Anda di halaman 1dari 21

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan dengan Judul


Perbanyakan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dengan Metode Sub
Kultur yang disusun oleh:
Nama

: Maulyda Awwaliyah.P

NIM

: 1414142006

Kelas

:B

Kelompok

: II (Dua)

telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan/ Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.

Makassar, Desember 2016


Asisten

Koordinator Asisten

Yusnaeni Yusuf, S.Si., M.Sc.

Evi Nurhaena
NIM. 1314141001

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab Praktikum

Dr. Alimuddin Ali, S.Si, M.Si


NIP . 19691231 199702 1 001

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman mengunakan organ generatif maupun vegetatif
konvensional biasanya tidak ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan
bibit yang banyak juga menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang
sangat tinggi. Selain itu perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah
tersendiri (Sihachakr et al., 1996). Umumnya tanaman mudah diserang
penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur yang
menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas produksi.
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu,
sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi
tanaman lengkap kembali. Dasar pemikiran teknik kultur jaringan adalah teori
totipotensi sel, yaitu kemampuan sel tumbuhan membentuk tanaman lengkap
bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai. Umumnya sifat totipotensi
lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih muda dan banyak
dijumpai pada daerah meristematik. Keunggulan dari sistem kultur jaringan
tanaman adalah dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak
dalam waktu yang singkat, bebas hama dan penyakit serta anakan yang identik
dengan induknya
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada dua teknik
yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu stek
mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku tunggal
pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah
satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena
(1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering
yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat.

Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga


cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui
pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung
maupun melalui tahap pembentukan kalus. jaringan yang digunakan sebagai
eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan adalah jaringan muda yang belum
mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi ditemukan pada tunas apikal,
tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang.
Dalam upaya perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro,
diperlukan adanya kecocokan medium tanam dan penggunaan zat pengatur
tumbuh (ZPT), balk jenis maupun konsentrasi ZPT. Kecocokan tersebut
diperlukan untuk mencapai keberhasilan baik dalam upaya pembentukan tunas
maupun pembentukan akar pada eksplan yang ditanam.
Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah
dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman
akan bertambah banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan
yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan.
Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan.
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman
hortikultura yang cukup penting, yang banyak mendatangkan uang bagi petani
(cash crop). Pemanfaatan tanaman ini terutama sebagai salah satu pangan
karbohidrat non beras yang utama. Disamping itu kentang dimanfaatkan pula
sebagai sayuran atau sebagai bahan makanan ringan.
Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang
berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur yang diterapkan juga
berbeda-beda. Oleh karena itu, pada praktikum ini akan dipraktekkan cara sub
kultur salah satu jenis tumbuhan yaitu kentang (Solanum tuberosum).
B. Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik sterilisasi ruangan yang akan digunakan dalam


kultur jaringan.
2. Untuk mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan digunakan dalam kultur
jaringan.
3. Untuk mengetahui teknik sub kultur kentang (Solanum tuberosum).
C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat yang diperoleh setelah melakukan paktikum ini adalah :
1. Agar mahasiswa dapat teknik sterilisasi ruangan yang akan digunakan
dalam kultur jaringan.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan
digunakan dalam kultur jaringan.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik sub kultur kentang (Solanum
tuberosum).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman


hortikultura yang cukup penting, yang banyak mendatangkan uang bagi petani
(cash crop). Pemanfaatan tanaman ini terutama sebagai salah satu pangan
karbohidrat non beras yang utama. Disamping itu kentang dimanfaatkan pula
sebagai sayuran atau sebagai bahan makanan ringan (Rainiyati, 2011).
Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah komoditas yang mendapat
prioritas tinggi di bidang penelitian dan pengembangan sayuran di Indonesia. Hal
ini disebabkan kandungan kalori dan gizi kentang yang sangat berimbang, yaitu
terdiri dari karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin C. Salah satu kultivar
kentang yang banyak dibudidayakan di Indonesia ialah Granola. Budidaya
kentang kultivar Granola diperkirakan 85-90% dari total lahan kentang di
Indonesia (Rukmana, 1999).
Akan tetapi, kapasitas produksi kentang di negara ini semakin menjadi
perhatian khusus. Menurut data BPS (2011), produksi kentang di Indonesia terus
mengalami penurunan dari tahun 2009-2011. Tercatat, produksi kentang di tahun
2009 sebesar 1.176.304 ton dengan produktivitas sebesar 16,51 ton/ha, tahun
2010 turun menjadi 1.060.805 ton dengan produktivitas sebesar 15,94 toh/ha dan
di tahun 2011 produksi hanya sebesar 995.488 ton dengan produktivitas sebesar
15,96 ton/ha. Oleh sebab itulah, salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menjawab tantangan dan kendala diatas yakni melalui teknik in vitro dengan
memanfaatkan nodus sebagai organ perbanyakan secara in vitro (Husna, 2014).
Di Indonesia kentang biasanya diusahakan di dataran tinggi, lebih kurang
1000 meter di atas permukaan laut. Dimana rata-rata hasil yang dicapai secara
nasional masih rendah yaitu 14 ton ha-1. Hasil ini masih rendah bila dibandingkan
negara lain seperti Amerika Serikat 29,20 ton ha-1, Swiss, Belanda, Inggris dan
Jerman diatas 20 ton ha-1. Rendahnya produksi Indonesia ini disebabkan belum
banyaknya petani penghasil (seed grower) bibit kentang bermutu, sehingga
permintaan bibit kentang tidak dapat dipenuhi. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi kendala tersebut adalah dengan memanfaatkan bioteknologi yaitu
melalui kultur jaringan atau pembiakan mikro kentang. Dengan tehnik ini dapat

dihasilkan benih berjumlah banyak dalam waktu relatif singkat dan bebas dari
penyakit sistemik, terutama virus (Wattimena, 1991).
Prinsip utama teknik kultur jaringan pada tanaman adalah berdasarkan
teori sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden, yaitu setiap unit biologi
terkecil yang mempunyai kemampuan untuk bergenerasi membentuk tanaman
lengkap. Untuk perbanyakn dianjurkan menggunakan meristem bersama daun
primordial. Sebaliknya, jika tujuan untuk menghilangkan infeksi penyakit
sistematik virus, jaringan meristem harus bebas dari daun primordial dan ukuran
eksplan tidak melampaui 0,5 mm (Karjadi, 2008).
Dalam perbanyakan mikro ada dua teknik yang telah dikembangkan untuk
memproduksi propagul kentang, yaitu stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro
berasal dari perbanyakan stek buku tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media
yang digunakan untuk pengumbian adalah satu macam media (padat atau cair) dan
dua macam media (padat-cair atau cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem caircair. Hasil penelitian Wattimena (1983) menunjukkan bahwa media cair untuk
pengumbian secara in vitro akan menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah,
dan persentase bahan kering yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat
(Wattimena, 1991).
Kultur meristem adalah teknik perbanyakan in vitro yang dipergunakan
sejak tahun 1950 untuk mendapatkan tanaman bebas penyakit sistemik, terutama
virus dari tanaman yang terinfeksi. Eksplan yang dipergunakan adalah titik
tumbuh dengan ukuran 0,05-0,1 mm. Bagian meristematik yang diambil untuk
keperluan tersebut adalah jaringan meristem pucuk terminal atau aksilar. Sel-sel
jaringan meristematik umumnya stabil, karena mitosis terjadi bersamaan dengan
pembelahan sel yang terus-menerus sehingga diaplikasi DNA yang berlebihan
dapat dihindari. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan
tanaman donor (Akita, 1994).
Propagul umbi mikro diperoleh dengan perbanyakan secara in vitro.
Aplikasi teknik kultur in vitro melalui pembiakan mikro dapat menghasilkan bibit
dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, tidak tergantung pada
iklim dan musim serta biaya penyediaan bibit relatif lebih murah dibandingkan

bibit impor. Untuk perbanyakan secara in vitro dibutuhkan media tumbuh yang
mengandung bahan organik, hara makro dan mikro, kompleks alami dan bahanbahan lain yang mendukung pertumbuhan tanaman. Air kelapa merupakan bahan
organik yang kaya akan zat-zat aktif untuk perkembangan embrio, diantaranya
adalah sitokinin endogen (Sagala, 2012).
Kentang merupakan tanaman yang biasanya diperbanyak dengan umbi
atau secara vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif dapat menyebabkan terjadinya
degenerasi atau menurunnya kualitas bibit dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Patogen tanaman dapat mudah masuk ke dalam umbi dan
berakumulasi sehingga semakin lama generasi tersebut semakin menurun kualitas
umbi/bibit. Patogen yang menyebabkan terjadinya degenerasi bibit, ialah virus
daun menggulung (PLRV), dan virus mosaik (PVX, PVY dan PVSX), bakteri
(Erwinia sp.), jamur (Rhizoctonia solani), nematoda, dan ulat penggorok umbi.
Oleh karena itu, ketersediaan bibit kentang berkualitas saat ini belum mampu
memenuhi kebutuhan petani (Nimah, 2012).
Pengujian untuk mengetahui respon ketahanan terhadap busuk kering
umbi biasanya dilakukan dengan cara inokulasi cendawan pada umbi kentang.
Pemanfaatan seleksi sifat tertentu pada kultur in vitro memiliki peluang untuk
mendapatkan klon kentang adaptif dengan waktu, tenaga, biaya, dan bahan tanam
yang lebih sedikit. Seleksi in vitro juga dilakukan pada lingkungan terkontrol
sehingga pengaruh kerusakan akibat perlakuan dapat diketahui dengan jelas.
Pemanfaatan seleksi in vitro sudah banyak dilakukan pada tanaman kentang
seperti yang dilakukan oleh Maharijaya et al. (2008) untuk menguji ketahanan
beberapa klon kentang terhadap penyakit layu bakteri dan busuk lunak.dapat
diketahui dengan jelas (Sari, 2016).
Seleksi sifat ketahanan terhadap Fusarium spp. secara in vitro pada
beberapa spesies tanaman dilakukan menggunakan toksin murni asam fusarat.
Metode ini sudah digunakan dalam pemuliaan pisang kepok (Damayanti, 2010),
vanili (Nurcahyani et al., 2012), dan markisa (Flores et al., 2012). Penelitian
tersebut menunjukkan adanya korelasi positif antara gejala dan kejadian
penyakitakibat perlakuan asam fusarat secara in vitro dan infeksi F. solani secara

in vivo. Korelasi positif antara produksi asam fusarat dan patogenitas Fusarium
spp. juga menunjukkan bahwa asam fusarat berperan penting dalam
perkembangan penyakit busuk kering umbi kentang. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari tingkat ketahanan beberapa klon kentang terhadap asam
fusarat dan infeksi Fusarium spp. serta mengevaluasi efektivitas penggunaan
asam fusarat dalam seleksi ketahanan tanaman terhadap Fusarium spp
(Hendaryono, 1994).
Melalui teknik kultur jaringan diproduksi umbi mikro kentang sebagai
salah satu propagul kentang untuk penyediaan bibit. Penggunaan umbi mikro
sebagai salah satu propagul kentang memiliki beberapa keuntungan, antara lain ,
(1) propagul umbi mikro berasal dari eksplan bebas penyakit akan menghasilkan
umbi mikro yang bebas penyakit, (2) umbi mikro akan menghasilkan tanaman
yang seragam dan umur panen sama dengan umbi biasa, (3) kebutuhan lahan
untuk umbi mikro hanya 45 kg/Ha dibandingkan dengan umbi biasa yang
memerlukan 1-2 ton bibit/Ha, (4) mudah dalam penyimpanan, transportasi dan
pengiriman, (5) mudah memenuhi persyaratan karantina untuk lalulintas propagul
baik dalam atau luar negeri (Rukmana, 1999).
Konservasi in vitro terbagi menjadi 2 cara yakni, kelompok yang
diperbanyak dengan biji (berbiji rekalsitran) seperti kelapa, kakao, rambutan,
mangga dan alpukat dan kelompok yang diperbanyak secara vegetatif meliputi
yang tidak berbiji (steril), hanya berbiji pada saat tertentu, biji heterozigot, dan
tanaman umbi-umbian seperti ubi kayu, talas, pisang, kentang dan uwi.
Sehubungan dengan lamanya penyimpanan teknik in vitro ini dapat dibagi
menjadi dua yakni : penyimpanan jangka pendek/menengah dengan tujuan hanya
menekan pertumbuhan untuk sementara dan penyimpanan jangka panjang dengan
tujuan dalam waktu cukup lama dimana aktifitas metabolisme betul-betul
dihentikan tetapi sel-sel tidak mati. Pelestarian in vitro mempunyai beberapa
keuntungan, yakni :
a.
b.
c.
d.

Dapat menyimpan tanaman langka yang hampir punah


Dapat menyimpan tanaman yang tidak menghasilkan biji
Bebas gangguan hama penyakit
Bebas gangguan yang disebabkan oleh alam

e. Dapat disimpan dalam keadaan bebas penyakit


f. Cukup dikerjakan dalam ruangan yang relatif kecil (Widyastuti, 2000).
Memindah tanaman dengan cara memindah tempatkan dari tempat asal
tumbuhnya, yakni ada unsur kesengajaan untuk memelihara lebih intensif dengan
cara mengurangi luas areal penanaman, menggunakan tenaga kerja yang cukup,
sarana yang memadai, atau bahkan menggunakan bahan-bahan, alat-alat yang
canggih seperti untuk kultur in-vitro. Namun dengan cara ini memerlukan
investasi yang tinggi, harus mendidik tenaga yang terampil/terdidik dan
mempunyai tanggung jawab penuh pada pekerjaannya. Pada cara ini tentu saja
ada keuntungannya, yakni lebih dapat memantau penyelamatan koleksi, dapat
menambah koleksi setiap saat apabila memungkinkan, dapat menjadi nara sumber
bagi peneliti, khususnya catatan yang lengkap tentang tanaman koleksi
(Widyastuti, 2000).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi mikro, yaitu
temperatur, waktu pencahayaan, konsentrasi sumber karbohidrat, zat pengatur
tumbuh yang dipergunakan dan kandungan nitrogen pada media tumbuh.
Karbohidrat yang umum digunakan ialah sukrosa, karena gula ini banyak
disintesis dan ditransportasikan secara alami dalam tanaman, serta mudah didapat
dan murah harganya. Peningkatan sukrosa mendorong terbentuknya umbi secara
in vitro pada kentang (Solanum tuberosum) (Nimah, 2012).
Selain sukrosa, sitokinin juga berperan penting dalam pembentukan nodus
kentang. Karjadi dan Buchory (2008) mendefenisikan sitokinin adalah senyawa
turunan adenine dan berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan
morfogenesis. Sitokinin digunakan untuk merangsang terbentuknya tunas,
berpengaruh dalam metabolisme sel, dan merangsang sel dorman serta aktivitas
utamanya adalah mendorong pembelahan sel (Husna, 2014).
Penggunaan

GrowMore

dalam

penelitian

ini

digunakan

untuk

menggantikan media pertumbuhan kentang karena kandungan bahan organik pada


GrowMore cukup baik untuk induksi pertumbuhan tanaman. Pupuk jenis ini
cukup berpengaruh pada jumlah tunas dan jumlah daun suatu tanaman seperti
penelitian Fahruroh (2008) yang menggunakan kombinasi GrowMore dan

GrowQuick F terhadap tanaman Adenium sp. Dalam penelitian tersebut dosis


GrowMore yang rendah (0,5-0,75 gram) sudah menunjukkan pengaruh terhadap
jumlah tunas dan jumlah daun Adenium sp. Penambahan air kelapa bertujuan
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kentang. Hal ini
dikarenakan di dalam air kelapa terdapat kandungan bahan organik dan zat
pengatur tumbuh golongan sitokinin. Selain itu, air kelapa berperan dalam
mendorong pertumbuhan tanaman, pertumbuhan akar, meningkatkan efisiensi
penggunaan unsure Nitrogen, meningkatkan tekanan osmotik dan kapasitas buffer
media. GrowMore dan air kelapa mudah didapat di pasaran dan harganya
tergolong murah sehingga dapat digunakan sebagai media alternatif dalam
menghasilkan bibit tanaman kentang untuk skala produksi dan untuk
pengembangan kentang komersial (Harahap, 2014).
Kultur kalus ini penting dilakukan untuk melihat kemampuan eksplan
dalam membentuk kalus yang selanjutnya dapat ditumbuhkan pada media
regenerasi secara terus-menerus sehingga dapat dimanfaatkan dalam mempelajari
metabolisme dan diferensiasi sel, morfogenesis sel, variasi somaklonal,
transformasi genetik serta produksi metabolit sekunder. Selain itu, kultur kalus
juga dilakukan untuk perbanyakan klon tanaman melalui pembentukan organ dan
embrio, regenerasi varianvarian genetika, mendapatkan tanaman bebas virus,
sebagai sumber untuk kreopreservasi, produksi metabolit sekunder dan
biotransformasi. Dalam menginduksi kalus diperlukan Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT) yang dikombinasikan dengan media dasar. ZPT yang sering digunakan
dalam menginduksi kalus yaitu ZPT golongan auksin, salah satunya adalah 2,4Dichlorofenoxyacetic acid (2,4-D). Selain dapat menginduksi kalus, hormon ini
juga berperan dalam menghambat pembentukan klorofil, membentuk akar dan
tunas, berperan dalam embriogenesis, menghambat pembentukan tunas aksilar
dan adventif serta menginduksi kalus jika dipakai dalam konsentrasi tinggi
(Solim, 2014).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal
Waktu
Tempat

: Rabu/ 21 Desember 2016


: Pukul 09. 00-11.30 WITA
: Laboratorium Lantai II Barat Jurusan Biologi FMIPA
UNM

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
a. Enkas
b. Alat diseksi
c. Pinset
d. Cawan petri
e. Bunsen
2. Bahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:


Eksplan Kentang (Solanum tuberosum)
Alkohol 70%
Aquadest
Medium MS, Growmore, dan Gandasil
Spiritus
Kertas saring
Tissue
Masker
Plastik wrap
Aluminium foil
Kertas label

C. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi ruangan
Membersihkan ruangan kultur jaringan dengan menggunakan pembersih
(sapu, kemoceng, kain pel dan lap)
2. Sterilisasi Alat
a.Semua alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan kultur jaringan
disterilkan.

b.
Botol dan alat-alat penunjang dicuci dengan sabun cuci.
c.Alkohol 70% disemprotkan, kemudian alat dimasukkan ke dalam plastik
bening.
d.
Botol kutur jaringan dan alat-alat penunjang dimasukkan ke dalam
autoklaf.
3. Sub-kultur Kentang
a. Alat dan bahan disiapkan untuk dimasukkan kedalam enkas.
b. Tangan dan meja kerja disemprotkan dengan alcohol 70% kemudian
membersihkannya dengan tissue.
c. Alkohol juga disemprotkan diseluruh bagian alat dan bahan yang
dimasukkan kedalam enkas.
d. Alat diseksi steril dipijarkan diatas bunsen.
e. Planlet Kentang diambil dari dalam botol kultur kemudian diletakkan
ditas cawan petri.
f. Planlet yang telah dikeluarkan dari botol kultur kemudian dipotong
dibagian dekat aksilar batang.
g. Hasil potongan planlet kemudian dipindahkan kedala botol kultur baru
dengan cara menanamnya 3-4 bagian.
h. Botol kultur ditutup kembali dengan aluminium foil dan plastik wrap.
i. Melakukan pengamatan selama 1 minggu.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
NO

Gambar

Keterangan

Botol I
Hari ke-0 (21/12/2016)
Medium Growmore 1g +
1

40g Sukrosa
Suhu: 18,6oC
Kelembaban: 86%

Botol II
Hari ke-0 (21/12/2016)
Medium Growmore 1g +
2

40g Sukrosa
Suhu: 18,6oC
Kelembaban: 86%

Botol I
Hari ke-2 (23/12/2016)
Medium Growmore 1g +
3

40g Sukrosa
Suhu: 22,9 oC
Kelembaban: 87%
Tidak kontaminasi. Belum
ada perubahan pada planlet
Botol I
Hari ke-2 (23/12/2016)
Medium Growmore 1g +

40g Sukrosa
Suhu: 22,9 oC
Kelembaban: 87%
Tidak kontaminasi. Belum
ada perubahan pada planlet

Botol I
Hari ke-6 (27/12/2016)
Medium Growmore 1g +
40g Sukrosa
Suhu: 17,4 oC
Kelembaban: 68%
Medium terkontaminasi

Botol II
Hari ke-6 (27/12/2016)
Medium Growmore 1g +
40g Sukrosa
Suhu: 17,4 oC
Kelembaban: 68%
Medium terkontaminasi

B. Pembahasan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Teori sel atau yang lebih dikenal dengan teori totipotensi menyatakan bahwa
setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat
fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh jika kondisinya sesuai. Sel-sel tersebut merupakan kesatuan
biologis terkecil yang mempunyai kemampuan untuk mengadakan berbagai
aktivitas

hidup,

seperti:

metabolisme,

reproduksi,

pertumbuhan

dan

beregenerasi.
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak
memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Tujuan pokok
penerapan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah produksi
tanaman dalam jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk varietas-

varietas unggul yang baru dihasilkan. Tahapan yang dilakukan dalam


perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah :
1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan pada suatu tanaman kentang,
kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang
akan diperbanyak. Tanaman kentang tersebut harus jelas jenis, spesies, dan
varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman
kentang indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan
dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan
yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari
sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro
Lingkungan tanaman induk kentang yang lebih higienis dan bersih
dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus
dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan
pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru
yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain
itu pengubahan status fisiologi tanaman induk kentang sebagai sumber
eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter
cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan
dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan
temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT
seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk
meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur. Adapun
syarat-syarat eksplan yang baik :
a. Berasal dari induk yang sehat dan subur.
b. Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.
c. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
2. Inisiasi Kultur
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan

pada

tanaman

kentang

adalah

bagian

tunas.

Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan
kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan

baru (Wetherell, 1976) tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau
aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme maupun penyakit,
sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang
dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan
memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya
paling kuat,untuk perbanyakan pada kultur tahap selanjutnya.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini
disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang
timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman
induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan
alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,
yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga
harus steril. Tunas hidup di atas tanah sering banyak tanah yang melekat
perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas khususnya pada
kentang mengandung jamur seperti fusarium.
4. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow
untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya
pertumbuhan eksplan pada kentang. Botol yang telah ditanami ekplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar. Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan
tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya
dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk
tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan
cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan

aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara


adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih
dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus
terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang
dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976).

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulkan bahwa:
1. Sterilisasi Ruangan yang akan digunakan dalam kultur jaringan lebih
mudah di kendalikan dibanding ruang terbuka. Sterilisasi ruangan
dilakukan dengan menyemprotkan alkaholol 70 % dengan hand-sprayer.
2. Sterilisasi alat yang akan digunakan dalam kultur jaringan. dilakukan agar
alat tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora,
sterilisasi peralatan dibagi menjadi

dua yaitu, sterilisasi basah dengan

menggunakan autoklaf dan sterilisasi kering yaitu sterilisiasi khusus untuk


alat-alat gelas laboratorium yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.

3. Subkultur kentang (Solanum tuberosum L.) dilakukan dengan mengambil


inokulum hasil kultur jaringan yang telah ada sebelumnya. Tanaman yang
disubkultur

belum

mengalami

perubahan

yang

signifikan

dalam

pertumbuhannya dan terjadi kontaminasi pada media.


B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini antara lain praktikan
seharusnya dapat menjaga keaseptikan selama bekerja dengan LAF dan ketika
masuk ke dalam ruangan agar eksplan-eksplan yang dikulturkan dapat tumbuh
dengan baik dan tidak mengalami kontaminasi.

DAFTAR PUSTAKA
Akita, M., dan Shinsaku. 1994. Stimulation of Potato (Solanum tuberosum L.)
tuberization by Semucontinuous Liquid Medium Serface Level Control.
Journal Plant Cell Reports No.13: 184-187
Harahap, Fauziyah., dan Muhammad HS. 2014. Penggunaan Pupuk Daun
(Growmore) dan Air Kelapa terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.) Varietas Granola Secara In Vitro. Prosiding
Seminar Nasional Biologi.
Husan, Asmaul. 2014. Pertumbuhan dan Perkembangan Nodus Kentang (Solanum
tuberosum L.) Akibat Modifikasi Konsentrasi Sukrosan dan Penambahan
2-Isopenteniladenina Secara In Vitro. Jurnal Online Agroteknologi Vol.2
No.3
Hendaryono dkk. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Karjadi, AK., dan Buchory A. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap

Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar


Granola. Jurnal Hort Vol.18 No.4
Nimah, Fatriyatun., Evie R., dan Lukas SB. 2012. Pengaruh Pemberian Berbagai
Kombinasi Konsentrasi Sukrosa dan Kinetin terhadap Induksi Umbi Mikro
kentang (Solanum tuberosum L.) dan Kultivar Granola Kembang Secara In
Vitro. LenteraBio Vol.1 No.1
Rainiyati., Jasminarni., Neliyati., dan Henny H. 2011. Proses Penyediaan Bahan
Setek Kentang Asal Kultur Jaringan Untuk Produksi Bibit Kentang Mini
pada Kelompok Tani Kentang di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci
Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat No.22
Rukmana, R. 1999. Kentang : Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta : Kanisius.
Sagala, Danner., Herman WT., Uma, FJ., dan Chea S. 2012. Pengaruh BAP
terhadap Pembentukan dan Pembesaran Umbi Mikro Kentang Kultival
Granola. Jurnal Agroqua Vol. 10 No.1
Sari, DC., Diny D., Bayuardi S., dan Agus P. 2016. Ketahanan Beberapa Klon
Kentang (Solanum tuberosum L.) terhadap Asam Fusarat dan Penyakit
Busuk Kering Umbi. Jurnal Agron Indonesia Vol.44 No.2

Solim, MH., dan Fauziyah Harahap. 2014. Induksi Kalus Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Jenis Eksplan yang Berbeda
dengan Zat Pengatur Tumbuh 2,4 D Secara In Vitro. Prosiding Seminar
Nasional Biologi.
Wattimena, G.A, 1991. Produksi Bibit Kentang Bermutu melalui Propagul in vitro
P. 46-61. Dalam Dukungan Sektor Perbenihan dalam Menunjang
Agroindustri Hortikultura. Prosiding Seminar Sehari. Festifal Tanaman,
Bogor.
Widyastuti, Netty. 2000. Pelestarian Tanaman Pangan dengan Teknik Kultur In
Vitro. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol.1 No.3

LAMPIRAN

Menyiapkan alat
untuk memotong
eksplan

Memotong eksplan
kentang

Proses penanaman
sub kultur eksplan

Anda mungkin juga menyukai