A. Definisi
Suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut, ditularkan oleh
nyamuk spesies aedes.2
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family flaviviridae, mempunyai 4 jenis
serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 melalui perantara nyamuk
aedes aegypti atau aedes albopictus. keempat serotipe dengue terdapat di
Indonesia. DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat, di ikuti serotipe DEN-2.34
B. Etiologi
Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus B. Dikenal 4 serotipe
virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Sabin adalah orang
pertama yang berhasil mengisolasi virus dengue, yaitu dari darah penderita
sewaktu terjadi epidemi demam dengue di Hawaii dengan diberi nama tipe 1,
sedangkan virus dari penderita demam dengue yang berasal dari new Guinea
diberi nama tipe 2, dari serum penderita yang diserang philipine hemorrhagic
fever yang terjadi di Manila pada tahun 1953 dapat diisolasi tipe virus dengue
baru yang diberi nama virus dengue tipe 3 dan 4.2
C. Vektor
Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue.
walaupun Ae.aegypti diperkirakan sebagai vektor utama penyakit dengue
darah,
menurunnya
volume
plasma,
terjadinya
hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara
akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Penyelidikan volume plasma pada
penderita DHF dengan mengunakan I labeled human albumin sebagai indikator
membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari
permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa renjatan. Pada
penderita dengan renjatan berat volume plasma dapat menurun sampai lebih dari
30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma bila
tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik
dan kematian. Kelainan yang paling sering ditemukan pada autopsi ialah
perdarahan kulit berupa petekie, perdarahan disaluran pencernaan,paru dan
jaringan
peradrenal.
pada
50%
kasus
autopsi
ditemukan
perdarahan
subendokardial di septum interventrikel kiri. hati selalu membesar, kadangkadang pada anak sampai 1 kali dari berat normal, terdapat perlemakan yang
disertai perdarahan atau sarang nekrosis hemoragik.2
Efusi serosa merupakan gejala penting, biasanya berwarna kuning
dengan nilai protein antara 3,4-5,4% yang bersifat mendekati eksudat. Apabila
fraksi protein plasma darah dalam jantung di bandingkan dengan yang terdapat
dalam efusi, maka untuk fraksi albumin ialah kurang dari satu, sedangkan untuk
globulin perbandingan berkisar antara 1,4-4,6.2
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan berbagai derajat perdarahan
hampir semua organ, yang berupa diapedesis beberapa eritrosit sekitar pembuluh
darah kecil sampai perdarahan sekitar pembuluh darah kapiler dan arteriol. Sel
endotel arteriol dan kapiler bengkak. hampir selalu ditemukan edema
perivaskuler jelas pada jaringan lunak. Jumlah megakariosit muda bertambah
dalam pembuluh darah kapiler atau sinusoid paru, ginjal, hati dan limpa. sel
darah lain dalam jumlah besar terdapat dalam pembuluh darah organ tertentu,
misalnya jaringan interstisium paru.2
Biasanya tidak ada lagi lesi patologis yang ditemukan yang
menyebabkan yang menyebabkan kematian. pada keadaan yang jarang mungkin
kematian disebabkan oleh perdarahan saluran cerna atau perdarahan intrakranial.
Perdarahan minimal sampai sedang ditemukan pada saluran cerna atas dan
perdarahan petekie lazim pada sekat interventrikuler jantung, pada pericardium ,
dan pada sekatinterventrikuler jantung, pada pericardium, dan pada permukaan
serosa visera mayor. perdarahan setempat kadang-kadang terlihat pada paruparu, hati, adrenal dan ruang subarachnoid. hati biasanya membesar, sering
dengan perubahan lemak, efusi berbercak kuning, berair dan kadang-kadang
berdarah pada rongga serosa.5
F. Manifestasi Klinik
1. Demam dengue
Masa tunas berkisar antara 3-15 hari pada umumnya 5-8 hari.
permulaan penyakit biasanya mendadak. Gejala prodroma meliputi nyeri
kepala, nyeri bagian tubuh, anoreksia, mengigil dan malaise. pada umumnya
di temukan sindrom trias, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan
timbulnya ruam. Ruam biasanya timbul 5-12 jam sebelum naiknya suhu
pertama kali, yaitu pada hari ketiga sampai hari kelima dan biasanya
berlangsung selama 34 hari. ruam biasanya bersifat makulopapular yang
diantaranya
menurunnya
kesadaran,
paralisis
sensorium
cepat dan lembut. Penderita kelihatan lesu, gelisah, dan secara cepat masuk
dalam fase kritis renjatan. penderita sering kali mengeluh nyeri daerah perut
sesaat sebelum renjatan timbul.2
Fabie (1966) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali
mendahului perdarahan gastrointestinal, sedangkan Lim dkk (1966) berpendapat
bahwa nyeri didaerah retrosternal, tanpa sebab yang dapat dibuktikan
memberikan petunjuk terdapatnya perdarahan gastrointestinal yang hebat.
renjatan yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis
buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, renjatan ditandai oleh nadi lembut, cepat,
kecil sampai tidak dapat diraba.2
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan
sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Penatalaksaan untuk
mengatasi renjatan diperlukan secara layak karena bila tidak penderita dapat
masuk dalam renjatan berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat di ukur
dan nadi tidak dapat diraba penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat akan
menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksia.perdarahn gastrointestinal
hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan pengobatan tepat, begitu pula
pada kasus renajtan berat, masa penyembuhan tampak cepat sekali. penderita
menyembuh dalam waktu 2-3 hari. Selera makan yang bertambah merupakan
petunjuk prognosis baik.2
Pada pemeriksaan laboratorium sering kali ditemukan trombositopenia
dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3 ditemukan
diantara hari ke 3-7 sakit. Meningkatnya hematokrit merupakan bukti adanya
kebocoran plasma yang biasanya ditemukan, juga pada kasus derajat ringan,
walaupun tentunya tidak sehebat seperti dalam keadaan renjatan. Hasil
laboratorium lain yang sering ditemukan ialah hipoproteinemia, hiponatremia,
peninggian sedikit kadar transaminase serum dan urea nitrogen darah. Pada
beberapa pemderita ditemukan asidosis metabolik. jumlah leukosit bervariasi
antara leukopenia dan leukositosis. kadang-kadang ditemukan albuminuria
ringan yang bersifat sementara.2
Sesuai dengan patokan menurut WHO (1975) membagi derajat penyakit DHF
dalam empat derajat, yaitu:
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
pendarahan ialah uji tornikuet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain.
Derajat III : Di temukannya gegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat, tekanan nadi
menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan
darah yang tidak terukur. 3
H. Diagnosa banding
Sebagai diagnosa banding yang paling penting ialah chikungunya
haemorragic fever (CHF) yaitu demam berdarah yang disebabkan oleh virus
chikungunya yang termasuk dalam arbovirus kelompok A.2
Serangan demam pada CHF lebih mendadak, masa demam lebih pendek,
tetapi suhu diatas 40C lebih sering ditemukan ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva dan rasa nyeri pada sendi lebih sering di jumpai pada CHF.
Persentase uji tourniquet positif, petekie yang tersebar dan gejala epistaksis
hampir sama, tetapi perdarahan gastrointestinal dan renjatan hanya ditemukan
pada penderita DHF.2
Perdarahan sebagai petekie dan ekimosis di temukan pada beberapa
penyakit infeksi diantaranya sepsis, meningitis meningokok. Pada sepsis anak
sejak semula tampak sakit berat, demam naik-turun, gejala radang beberapa alat
tubuh mungkin tampak dengan jelas, misalnya bronkopneumonia, hepatitis,
nefritis. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai pergeseran ke kiri.
pada meningitis meningokok akan jelas ditemukan gejala rangsang meningeal
dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal.2
Perdarahan dibawah kulit terdapat juga pada idiopatic thrombocytopenia
purpura (ITP) yang kadang-kadang disertai demam. Pada hari-hari pertama
diagnosis sulit dibedakan, tetapi pada ITP demam cepat menghilang dan tidak
ditemukan hemokonsentrasi.2
I. Pengobatan
pada dasarnya pengobatan penderita DHF/DSS bersifat simtomatik dan suportif.
DHF tanpa renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia, dan
muntah. penderita perlu diberi minum banyak, 1 -2 liter dalam 24 jam, berupa
air teh dengan gula sirup atau susu. Pada beberapa penderita diberikan
gastroenteritis oral solution (oralit). Minuman diberikan peroral, bila perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit para orang tua penderita diikut sertakan dalam
kegiatan ini. Pemberian minum secara gastronasal tidak dilakukan. Hiperpireksia
( suhu 40 C atau lebih) diatasi dengan antipiretik dan bila perlu suface cooling
dengan memberikan kompres es dan alkohol 70%. kejang yang mungkin timbul
diberantas dengan antikonvulsan. anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan
luminal 75 mg dan di bawah 1 tahun 50 mg secara IM. Bila dalam waktu 15
10
11
bahwa menurunnya nilai hemoglobin dan hematokrit pada masa ini tidak
diartikan sebagai tanda terjadinya perdarahan gastrointestinal. Evaluasi
klinis, nadi (amplitudo dan frekuensi), tekanan darah, pernafasan, suhu dan
urin dilakukan lebih sering.2
Indikasi pemerian transfusi darah ialah pada penderita dengan
perdarahan gastrointestinal hebat. kadang-kadang perdarahan gastrointestinal
berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun
sedangkan perdarahannya sendiri tidak kelihatan. Dengan memperhatikan
evaluasi klinis yang telah disebut, dalam keadaan ini pun dianjurkan
pemberian darah.2
b. Evaluasi pengobatan renjatan
Untuk memudahkan mengikuti perjalanan klinis penderita dengan
renjatan, dibuat data klinis yang mencatumkan tanggal dan jam pemeriksaan
dan membuat hasil pemeriksaan nilai hemoglobin, nilai hematokrit, nilai
trombosit, tekanan darah, nadi ( frekuensi dan amplitudo), pernafasan, suhu,
pemgeluaran urin, jenis dan kecepatan cairan yang diberikan dan apabila ada
jenis dan jumlah perdarahan gastrointestinal. Penderita dengan renjatan
berulang, renjatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian cairan
dan yang memperhatikan perdarahan gastrointestinal hebat dengan renjatan
atau setelah renjatan diatasi di usahakan untuk dirawat diunit perawatan
khusus.2
Penatalaksanaan demam berdarah dengue menurut WHO 2005:
12
13
14
15
16
J. Aspek Serologis
Infeksi virus dengue akan mengakibatkan terbentuknya antibodi.
Antibodi yang pertama dibentuk ialah neutralizing antibody (NT). yaitu kirakira hari ke-5. Titer antibodi ini naik sangat cepat kemudian menurun secara
lambat untuk wktu yang lama, biasanya seumur hidup. Antibodi ini bersifat
spesifik. Setelah pembentukan NT, segera akan timbul hemaggilutination
inhibition antibody (HI).
Titer naik sejajar dengan NT dan kemudian akan turun secara perlahan
lebih dari antibodi NT, untuk waktu yang lama tetapi lebih pendek dari pada
antibodi NT. Antibodi HI bersifat spesifik terhadap golongan tetapi tidak
terhadap virus dengan demikian dalam satu golongan dengan lebih dari satu tipe
virus dpat terjadi reaksi silang. Antibodi yang terakhir timbul ialah complement
fixing antibody (CF), yaitu sekitar hari ke-20, titer naik setelah perjalanan
penyakit mencapai maksimum dalam waktu 1-2 bulan dan kemudian turun
secara cepat dan menghilang setelah 1-2 tahun.
Dasar pemeriksaan serologis ialah membandingkan titer antibodi pada
masa akut dengan konvalesen. Pemeriksaan dapat berupa neutralizing test,
complement fixation test atau haemagglutination test, bergantung pada
kebutuhannya. Pemeriksaan serologis dapat membantu menegakkan diagnosis
klinis. Untuk pemeriksaan serologis ini dibutuhkan 2 contoh darah yang diambil
pada waktu penderita sedang menderita demam akut dan contoh darah pada
masa konvalesen yang diambil 1-4 minggu setelah perjalanan penyakit, dalam
praktek sukar sekali mendapatkan contoh darah kedua karena biasanya penderita
telah sembuh tidak bersedia diambil darahnya.
Dengan demikian diambil kebijaksanaan untuk mengambil darah
sebanyak 3 kali. pertama sewaktu penderita masuk rumah sakit, kedua waktu
17
meninggalkan rumah sakit dan ketiga 1-4 minggu stelah perjalanan penyakit.
Maksud mengambil contoh darah ialah selain untuk menjaga kemungkinan tidak
didapatkannya contoh darah ketiga, juga untuk mempercepat hasil diagnosis
laboratorium karena pada infeksi sekunder biasanya kenaikan titer contoh darah
kedua akan cukup nyata sehingga dapat di interpretasi.
pemeriksaan uji HI dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Dalam bentuk serum yaitu dengan mengambil 2-5 ml darah vena dengan
menggunakan semprit, selanjutnya serum dipisahkan dan dimasukkan dalam
botol steril yang tertutup rapat. Sebelum dikirim serum disimpan dalam
lemari es dan pada waktu dikirim ke laboratorium dimasukkan dalam termos
berisi es.
2. Dengan menggunakan kertas saring, kertas saring ini khusus berdiameter
12,7 mm mempunyai tebal dan daya hisap tertentu. Darah dari tusukan pada
ujung jari atau darah vena dari semprit di kumpulkan pada kertas saring
sampai jenuh bolak-balik artinya seluruh permukaan kertas saring harus
tertutup darah. Diusahakan kertas saring tidak diletakkan pada permukaan
yang memudahkan kertas saring melekat misalnya pada kaca atau plastik.
Kertas saring yang dikeringkan pada suhu kamar selama 2-3 jam dapat
dikirim dalam amplop dengan perantaraan pos ke laboratorium.
Pada pemeriksaan serologis uji HI, serum diencerkan menjadi kelipatan
2 kali, dimulai dengan pengenceran 1:10, 1:20, 1:40 dan seterusnya.
Interpretasi hasil pemeriksaan didasarkan atas kriteria WHO (1975)yaitu:
Akut
< 1:20
< 1:20
1:20
1:1280
Titer antibody HI
Konvalesen
Naik x atau lebih ( < 1:1280)
1: 2560
Naik 4 x tau lebih
Tidak perlu naik 4 x atau lebih
Interpretasi
Infeksi primer
Infeksi sekunder baru
Infeksi sekunder baru
Infeksi sekunder tersangka baru terjadi
18
19
20