Anda di halaman 1dari 8

MINIMASI LIMBAH PADA INDUSTRI KERTAS DAN PULP

Zero Waste adalah sebuah konsep kuat yang menantang cara


lama berpikir dan mengilhami sikap dan perilaku baru. Ini adalah
pendekatan multifaset untuk menjaga kelestarian sumber daya bumi
yang terbatas. Zero Waste dapat diimplementasikan dengan
memaksimalkan recycling, minimasi limbah, mengurangi konsumsi dan
memastikan bahwa suatu produk dibuat untuk dapat digunakan
kembali, diperbaiki atau di-recycle kembali ke alam maupun pasar.
Konsep zero waste diartikan sebagai konsep untuk mengupayakan
agar suatu kegiatan itu menghasilkan limbah dalam jumlah yang
sekecil-kecilnya, bahkan kalau bisa, tidak menghasilkan limbah sama
sekali. Upaya ini disebut sebagai minimasi limbah.
Dalam minimasi limbah terdapat tiga hal yang harus dilakukan,
yaitu perubahan bahan baku industri, perubahan proses produksi, dan
daur ulang limbah. Perubahan bahan baku dan perubahan proses
produksi dimaksudkan untuk menekan jumlah limbah yang dihasilkan,
termasuk di dalamnya adalah efisiensi pemakaian bahan-bahan
penolong dalam proses produksi. Bila dalam proses produksi ini masih
menghasilkan limbah, maka upaya minimasi dilakukan dengan daur
ulang atau pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Limbah yang
dibuang ke lingkungan hanyalah limbah yang benar-benar tidak dapat
dimanfaatkan kembali.
Industri pulp dan kertas telah melakukan proses daur ulang dan
pengolahan limbah cair, tetapi pada akhir proses masih ada limbah
padat berupa serat yang perlu dicari pemanfaatanya. Industri lapis
listrik melakukan daur ulang hanya pada sebagian kecil limbah
padatnya, sedangkan limbah cairnya yang sangat berpotensi
mencemari lingkungan karena mengandung B3 yaitu logam berat dan
sianida yang belum diolah.
Salah satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan
adalah industri pulp dan kertas. Di dalam mewujudkan kepedulian
terhadap lingkungan, beberapa industri pulp dan kertas, terutama
industri kertas di Indonesia telah menerapkan Sistem Manajemen
Lingkungan (SML) ISO-14001. Salah satu keuntungan dari penerapan
SML ISO-14001 ini adalah dapat meningkatkan ekspor produk ke
negara-negara Eropa dan Amerika. Namun makin meningkatnya

produksi akan berdampak terhadap tingginya volume limbah yang


dihasilkan. Dari proses produksi industri pulp dan kertas akan
dihasilkan limbah yang salah satunya adalah limbah sludge. Satu
industri pulp dan kertas tiap hari menghasilkan sludge berkisar antara
30 40 ton, sementara pemanfaatan sludge per hari hanya 12 ton
(Aritonang, 2005). Sehingga masih banyak sludge yang tersisa yang
belum dimanfaatkan. Penanggulangan sludge di beberapa industri pulp
dan kertas di Indonesia, sebagian besar hanya dibenamkan ke dalam
tanah atau dibakar. Penanggulangan dengan cara ini mempunyai
beberapa resiko antara lain jika dibenamkan ke dalam tanah
membutuhkan areal yang luas, sedangkan jika dibakar memerlukan
biaya yang cukup besar dan dapat mencemari udara.
Konsep Cleaner Production dicetuskan oleh United Nation
Environmental Program (UNEP) pada bulan Mei 1989. UNEP
menyatakan bahwa Cleaner Production merupakan suatu strategi
pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan
diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk dan jasa untuk
meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan.

Teknik Pelaksanaan Produksi Bersih


Ada beberapa teknik pelaksanaan produksi bersih adalah (Afmar,
1999):
1. Pengurangan pada Sumber
Pengurangan pada sumber merupakan pengurangan
eliminasi limbah pada sumbernya. Upaya ini meliputi,

atau

a. Perubahan produk
Perancangan ulang produk, proses dan jasa yang dihasilkan
sehingga akan terjadi perubahan produk, proses dan jasa. Perubahan
ini adapat bersifat komprehensif maupun radikal. Dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu:
Subsitusi produk
Konservasi produk

Perubahan komposisi produk

b. Perubahan Material Input


Perubahan material input dilaksanakan untuk mengurangi atau
menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang masuk atau
digunakan dalam proses produksi sehingga dapat menghindari
terbentuknya limbah B3 dalam proses produksi.

c. Volume Buangan Diperkecil


Ada dua macam cara yang dapat dilakukan, yaitu:
Pemisahan
Pemisahan limbah dimaksudkan untuk memisahkan limbah yang
bersifat racun dan berbahaya dengan limbah yang tidak beracun.
Teknologi ini dipakai untuk mengurangi volume limbah dan menaikan
jumlah limbah yang dapat diolah kembali.

Mengkonsentrasikan
Mengkonsentrasikan
limbah
pada
umumnya
untuk
menghilangkan sejumlah komponen. Dilakukan dengan pengolahan
fisik, misalnya pengendapan atau penyaringan. Komponen yang
terpisah dapat digunakan kembali.

d. Perubahan Teknologi
Perubahan teknologi mencakup modifikasi proses dan peralatan.
Tujuannya untuk mengurangi limbah dan emisi. Perubahan teknologi
dapat dilaksanakan mulai dari yang sederhana dalam waktu singkat
dan biaya yang murah sampai perubahan yang memerlukan investasi
tinggi. Pengeluaran biaya yang tinggi untuk memodifikasi peralatan
akan diimbangi dengan adanya penghematan bahan, kecepatan
produksi dan menurunnya biaya pengolahan limbah (Susanti, 1997).

e. Penerapan Operasi yang Baik (good housekeeping)


Praktek operasi yang baik (good housekeeping) adalah salah
satu pilihan pengurangan pada sumber, mencakup tindakan
prosedural, administratif atau institusional yang dapat digunakan di
perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah. Penerapan
operasi ini melibatkan unsur-unsur:
Pengawasan terhadap prosedur-prosedur operasi
Loss prevention
Praktek manajemen
Segregasi limbah
Perbaikan penanganan material
Penjadwalan produk
Peningkatan good housekeeping umumnya dapat menurunkan jumlah
limbah antara 20 sampai 30% dengan biaya yang rendah.

2. Daur Ulang
Daur ulang merupakan penggunaan kembali limbah dalam
berbagai bentuk, di antaranya:
a. Dikembalikan lagi ke proses semula
b. Bahan baku pengganti untuk proses produksi lain
c. Dipisahkan untuk diambil kembali bagian yang bermanfaat
d. Diolah kembali sebagai produk samping
Walaupun daur ulang limbah cenderung efektif dari segi biaya
dibanding pengolahan limbah, ada hal yang harus diperhatikan yaitu
bahwa proses daur ulang limbah harus mempertimbangkan semua
upaya pengurangan limbah pada sumber telah dilakukan.

Perubahan Bahan Baku Industri

Pada industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang


digunakan adalah serat yang berasal dari tanaman (dengan
kandungan utama berupa selulosa). Dalam proses produksinya,
ditemukan adanya serat yang hilang dan terbawa bersama air limbah.
Adanya serat dalam air limbah ini tentu akan menambah beban pada
instalasi pengolahan air limbah yang pada akhirnya akan menambah
beban pencemaran pada lingkungan (sungai). Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya menangkap kembali serat ini agar tidak terbuang dan
dapat digunakan kembali sebagai bahan baku. Alat yang dapat
digunakan untuk menangkap serat adalah disc filter. Disc filter
mempunyai efisiensi penangkapan serat yang bervariasi tergantung
pada kecepatan putaran dan jumlah serat yang digunakan sebagai
pemancing yang disebut sweetener. Kadar serat dalam air sebelum
dan setelah melewati disc filter, meliputi :

white water: air yang mengandung serat yang berasal dari proses
produksi
sweetener: serat pancingan yang berfungsi sebagai prefilter
cloudy filtrate: filtrat yang akan dibuang sebagai air limbah
clear filtrate: filtrate dengan kadar serat yang lebih rendah
daripada cloudy
filtrate: airnya dapat dimanfaatkan kembali sebagai air proses
filtered stock: serat yang berhasil disaring oleh disc filter dan
dapat dimanfaatkan
kembali sebagai bahan baku.

Perubahan Proses Produksi dengan Pengendalian di dalam pabrik


Karena banyak bahan perusak lingkungan dihasilkan oleh pabrik
konvensional penghasil pulp yang dikelantang dengan proses kraft
atau sulfit, maka banyaak industri baru dirancang untuk pembuatan
pulp secara termo-mekanik atau kimia-mekanik. Proses sulfit dan kraft
tanpa pengambilan kembali bahan kima khususnya yang menimbulkan
pencemaran, sebaiknya dipertimbangkan untuk tidak digunakan dalam
pabrik baru. Pengelantangan dengan menggunakan senyawa klorin
menimbulkan hidrokarbin klor dengan kadar yang tidak dapat diterima

oleh lingkungan, termasuk dioksin. Akhir-akhir ini pengelantang


dengan menggunakan oksigen dan peroksida mulai digunakan untuk
menggantikan klor. Pengelantangan dengan menggunakan oksigen
menghasilkan produk dengan kualitas lebih tinggi daripada yang
menggunakan klor. Demikian juga, pengelantangan dengan penukaran
(di mana zat-zat warna asli pada serat ditukar dengan zat pemutih)
mulai dipasang pada pabrik-pabrik baru, menghasilkan lebih sedikit
buangan dari kilang pengelantangan. Langkah-langkah lain yang harus
dimasukkan ke dalam pabrik baru termasuk :
Sistem pengambilan kembali bahan kimia secara efisien
Pelepasan kulit kayu secara kering
Pembakaran limbah dan pengambilan panas kembali
Pendaur-ulangan buangan kilang pengelantangan ke ketel
pengambilan
kembali bahan kimia
Sistem pencucian brownstock bertahap banyak dengan aliran
berlawanan
yang efisien
proses

Penggunaan klor dioksida untuk menggantikan klorin dalam


pngelantangan konvensional
Pemasakan berlanjut dalam proses pembuatan pulp secara

kimia
Pengurangan lignin oksigen setelah pemasakan secara kimia
Pengendalian penggunaan klor yang ketat dalam
pengelantangan dengan
cara pemantauan: apabila
klor sisa dikurangi maka zat organic klor juga
berkurang
Konservasi dan daur ulang air dalam pabrik kertas dapat
mengurangi
volume air limbahsebesar 77 %
Sistem deteksi dan pengambilan kembali tumpahan

Daur Ulang Limbah dengan Produksi Bersih


Konsep Cleaner Production dicetuskan oleh United Nation
Environmental Program (UNEP) pada bulan Mei 1989. UNEP

menyatakan bahwa Cleaner Production merupakan suatu strategi


pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan
diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk dan jasa untuk
meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan. Di tengah-tengah produksi kertas
yang semakin melonjak, bahan baku kertas dunia menjadi suatu hal
yang harus diperhatikan. Selain itu, peningkatan produksi kertas dapat
pula meningkatkan jumlah limbah yang dihasilkan. Sehingga
pemecahan masalah-masalah tersebut harus segera dilakukan, yaitu
dengan menerapkan produksi bersih misalnya melalui tindakan
recovery white water, reuse, recycle atau house keeping. Pada
Recovery white water, kegiatan yang dilakukan adalah mengolah air
sisa produksi atau back water dengan menambahkan zat kimia untuk
memisahkan serat dengan air. Serat yang berhasil dipisahkan akan
dipress untuk mengurangi kadar air kemudian dikirim ke tempat
penyimpanan bahan baku untuk diproses kembali ke dalam pulper.
Sedangkan white water akan dikirim ke tangki air untuk digunakan
kembali sebagai media pembuburan bahan baku dalam proses
produksi. Alat yang digunakan untuk memisahkan serat dan air ini
disebut purgomat dan pengoperasiannya dikendalikan atau dilakukan
dengan menggunakan komputer di ruang Distribution Control System
(DCS). Pengolahan air sisa produksi ini merupakan upaya untuk
menghemat penggunaan air dari sungai dan mengurangi terbentuknya
limbah cair yang harus diolah. Selain itu serat yang diperoleh dari
proses recovery ini digunakan kembali untuk proses produksi, hal ini
dapat menghemat penggunaan sumber daya alam dan sangat
menguntungkan dari segi ekonomi bagi perusahaan.

Referensi
Afmar, Mulyadi. 1999. Faktor Kunci dan Efektif Penerapan Cleaner
Production di Industri. Prosiding Seminar teknik Kimia Soehadi
Reksowardojo 1999. Bandung : Jurusan Teknik Kimia dan Himpunan
Mahasiswa Teknik Kimia ITB, 1999, hlm. II.15-II.22.
Hendradjaja. 2003. Strategi Perencanaan dan Penerapan Good
Housekeeping (GHK) dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan.
Seminar Nasional Cleaner Production 17 Desember 2003. Semarang.
Susanti, Margaretha Tuti. 1997. Studi Minimasi Limbah. Prosiding

Seminar Nasional Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM 1997. Yogyakarta :


Jurusan Kimia FT-UGM dan PAU Ilmu Teknik UGM, 1997, hlm.263-268

Anda mungkin juga menyukai