:
" :
" : "
"
Dari Abu Hurairah berkata: Hasan bin Ali mengambil sebutir kurma dari kurma
shadaqah. Kurma itu dimasukkan ke dalam mulutnya. Nabi shallallahu alaihi
wasallam berkata: hekh..hekh...(perintah agar Hasan membuangnya dari
mulutnya), Tidakkah kamu tahu kalau kita tidak boleh memakan harta shadaqah?
Dalam riwayat Ahmad (Musnad no. 18278) disebutkan:
Hasan mengambil kurma shadaqah dan dimasukkan ke mulutnya. Maka
Rasulullah mengeluarkannya dari mulutnya.
Musnad no. 8899 diriwayatkan:
Abu Hurairah berkata: Rasulullah kedatangan kurma shadaqah. Beliau pun
membaginya. Kemudian menggendong Hasan atau Husain di pundaknya. Air
liurnya mengalir mengenai beliau. Nabi melihatnya, ternyata Hasan sedang
mengulum kurma. Nabi menggerak-gerakkan pipinya dan berkata: Buang nak,
tidakkah kamu tahu bahwa keluarga Muhammad tidak memakan shadaqah.
Abu Muslim al Kajji (Fathul Bari 3/355, MS) menambahkan dalam riwayatnya
bahwa Nabi memukul-mukul rahangnya.
Riwayat-riwayat di atas saling melengkapi. Di mana Rasulullah sedang berada di
masjid dengan para shahabatnya di antaranya Abu Hurairah radhiallahu anhu.
Saat itu Nabi sedang membagi kurma shadaqah yang baru datang untuk yang
berhak menerimanya. Setelah selesai membagikan, Nabi pun pergi menggendong
Hasan sang cucu di atas pundaknya. Nabi merasakan air liur Hasan mengalir
menetes ke beliau. Nabi pun memperhatikannya. Ternyata Hasan sedang
mengulum kurma shadaqah. Nabi tidak menyadari bahwa Hasan telah
memasukkan kurma shadaqah ke dalam mulutnya. Maka Nabi pun segera berkata
kepada Hasan: Hekh...hekh...hekh..., buang nak!
Hasan tidak kunjung mengeluarkannya. Sehingga Nabi pun menggerak-gerakkan
pipi Hasan dan memukul-mukul ringan rahangnya agar kurma itu dikeluarkan.
Hingga nabi pun mengeluarkan kurma itu dari mulut Hasan. Dan Nabi
menjelaskan: Tidakkah kamu tahu bahwa kita keluarga Muhammad tidak boleh
memakan shadaqah.
Ini pelajaran, kalau tidak mau disebut sebagai cambuk bagi para kakek dan nenek
hari ini. Pola pendidikan yang sering berbeda antara bapak ibu dan kakek nenek
merupakan penyebab dari kelahiran jiwa yang timpang pada anak. Di satu sisi
bapak ibunya melarang, tapi kakek neneknya mengizinkan. Bukan hanya
pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat di rumah. Tetapi juga
mengajari kebiasaan tidak konsisten terhadap aturan. Selain juga membuka celah
bagi para cucu untuk mengadu antara bapak ibu dan kakek neneknya. Seorang
anak tahu kemana dia lari jika dilarang oleh bapak ibunya, agar dia bisa
mendapatkan keinginannya. Ya, lari ke kakek neneknya.
Jika begitu model pendidikan anak, maka akan muncul jiwa yang tidak kokoh.
Mudah mengakali sesuatu. Mental mudah melanggar aturan.
Sekali, dua kali, tiga kali. Terus tanpa disadari menitipkan cucu kepada kakek
nenek yang seperti ini merusak anak dan masa depannya.
Maka, Rasulullah mengajarkan pada kisah di atasbagi para kakek nenek agar
menjadi kakek nenek yang mampu melarang cucunya bahkan memaksanya untuk
menghentikan perbuatan salahnya. Tidak luluh oleh sekadar tangisan cucu. Tidak
runtuh oleh rengekannya. Kalau memang sebuah kesalahan, maka harus
dihentikan.
Tidak ada dalih yang sering kita dengar: Ah...biarkan masih kecil kan...
Tidak ada dalih acap kali kita ucapkan: Ah...biarlah cuma sekali saja, tidak sering
kok...
Karena tidak boleh kompromi pada kesalahan. Tidak boleh dibiarkan jika itu
adalah dosa. Tidak boleh diabaikan jika itu menyebabkan mereka terbiasa
melanggar dan menyepelekan dosa. Karena setiap kita tidak mau mereka
terjerumus dalam neraka Allah.
Imam Ibnu Hajar (Fathul Bari 3/355, MS) menjelaskan hadits di atas,
Bolehnya memasukkan anak-anak ke masjid, menegur mereka untuk hal yang
manfaat dan melarang mereka dari hal yang membahayakan dan haram.
Walaupun mereka masih belum mukallaf (baligh), agar mereka terlatih untuk
itu.
Subhanallah, kesimpulan pendidikan yang sangat menarik. Hasan ketika itu masih
kecil. Belum mencapai usia baligh. Tetapi begitulah, latihan sangat penting. Agar
mereka belajar dari hari ke hari. Hingga saat usia tanggung jawab itu tiba, mereka
telah terbiasa melakukan kebaikan dan menjaga diri dari kemungkaran dan dosa.
Tak hanya menegur. Tetapi juga melarang. Bahkan lebih dari itu semua,
kembalilah melihat riwayat di atas. Bagaimana Rasulullah menggunakan tiga
tahap melarang cucunya:
-Menegur dengan kalimat (hekh...hekh...hekh...), sebuah kalimat yang
mengisyarakatkan agar cucunya membuang makanan haram dalam mulutnya. Saat
ini tidak mempan, maka Nabi melakukan tindakan lebih nyata,
-Menguncang-guncang pipi dan memukul-mukul ringan rahang cucunya. Dengan
tindakan itu, diharapkan bahwa kurma jatuh dari dalam mulut Hasan. Saat itu pun
tidak bisa mengeluarkan barang haram tersebut, maka Nabi
-Mengeluarkan langsung dari mulut Hasan. Ini tindakan terakhir ketika tidak ada jalan
lain kecuali dengan memaksanya.
Dengan pola pendidikan seperti ini, tidak usah lagi diragukan hasilnya. Silakan
lihat biografi Hasan. Dan jumpai sosok tokoh besar di seantero dunia Islam dan
bahkan sempat menjadi orang nomor satu di negeri Islam (khalifah).
Jadi para kakek dan nenek hafidzokumallah (semoga Allah menjaga kakek dan
nenek)-, semua ingin cucunya kelak menjadi orang yang sholeh dan berhasil
seperti Hasan. Tidak ada yang mau menghancurkan masa depan cucunya.
Maka, jika ada kakek nenek yang dititipi cucu, berlakulah seperti Rasulullah.
Berani melarang jika cucunya hendak atau sedang melakukan kesalahan. Tidak
membiarkan, mengabaikan, apalagi mengizinkan. Tidak luluh oleh air mata. Tidak
runtuh oleh rengekan.
Wallahu Alam
Dicari! Wanita Quraisy
Ini salah satu petunjuk Nabi yang sangat detail tentang mencari istri dan bisa juga
untuk bahan koreksi bagi setiap muslimah yang telah menjadi istri. Sekaligus
bukti bahwa tidak ada petunjuk yang sedetail, seindah, dan sedalam bimbingan
wahyu kecuali jika kita mau mendengar Rasulullah. Beliau memberi pelajaran
sekaligus rekomendasi yang pasti tidak diragukan kualitasnya.
Sebaik-baik wanita yang mengendari unta adalah wanita sholeh dari Suku
Quraisy; paling lembut kepada anak di usia kecil dan paling menjaga pada harta
suami. (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan wanita yang mengendarai unta adalah wanita Arab. Al
Qostholani dalam Irsyadus Sary menjelaskan, Dikhususkan Arab di antara
manusia lain dan dikhususkan Quraisy di antara Arab sebuah petunjuk bahwa
Arab paling mulia di antara manusia dan yang paling mulianya adalah Quraisy.
Rasulullah berasal dari Quraisy. Al Quran sendiri diturunkan dengan Bahasa Arab
dengan logat Quraisy. Salah satu surat yang menyebut suku dalam Al Quran
adalah Surat Quraisy. Di mana Allah mengisyaratkan beberapa kelebihan mereka.
Ini bukan pembicaraan fanatisme kesukuan. Nabi menyampaikan dalam khutbah
beliau bahwa tidak ada kelebihan Arab di atas non Arab. Tetapi syariat juga yang
menyebutkan beberapa kelebihan suku-suku lain. Seperti saat Al Quran menyebut
keistimewaan para sahabat Anshor (Madinah) dan Muhajirin (Mekah) dalam Surat
Al Hasyr. Demikian juga keistimewaan masyarakat Mesir, Yaman dan lain
sebagainya. Di antara yang beliau sebutkan adalah Quraisy. Dan inilah yang
memutuskan dialog hangat antar sahabat di Saqifah Bani Saidah saat mereka
memilih pemimpin sepeninggal Nabi. Di mana dibacakan hadits yang menjadi
hakim atas dialog itu, Kami (Quraisy) adalah pemimpin dan kalian (Anshor)
adalah pembantu pemimpin. Para sahabat pun sepakat tanpa ada perbedaan
setelah diingatkan oleh hadits tersebut.
Di majlis itu Abu Bakar menjelaskan lebih dalam, Mereka adalah Arab yang
menempati wilayah di tengah dan memiliki kehebatan nasab paling baik.
Pembahasan hadits di atas, Nabi menjelaskan bagi setiap muslim yang ingin
mencari istri istimewa. Nabi kembali menunjuk wanita sholihah dari kalangan
Quraisy.
Abu Huroiroh menjelaskan bahwa Maryam tidak pernah mengendarai unta sama
sekali (Shohih Muslim). Ini menunjukkan bahwa Maryam tidak masuk dalam
perbandingan ini. Karena seperti dalam kalimat Rasul yang lain bahwa Maryam
adalah satu-satunya wanita yang mencapai tingkat sempurna.
Dalam Shohih Muslim dari Abu Huroiroh bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam melamar Ummu Hani (dari Quraisy). Ummu Hani menjawab: Ya
Rasulullah, engkau lebih aku cintai dari pada pendengaranku dan penglihatanku.
Sementara hak suami itu besar. Aku takut jika sedang melayani suamiku, aku
melalaikan urusanku dan anakku. Jika aku sedang mengurus anakku, aku
mengabaikan hak suami.
Rasul menjawab: Sesungguhnya sebaik-baik wanita yang mengendari unta
adalah wanita sholih dari Suku Quraisy; paling lembut kepada anak di usia kecil
dan paling menjaga pada harta suami.
Ini pujian untuk Ummu Hani yang berasal dari kalangan wanita sholihah dari
Suku Quraisy. Seperti yang tercermin pada kalimatnya, sebagai seorang janda
beranak kecil ia tidak mau mengurangi perhatiannya pada anak. Di satu sisi ia
sadar betul bahwa hak suami begitu besar. Walau ia sangat mencintai Rasulullah,
tetapi Ummu Hani menyampaikan keberatannya. Rosul pun tidak jadi
menikahinya.
Wanita Sholih dari Suku Quraisy mempunyai dua kelebihan,
Pertama, paling lembut kepada anak-anak di usia kecilnya. Inilah usia yang
sangat memerlukan kesabaran, kelembutan, kasih sayang dan fokus. Kelembutan
dan kasih sayang wanita Quraisy tidak terbatas pada anak kandungnya saja. Al
Qostholany dalam Irsyadus Sary menjelaskan, Kata walad (anak) dalam bentuk
nakiroh (tidak definitif), sebuah isyarat bahwa ia bersikap lembut kepada anak
manapun, walaupun itu anak (bawaan) suaminya. Sikap lembut dan kasih itu
merupakan karakter aslinya yang terpatri dalam dirinya. Adapun dalam riwayat
lain disebut anak yatim dan anak kecil, bukan berarti kasih sayang hanya sebatas
saat anak masih kecil atau sudah yatim. Berikut penjelasan Ibnu Hajar dalam
Fathul Bary, Hadits menggunakan kata anak yatim dan anak kecil,
sesungguhnya sifat lembut pada anak itu menetap dalam dirinya. Tetapi
disebutkan dua keadaan itu (yatim dan kecil), dikarenakan (lembut) sangat
diperlukan pada kedua keadaan itu.
Kedua, pandai dan mampu menjaga harta suami. Inilah yang dimaksud oleh
kalimat tersebut, Paling melindungi dan menjaga amanahnya, memelihara dan
meninggalkan mubadzir dalam menafkahkan. (Ibnu Hajar dalam Fathul Bary).
Semua suami sangat suka dengan istri yang seperti ini.
Petunjuk Nabi ini menjadi rekomendasi tingkat tinggi dari beliau. Jaminan mutu
tak mungkin kecewa. Wanita sholih Quraisy. Jika ada yang bisa mendapatkannya,
maka jangan lagi ragu untuk mengambilnya.
Tapi, kalaupun bukan dari Suku Quraisy Nabi telah membuka dua keistimewaan
wanita sholih Quraisy.
Siapa yang tidak kenal Harun Ar Rasyid. Judul buku yang ditulis oleh DR. Syauqi
Abu Khalil ( / Amirnya para Khalifah dan raja paling hebat
di dunia), cukup untuk menggambarkan betapa dahsyatnya tokoh yang satu ini.
Sehingga tidak aneh ketika wajahnya dikeruhkan oleh orang-orang yang tidak
suka melihat Islam besar. Karena Islam sangat terasa kebesarannya di masa Harun
Ar Rasyid. Sehingga muncullah di benak kita selalu tokoh Abu Nawas yang
konyol itu dan kisah pesta pora di negeri seribu satu malam. Kesemuanya
bersumber dari kedengkian terhadap kebesaran Islam dan tokohnya.
Maka bacalah dari sumber yang jelas dan shahih, kemudian rasakan kebenaran
judul buku DR. Syauqi.
Saat Harun Ar Rasyid sedang menyiapkan penggantinya dari anak-anaknya. Dia
melihat di antara anak-anaknya yang paling layak adalah Al Mamun.
Keinginannya ini bertentangan dengan keinginan istrinya yang berasal dari nasab
mulia Quraisy; Zubaidah. Karena Zubaidah mempunyai anak dari Harun bernama
Al Amin. Sementara Al Mamun hanya anak dari mantan budaknya.
Berita Harun yang lebih memilih Al Mamun daripada Al Amin membuat
Zubaidah sangat gundah. Hingga ia menghadap Harun Ar Rasyid dan
mengadukan keberatannya. Harun berkata tegas:
Sesungguhnya ini umat Muhammad dan tanggung jawab terhadap rakyat yang
diberikan Allah ini terikat di leherku. Sementara aku tahu antara anakku dan
anakmu. Anakmu tidak layak menjadi Khalifah. Dan tidak layak untuk rakyat!
Tapi Zubaidah tetap ngotot,
Anakku, demi Allah lebih baik dari anakmu dan lebih layak untuk memimpin.
Bukan orang dewasa yang bodoh juga bukan anak kecil yang tidak layak
memimpin. Lebih dermawan jiwanya dari anakmu. Dan lebih pemberani.
Harun menjawab lagi,
Sesungguhnya putramu lebih aku cintai. Tetapi ini Khilafah, tidak layak
memegangnya kecuali orang ahli. Kita akan dimintai pertanggungan jawab
tentang masyarakat ini. Kita tidak sanggup menghadap Allah dengan membawa
dosa mereka.
Lihatlah bagaimana seorang suami yang bijak. Walau ia lebih paham dari istrinya
yang hanya mengedapankan rasa, tetapi Harun ingin menampakkan bukti secara
langsung bahwa Al Mamun lebih layak dari Al Amin. Harun berkata,
Duduklah di sini, agar aku bisa tunjukkan kedua anak kita ini.
Harun Ar Rasyid dan istrinya duduk di kursi dan memanggil pertama kali Al
Mamun. Saat Al Mamun datang, ia menundukkan pandangannya. Menunggu
lama di depan pintu dalam keadaan berdiri. Lama sekali, hingga terasa pegal
kakinya. Hingga diizinkan untuk masuk, ia pun duduk. Kemudian Al Mamun
minta izin untuk bicara. Setelah diizinkan, ia memulai dengan memuji Allah atas
anugerah bisa melihat orangtuanya dan berharap Allah selalu memberi solusi
dalam kepemimpinannya. Kemudian ia minta izin mendekat kepada Harun dan
Zubaidah. Setelah diizinkan, Al Mamun maju dan mencium kaki, tangan dan
kepala ayahnya itu, selanjutnya mendatangi Zubaidah dan melakukan hal yang
sama.
Kemudian dia kembali ke tempat duduknya semula. Kemudian ia mengucap
syukur akan keberadaan ibu yang baik.
Isi surat itu adalah pengganti setelah Harun adalah Al Amin dan setelahnya baru
Al Mamun.
Ajaib kan...
Bukankah seharusnya adalah Al Mamun baru Al Amin, seperti tekad Harun sejak
awal.
(perlu diketahui bahwa kedua anak Harun ini memiliki kompetensi kepemimpinan
sebagaimana yang dikatakan oleh guru mereka: Al Kisai)
Anda tahu jawabannya, mengapa Harun justru mengubah pendiriannya?
Para ahli sejarah mengatakan bahwa inilah posisi Zubaidah di hati Harun. Walau
Harun telah berhasil menaklukkan Zubaidah bahwa yang berhak adalah Al
Mamun di awal baru Al Amin. Zubaidah pun telah mengakuinya.
Tapi tetap saja, permintaan awal Zubaidah menggema di hati Harun.
Zubaidah yang memerankan istri terbaik di hati Harun, terlalu agung untuk
disakiti.
Karenanya wahai para istri yang baik dan mulia. Bisikan anda di telinga suami
akan terus menggema di hatinya. Maka manfaatkan untuk membisikkan
kebaikan. Jika bukan sekarang ia menerimanya. Suatu hari, semoga...
) .
(
Dalam Bahasa Arab, kata keluhan dan aduan diungkap dengan Syakwa () .
Asal kata ini adalah FathAsy Syakwah yang berarti membuka bejana kecil. Yaitu,
jika bejana kecil itu dibuka mulutnya maka akan terlihatlah air yang ada di
dalamnya. Dan itulah keluhan. Ia tersimpan dalam hati, tetapi jika telah diungkap
dalam kata-kata maka terbukalah semua yang tersimpan.
Kata Syakwa dalam Al Quran tidak banyak disebutkan. Hanya 2 kali saja. Sekali
lagi, hanya 2 kali saja! Dan kedua-duanya diungkap dalam bentuk Fiil Mudhori
(Kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang). (Lihat Lathoif Quraniyyah,
Sholah Abdul Fattah Al Kholidi)
2 kali itu:
1. Firman Allah dalam Surat Yusuf 86:
Dia (Yaqub) menjawab, Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.
2. Firman Allah dalam Surat Al Mujadilah 1:
Sungguh, Allah telah Mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan
kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada
Allah, dan Allah Mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
Ada beberapa pelajaran berharga dari pembahasan ini bagi keluarga muslim:
a. Jangan banyak mengeluh!
Hanya 2 kali saja kata (Syakwa) ini disebutkan dalam Al Quran. Tak lebih dari itu.
Hidup harus tegar. Berupayalah untuk tetap tegak walau badai melengkungkan
punggung ini. Itulah mengapa Allah menegur sifat buruk manusia yang sering kali
mengeluh.
(21) ( 20) ( 19)
Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.
Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,
dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir. (Qs. Al Maarij)
Masalah dan beban kita tak seberat masalah dan beban Rasulullah. Beliau tidak
banyak mengeluh. Dan tidak setiap masalah harus menjadi bahan keluh kesah.
Ya Rasululullah, dia telah memakan usia mudaku, telah aku gelarkan perutku
(maksudnya: anak-anak), hingga ketika telah tua usiaku dan telah terputus
keturunanku, dia mendziharku (mengatakan bahwa aku haram baginya). Ya
Allah, aku mengadukan ini kepada Mu.
Lihatlah cerdasnya Khoulah. Dan ini layak ditiru. Dia mengadukan masalah
kepada orang yang dipercaya dan bisa menyelesaikan masalah dengan baik.
Tetapi, sebenarnya dia sedang mengadu kepada Allah: Ya Allah, aku mengadukan
ini kepada Mu.
Jadi, silakan menyampaikan masalah anda. Tetapi hanya kepada orang yang bisa
dipercaya, amanah dan bisa menyelesaikan masalah. Itupun, Allah menyebutnya
hanya bersifat al mujadalah. Karena manusia dengan semua keterbatasannya tak
banyak bisa membantu. Mengeluhlah yang sesungguhnya hanya kepada Allah!
Maka, kebiasaan mengeluh di hadapan khalayak ramai bahkan dinikmati oleh
publik, jelas merupakan merupakan bukti masyarakat sakit.
c. Mengeluh Masalah Keluarga
Kedua kata syakwa di atas, berhubungan dengan masalah keluarga. Syakwa yang
pertama, keluhan Nabi Yaqub tentang anaknya yang telah hilang bertahun-tahun;
Yusuf. Seorang ayah yang mengadu dan mengeluhkan masalah kehilangan buah
hatinya kepada Allah yang Maha Mengetahui.
Syakwa yang kedua, keluhan Khoulah tentang suaminya tempat ia mengabdikan
diri selama bertahun-tahun dengan baik tetapi berujung pada kalimat menyakitkan
di sisa usia. Seorang istri yang mengadu dan mengeluh tentang suaminya yang
berulah di penghujung usia kepada Allah yang Maha Mendengar.
Ini salah satu masalah besar bagi kehidupan manusia; keluarga. Masalah yang
layak untuk dikeluhkan dalam rangka mencari solusi.
Silakan mengadu kepada Allah tentang apa saja. Tetapi kepada manusia, hanya
masalah-masalah besar yang tak sanggup lagi kita menanggungnya, yang perlu
diadukan dan dikeluhkan. Jangan mudah mengeluh kepada manusia pada masalah
kecil, karena kita akan jatuh pada masalah yang tak lebih besar dari itu.
e. Cukuplah Allah!
Jika orang beriman mengadukan dan mengeluhkan masalahnya kepada Allah, Dia
menjamin aduan dan keluhan itu diperhatikan dan didengar. Tentu ini berbeda
dengan manusia. Karena lebih sedikit jumlah yang benar-benar siap mendengar
dibandingkan yang malas mendengar atau berpura-pura peduli terhadap aduan
kita.
Bukalah kisah keluhan yang kedua. Surat Al Mujadalah 1; tercantum 4 kali nama
Allah dalam satu ayat itu saja dan terdapat 3 kali kata mendengar dengan 3 model
kata. Ini memberikan isyarat akan hadirnya Allah dalam mendengar masalah kita.
Ditambah dengan penguatan 3 model kata mendengar yang tercantum 3 kali (),
(), ().
( )adalah kata kerja bentuk lampau yang memastikan bahwa Allah dengan pasti
telah mendengar keluhan itu.
( )adalah kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang, yang
menunjukkan bahwa Allah sedang mendengar dan terus siap mendengar keluhan
itu.
( )adalah Fail yang menjadi sifat Allah, menyatakan sudah merupakan nama
dan sifat mulia Allah yang tak pernah berganti bahwa Dia telah menetapkan
memiliki sifat mendengar keluhan itu.
Indahnya mengadu dan mengeluh hanya kepada Allah...
Belajar dari Wanita Quraisy
Indahnya belajar parenting dari Rasulullah. Beliau memberikan kepada kita
panduan hingga potret di lapangan. Kali ini beliau ingin agar kita belajar dari para
wanita Quraisy. Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa ketika Nabi menyebut
kelebihan Quraisy di atas suku lain bukan merupakan tindakan rasis atau
fanatisme kesukuan. Tetapi ini bicara tentang fakta kehebatan dan kelebihan
sebuah suku. Karena Allah menciptakan kita bersuku-suku dan setiap suku
mempunyai kelebihan. Itulah mengapa Nabi terakhir berasal dari suku terbaik;
Quraisy.
Kelebihan suku Quraisy tidak hanya pada kaum laki-lakinya. Tetapi juga pada
kaum wanitanya. Islam lah yang kembali mengungkap kelebihan kaum wanitanya
setelah mereka dahulu dinomor duakan di masyarakat.
Berikut ini kelebihan wanita Quraisy seperti yang diungkapkan Rasul untuk
menjadi pelajaran bagi setiap keluarga muslim, khususnya kaum wanita,
Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita shalih dari Quraisy;
paling sayang pada anak di usia kecilnya dan paling menjaga suami pada yang
dimilikinya. (Muttafaq alaih)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan,
Sabda beliau tentang wanita yang mengendari unta, merupakan isyarat tentang
Arab. Karena mereka adalah orang-orang yang banyak mengendarai unta. Dan
sebagaimana yang diketahui bahwa Arab lebih baik dari yang lainnya secara
mutlak dan umum. Maka, bisa diambil pelajaran darinya keutamaan wanita
Quraisy secara mutlak di atas seluruh wanita.
Abul Abbas Al Qurthubi berkata,
Yang dimaksud dengan sholih adalah baik agamanya, baik interaksinya dengan
suami dan yang lainnya, sebagaimana ditunjukkan dalam kata: Paling sayang
dan paling menjaga. (Thorhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib, Zainuddin Al Iraqi)
Kini kita dengarkan penjelasan tentang kata: Paling sayang pada anak di usia
kecilnya,
Yaitu sayang kepada anak-anak, lembut, baik dalam mendidik mereka,
memberikan hak-hak mereka kalau mereka yatim dan sebagainya. (An Nawawi
dalam al Minhaj)
Adapun makna paling menjaga yang dimiliki suami,
Memperhatikan suami mereka, menjaga harta. Hal itu dikarenakan kemuliaan
jiwa para istri, sedikitnya kesalahan pada suami mereka, sucinya mereka dari
tipu daya kepada suami dan mendebat mereka. (Ibnu Baththal)
Begitulah penjelasan para ulama kita tentang petunjuk Nabi di atas. Beliau sangat
ingin para muslimah ini belajar dari kelebihan para wanita Quraisy. Jika kita
simpulkan, kelebihan para wanita Quraisy adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mengerti maksud judul di atas? Ya, di judul itu ada dua nama.
Arjumand Begum dan Humairo
Ini dua nama yang berbeda dan hidup di abad yang juga berbeda. Mereka terpaut
sekitar 1000 tahun.
Tetapi keduanya memiliki kesamaan.
Keduanya sama-sama wanita. Keduanya mendampingi orang besar dalam sejarah.
Arjumand Begum istri dari Shah Jehan (raja di Dinasti Mogul, India) dan
Humairo adalah Aisyah radhiallahu anha. Ya, istri Rasulullah Muhammad
shallallahu alaihi wasallam(pasti, Rasulullah lebih besar dan Shah Jehan).
Bahkan keduanya sama-sama istri ketiga (menurut sebagian ulama, Aisyah
adalah istri ketiga setelah Khadijah dan Saudah radhiallahu anhuma).
Nah, judul di atas sudah bisa dipahami kan...Monumen Arjumand Begum dan
Bilik Humairo.
Ada apa dengan keduanya. Dan pelajaran apa yang bisa kita ambil untuk keluarga
kita.
Begini...
Dunia sangat mengenal bangunan yang dianggap sebagai salah satu situs warisan
dunia yang ditetapkan oleh UNESCO. Gedung megah menjulang yang menjadi
salah satu tujuan wisata di India. Taj Mahal, namanya.
Taj Mahal diyakini sebagai monumen cinta. Lambang cinta sejati. Dari Shah
Jehan untuk Mumtaz Mahal alias Arjumand Begum.
Bukti cinta Shah Jehan diabadikan dengan bangunan megah yang masih kokoh
berdiri hingga hari ini. Disebutkan bahwa monumen cinta itu dibangun selama 22
tahun (1631 1653 M). 20.000 pekerja dilibatkan untuk membangunnya.
Ammar bin Roja berkata: Aku mendengar Ubaid bin Yaisy berkata: 30 tahun
lamanya aku tidak makan malam dengan tanganku. Saudariku yang menyuapiku.
Sementara aku menulis hadits. (Siyar Alam An Nubala, Adz Dzahabi)
Al Hakim berkata: Akumendengar Abul Fadhl Muhammad bin Ibrahim
mendengar dari Ahmad bin Salamah berkata: Dibuatkan untuk Muslim Majlis
Mudzakaroh (saling bertukar ilmu). Disebutkan di majlis itu sebuah hadits yang
tidak ia ketahui. Kemudian ia pulang ke rumahnya. Dia berkata: jangan ada yang
masuk ke kamar! Dikatakan kepadanya: kita diberi hadiah sekeranjang kurma.
Maka kurma itu hadirkan untuknya. Dia mencari hadits sambil mengambil kurma
demi kurma hingga habis. Dan dijumpai hadits yang dimaksud. Yang lain
menambahkan bahwa itulah sebab kematiannya. (Siyar Alam An Nubala, Adz
Dzahabi)
Ubaid bin Yaisy, gurunya Bukhari dan Muslim sibuk oleh ilmunya dan disuapi
oleh saudarinya.
Kesibukan Muslim dalam menunaikan tugasnya; mencari hadits dari kitabkitabnya juga menyebabkan ia tidak sempat memikirkan makan. Hingga ia
disodori kurma dan iapun memakannya. Dengan konsentrasi tetap ke tugasnya.
Kita semua tahu para suami sangat sibuk dengan tugasnya. Sering kali
kegundahan terhadap pekerjaan di luar sana terbawa masuk ke rumahnya.
Sehingga ia tak sempat memikirkan kesehatannya untuk sekadar makan.
Di sinilah saatnya seorang istri mendapatkan poin dari suaminya.
Di sinilah istimewanya hadits Nabi yang memerintahkan untuk istri mendampingi
suaminya saat makan. Dan bersiap siaga dalam melayani semua keperluan suami.
Kali ini mungkin suami tidak mau bergerak dari meja tugasnya. Kepalanya penuh
dengan setumpuk pe er pekerjaan yang harus diselesaikan. Tak ada ruang di
otaknya untuk memikirkan makanan. Bahkan mungkin seleranya telah hilang.
Maka, para istri...
Biarkan para suami seperti Ubaid bin Yaisy dan Muslim meringankan isi
kepalanya.
Anda hanya perlu berkata: teruslah berkarya, aku yang menyuapimu.
Tips sederhana. Tapi cobalah. Dan lihatlah apa yang akan terjadi.
Istriku, Penyejuk Hatiku....
Perbaiki sikapmu
Dengan kelembutan hatimu,
dan Doa yang tak pernah terputus dalam tahajudmu,
Insya Allah aku akan belajar menjadi manusia yang lebih baik.
Mungkin aku bukan Imam yang sempurna untukmu,
Tapi dengan kata-kata lembut dan doamu selalu, Allah akan mengabulkan dan
membuka hatiku..
Sumur, Dapur & Kasur...
Dikisahkan bahwa seseorang datang kepada Umar bin Khattab radhiallahu anhu
ingin mengadukan akhlak istrinya. Orang itu berhenti di depan pintu rumah
Jika disimpulkan ada dua hal yang membuat Umar begitu sabar dan memilih
meredamnya dengan diam: Jasa istri dan peristiwa tersebut hanya sesaat saja.
Saat menyebutkan jasa istri, Umar berkata,
Sesungguhnya aku sabar terhadap istriku karena ia mempunyai hak terhadapku.
Karena ia pemasak makananku, pemanggang rotiku, penyuci pakaianku, penyusu
anakku. Padahal hal itu bukanlah kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya,
tidak tergoda oleh yang haram. Karenanya aku sabar menghadapinya.
Dan saat menyebutkan peristiwa yang hanya lewat itu, Umar berkata,
Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya sebentar saja.
Kembalilah pada jasa-jasa istri dan kita pun akan bisa memahami tema
pembahasan kita,
1. Dia pemasak makananku
2. Dia pemanggang rotiku
3. Dia penyuci pakaianku
4. Dia penyusu anakku
5. Hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram.
Bukankah, sekarang kita paham bahwa merendahkan ketiga hal itu dalam
kehidupan seorang istri berdampak pada retaknya bangunan rumahtangga hari ini.
Setelah membaca tulisan ini, pasti Anda tidak salah paham bahwa seorang wanita
hanya mengurusi tiga hal itu. Karena tidak ada kalimat dan pemahaman tersebut
dari tulisan ini.
Saatnya Suami Mengeluh Pada Istri
Umar bin Khattab salah seorang yang kecewa, mengisahkan hal tersebut.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari, Sunan Abu Dawud,
Musnad Ahmad, Dalail Al Baihaqi, Mushonnaf Abdurrazzaq dan lainnya.
Setelah Nabi selesai dari membuat perjanjian dengan Quraisy, beliau berkata
kepada para shahabat: Bangun, sembelihlah ternak yang kalian bawa kemudian
tahallullah (bercukur sebagai tanda selesainya ibadah umroh).
Tidak ada satupun shahabat yang bergerak.
Karena mereka berharap masih bisa memasuki kota Mekah dan tahallul setelah
benar-benar melakukan umroh. Mereka kecewa.
Nabi mengulanginya lagi.
Kembali tidak satupun shahabat yang menyambut perintah Nabi.
Untuk ketiga kalinya Nabi mengeluarkan perintah.
Dan ternyata hingga kali ketiga pun, tidak seorangpun yang berdiri melaksanakan
perintah Nabi. Ya, tidak seorang pun.
Pasti Nabi terkejut luar biasa. Karena shahabat Nabi, adalah orang yang sangat
ingin melaksanakan semua perintah Nabi. Bahkan, sesuatu yang belum diperintah
pun bisa mereka kerjakan saat mereka memahami Nabi hanya dengan gerak tubuh
dan mimik wajah Rasul. Tetapi tidak untuk kali ini.
Kekecewaan memang bukan hal yang sederhana.
Tapi untuk Nabi, jelas hal ini mengagetkan. Tiga kali perintah, tanpa sambutan.
Tidak seorang pun. Tidak shahabat biasa, tidak pula shahabat senior dan terbaik.
Kekecewaan bertemu dengan kekecewaan.
Nabi tidak punya solusi. Memang sesuatu yang sangat mengejutkan sering
membuntukan pikiran.
Bahkan sekelas Rasul sekalipun.
Guratan wajah kecewa tidak bisa disembunyikannya. Di lapangan masalah itu
hadir. Tidak ada jalan lain kecuali kembali ke tempat peraduan beliau. Siapa tahu
solusi itu ada di sana. Ya, istrinya.
Saat itu istri yang dibawa adalah Ummu Salamah radhiallahu anha. Nabi masuk
ke tenda istrinya sambil bergumam sangat kecewa,
Celakalah muslimun. Aku perintahkan mereka untuk menyembelih dan bercukur
tetapi tidak melaksanakan.
Dalam riwayat lain, Nabi berkata kepada Ummu Salamah,
Tidakkah kamu melihat orang-orang yang aku perintahkan itu tetapi tidak ada
yang melakukannya. Padahal mereka mendengar perkataanku dan melihat
wajahku!
Jelas ini merupakan rangkaian kalimat kekecewaan. Hingga keluar dari Nabi
kalimat yang bahkan menurut Ummu Salamah perlu dikoreksi,
Ya Rasulullah, jangan engkau caci mereka. Karena mereka sedang terhantam
kekecewaan yang besar atas kesulitan yang kau alami dalam perjanjian damai
dan mereka akan pulang tanpa hasil (ibadah umroh).
Ya Nabiyyalloh, keluarlah. Jangan bicara dengan siapapun hingga kau sembelih
binatangmu. Kemudian panggillah tukang cukurmu untuk mencukurmu.
Peluang solusi kini hadir. Dari istri untuk suami hebat yang sedang buntu. Ummu
Salamah tidak memperkeruh suasana. Ummu Salamah tidak berkata, Apa
mereka tidak tahu kalau engkau Rasul yang harus ditaati? Ummu Salamah tidak
justru membakar hati suami yang sedang gundah dengan berkata, Mereka
memang celaka...
Tidak. Tetapi Ummu Salamah adalah istri yang tenang dan penuh wibawa. Dia
justru mengingatkan suami yang merupakan orang besar itu dalam kalimatnya,
Ya Rasulullah, jangan engkau caci mereka.
Sebelum istri memberikan solusi, koreksi terhadap kesalahan tetap dilakukan jika
hal itu terjadi. Karena mencaci bukan solusi. Hanya menambah keruhnya jiwa.
Dan awan di hati semakin menggelayut tebal.
Ummu Salamah mencoba untuk memahamkan suaminya mengapa mereka
melakukan hal mengecewakan tersebut, Karena mereka sedang terhantam
kekecewaan yang besar atas kesulitan yang kau alami dalam perjanjian damai
dan mereka akan pulang tanpa hasil (ibadah umroh).
Setelah tugas pertama selesai, istri cerdas dan tenang itu memberi setitik pelita
solusi, Ya Nabiyyalloh, keluarlah. Jangan bicara dengan siapapun hingga kau
sembelih binatangmu. Kemudian panggillah tukang cukurmu untuk
mencukurmu.
Rasul tidak punya pilihan solusi lain. Kecuali yang datang dari hati tenang
seorang istri yang cerdas. Tetapi seberapa ampuh solusi itu?
Umar bin Khattab menceritakan,
Rasul shallallahu alaihi wasallam keluar sambil menyingsingkan bajunya.
Beliau mengambil alat pemotong dan memotong binatang sembelihannya dengan
mengangkat suaranya: Bismillah, wallahu Akbar. Setelah itu, beliau meminta
tukang cukurnya untuk mencukur beliau.
Melihat hal itu, muslimin pun berlomba untuk menyembelih binatang mereka dan
saling berdesakan hingga hampir saling melukai di antara mereka. Kemudian
saling mencukur di antara mereka.
Subhanallah, ide sang istri benar-benar jitu.
Setelah membaca peristiwa ini, berhentilah untuk berpikir bahwa suami hebat
tidak perlu tempat mengadu, apalagi hanya kepada seorang istri. Sehebat apapun
para suami, mereka hanya laki-laki yang tak lengkap jiwanya tanpa sentuhan
ketenangan dan kelembutan wanita.
Bagi para istri, jadilah tempat mengadu yang nyaman bagi suami. Hitunglah Anda
tidak mempunyai solusi bagi suami, tetapi setidaknya Anda telah meringankan
beban di kepala dan kegundahan di hati suami.
Apalagi jika Anda bisa menjadi seperti Ummu Salamah.
Subhanalloh...alangkah istimewanya...
Kesucian Istri bagi Kesucian Keluarga
28)
(), (), (), (), ( )kesemua kata ini kata gantinya adalah:
kalian para wanita ().
Hingga di awal ayat 33 hingga pertengahan ayatnya pun kata ganti masih tetap:
kalian para wanita (),
Komunikasi kata pertama adalah antara Nabi dengan istri yang mendukungnya
sepenuh jiwa dan hartanya. Pasangan hidup yang membuat istri sehebat Aisyah
cemburu dan berkata: Seperti tidak wanita lain di dunia ini selain Khadijah!
Kita akan melihat kecerdasan dan kecerdikan seorang istri berkomunikasi dengan
suami yang sedang berada dalam kepanikan karena peristiwa yang dihadapinya.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim serta Musnad Ahmad disampaikan tentang
keadaan Nabi saat baru menerima wahyu pertama di Gua Hira,Bahwa Nabi
shallallahu alaihi wasallam pulang ke Khadijah dalam keadaan gemetar fisik dan
hatinya. Beliau masuk dan berkata: selimuti aku, selimuti aku...
Ketika telah mulai tenang, beliau berkata: Khadijah, aku khawatir diriku akan
tertimpa musibah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah.
Khadijah berkata: Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu
selamanya. Engkau benar-benar jujur dalam ucapan, menjaga silaturahim,
menanggung beban, memuliakan tamu dan membantu orang yang kesulitan.
Khadijah kemudian membawanya ke Waraqah bin Naufal bin Asad. Dia adalah
seseorang yang memeluk agama Nasrani. Sudah tua dan buta, mampu membaca
dan menulis Injil dengan Bahasa Arab.
Khadijah berkata kepada Waraqah: Hai paman, dengarkanlah kisah anak
saudaramu ini.
Waraqah berkata: Hai anak saudaraku, apa yang kamu lihat?
Rasulullah menceritakan yang dilihatnya.
Waraqah berkata: Ini Namus (Jibril) yang pernah turun kepada Musa. Andai aku
punya usia panjang, nanti saat kamu diusir dari oleh masyarakatmu.
Rasulullah bertanya: Apakah mereka akan mengusirku?
Waraqah menjawab: Ya, tidaklah ada orang yang membawa seperti yang kau bawa
kecuali akan dimusuhi dan disakiti. Jika aku masih menjumpai hari itu, aku akan
menolongmu dengan pertolongan yang besar.
Khadijah benar-benar wanita ideal. Satu dari empat wanita terbaik di dunia ini.
Istri yang sangat mengerti bagaimana mendampingi tugas besar sang suami. Jika
para muslimah mau menjadi yang paling berharga dalam kehidupan suami, maka
Khadijah adalah tempat berguru. Di antaranya, kiprah Khadijah dalam hadits di
atas. Situasi suami yang panik dan khawatir atas keselamatan dirinya,
mendapatkan siraman embun dalam dekapan sang istri. Inilah makna dari ayat,
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya. (Qs. Ar Rum: 21)
Jika seorang suami benar-benar merasakan kehadiran istri dalam kehidupannya,
terutama saat sulit yang harus dilaluinya. Dalam rumah yang juga menjadi tempat
kenyamanan. Maka, pasti seorang suami akan bisa merasakan kehadiran Khadijah
dalam kehidupannya.
Dalam pembahasan kita ini, lisan seorang istri ternyata menjadi salah satu sumber
utama kenyamanan suami. Maka, jangan justru menjadikan lisan sumber masalah
dalam rumahtangga.
Mari kita dalami tehnik komunikasi hebat seorang istri di saat suami sedang panik
dan khawatir. Belajar dari Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu anha...
Suami yang khawatir dan panik, sering tergambar jelas di wajah dan suaranya,
untuk kemudian disampaikan melalui lisan patah-patah. Maka,
1. Khadijah memahami
Komunikasi yang baik dibangun di atas kepekaan terhadap pasangan. Mungkin
tidak terucap. Bahkan mungkin tidak mampu diucapkan. Terlalu berat. Tetapi
pasangan yang baik, adalah pasangan yang mampu mengetahui bahkan belum
diberitahu. Mampu merasa walau hanya dikirimkan melalui gelombang halus
kata.
2. Khadijah menyelimuti
Seseorang yang tidak nyaman, biasanya terlihat begitu jelas pada mata, wajah dan
gerak fisiknya. Untuk itulah, pasangan harus memberikan kenyamanan pada fisik
sebelum yang lainnya. Karena sekarang, fisik lah yang paling memerlukan
kenyamanan. Dan memberikan kenyamanan fisik jauh lebih sederhana.Khadijah
menyelimuti seperti permintaan Rasulullah. Dekapan hangat kain yang
dibentangkan oleh sang istri memberikan kehangatan yang diharapkan mampu
menembus hingga hati. Dekapan pasangan juga merupakan kenyamanan yang
tidak ada gantinya.
Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat
padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu
mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
mendengar (Qs. Yunus: 67)
Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang,
supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari
sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu
bersyukur kepada-Nya. (Qs. Al Qashash: 73)
Malam adalah waktu yang tak mungkin digantikan oleh siang. Orang
yang punya hutang tidur satu malam, terasa tidak bisa tergantikan
bahkan oleh dua siang. Walaupun sama-sama tidur. Sama-sama
memejamkan mata. Ya, karena malam memang tidak tergantikan oleh
siang. Begitulah seorang istri. Menjadi seseorang di dalam kehidupan
suami yang tidak tergantikan oleh siapapun. Tidak kakak dan adiknya,
tidak orangtuanya apalagi hanya temannya. Mungkin suami bisa
menumpahkan uneg-uneg jiwanya kepada kerabat atau teman
akrabnya. Tetapi istri adalah tempat menumpahkan curahan yang
paling tepat dan tak tergantikan bahkan oleh dua kerabat dan dua
teman akrab.
Malam adalah waktu istimewa yang bahkan tidak dimiliki oleh siang
yang gagah itu. Sepertiga malam, ya hanya sepertiganya. Adalah
waktu yang tidak dimiliki oleh siang. Adakah waktu yang langsung
dihadiri Allah dengan semua rahmat, keberkahan, pengabulan doa,
ampunan, kecuali sepenggal malam itu. Begitulah istri. Hanya
sepenggal nya saja, sangat istimewa. Mungkin tidak secerdas orang
lain dalam bertukar pikiran. Mungkin tidak sehebat teman dalam
merencanakan. Tapi dalam diri istri ada keberkahan dan rahmat bagi
suami. Keberkahan dan rahmat jauh lebih mahal dari sekadar
kecerdasan otak. Dan itu hanya sepenggal dari istri.
Malam adalah musim semi bagi orang beriman. Apalagi jika musim
dingin dan waktu malam berjalan lebih lama. Tidur sudah sangat
cukup. Tersisa masih sangat cukup banyak waktu untuk seorang
muslim bermunajat kepada Penciptanya. Tempat mengadu, berkeluh
kesah dan berdoa. Istri pun harus menjadi musim semi bagi suami.
Berbunga-bunga. Indah. Sejuk. Menyegarkan. Menyenangkan. Tempat
seorang pujangga mengukir kalimatnya lebih indah di antara semilir
angin yang memainkan dedaunan. Istri yang menjadi penampungan
bagi semua keluhan dan keluh kesah suami. Sesuatu yang harus
disyukuri, jika istri menjadi tempat berkeluh kesah suami. Bukan justru
merasa keberatan. Karena itu artinya sang istri telah menjadi malam
yang tenang bagi suami mempercayakan semua tumpahan jiwanya;
yang tidak pernah dia percayakan kepada siapapun di muka bumi ini.
Air mata seorang laki-laki yang sangat disegani dunia mungkin bisa
meleleh di pangkuan istri. Menangis bak anak kecil, padahal di luar
sana ia singa sang raja. Menyampaikan rapuhnya diri dan jiwa, padahal
di siang hari ia adalah orang paling kokoh yang dikenal orang. Semua
itu bisa terjadi, saat istri menjadi musim semi bagi suami.
Malam tempat keindahan tiada tara. Bintang gemintang, temaram
rembulan. Cahayanya memang tidak sekuat matahari siang. Justru di
sini bedanya. Tetap bercahaya tetapi tanpa rasa panas membakar dan
Cinta Atikah
Para sahabat Nabi menyepakati bahwa peristiwa terbesar yang layak mendapat
apresiasi tahun Islam adalah Hijrah. Al Quran memuji langsung ibadah Hijrah
tersebut. Berpahala agung dan berdampak istimewa. Jika hijrah para sahabat ke
Madinah istimewa, maka yang paling istimewa adalah hijrah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Hijrah menantang bahaya. Hijrah beliau dihargai
dengan 100 ekor unta bagi yang berhasil menangkap atau membunuhnya. Iblis
pun tahu jika Muhammad berhasil keluar dari Mekkah, maka dia akan
Seperti Ibnu Hazm rahimahullah- yang menulis kitab Fikih Al Muhalla, berubah
seperti sosok yang berbeda ketika bicara tentang cinta dalam bukunya Thauqul
Hamamah.
Seperti Ibnu Qayyim yang menghantam pemikiran sesat Jahmiyyah dan
Muathilah dalam bukunya Ash Shawaiq Al Mursalah, berubah seperti sosok yang
berbeda ketika membahas cinta dalam bukunya Raudhatul Muhibbin.
Seperti Abdullah pejuang hijrah, seakan sosok berbeda saat cinta Atikah.
Itu adalah rasa yang dianugerahkan Allah. Yang terpeting semuanya tetap mulia.
Fa dalam Ayat Qowamah
Sebelum menguraikan maksud judul di atas, ijinkan saya mengatakan bahwa
beginilah jadinya kalau Al Quran yang mujizat itu dipahami dengan bahasa
aslinya, bukan dengan bahasa terjemahan. Bahasa terjemahan tentu bermanfaat
sekali. Tetapi ini masalah mana yang lebih utama dan lebih banyak ilmunya.
Sesungguhnya mempelajari berbagai bahasa bukan hal yang rumit buat kita.
Kalau kita bersemangat mempelajari bahasa dunia kita, tidakkah kita lebih
bersemangat dalam mempelajari bahasa agama kita. Sebuah renungan...
Inilah ayat Qowamah yang dimaksud,
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
(Qs. An Nisa: 34)
Ayat ini sudah sangat sering kita bahas di Parenting Nabawiyah, mengingat
pentingnya ayat ini dalam panduan keluarga. Kini kita membahasnya lagi. Bukan
kalimat dan kata-katanya. Tetapi hanya satu huruf yang memberikan makna
sangat dalam. Ya, hanya satu huruf: Huruf Fa ().
Huruf Fa itu ada kata (
) . Dalam Bahasa Indonesia Huruf Fa sering
diterjemahkan: Maka. Atau dalam terjemahan di atas: Sebab itu maka...
Kini mari kita pahami Huruf Fa ini sesuai dengan bahasa aslinya. Huruf Fa
dalam Bahasa Arab mempunyai beberapa makna. Dengan demikian, maka tidak
selalu sama arti dari Huruf Fa itu. Huruf Fa bisa mengubah harakat sekaligus
arti.
Para ulama mengatakan bahwa Huruf Fa dalam ayat ini bermakna: Istinaf.
Karenanya harakat (
) adalah dhommah, karena Huruf Fa nya Istinaf.
Apa itu Istinaf?
Istinaf adalah permulaan; di mana susunan kalimat sebelum Huruf Fa telah
sempurna dan selesai, kemudian dimulailah kalimat baru tetapi terdapat hubungan
antara kalimat sebelum Huruf Fa dan kalimat setelahnya.
Begitulah kaidahnya.
Jika kaidah ini telah kita pahami, maka berikut ini adalah penjelasan Muhammad
Ath Thahir bin Muhammad yang lebih dikenal dengan Ibnu Asyur (w: 1393 H)
dalam kitab tafsirnya: (Attahrir wat Tanwir),
Fa dalam firman Nya: (
) istinaf permulaan untuk menyebutkan syariat
hak-hak suami dan istri serta masyarakat keluarga.
Maka firman Nya: Kaum laki-laki adalah Qowwam bagi para wanita, adalah
merupakan syariat utama yang menyeluruh. Di mana hukum-hukum pada ayatayat setelahnya adalah cabang dari syariat utama ini, jadi ia seperti sebuah
mukaddimah.
FirmanNya (
) merupakan cabang dari syariat utama itu. Sesuai dengan
sababun nuzul yang ada pada ayat sebelumnya (An Nisa: 32). Jadi hukum yang
ada pada ayat ini adalah hukum umum yang dihadirkan untuk memberikan
alasan bagi hukum khusus.
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Disebutkan dalam Sunan Tirmidzi sebab turunnya ayat ini, dari Mujahid dari
Ummu Salamah radhiallahu anha berkata,
Ya Rasulullah, kaum laki-laki berperang sementara kaum wanita tidak. Dan
kami mendapatkan setengah harta warisan. Maka Allah pun menurunkan ayat
tersebut.
Ayat ini melarang untuk terjadi saling iri antara laki dan perempuan. Karena peran
yang berbeda maka hak juga berbeda. Pembahasan tentang keshalihan seorang
istri merupakan sub pembahasan dari kepemimpinan suami yang mempunyai
posisi lebih tinggi dalam rumah tangga. Dan tidak boleh ada rasa saling iri di atara
mereka berdua, karena Allah yang lebih paham tentang pembagian tugas dan hak
yang akan membahagiakan jika diikuti aturan Nya.
Dengan demikian bisa kita rasakan betapa luar biasanya peran kepemimpinan
yang baik pada diri seorang suami. Qowamah yang baik itu akan berefek pada
keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga.
Sebaliknya, gagal dan jatuhnya qowamah adalah retaknya rumah tangga.
Maka Huruf Fa pada; Wanita yang sholihah, yang berfungsi sebagai istinaf
memberikan dua arti penting:
1. Seorang wanita menjadi sholihah dengan upayanya dan kemandiriannya
sendiri yang terpisah dari suaminya.
2. Tetapi qowamah suami yang baik berhubungan erat dengan munculnya
keshalihan seorang istri.
Wallahu Alam
Terkadang, Keras Itu Bukti Sayang
Setiap kita bicara tentang cinta dan kasih sayang, yang terbayang adalah
kelembutan, senyuman, kenyamanan, kedamaian dan kata yang manis menghias
bibir.
Itu memang tidak salah. Begitulah karakter cinta dan kasih sayang.
Tapi, terkadang bersikap keras, bermuka tegas, bertutur menyakitkan adalah
bukti sayang.
Saya sadar, ada yang tak bisa menerima kalimat ini. Mungkin termasuk anda.
Tetapi saya akan tetap katakan bahwa terkadang, kasih sayang dibuktikan dengan
sikap tegas dan keras.
Sebenarnya tidak rumit memahaminya. Karena itupun kita lakukan dengan
kesadaran. Bukankah, saat salah seorang yang kita cintai melakukan kesalahan
bahkan dosa, kita akan bersikap tegas bahkan keras. Mengapa? Karena kita
mencintai dan mengasihinya. Karena kita tidak ingin ia terjatuh dalam kesalahan
yang berujung kecelakaan.
Dan sebaliknya, justru bukti anda sudah tak lagi menyayanginya ketika anda
biarkan dia berbuat semaunya. Baik tanpa penghargaan. Salah tanpa teguran.
Karena sayang mesti berekspresi...
Saat istri melakukan kesalahan nusyuz, Allah memerintahkan agar diberi teguran,
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
Melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan),
dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka
perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan
menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah Menjaga (mereka).
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah
kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah
ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh,
Allah Maha Tinggi, Maha Besar. (Qs. An Nisa: 34)
Saat istri melakukan pelanggaran, memasukkan seseorang yang tidak disukai
suaminya ke dalam rumahnya, maka inilah ketegasan yang diajarkan Nabi dalam
khutbah terkenalnya,
...
...
...Makatakutlah kepada Allah dalam urusan wanita, karena kalian mengambil
mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan
kalimat Allah. Kalian punya hak terhadap mereka untuk tidak memasukkan
seorang pun yang tidak kamu sukai ke dalam rumah kalian, jika mereka
melakukan itu, makan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.
Dan mereka mempunyai hak atas kalian untuk nafkah dan pakaian dengan cara
yang baik... (HR. Bukhari dan Muslim)
Tak hanya dalam masalah keluarga. Dalam hubungan dengan sesama saudara
seiman pun demikian. Lihatlah keterusterangan Rasulullah kepada Abu Dzar
berikut ini,
: