai pun didaki dan yang
gemuk pun dinaiki.
Wanita kedua mengatakan: Suamiku, aku terpaksa tidak dapat menuturkan
mengenai keadaannya karena aku khawatir tidak dapat meninggalkannya. Jika
aku menyebutkan sama halnya aku mengungkapkan rahasia aibnya."
Wanita ketiga mengatakan: "Suamiku berperawakan tinggi sekali. Jika aku
berbicara maka aku akan diceraikannya dan jika aku diam aku pun akan
dibiarkannya tanpa dicerai dan dikawinkan (muallaqah)."
Wanita keempat mengatakan: "Suamiku seperti suasana malam di wilayah
Tihamah, tidak panas dan tidak juga terlalu dingin, tidak menakutkan dan tidak
juga membosankan."
Wanita kelima mengatakan: "Suamiku apabila sudah memasuki rumah, maka dia
langsung tertidur nyenyak dan apabila keluar rumah dia seperti seekor singa
tanpa menanyakan sesuatu apapun yang bukan termasuk urusannya."

Wanita keenam mengatakan: "Suamiku apabila makan, maka ia makan banyak


sekali dengan bermacam jenis lauk dan jika minum maka semua sisa minuman
akan diteguknya. Dan jika tidur dia akan berselimut tanpa mendekati diriku
sehingga ia dapat merasakan nikmatnya kebersamaan."
Wanita ketujuh mengatakan: "Suamiku adalah orang yang tidak mengetahui
kepentingan dirinya atau lemah syahwat serta tergagap-gagap bicaranya, setiap
obat yang diminum tidak dapat menyembuhkan. Di samping itu dia juga orang
yang mudah melukai dan memukul."
Wanita kedelapan mengatakan: "Suamiku beraroma wangi seperti zarnab dan
sentuhannya selembut sentuhan seekor kelinci."
Wanita kesembilan mengatakan: "Suamiku adalah seorang terhormat, berpostur
tinggi dan sangat dermawan, berumah dekat dengan tempat pertemuan."
Wanita kesepuluh mengatakan: "Suamiku bagaikan seorang raja, apa
maksudnya? Suamiku adalah seorang pemilik unta yang banyak yang selalu
menderum dan jarang sekali bergembala di padang rumput. Unta-unta tersebut
jika mendengar suara alat musik kecapi, mereka merasa bahwa sebentar lagi
mereka akan disembelih."
Dan wanita yang kesebelas mengatakan: "Suamiku bernama Abu Zar`in(seorang
petani). Tahukah kamu siapakah Abu Zar`in? Dialah yang memberiku perhiasan
anting-anting dan memberiku makan sehingga aku kelihatan gemuk dan selalu
membuatku gembira sehingga aku merasa senang. Dia mendapati diriku dari
keluarga tidak mampu yang tinggal di lereng bukit lalu mengajakku tinggal di
daerah peternakan kuda dan unta dan dia juga seorang petani. Aku tidak pernah
dicela bila berbicara di sisinya dan bila tidur aku dapat tidur dengan nyenyak
sampai pagi. Dan bila minum aku dapat minum sampai puas. Lalu Ummu Abu
Zar`in `, tahukah kamu siapakah Ummu Abu Zar`in `? Dia memiliki kantongkantong bahan makanan yang besar-besar dan rumahnya sangat luas. Ibnu Abu
Zar`in `, tahukah kamu siapakah Ibnu Abu Zar`in `? Dia memiliki tempat tidur
laksana pedang yang dicabut dari sarungnya. Dia sudah merasa kenyang dengan
hanya memakan sebelah kaki seekor anak kambing. Putri Abu Zar`in `, tahukah
kamu siapakah putri Abu Zar`in ` itu? Ia adalah seorang yang amat patuh
terhadap kedua orang tuanya. Tubuhnya gemuk dan suka menimbulkan rasa iri
tetangganya. Budak perempuan Abu Zar`in `, tahukah kamu siapakah budak
perempuan Abu Zar`in `? Ia tidak pernah menyebarkan rahasia pembicaraan
kami dan tidak menyia-nyiakan persediaan makanan kami serta tidak pernah
mengotori rumah kami seperti sarang burung."

Ia (sang istri) melanjutkan: "Suatu hari Abu Zar`in ` keluar dengan membawa
bejana-bejana susu yang akan dijadikan mentega lalu bertemu dengan seorang
wanita bersama kedua anaknya yang seperti dua ekor anak singa bermain
dengan dua buah delima di bawah pinggang ibunya. Setelah itu aku
diceraikannya demi untuk menikahi wanita tersebut. Lalu aku menikah lagi
dengan seorang lelaki terhormat serta dermawan. Ia menunggangi seekor kuda
yang sangat cepat larinya sambil membawa sebatang tombak dan
memperlihatkan kepadaku kandang ternak yang penuh dengan unta, sapi dan
kambing serta memberikanku sepasang dari setiap jenis binatang ternak tersebut.
Dia berkata: Makanlah wahai Ummu Zar`in` dan bawalah untuk keluargamu.
Kalau kukumpulkan semua pemberiannya pasti tidak akan mencapai harga
tempat minum paling kecil milik Abu Zar`in `. Aisyah berkata: Rasulullah saw.
bersabda kepadaku: "Aku terhadapmu adalah seperti Abu Zar`in` terhadap
Ummu Zar`in." Sumber: (Shahih Bukhari No.5189),(Shahih Muslim No.4481)
Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada
Aisyah,

Aku bagimu seperti Abu Zar seperti Ummu Zar hanya saja Abu Zar mencerai
dan aku tidak mencerai (HR At-Thobroni dalam Al-Mujam Al-Kabir XXIII/173
no 270)
Dalam riwayat lain Aisyah berkata
Wahai
Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar (HR AnNasai dalam As-Sunan Al-Kubro V/358 no 9139)
Apa yang terbayang oleh kita ? Sebuah cerita yang serius, rumit dan panjang.
Sulit di mengerti kalau hanya di dengarkan secara sepintas. Tapi Rasulullah
mendengarkan dengan sangat fokus dan memberikan sebuah kesimpulan yang
tajam. Begitu pula Aisyah memberikan kesimpulan yang berdampak kepada
harmonisasi kehidupan rumah tangga. Kesimpulan utama dari cerita itu justeru
ada pada wanita ke-11. Di klimaks dan puncak cerita. Yang kalau Rasul terburu
merasa bosan pastilah Ia kehilangan inti dari sebuah cerita. Tidak ada Selaan
sedikit pun dari Rasulullah. Sungguh sebuah pengajaran yang sangat luar biasa.
Inilah seni mendengar paling dasyat dari seorang suami terbaik. Fokus
mendengar, biarkan isteri bercerita tanpa di sela, sabar dan berikan respon atau
umpan balik berupa kesimpulan yang berdampak pada harmonisasi keluarga.
Bukan Sekedar Pakaian

Apakah kita pernah menceritakan sesuatu yang tidak mengenakkan tentang isteri
atau suami kita kepada orang lain ? Sesuatu yang seandainya di dengar oleh
pasangan kita tersebut akan membuat dia marah ? Pastilah yang kita sebut itu
adalah kekurangan yang terdapat dalam diri pasangan kita.
Allah memberikan perumpamaan yang sangat sederhana untuk kita mengerti
tentang hakikat hubungan antara suami dan isteri. Suami isteri layaknya sebuah
pakaian satu terhadap lainnya. Suami adalah pakaian untuk sang isteri, begitu pula
sebaliknya isteri adalah pakaian bagi sang suami. Itulah yang Allah tegaskan di
dalam surat Al Baqorah ayat 187 :

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteriisteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam
mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.(QS
2:187)
Apa Gunanya Pakaian yang Kita Pakai ?

Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah
yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. (Al-Araaf : 26)





Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia
ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan
Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju
besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
(An-Nahl : 81)
Secara fisik pakaian yang kita pakai memberikan beberapa fungsi buat kita. Untuk
menutup aurat, menjadikan penampilan kita menarik dan indah serta melindungi
kita dari terpaan udara luar yang secara langsung mengenai tubuh kita baik panas
mau pun dingin. Kalau kita dan pasangan kita di ibaratkan pakaian oleh Allah
Subhanawataala, lantas pertanyaan besar buat kita berikutnya adalah
Apakah semua fungsi itu sudah kita lakukan terhadap pasangan kita ?
Apakah sebagai suami atau pun isteri, kita sudah berupaya menutupi berbagai
cacat atau kekurangan pasangan kita terhadap orang lain ? Apakah kita sudah
menjadikan sosok pasangan kita menjadi sesuatu yang indah di mata orang lain ?
Atau apakah kita sudah memfungsikan diri menjadi pelindung bagi pasangan
kita ?
Aisyah radhiallahuanha bertutur,

Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika menyebut tentang Khadijah maka ia pun
memujinya, dengan pujian yang sangat indah. Maka pada suatu hari aku pun
cemburu, maka aku berkata, Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia
seorang wanita yang sudah tua. Allah telah menggantikannya buatmu dengan
wanita yang lebih baik darinya. Maka Nabi berkata, Allah tidak
menggantikannya dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya. Ia telah
beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan
aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan
hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah
telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan
kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain. (HR. Ahmad)
Dari penuturan Ummul mukminin Aisyah Radhiallahuanha tersebut apa yang
kita rasakan ? Sebuah sikap yang luar biasa dari suami terbaik di semesta alam ini.

Bahkan ketika Khadijah sudah tidak lagi hadir dalam kehidupan Rasulullah, kita
bisa merasakan begitu dalamnya cinta Rasul terhadap Khadijah. Seolah kita pun
bisa merasakan keindahan diri seorang Khadijah hadir dalam ucapan itu. Betapa
semua fungsi pakaian yang Allah sebutkan hadir dalam diri Rasulullah Salallahu
alaihi wasallam terhadap Khadijah, begitu pula sebaliknya. Padahal Aisyah pun
isteri yang sangat di cintai Rasulullah, bukankah Rasul bisa saja mengiyakan
ucapan Aisyah untuk sekedar menggembirakan hatinya ? Tapi tidak, karena
Khadijah adalah pakaian terindah dan terbaik yang pernah Rasulullah miliki.
Pakaian yang tidak sekedar menutupi, memperindah dan melindungi dirinya. Tapi
sebuah pakaian yang mengiringinya dalam setiap langkah ketakwaan kepada
Allah. Khadijahlah orang yang pertama sekali beriman di saat semua orang kufur ,
dialah yang membenarkan setiap perkataan Rasul di saat semua orang
mendustakannya, untuk setiap kebenaran yang Rasulullah bawa, Khadijah pun
ikut berjuang dengan hartanya. Karena Khadijah tahu persis pribadi yang menjadi
pakaian untuk dirinya adalah orang dengan akhlak yang sangat mulia. Lihatlah
penilaian Khadijah terhadap Rasulullah sesaat setelah Rasulullah menerima
wahyu pertama yang sangat mengagetkan dirinya. Saat itu Rasulullah dalam
keadaan sangat cemas. Dan minta agar dirinya di selimuti. Rasulullah berkata

Sungguh aku cemas atas diriku sendiri







Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau
selalu menyambung tali persaudaraan, membantu orang yang sengsara,
mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, menolong
orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.
Mungkin kita belum bisa memberikan yang terbaik buat pasangan kita. Belum
bisa mengatur nafas rumah tangga kita dalam nafas ketakwaan. Tapi paling tidak,
kita sudah harus mulai belajar untuk menjadi pakaian terbaik buat pasangan kita.
Pakaian yang menutupi dirinya agar aurat atau hal-hal yang tidak di sukainya,
tidak di ketahui oleh orang lain. Menjadikan diri pasangan kita terlihat indah serta
melindungi dirinya dari segala sesuatu yang dapat melukai hati dan perasaannya.
Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahanNya dalam setiap kebaikan dan
keburukan yang menerpa. Dan semoga Allah mengumpulkan kita semua dalam
rumah tangga yang senantiasa di liputi oleh kebaikan.

Anda mungkin juga menyukai