Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. A.

Konsep Dasar Medis


1. Persalinan
1. Pengertian Persalinan

Persalinan ialah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup
bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh
ibu (FKIP, 2010; h. 127).
Persalinan adalah kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau
hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
(Sujiatini, 2011; h. 1).
1. Sebab sebab Mulainya Persalinan
Sebab-sebab persalinan belum diketahui dengan jelas. Agaknya banyak factor yang
memegang peranan dan bekerja sama sehingga terjadi persalinan. Menurut Yanti (2009; h. 4)
sebab-sebab mulainya persalinan adalah:
1)

Penurunan kadar progesterone

Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan


keregangan otot-otot rahim. Selama kehamilan, terdapat keseimbangan antara kadar
progesterone dan estrogen didalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone
menurun sehingga timbul his.
2) Teori oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu, timbul kontraksi otot-otot
rahim.
3)

Keregangan otot-otot

Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang oleh karena
isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Seiring dengan majunya
kehamilan, otot-otot rahim makin teregang dan rentan.
4)

Pengaruh janin

Hipofisis dan kelenjar suprarenal janin rupanya juga memegang peranan. Hal ini tampak pada
kehamilan dengan janin anensefalus dan hipoplasia adrenal sehingga kehamilan sering lebih
lama dari biasa.

5) Teorii prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua diduga menjadi salah satu sebab permulaan
persalinan. Hasil percobaan menunjukan bahwa prostaglandin E2 atau F2 yang diberikan
secara intravena, intra dan ekstraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap
umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi, baik
dalam air ketuban maupun darah periferpada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama
persalinan.

1. Tahapan persalinan
Menurut Yanti (2009; h. 6-7) tahapan persalinan adalah sebagai berikut :
1)

Kala 1

Kala 1 atau kala pembukaan adalah periode persalinan yang dimulai dari his persalinan yang
pertama sampai pembukaan serviks menjadi lengkap. Berdasarkan kemajuan pembukaan
maka kala 1 dibagi menjadi :
a)

Fase latent

Yaitu fase pembukaan yang sangat lambat dari 0 sampai 3 cm yang memerlukan waktu 8 jam.
b)

Fase aktif

Yaitu fase pembukaan yang lebih cepat yang terbagi lagi menjadi :
(1) Fase accelerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm yang dicapai
dalam 2 jam.
(2)

Fase dilatasi maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm yang dicapai dalam 2 jam.

(3) Fase decelerasi (kurangnya kecepatan), dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm selama 2


jam.
2)

Kala II

Kala II atau kala pengeluaran adalah periode persalinan yang dimulai dari pembukaan
lengkap sampai lahirnya bayi.

3)

Kala III

Kala III atau kala uri adalah periode persalinan yang dimulai dari lahirnya bayi sampai
dengan lahirnya plasenta.
4)

Kala IV

Kala IV merupakan masa 1 2 jam setelah plasenta lahir. Dalam klinik, atas pertimbanganpertimbangan praktis masih diakui adanya kala IV persalinan meskipun masa setelah plasenta
lahir adalah masa dimulainya masa nifas (puerpurium), mengingat pada masa ini sering
timbul perdarahan.
1. Tanda tanda Persalinan
Menurut Manuaba (2010; h. 173), tanda persalinan sebagai berikut:
1)

Terjadinya his persalinan

His persalinan mempunyai beberapa sifat, yaitu: pinggang terasa sakit yang menjalar ke
depan, sifatnya teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin besar, mempunyai
pengaruh terhadap perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah.
2)

Pengeluaran lendir dan darah.

Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan pendataran dan
pembukaan, pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas,
terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.

3)

Pengeluaran cairan

Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan, sebagian
besar ketuban pecah menjelang pembukaan lengkap dan dengan pecahnya ketuban
diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
1. Bentuk persalinan
Menurut Manuaba (2009; h. 144) bentuk persalinan adalah sebagai berikut:
1)

Persalinan spontan. Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.

2) Persalinan buatan. Bila persalinan dengan rangsangan sehingga terdapat kekuatan untuk
persalinan.
3) Persalinan anjuran. Yang paling ideal tentu persalinan spontan karena tidak memerlukan
bantuan apapun dan mempunyai trauma persalinan yang paling ringan sehingga kualitas
sumber daya manusia dpat terjamin.

1. Tujuan Asuhan Persalinan


Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat
kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan
lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang optimal (Sumarah, 2008; h. 9-10).

1. Cairan Ketuban
2. Pengertian Cairan Ketuban
Air ketuban (liquor amnii) adalah ruangan yg dilapisi oleh selaput janin (amnion dan korion),
berisi air ketuban (liquor amnii) (Rukiyah, dkk, 2009; h. 26).
1. Ciri ciri Kimiawi
Menurut Jannah (2012; h. 72) ciri- ciri kimiawi cairan ketuban adalah sebagai berikut:
1) Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 100-1500 cc.
2) Air ketuban berwarna putih keruh, berbau amis, dan berasa manis.
3) Reaksinya agak alkalis/netral dengan berat jenis 1,0008.
4) Komposisinya terdiri atas:
a) 98% air
b) Sisanya albumin, urea, verniks kaseosa, rambut lanugo, asam uric, kreatinin sel-sel epitel,
dan garam anorganik.
c) Kadar protein kira-kira 2,6% gr/liter, terutama albumin.
Jumlah likuor amnii (air ketuban) sekitar 1000 ml sampai 1500 ml pada kehamilan aterm.
Berat jenisnya antara 1,007 sampai 1,008. Likuor amnii terdiri dari 2,3% bahan organic
(protein, verniks kaseosa, rambut lanugo, zat lemak lesitin, dan spingomielin) dan 97 %
sampai 98% bahan anorganik (air, garam yang larut dalam air). Peredaran cairan ketuban
sekitar 500 cc/jam atau sekitar 1 % yang ditelan bayi dan dikeluarkan sebagai urine
(Manuaba, 2010; h. 98).

1. Fungsi Cairan Ketuban


Menurut Manuaba (2010; h. 98) fungsi cairan ketuban adalah:

1)

Saat kehamilan berlangsung

a)

Memberikan kesempatan berkembangnya janin dengan bebas ke segala arah.

b)

Menyebarkan tekanan bila terjadi trauma langsung.

c)

Sebagai penyangga terhadap panas dan dingin.

d)

Menghindari trauma langsung terhadap janin.

2)

Saat inpartu

a)

Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks dapat membuka.

b)

Membersihkan jalan lahir karena mempunyai kemampuan sebagai desinfektan.

c)

Sebagai pelicin saat persalinan.


1. Asal Air Ketuban

Menurut Jannah (2012; h. 73) air ketuban berasal dari :


1)

Kencing janin (fetal urine)

2) Transudasi darah ibu


3)

Sekresi dari epitel amnion

4) Asal campuran (mixed origin)


1. Cara Mengenali Air Ketuban
Menurut Jannah (2012; h.73) cara mengenali air ketuban adalah dengan cara:
1)

Dengan lakmus ketuban biru

2)

Makroskopis

a)

Bau amis

b) Adanya lanugo
c)

Verniks kaseosa

d)

Ketuban yang bercampur mekonium

3)

Mikroskopis

a)

Lanugo

b)

Rambut

4)

Laboratorium

Kadar urea rendah dibandingkan dengan air kemih


1. Ketuban Pecah Dini
1. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 10 % wanita hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2009; h. 677)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/sebelum inpartu,
pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan (Nugroho, 2010; h. 95).
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban
pecah premature (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses
persalinan (Marmi dkk, 2011; h. 103).

1. Etiologi
Menurut Nugroho (2012; h. 113) penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat
dengan KPD, namun factor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
menjadi factor predisposisinya adalah:
1) Infeksi: infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2) Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curettage).
3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemeli.
4) Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian yang terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane
bagian bawah.

6) Keadaan social ekonomi.

7) Factor lain :
a) Factor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban
b)

Factor disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu

c)

Factor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

d)

Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin c).


1. Mekanisme KPD

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh (Prawirohardjo, 2009; h. 678).
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : selaput
ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi; jika terjadi
pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan
mengeluarkan cairan ketuban (Manuaba, 2010; h.283).
1. Tanda dan Gejala KPD
Menurut Nugroho (2012; h. 115) tanda dan gejala KPD adalah :
1) Keluarnya cairan ketuban yang merembes melalui vagina.
2) Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena akan terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetepi bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda- tanda infeksi yang terjadi.
1. Diagnosa

Menurut Prawirohardjo (2009; h. 680) untuk mendiagnosa KPD yaitu dengan menentukan
pecahnya selaput ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit
bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban
dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia
kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda
infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit
darah > 15.000/mm3. Tentukan tanda-tanda persalinan, tentukan adanya kontraksi yang
teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (trminasi kehamilan).
Menurut Nugroho (2012; h. 115-116) KPD dapat ditegakan dengan cara :
1) Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba
dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan
tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2)

Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa, akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3)

Pemeriksaan dengan speculum

Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akan tampak keluarnya cairan dari ostiun
eksternum (OUE) kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta
untuk batuk, mengejan atau mengadakan maneuver valsava, atau bagian rendah digoyangkan,
akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4)

Pemeriksaan dalam

Di dalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
pathogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

1. Pengaruh KPD Terhadap Ibu dan Janin


Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut Marmi, dkk (2011; h. 105) adalah :
1)

Bagi ibu

a)

Infeksi intrapartal/dalam persalinan

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang
selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas.
b)

Infeksi puerpuralis/masa nifas

c)

Dry labour/partus lama

d)

Meningkatnya tindakan operatif (khususnya SC)

e)

Morbiditas dan mortalitas maternal

2)

Bagi Janin

a)

Prematuritas

Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress
sindrome, hipotermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, hemorrhage,
necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hiperbilirubin, anemia,
sepsis.
b)

Prolaps funiculli/penurunan tali pusat

c)

Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
hipoksia atau asfiksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat (Prawirohardjo, 2009; h.
679)
d)

Sindrom deformitas janin

Terjadi karena oligohidramnion. Diiantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas


dan pertumbuhan janin terhambat.
e)

Morbiditas dan mortalitas perinatal.


1. Pemeriksaan Penunjang

1)

Pemeriksaan laboratorium

a)

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna. Konsentrasi, baud an pHnya.

b) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine, atau secret
vagina.
c)

Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap kuning.

d) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan
adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan tes yang positif palsu.

e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan daun pakis.
Pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus (arborization). Pada kaca objek (slide)
mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan amnion
(Varney, 2008; h. 789).
2)

Pemeriksaan Ultrasonogafi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada
kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidramnion.
1. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan
normal (Prawirohardjo, 2009; h. 678).
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan (RDS = Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi pada 10-40
% bayi baru lahir, resiko infeksi meningkat, korioamnionitis (radang pada korion dan amnion,
prolaps atau keluarnya tali pusat, resiko kecacatan, kematian serta hipoplasia paru (Nugroho,
2012; h. 116).
1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD menurut Nugroho (2012; h. 117) adalah sebagai berikut :
1)

Konservatif

a)

Rawat dirumah sakit.

b) Beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa Ampisilin 4500 mg atau
Gentamycin 180 mg.
c) Umur kehamilan < 32-34 minggu : dirawat salama air ketuban masih keluar atau sampai
air ketuban tidak keluar lagi.
d) Bila usia kehamilan masih 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan
35 minggu perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal tergantung pada
kemampuan perawatan bayi premature).
e)

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).

f)

Pada usia kehamilan 32-34 mingggu, berikan steroid untuk kematangan paru-paru janin.

2) Aktif

a)

Kehamilan > 35 minggu : induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio sesaria

Cara induksi : 1 ampul syntosinon dalam dextrose 5%, dimulai 4 tetes/menit, tiap jam
dinaikan 4 tetes/menit sampai maksimum 40 tetes/menit
b)

Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan seksio sesarea

c)

Bila ada tanda-tanda infeksi : beri antibiotka dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 25g 50g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Prawirohardjo,
2009; h. 680).
Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,
akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan
(Prawirohardjo, 2012; h. 680).
Bagan 2.1 Penatalaksanaan ketuban pecah dini
KETUBAN PECAH
DINI

Sumber: Manuaba (2010; h. 285).

1. Skor Servikal Bishop

Skor
Serviks
0

Dilatasi (cm)

Tertutup

1-2

3-4

>5

Panjang (cm)

Konsistensi

Keras

Sedang

Lunak

Posisi

Posterior

Tengah

Anterior

Posisi
Penurunan
Kepala (cm

-3

-2

-1-0

+1+2

1. Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan yang diberikan pada pasien KPD Menurut Chapman (2006; h. 9) adalah
sebagai berikut :
1)

Pastikan ketuban sudah pecah atau belum.

2) Yakinkan bahwa ibu dan bayi dalam keadaan baik.


3)

Palpasi/ pengkajian abdomen

Dengan melakukan palpasi abdomen, bidan dapat menentukan bahwa bagian presentasi telah
enganged dan baik denyut jantung janin (DJJ) maupun gerakan janin memuaskan. Bagian
presentasi yang tidak enganged harus mendapat perhatian bila ketuban telah pecah, karena
kemungkinan besar terjadi kompresi tali pusat atau tali pusat menumbung. Maka sangat
dianjurkan pemantauan lama terhadap denyut jantung janin dan hospitalisasi.
4) Visualisasi liquor

Periksa pembalut wanita untuk adanya liquor, yang normal jernih, berkabut agak merah
muda. Warna merah muda menandakan serviks telah membuka dan memendek, tanda positif
(perhatikan: bisa juga menjadi merah muda atau berbecak darah setelah pemeriksaan vagina).
Warna coklat atau hijau menunjukan adanya aliran mekonium dan lebih sering bila kehamilan
telah posterm. Ini memerlukan pemantauan DJJ yang lebih ketat karena berhubungan dengan
gangguan janin.
5)

Periksa adanya tanda infeksi

Ibu dengan ketuban pecah yang mengalami demam dan/atau takikardi harus dikaji hati-hati
oleh staf senior dan mulai diberikan antibiotika yang sesuai sementara menunggu hasil
spesimen bakteri. Tanda infeksi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)

Pireksia maternal

b) Takikardi maternal
c)

Takikardi janin

d) Urinalisis abnormal (positif untuk protein, darah atau nitrat) menunjukan adanya
infeksi, dan spesimen urine segera harus dikirim untuk uji.
e) Tanda infeksi serius meliputi kehilangan cairan per vagina banyak dan nyeri tekan uterus
atau bila ibu merasa tidak sehat.

1. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan


1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan dalam
pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan/atau masalah kebidanan
(kehamilan, persalinan nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi
wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat) (Soepardan, 2008; h. 5).
Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu
metode berpikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan,
agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi keputusan (Soepardan,
2008; h. 96).
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan
metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnose
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Hidayat dan Mufdlilah, 2009; h. 74).
1. Langkah- langkah dalam Manajemen Kebidanan
Menurut Soepardan (2008; h. 96-102) manajemen terdiri dari beberapa langkah yang
berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi.
Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam

semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas
tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien. Setiap langkah dalam
manajemen kebidanan dijabarkan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dasar (Langkah 1)
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari
semua sumber data yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan
dengan cara :
1)

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan,


riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio-psiko-sosio-spiritual, serta pengetahuan klien.
2)

Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi:

a)

Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).

b)

Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya).


1. Interpretasi data dasar (Langkah II)

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
1. Masalah potensial dan antisipasi penanganannya (Langkah III)
Pada langkah ketiga ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial
berdasarkan diagnosis/ masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak
hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan
antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi.
1. Menetapkan perlunya konsultasi dan kolaborasi segera dengan tenaga kesehatan lain
(Langkah IV)
Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan
segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Setelah bidan merumuskan
hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis atau masalah potensial pada
langkah yang harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup
tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan.
1. Menyusun rencana asuhan menyeluruh (Langkah V)

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkahlangkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau
diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi
dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup perkiraan tentang hal yang
akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu
merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau psikologis.
Semua keputusan yang telah disepakati dikembangkan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini
harus bersifat rasional dan valid yang berdasarkan pada pengetahuan, teori terkini (up to
date), dan sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
1. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (Langkah VI)
Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien
atau anggota tim kesehatan lainnya.
1. Evaluasi (Langkah VII)
Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa (Hidayat
dan Mufdlilah, 2009; h. 79).
1.

Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP

Menurut Sudarti dan Fauziah (2010; h. 38-42), bahwa pendokumentasian atau catatan
manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Uraian dari metode SOAP
adalah:
1. S = Data Subyektif
Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien, ekspresi pasien
mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan
yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subyektif ini nantinya akan
menguatkan diagnosis yang akan disusun.
1. O = Data Obyektif
Data obyektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi
yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan
dalam data obyektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosis.
1. c.

A = Analisis atau Assessment

Analisis atau assessment (A) merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif dalam pendokumentasian manajemen
kebidanan. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada
pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang tepat.
1. P = Planning
Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang.
Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan
yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan dilaksanakan harus
mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi
tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.
Dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang
telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan atau hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi
analisis hasil yang telah dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan atau asuhan.
1. Landasan Hukum
1. Landasan Hukum
Berdasarkan PERMENKES RI NO. 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin Dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan. Bidan dalam memberi-kan asuhan kebidanan pada ibu nifas
sesuai dengan pasal:
Pasal 9
Bidan menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu;
2. Pelayanan kesehatan anak; dan
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada
masa pra hamil, kehamilan, persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua
kehamilan.
(2)

Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


1. Pelayanan konseling pada masa pra hamil;
2. Pelayanan antenatal pada masa kehamilan;
3. Pelayanan persalianan normal;

4. Pelayanan ibu nifas normal;


5. Pelayanan ibu menyusui; dan
6. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Bidan berwenang dalam memberikan pelayanan sebagaimana di-maksud pada ayat (2)
berwenang untuk:
1. Episiotomi;
2. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
3. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
4. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
5. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
6.

Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu ekslusif;

7. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan post partum;
8. Penyuluhan dan konseling;
9.

Bimbingan pada kelompok ibu hamil;

10.

Pemberian surat keterangan kematian; dan

11. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 18 ayat (1)


Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
1. Menghormati hak pasien;
2. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang
dibutuhkan;
3. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat
waktu;
4. Meminta tindakan persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
5. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;


7. Mematuhi standar; dan
8. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk
pelaporan kelahiran dan kematian.
9. Kompetensi Bidan
Standar Kompetensi Bidan pada ibu bersalin pada Kepmenkes RI No.
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan adalah:
Standar ke-4 : Bidan memberikan asuhan bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan
setempat selama persalinan, memimpin selama persali-nan yang bersih dan aman, menangani
situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayi baru
lahir.

1. Standar Pelayanan Kebidanan


2. Standar 9 : Asuhan saat persalinan
Pernyataan standar:
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemu-dian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien selama proses
persa-linan berlangsung.
1. Standar 10 : Persalinan yang aman
Pernyataan standar:
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan
terhadap klien serta memper-hatikan tradisi setempat.
1. Standar 11: Pengeluaran plasenta dengan penegangan tali pusat
Pernyataan standar:
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plaseta
dan selaput ketuban secara lengkap.
1. Standar 12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Pernyataan standar:

Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera
melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan
penjahitan perineum.

Anda mungkin juga menyukai