Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Dan Manfaat
Bab II Kajian Teoritis
2.1 Kajian Teoritis
2.2 Kerangka Berpikir
Bab III Pembahasan
3.1 Pengertian
3.2 Kode Etik Akuntan Publik
3.2.1 Bagian A Prinsip Dasar Etika Profesi
3.2.2 Bagian B Aturan Etika Profesi
3.3 Kasus Pelanggaran Kode Etik Akuntan Publik
Bab IV Kesimpulan
Daftar Pustaka

Halaman
ii
1
2
3
3
4
4
6
6
13
22
24
25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Profesi akuntan publik yang berbeda dengan profesi lainnya salah satunya yaitu

adanya kewajiban para akuntan publik untuk ikut andil terhadap kepentingan pubik dalam
melaksanakan tugasnya tanpa terbatas pada kepentingan klien dan di dasari Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik akuntan publik yang disusun dan
dikembangkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Dalam tulisan ini kami akan
membahas tentang Kode Etik Akuntan Publik dan Kasus. Kode etik akuntan publik terdiri
dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Bagian A dari Kode Etik ini merupakan
penetapan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk berperan
menetapkan prinsip tersebut. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai
penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu, yang secara garis besar
membahas tentang ancaman dan pencegahan.
Kode Etik ini menerapkan penetapan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus
diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP), baik yang merupakan
anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang
meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seerti yang tercantum dalam standar profesi
dan kode etik profesi. Untuk tujuan kode etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut
Praktisi. Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau jaringan KAP dan tidak
memberikan jasa profesional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan
Bagian A dari kode etik ini. Suatu KAP atau jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik
profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam kode etik
akuntan publik.
Dalam tulisan ini terdapat pula bahasan tentang kasus-kasus yang berkaitan dengan
Kode Etik Akuntan Publik. Penulis berharap dengan adanya kasus-kasus tersebut dapat
memberikan gambaran realita yang ada dan akibat yang ditimbulkan dari kasus tersebut dapat
dipahami. Sehingga pembaca dapat memahami arti penting dari Kode Etik Akuntan Publik
melalui kasus nyata.

Kode etik dibuat dengan tujuan untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan,
terutama akuntan publik. Kode etik profesi diperlukan karena alasan-alasan sebagai berikut:
a. Kebutuhan akan kepercayaan masayarakat terhadap kualitas jasa yang diberikan
b. Masyarakat tidak dapat dihaapakan mampu menilai kualitas jasa yang diberikan oleh
profesi
c. Meningkatnya kompetisi diantara anggota profesi
Penetapan Kode Etik mengikuti perubahan zaman, dan tentu menghasilkan perbaikan
antar waktu. Dan kami sebagai penulis memakai Kode Etik yang ditetapkan dan diberlakukan
oleh IAPI, efektif sejak tanggal 1 Januari 2011.

1.2

Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.3

Apa pengertian dari Kode Etik Akuntan Publik?


Mengapa diperlukan Kode Etik?
Bagaimana isi dari Kode Etik tersebut?
Apa saja kasus pelanggaran Kode Etik oleh Akuntan Publik?
Mengapa terjadi kasus pelanggaran Kode Etik oleh Akuntan Publik?
Bagaimana memberikan solusi terhadap pelanggaran tersebut?

Tujuan dan Manfaat


Kami sebagai penulis berharap agar tulisan kami bisa diterima oleh masyarakat luas,

terlebih khusus teman-teman mahasiswa akuntansi. Tujuan dari tulisan ini adalah sebagai
salah satu referensi yang ringan dan mudah dipahami tentang Kode Etik Akuntan Publik dan
Kasus. Dan sumber yang penulis pakai adalah sumber yang relevan dan bisa
dipertanggungjawabkan. Untuk itu semoga dapat memberikan manfaat pengetahuan ekonomi
seputar audit dan menjadi teman bacaan bagi anda.

BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1

Kajian Teoritis
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988,

mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
(2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat sedangkan
etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak). Menurut L. Kohler dalam buku A Dictionary for Accountants, edisi ke lima,
1979 ethic adalah:
A system of moral principles and their application to particular problems of conduct;
specially, the rules of conduct of a profession imposed by a professional body
governing the behavior of its member.
Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah Assegaf, cetakan
I tahun 1991adalah sebagai berikut:
Disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih daripada apa
yang sekedar ditentukan oleh undang-undang.
Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang
diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang diterapkan secara bersama. Kode etik
profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang
menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai dan
profesi lainnya.
2.2

Kerangka Berpikir
Dalam buku yang diterbitkan oleh IAPI, Kode Etik Akuntan Publik, dijelaskan bahwa

Kode Etik Akuntan Publik terdiri dari dua bagian seperti yang telah sedikit dibahas di muka.
100.2 Kode Etik ini terdiri dari dua bagian. Bagian A dari kode ini menetapkan prinsip dasar
etika profesi untuk setiap Praktisi dan memberikan kerangka konseptual untuk
penerapan prinsip tersebut. Kerangka konseptual tersebut memberikan pedoman
4

terhadap prinsip dasar etika profesi. Setiap praktisi wajib menerapkan kerangka
konseptual tersebut untuk mengidentifikasi ancaman (threats) terhadap kepatuhan
pada prinsip dasar etika profesi dan mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut. Jika
ancaman tersebut merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak
signifikan1, maka pencegahan (safeguard) yang tepat harus dipertimbangkan dan
diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat
yang dapat diterima, sehingga kepatuhan terhadap prinsip dasar etika profesi tetap
terjaga.
100.3 Bagian B dari Kode Etik ini meberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka
konseptual tersebut pada situasi tertentu dan contoh-contoh pencegahan yang
diperlukan untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi, serta memberikan contoh-contoh situasi ketika pencegahan untuk mengatasi
ancaman tidak tersedia, dan oleh karena itu, setiap kegiatan atau hubungan yang
terjadi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan oleh Praktisi yang dapat
menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi harus
dihindari.
Kode Etik Akuntan Publik bisa diartikan oleh penulis sebagai sebuah sistem dari
prinsip-prinsip moral profesi yang diberlakukan dalam suatu profesi akuntan publik yang
diterapkan secara bersama. Dengan tujuan tercapainya kualitas penilaian, meminimalisir
kesalahan dan pelanggaran dan terciptanya hubungan yang baik dan profesional antara
akuntan publik, klien, pemerintah dan publik itu sendiri. Dalam tulisan ini kami mengambil
dari berbagai sumber, salah satunya adalah Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Kami menggunakan buku SPAP revisi tahun 2011.

Sesuatu hal yang tidak penting dan tidak mempunyai dampak

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Pengertian
Kode etik merupakan suatu aturan yang ada pada suatu profesi. Dikarenakan tuntutan

adanya profesional, maka diperlukan kode etik sebagai salah satu aturannya. Sementara
pengertian kode etik menurut Alvins A. Arens,et al. (2003:74), kode etik adalah sebagai
berikut: Ethics can be defined boadly as a set of moral principles or value
Kode etik akuntan Indonesia merupakan kode perilaku yang terdiri dari ketentuan
umum mengenai perilaku ideal dan perilaku khusus yang menguraikan berbagai tindakan
yang tidak dapat dibenarkan.

3.2

Kode Etik Akuntan Publik


Sebelumnya penulis telah menyampaikan terdapat dua bagian didalam Kode Etik

Akuntan Publik. Untuk kedepannya penulis ingin membahas lebih mendalam lagi kedua
bagian tersebut berdasarkan buku Standar Profesional Akuntan Publik yang disusun dan
dikembangkan oleh IAPI.
3.2.1

Bagian A Prinsip Dasar Etika Profesi

100.4 Setiap praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi dibawah ini:
(a)

Prinsip integritas.
Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan
hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.

(b)

Prinsip objektivitas
Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau
pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi
pertimbangan profesional dan pertimbangan bisnisnya.

(c)

Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (profesional


cometence and due care)
Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu
tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehinggga klien atau
pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten
berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode
pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai
dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa
profesionalnya.

(d)

Prinsip kerahasiaan
Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari
hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan
informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi
kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan
hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari
hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk
keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.

(e)

Prinsip perilaku profesional


Setiap Praktisi wajib memenuhi hukum dan peraturan

yang berlaku dan harus

menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Ancaman Dan Pencegahan


100.10 Kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh berbagai situasi.
Ancaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(a)

Ancaman kepentingan pribadi, yaitu ancaman yang terjadi sebagai akibat dari
kepentingan keuangan2 maupun kepentingan lainnya dari Praktisi maupun anggota
keluarga langsung atau anggota keluarga dekat dari Praktisi;

Sesuatu penyertaan dalam saham atau efek ekuitas lainnya

(b)

Ancaman telaah pribadi, yaitu ancaman yang terjadi ketika pertimbangan yang
diberikan sebelumnya harus dievaluasi kembali oleh Praktisi yang bertanggung jawab
atas pertimbangan tersebut;

(c)

Ancaman advokasi, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi menyatakan sikap atau
pendapat mengenai suatu hal yang dapat mengurangi objektivitas selanjutnya dari
Praktisi tersebut;

(d)

Ancaman kedekatan, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi terlalu bersimpati
terhadap kepentingan pihak lain sebagai akibat dari kedekatan hubungannya; dan

(e)

Ancaman intimidasi, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi dihalangi untuk
bersikap objektif.

100.11 Pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke


tingkat yang dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(a)

Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan; dan

(b)

Pencegahan dalam lingkungan kerja.

100.12 Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan mencakup
antara lain:
(a)

Persayaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman untuk memasuki profesi;

(b)

Persayaratan pengembangan dan pendidikan profesional berkelanjutan;

(c)

Peraturan tata kelola perusahaan;

(d)

Standar profesi;

(e)

Prosedur pengawasan dan pendisiplinan dari organisasi profesi atau regulator;

(f)

Penelaahan eksternal oleh pihak ketiga yang diberikan kewenangan hukum atas
laporan, komunikasi, atau informasi yang dihasilkan oleh Praktisi.

100.13 Bagian B dari Kode Etik ini membahas pencegahan dalam lingkungan kerja.
100.14 Pencegahan

tertentu dapat meningkatkan kemungkinan mengidentifikasi atau

menghalangi perilaku yang tidak sesuai dengan etika profesi. Pencegahan tersebut
8

dapat dibuat oleh profesi, perundang-undangan, peraturan, atau pemberi kerja, yang
mencakup antara lain:
(a)

Sistem pengaduan yang efektif dan diketahui secara umum yang dikelola oleh
pemberi kerja, profesi, atau regulator, yang memungkinkan kolega, pemberi kerja, dan
anggota masyarakat untuk melaporkan perilaku Praktisi yang tidak profesional atau
yang tidak sesuai dengan etika profesi.

(b)

Kewajiban yang dinyatakan secara tertulis dan ekspilsit untuk melaporkan


pelanggaran etika profesi yang terjadi.

100.15 Sifat pencegahan yang diterapkan sangat beragam, tergantung dari situasinya. Dalam
memberikan pertimbangan profesionalnya terhadap pencegahan tersebut, setiap
Praktisi harus mempertimbangkan hal-hal yang dapat menyebabkan tidak dapat
diterimanya pertimbangan tersebut oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki
pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pengetahuan
mengenai signifikansi ancaman dan pencegahan yang diterapkan.

Penyelesaian Masalah Yang Tekait Dengan Etika Profesi


100.16 Dalam mengevaluasi kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, Praktisi mungkin
diharuskan untuk menyelesaikan masalah dalam penerapan prinsip dasar etika profesi.
100.17 Ketika memulai proses penyelesaian masalah yang terkait dengan etika profesi, baik
secara formal maupun informal, setiap Praktisi baik secara individu maupun bersamasama dengan koleganya, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
(a)

Fakta yang relevan;

(b)

Masalah etika yang terkait;

(c)

Prinsip dasar etika profesi yang terkait dengan masalah etika profesi yang dihadapi;

(d)

Prosedur internal yang berlaku; dan

(e)

Tindakan alternatif.

Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas, Praktisi harus menentukan


tindakan yang sesuai dengan prinsip dasar etika profesi yang diidentifikasi. Praktisi
harus mempertimbangkan juga akibat dari setiap tindakan yang dilakukan. Jika
masalah etika profesi tersebut tidak dapat diselesaikan, maka Praktisi harus
berkonsultasi dengan pihak yang tepat pada KAP atau Jaringan KAP tempatnya
bekerja untuk membantu menyelesaikan masalah etika profesi tersebut.
100.18 Jika masalah etika profesi melibatkan konflik dengan, atau dalam, organisasi klien
atau pemberi kerja, maka Praktisi harus mempertimbangkan untuk melakukan
konsultasi dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan, seperti
komite audit.
100.19 Praktisi sangat dianjurkan untuk mendokumentasikan substansi permasalahan dan
rincian pembahasan yang dilakukan atau keputusan yang diambil yeng terkait dengan
permasalahan tersebut.
100.20 Jika masalah etika profesi yang signifikan tidak dapat diselesaikan, maka Praktisi
dapat meminta nasihat profesional dari organisasi profesi yang relevan atau penasihat
hukum untuk memperoleh pedoman mengenai penyelesaian masalah etika profesi
yang terjadi tanpa melanggar prinsip kerahasiaan. Sebagai contoh, ketika menemukan
kecurangan (fraud), Praktisi harus mempertimbangkan untuk memperoleh nasihat
hukum dalam menentukan ada tidaknya keharusan untuk melaporkan tanpa
melanggar prinsip kerahasiaan.
100.21 Jika setelah mendalami semua kemungkinan yang relevan, masalah etika profesi tetap
tidak dapat diselesaikan, maka Praktisi harus menolak dikaitkan dengan hal yang
menimbulkan masalah etika profesi tersebut. Dalam situasi tertentu, merupakan suatu
langkah yang tepat bagi Praktisi untuk tidak melibatkan dirinya dalam tim perikatan3
atau penugasan tertentu, atau bahkan mengundurkan diri dari perikatan tersebut atau
dari KAP atau Jaringan KAP tempatnya bekerja.

Semua personel yang terlibat dalam suatu perikatan, termasuk tenaga ahli dari luar KAP atau

Jaringan KAP yang digunakan dalam pelaksanaan perikatan tersebut.


10

Seksi 110
Prinsip integritas
110.1 Prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam
hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.
110.2 Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainnya yang
diyakininya terdapat:
(a)

Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan;

(b)

Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati; atau

(c)

Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang


seharusnya diungkapkan.

Seksi 120
Prinsip objektivitas
120.1 Prinsip objektivitas mengharuskan Praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas,
benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain
mempengaruhi profesional atau pertimbangan bisnisnya.
120.2 Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya.
Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk mendefinisikan setiap
situasi tersebut. Setiap Praktisi harus menghindari setiap hubungan yang bersifat
subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap
pertimbangan profesionalnya.

Seksi 130
Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
130.1 Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mewajibkan
setiap Praktisi untuk:
11

(a)

Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin


pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan

(b)

Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan seksama sesuai dengan standar


profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

130.2 Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat
dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional. Kompetensi profesional
dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut:
(a)

Pencapaian kompetensi profesional; dan

(b)

Pemeliharaan kompetensi profesional.

Seksi 140
Prinsip kerahasiaan
140.1 Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap Praktisi untuk tidak melakukan tindakan
tindakan sebagai berikut:
(a)

Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan


profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau Jaringan KAP
tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban
untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya
yang berlaku; dan

(b)

Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan


profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.

140.2 Setiap Praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan
sosialnya. Setiap Praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang
tidak sengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang
dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga
dekatnya.

12

Seksi 150
Prnsip profesional
150.1 Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap Praktisi untuk mematuhi setiap
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang
dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang
rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang
dapat menurunkan reputasi profesi.
150.2 Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap Praktisi tidak
boleh merendahkan martabat profesi. Setiap Praktisi harus bersikap jujur dan tidak
boleh bersikap atau melakukan tindakan sebagai berikut:
(a)

Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat


diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh; atau

(b)

Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak


didukung bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain.

3.2.2

Bagian B Aturan Etika Profesi

200.3 Kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh berbagai situasi.
Ancaman-ancaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(a)

Ancaman kepentingan pribadi

(b)

Ancaman telaah pribadi

(c)

Ancaman advokasi

(d)

Ancaman kedekatan; dan

(e)

Ancaman intimidasi

200.4 Contoh-contoh situasi yang dapat menimbulkan ancaman kepentingan pribadi bagi
Praktisi mencakup antara lain:

13

(a)

Kepentingan keuangan pada klien atau kepemilikan bersama dengan klien atas suatu
kepentingan keuangan.

(b)

Ketergantungan yang signifikan atas jumlah imbalan jasa profesional yang diperoleh
dari suatu klien.

200.5 Contoh-contoh situasi yang dapat menimbulkan ancaman telaah pribadi mencakup
antara lain:
(a)

Penemuan kesalahan yang signifikan ketika dilakukan pengevaluasian kembali hasil


pekerjaan Praktisi.

(b)

Pelaporan mengenai operasi sistem keuangan setelah keterlibatan Praktisi dalam


perancangan atau pengimplementasiannya.

200.6 Contoh-contoh situasi yang dapat menimbulkan ancaman advokasi mencakup antara
lain:
(a)

Mempromosikan saham suatu entitas yang efeknya tercatat di bursa (Emiten) yang
merupakan klien audit laporan keuangan.

(b)

Memberikan nasihat hukum kepada klien assurance dalam litigasi atau perselisihan
dengan pihak ketiga.

200.7 Contoh-contoh situasi yang dapat menimbulkan ancaman kedekatan mencakup antara
lain:
(a)

Anggota tim perikatan merupakan anggota keluarga langsung atau anggota keluarga
dekat dari direktur atau pejabat klien.

(b)

Anggota tim perikatan merupakan anggota keluarga langsung atau anggota keluarga
dekat dari karyawan klien yang memiliki jabatan yang berpengaruh langsung dan
signifikan terhadap hal pokok perikatan.

200.8 Contoh-contoh situasi yang dapat menimbulkan ancaman intimidasi mencakup antara
lain:
(a)

Ancaman atas pemutusan perikatan atau penggantian tim perikatan.

(b)

Ancaman atas litigasi.


14

200.10 Pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke


tingkat yang dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(a)

Pencegahan yang dibuat profesi, perundang-undangan, atau peraturan; dan

(b)

Pencegahan dalam lingkungan kerja.

200.11 Dalam lingkungan kerja, pencegahan yang tepat sangat beragam, tergantung dari
situasinya. Pencegahan lingkungan kerja terdiri dari pencegahan pada tingkat institusi
dan pada tingkat perikatan. Setiap Praktisi harus menggunakan pertimbangannya
secara seksama untuk menentukan cara terbaik dalam menghadapi ancaman yang
telah diidentifikasi. Setiap Praktisi harus mempertimbangkan juga dapat tidaknya
pertimbangan tersebut diterima oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki
pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pengetahuan
mengenai signifikansi ancaman dan pencegahan yang diterapkan. Pertimbangan
tersebut dapat dipengaruhi oleh signifikansi ancaman, sifat perikatan, dan struktur
KAP atau Jaringan KAP.
200.12 Pencegahan pada tingkat institusi dalam lingkungan kerja mencakup antara lain:
(a)

Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang menekankan pentingnya kepatuhan


pada prinsip dasar etika profesi.

(b)

Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang memastikan terjaganya tindakan untuk
melindungi kepentingan publik oleh anggota tim assurance.

200.13 Pencegahan pada tingkat perikatan dalam liingkungan kerja mencakup antara lain:
(a)

Melibatkan Praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan atau
untuk memeberikan saran yang diperlukan.

(b)

Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, seperti komisaris


independen, organisasi profesi, atau Praktisi lainnya.

200.14 Praktisi dapat mengandalkan juga pencegahan yang telah diterapkan oleh klien,
tergantung dari sifat penugasannya. Namun demikian, praktisi tidak boleh hanya
mengandalkan pencegahan tersebut untuk mengurangi ancaman ke tingkat yang dapat
diterima.

15

200.15 Pencegahan dalam sistem dan prosedur yang diterapkan oleh klien mencakup antara
lain:
(a)

Pihak dalam organisasi klien selain manajemen meratifikasi atau mennyetujui


penunjukan KAP atau Jaringan KAP.

(b)

Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas yang
memadai untuk mengambil keputusan manajemen.

Seksi 210
Penunjukan, Praktisi, Kap, Atau Jaringan Kap
Penerimaan klien
210.1 Sebelum menerima suatu klien baru, setiap Praktisi harus mempertimbangkan potensi
terjadinya ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi yang
diakibatkan oleh diterimanya klien tersebut.
210.2 Isu-isu yang terdapat pada klien yang jika diketahui dapat mengancam kepatuhan
pada prinsip dasar etika profesi mencakup antara lain keterlibatan klien dalam
aktivitas ilegal (sepertin pencucian uang), kecurangan, atau pelaporan keuangan yang
tidak lazim.
210.3 Signifikansi setiap ancaman harus dievaluasi.
210.4 Pencegahan yang tepat mencakup antara lain:
(a)

Memperoleh pemahaman tentang klien, pemilik, manajer, serta pihak yang


bertanggung jawab atas tata kelola dan kegiatan bisnis perusahaan, atau

(b)

Memastikan adanya komitmen dari klien untuk meningkatkan praktik tata kelola
perusahaan aas pengendalian internalnya.

210.5 Setiap Praktisi harus menolak untuk menerima suatu perikatan jika ancaman yang
terjadi tidak dapat dikurangi ke tingkat yang dapat diterima.
210.6 Keputusan untuk menerima suatu klien harus ditelaah secara berkala untuk perikatan
yang berulang (recurring engagement).
16

Penerimaan perikatan
210.7 Setiap Praktisi hanya boleh memberikan jasa profesionalnya jika memiliki
kompetensi utuk melaksanakan perikatan tersebut.
210.8 Setiap Praktisi harus mengevaluasi siginifikansi setiap ancaman yang diidentifikasi
dan, jika ancaman tersebut merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas
tidak signifikan, maka pencegahan yang tepat harus diterapkan untuk menghilangkan
ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Pencegahan
tersebut antara lain:
(a)

Memperoleh pemahaman yang memadai mengenai sifat dan kompleksitas kegiatan


bisnis klien, persyaratan perikatan, serta tujuan, sifat, dan lingkup pekerjaan yang
akan dilakukan.

Perubahan dalam penunjukan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP


210.11 Seorang Praktisi yang ditunjuk untuk menggantikan Praktisi lain atau seorang Praktisi
yang sedang mempertimbangkan untuk mengikuti tender perikatan (selanjutnya
secara kolektif disebut Praktisi Pengganti) dari calon klien yang sedang dalam
perikatan dengan Praktisi lain (Praktisi Pendahulu) harus menentukan ada tidaknya
alasan profesional atau alasan lainnya untuk tidak menerima perikatan tersebut, yaitu
adanya hal-hal yang dapat mengancam kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi.
210.12 Signifikansi setiap ancaman harus selalu dievaluasi.
210.13 Setiap Praktisi pendahulu harus menjaga prinsip kerahasiaan.
210.14 Jika tidak memperoleh persetujuan klien, Praktisi Pendahulu tidak boleh secara
sukarela memberikan informasi mengenai klien kepada Praktisi Pengganti.
210.15 Jika ancaman yang diidentifikasi merupakan ancaman selain ancaman yang secara
jelas tidak signifikan, maka pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan dan
diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat
yang dapat diterima.

17

210.16 Pencegahan yang dapat dilakukan oleh Praktisi Pengganti seperti yang dimaksud
dalam Paragraf 210.15 dari Kode Etik ini mencakup antara lain:
(a)

Mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan klien secara lengkap dan terbuka
dengan Praktisi Pendahulu.

(b)

Meminta Praktisi Pendahulu untuk memberikan informasi mengenai hal-hal yang


berhubungan dengan klien yang diketahuinya relevan bagi Praktisi Pengganti,
sebelum Praktisi Pengganti memutuskan untuk menerima perikata tersebut.

Benturan Kepentingan
220.1 Setiap

Praktisi

harus

mengambil

langkah-langkah

yang

diperlukan

untuk

mengidentifikasi setiap situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, karena


situasi tersebut dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan ada prinsip dasar
etika profesi.
220.2 Setiap Praktisi harus mengevaluasi siginifikansi setiap ancaman.
220.3 Tergantung dari penyebab benturan kepentingan, pencegahan yang dilakukan oleh
Praktisi umumnya harus mencakup hal-hal sebagai berikut:
(a)

Memberitahukan klien mengenai setiap kepentingan atau kegiatan bisnis KAP atau
Jaringan KAP yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, dan memperoleh
persetujuan dari klien untuk melanjutkan hubungan dengan klien berdasarkan kondisi
tersebut, atau

(b)

Memberitahukan semua pihak yang relevan yang teridentifikasi mengenai pemberian


jasa profesional oleh Praktisi kepada dua atau lebih klien yang kepentingannya saling
berbenturan, dan memperoleh persetujuan klien-klien tersebut untuk melanjutkan
hubungan dengan mereka berdasarkan kondisi tersebut, atau

(c)

Memberitahukan klien mengenai pemberian jasa profesional oleh Praktisi secara


tidak eksklusif untuk suatu klien (sebagai contoh, tidak bertindak secara eksklusif
untuk suatu industri atau jasa tertentu), dan memperoleh persetujuan dari klien untuk
bertindak demikian.

18

Seksi 230
Pendapat Kedua
230.1 Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika dapat terjadi ketika Praktisi
diminta untuk memberikan pendapat kedua (second opinions) mengenai penerapan
akuntansi, auditing, pelaporan, atau standar/ prinsip lain untuk keadaan atau transaksi
tertentu oleh, atau untuk kepentingan, pihak-pihak selain klien. Sebagai contoh,
ancaman terhadap kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
dapat terjadi ketika pendapat kedua tidak didasarkan pada fakta yang sama seperti
fakta yang disajikan kepada Praktisi yang memberikan pendapat pertama, atau
didasarkan pada bukti yang tidak memadai. Signifikansi ancaman akan tergantung
dari kondisi yang melingkupi permintaan pendapat kedua, serta seluruh fakta dan
asumsi lain yang tersedia yang terkait dengan pendapat profesional yang diberikan.
230.2 Ketika diminta untuk memberikan pendapat kedua, setiap Praktisi harus mengevaluasi
siginifikansi setiap ancaman dan, jika ancaman tersebut merupakan ancaman selain
ancaman yang secara jelas tidak signifikan, maka pencegahan yang tepat harus
dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau
menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Pencegahan tersebut mencakup antara
lain:
(a)

Meminta persetujuan dari klien untuk menghubungi Praktisi yang memberikan


pendapat pertama.

(b)

Menjelaskan mengenai keterbatasan pendapat yang diberikan kepada klien; dan

(c)

Memberikan salinan pendapat kepada Praktisi yang memberikan pendapat pertama.

Seksi 240
Imbalan Jasa Profesional Dan Bentuk Remunerasi Lainnya

19

240.1 Dalam melakukan negosiasi mengenai jasa profesional yang diberikan, Praktisi dapat
mengusulkan jumlah imbalan jasa profesional yang dipandang sesuai. Fakta
terjadinya jumlah imbalan jasa profesional yang diusulkan oleh Praktisi yang satu
lebih rendah dari Praktisi yang lain bukan merupakan pelanggaran terhadap kode etik
profesi. Namun demikian, ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi dapat saja terjadi dari besaran imbalan jasa profesional yang diusulkan.
Sebagai contoh, ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi serta sikap
kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika besaran imbalan jasa
profesional yang diusulkan sedemikian rendahnya, sehingga dapat mengakibatkan
tidak dapat dilaksanakannya perikatan dengan baik berdasarkan standar teknis dan
standar profesi yang berlaku.
240.2 Signifikansi ancaman akan tergantung dari beberapa faktor, seperti imbalan jasa
profesional yang diusulkan, serta jenis dan lingkup jasa profesional yang dapat
diberikan. Sehubungan dengan potensi ancaman tersebut, pencegahan yang tepat
harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau
menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Pencegahan tersebut mencakup antara
lain:
(a)

Membuat klien menyadari persyaratan dari kondisi perikatan, terutama dasar


penentuan besaran imbalan jasa profesional, serta jenis dan lingkup jasa profesional
yang diberikan.

(b)

Mengalokasikan waktu yang memadai dan menggunakan staf yang kompeten dalam
perikatan tersebut.

Seksi 250
Pemasaran Jasa Profesional
250.1 Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terjadi ketika
Praktisi mendapatkan suatu perikatan melalui iklan1 atau bentuk pemasaran lainnya.
Sebagai contoh, ancaman kepentingan pribadi teradap kepatuhan pada perilaku
profesional dapat terjadi ketika jasa profesional, hasil pekerjaan, atau produk yang
ditawarkan tidak sesuai dengan prinsip perilaku profesional.
20

250.2 Setiap Praktisi tidak boleh mendiskreditkan profesi dalam memasarkan jasa
profesionalnya. Setiap Praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh melakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut:
(a)

Membuat pernyataan berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat diberikan,


kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh; atau

(b)

Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak


didukung bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain.

Seksi 260
Penerimaan Hadiah Atau Bentuk Keramah-Tamahan Lainnya
260.1 Praktisi maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya mungkin
saja ditawari suatu hadiah atau bentuk keramah-tamahan lainnya (hospitality) oleh
klien. Penerimaan pemberian tersebut dapat menimbulkan ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, sebagai contoh, ancaman kepentingan
terhadap objektivitas dapat terjadi ketika hadiah dari klien diterima, atau ancaman
intimidasi teradap objektivitas dapat terjadi sehubungan dengan kemungkinan
dipublikasikannya penerimaan hadiah tersebut.
260.2 Signifikansi ancaman sangat beragam, tergantung sifat, nilai, dan maksud di balik
pemberian tersebut. Jika pemberian tersebut disimpulkan oleh pihak ketiga yang
rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan sebagai
pemberian yang secara jelas tidak signifikan, maka Praktisi dapat menyimpulkan
pemberian tersebut sebagai pemberian yang diberikan dalam kondisi bisnis normal,
yaitu pemberian yang tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan atau untuk memperoleh informasi. Dalam kondisi demikian, Praktisi dapat
menyimpulkan tidak terjadinya ancaman yang siginifikan terhadap kepatuhan pada
prinsip dasar etika profesi.

21

3.3

Kasus Pelanggaran Kode Etik Akuntan Publik


Sejak tahun 1985 Enron Corporation berdiri dan berkembang

menjadi perusahaan yang besar. Perkembangan yang Enron Corp.


Rasakan tak terlepas dari ikut andilnya KAP Arthur Andersen yang
melakukan audit untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya.
Enron corporation adalah salah satu klien terbesar Andersen. Dalam
rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh,
dibukalah

partnership partneship (persekutuan) yang diberi nama

special purpose partnership. Partner dagang yang dimiliki oleh Enron


hanya satu untuk setiap partnership dan partner tersebut hanya
menyumbang modal yang sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari jumlah
modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya
berminat

untuk

berpartisipasi

dalam

partnership

mengapa

Enron

dimana

Enron

menyumbang 97% dari modal. Muncul pertanyaan dari mana Enron


membiayai partnership-partnership tersebut?
Pembiayaan

tersebut

ternyata

diperoleh

Enron

dengan

meminjamkan saham Enron (induk perusahaan) kepada Enron (anak


perusahaan) sebagai

modal

dasar

partnership-partnership

tersebut.

Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan


dirinya

sendiri.

Enron

tidak

pernah

mengungkapkan

operasi

dari

partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditujukan


kepada pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC).
Lebih

jauh

lagi,

Enron

bahkan

memindahkan

utang-utang

yang

ditimbulkan induk perusahaan ke partnership partnership tersebut.


Akibatnya, laporan keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat
atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $ 90 pada
bulan Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun
waktu tersebut, Enron telah melebih-lebihkan laba mereka. Manipulasi
yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika
Sherron Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek
tidak terpuji ini. Pada bulan September 2001, pemerintah mulai mencium
adanya ketidakberesan dalam laporan

pembukuan Enron. Pada bulan

Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian yang sangat besar dan nilai
22

aset Enron menyusut. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa
selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih
mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok
dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar,
2 Desember 2001, harga saham Enron hanya $ 1.
Dalam kasus ini terjadi penyimpangan atau pelanggalaran yang
dilakukan pihak perusahaan (Enron) dan pihak auditor. Besarnya jumlah
consulting fees yang diterima Arthur Andersen menyebabkan KAP
tersebut bersedia kompromi terhadap temuan auditnya dengan pihak
Enron. Keduanya telah bekerja sama dalam memanipulasi laporan
keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik pihak eksternal seperti
para pemegang saham dan pihak internal yang berasal dari dalam
perusahaan enron. Kecurangan yang dilakukan oleh Arthur Andersen telah
banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan diantaranya yaitu
melanggar

prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP Arthur

Andersen tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik


sebagai KAP yang masuk kategori The Big Five dan tidak berperilaku
profesional serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit
laporan keuangan dengan melakukan penyamaran data. Kasus ini
memberi gambaran bagaimana sebuah pelanggaran etika dalam bisnis
dan profesi seseorang dapat berakibat besar bagi kelangsungan hidup
perusahan serta berbagai pihak yang terkait. Etika yang dilanggar adalah
prinsip integritas dan prinsip perilaku profesional.

23

BAB IV
KESIMPULAN

Pengertian kode etik menurut Alvins A. Arens,et al. (2003:74). Kode etik adalah
sebagai berikut: Ethics can be defined boadly as a set of moral principles or value. Kode
etik akuntan Indonesia merupakan kode prilaku yang terdiri dari ketentuan umum mengenani
perilaku ideal dan perilaku khusus yang menguraikan berbagai tindakan yang tidak dapat
dibenarkan.
Kode Etik ini terdiri dari dua bagian. Bagian A dari kode ini menetapkan prinsip dasar
etika profesi untuk setiap Praktisi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan
prinsip tersebut. Kerangka konseptual tersebut memberikan pedoman terhadap prinsip dasar
etika profesi. Setiap praktisi wajib menerapkan kerangka konseptual tersebut untuk
mengidentifikasi ancaman (threats) terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dan
mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut. Jika ancaman tersebut merupakan ancaman
selain ancaman yang secara jelas tidak signifikan, maka pencegahan (safeguard) yang tepat
harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau
menguranginya ke tingkat yang dapat diterima, sehingga kepatuhan terhadap prinsip dasar
etika profesi tetap terjaga.
Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka
konseptual tersebut pada situasi tertentu dan contoh-contoh pencegahan yang diperlukan
untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, serta
memberikan contoh-contoh situasi ketika pencegahan untuk mengatasi ancaan tidak tersedia,
dan oleh karena itu, setiap kegiatan atau hubungan yang terjadi sehubungan dengan
pelaksanaan pekerjaan oleh Praktisi yang dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan
pada prinsip dasar etika profesi harus dihindari.
Kode etik akuntan publik mempunyai dampak yang luas terhadap pelaksanaan kinerja
akuntan publik. Seperti kasus yang telah kami paparkan. Selain tanggung jawab terhadap
urusan bisnisnya, akuntan publik pun mempunyai tanggung jawab terhadap publik. Karena
dampak yang ditimbulkan pun bisa meluas ke ranah publik.

24

DAFTAR PUSTAKA

Suhayati, Ely, dan Siti Kurnia Rahayu. 2010. Auditing. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik.
http://www.wealthindonesia.com/kasus-penipuan-capitalmarket/bangkrutnya-enron-corp.html
Jurnal Akuntansi dan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. Volume 4
Nomor1. 2002. Halaman 10 15.

25

Anda mungkin juga menyukai