: Maulyda Awwaliyah.P
NIM
: 1414142006
Kelas
:B
Kelompok
: II (Dua)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan/ Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.
Koordinator Asisten
Evi Nurhaena
NIM. 1314141001
Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab Praktikum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman mengunakan organ generatif maupun vegetatif
konvensional biasanya tidak ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan
bibit yang banyak juga menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang
sangat tinggi. Selain itu perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah
tersendiri (Sihachakr et al., 1996). Umumnya tanaman mudah diserang
penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur yang
menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas produksi.
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu,
sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi
tanaman lengkap kembali. Dasar pemikiran teknik kultur jaringan adalah teori
totipotensi sel, yaitu kemampuan sel tumbuhan membentuk tanaman lengkap
bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai. Umumnya sifat totipotensi
lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih muda dan banyak
dijumpai pada daerah meristematik. Keunggulan dari sistem kultur jaringan
tanaman adalah dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak
dalam waktu yang singkat, bebas hama dan penyakit serta anakan yang identik
dengan induknya
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada dua teknik
yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu stek
mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku tunggal
pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah
satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena
(1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering
yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dihasilkan benih berjumlah banyak dalam waktu relatif singkat dan bebas dari
penyakit sistemik, terutama virus (Wattimena, 1991).
Prinsip utama teknik kultur jaringan pada tanaman adalah berdasarkan
teori sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden, yaitu setiap unit biologi
terkecil yang mempunyai kemampuan untuk bergenerasi membentuk tanaman
lengkap. Untuk perbanyakn dianjurkan menggunakan meristem bersama daun
primordial. Sebaliknya, jika tujuan untuk menghilangkan infeksi penyakit
sistematik virus, jaringan meristem harus bebas dari daun primordial dan ukuran
eksplan tidak melampaui 0,5 mm (Karjadi, 2008).
Dalam perbanyakan mikro ada dua teknik yang telah dikembangkan untuk
memproduksi propagul kentang, yaitu stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro
berasal dari perbanyakan stek buku tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media
yang digunakan untuk pengumbian adalah satu macam media (padat atau cair) dan
dua macam media (padat-cair atau cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem caircair. Hasil penelitian Wattimena (1983) menunjukkan bahwa media cair untuk
pengumbian secara in vitro akan menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah,
dan persentase bahan kering yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat
(Wattimena, 1991).
Kultur meristem adalah teknik perbanyakan in vitro yang dipergunakan
sejak tahun 1950 untuk mendapatkan tanaman bebas penyakit sistemik, terutama
virus dari tanaman yang terinfeksi. Eksplan yang dipergunakan adalah titik
tumbuh dengan ukuran 0,05-0,1 mm. Bagian meristematik yang diambil untuk
keperluan tersebut adalah jaringan meristem pucuk terminal atau aksilar. Sel-sel
jaringan meristematik umumnya stabil, karena mitosis terjadi bersamaan dengan
pembelahan sel yang terus-menerus sehingga diaplikasi DNA yang berlebihan
dapat dihindari. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan
tanaman donor (Akita, 1994).
Propagul umbi mikro diperoleh dengan perbanyakan secara in vitro.
Aplikasi teknik kultur in vitro melalui pembiakan mikro dapat menghasilkan bibit
dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, tidak tergantung pada
iklim dan musim serta biaya penyediaan bibit relatif lebih murah dibandingkan
bibit impor. Untuk perbanyakan secara in vitro dibutuhkan media tumbuh yang
mengandung bahan organik, hara makro dan mikro, kompleks alami dan bahanbahan lain yang mendukung pertumbuhan tanaman. Air kelapa merupakan bahan
organik yang kaya akan zat-zat aktif untuk perkembangan embrio, diantaranya
adalah sitokinin endogen (Sagala, 2012).
Kentang merupakan tanaman yang biasanya diperbanyak dengan umbi
atau secara vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif dapat menyebabkan terjadinya
degenerasi atau menurunnya kualitas bibit dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Patogen tanaman dapat mudah masuk ke dalam umbi dan
berakumulasi sehingga semakin lama generasi tersebut semakin menurun kualitas
umbi/bibit. Patogen yang menyebabkan terjadinya degenerasi bibit, ialah virus
daun menggulung (PLRV), dan virus mosaik (PVX, PVY dan PVSX), bakteri
(Erwinia sp.), jamur (Rhizoctonia solani), nematoda, dan ulat penggorok umbi.
Oleh karena itu, ketersediaan bibit kentang berkualitas saat ini belum mampu
memenuhi kebutuhan petani (Nimah, 2012).
Pengujian untuk mengetahui respon ketahanan terhadap busuk kering
umbi biasanya dilakukan dengan cara inokulasi cendawan pada umbi kentang.
Pemanfaatan seleksi sifat tertentu pada kultur in vitro memiliki peluang untuk
mendapatkan klon kentang adaptif dengan waktu, tenaga, biaya, dan bahan tanam
yang lebih sedikit. Seleksi in vitro juga dilakukan pada lingkungan terkontrol
sehingga pengaruh kerusakan akibat perlakuan dapat diketahui dengan jelas.
Pemanfaatan seleksi in vitro sudah banyak dilakukan pada tanaman kentang
seperti yang dilakukan oleh Maharijaya et al. (2008) untuk menguji ketahanan
beberapa klon kentang terhadap penyakit layu bakteri dan busuk lunak.dapat
diketahui dengan jelas (Sari, 2016).
Seleksi sifat ketahanan terhadap Fusarium spp. secara in vitro pada
beberapa spesies tanaman dilakukan menggunakan toksin murni asam fusarat.
Metode ini sudah digunakan dalam pemuliaan pisang kepok (Damayanti, 2010),
vanili (Nurcahyani et al., 2012), dan markisa (Flores et al., 2012). Penelitian
tersebut menunjukkan adanya korelasi positif antara gejala dan kejadian
penyakitakibat perlakuan asam fusarat secara in vitro dan infeksi F. solani secara
in vivo. Korelasi positif antara produksi asam fusarat dan patogenitas Fusarium
spp. juga menunjukkan bahwa asam fusarat berperan penting dalam
perkembangan penyakit busuk kering umbi kentang. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari tingkat ketahanan beberapa klon kentang terhadap asam
fusarat dan infeksi Fusarium spp. serta mengevaluasi efektivitas penggunaan
asam fusarat dalam seleksi ketahanan tanaman terhadap Fusarium spp
(Hendaryono, 1994).
Melalui teknik kultur jaringan diproduksi umbi mikro kentang sebagai
salah satu propagul kentang untuk penyediaan bibit. Penggunaan umbi mikro
sebagai salah satu propagul kentang memiliki beberapa keuntungan, antara lain ,
(1) propagul umbi mikro berasal dari eksplan bebas penyakit akan menghasilkan
umbi mikro yang bebas penyakit, (2) umbi mikro akan menghasilkan tanaman
yang seragam dan umur panen sama dengan umbi biasa, (3) kebutuhan lahan
untuk umbi mikro hanya 45 kg/Ha dibandingkan dengan umbi biasa yang
memerlukan 1-2 ton bibit/Ha, (4) mudah dalam penyimpanan, transportasi dan
pengiriman, (5) mudah memenuhi persyaratan karantina untuk lalulintas propagul
baik dalam atau luar negeri (Rukmana, 1999).
Konservasi in vitro terbagi menjadi 2 cara yakni, kelompok yang
diperbanyak dengan biji (berbiji rekalsitran) seperti kelapa, kakao, rambutan,
mangga dan alpukat dan kelompok yang diperbanyak secara vegetatif meliputi
yang tidak berbiji (steril), hanya berbiji pada saat tertentu, biji heterozigot, dan
tanaman umbi-umbian seperti ubi kayu, talas, pisang, kentang dan uwi.
Sehubungan dengan lamanya penyimpanan teknik in vitro ini dapat dibagi
menjadi dua yakni : penyimpanan jangka pendek/menengah dengan tujuan hanya
menekan pertumbuhan untuk sementara dan penyimpanan jangka panjang dengan
tujuan dalam waktu cukup lama dimana aktifitas metabolisme betul-betul
dihentikan tetapi sel-sel tidak mati. Pelestarian in vitro mempunyai beberapa
keuntungan, yakni :
a.
b.
c.
d.
GrowMore
dalam
penelitian
ini
digunakan
untuk
BAB III
METODE PRAKTIKUM
C. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi ruangan
Membersihkan ruangan kultur jaringan dengan menggunakan pembersih
(sapu, kemoceng, kain pel dan lap)
2. Sterilisasi Alat
a.Semua alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan kultur jaringan
disterilkan.
b.
Botol dan alat-alat penunjang dicuci dengan sabun cuci.
c.Alkohol 70% disemprotkan, kemudian alat dimasukkan ke dalam plastik
bening.
d.
Botol kutur jaringan dan alat-alat penunjang dimasukkan ke dalam
autoklaf.
3. Sub-kultur Kentang
a. Alat dan bahan disiapkan untuk dimasukkan kedalam enkas.
b. Tangan dan meja kerja disemprotkan dengan alcohol 70% kemudian
membersihkannya dengan tissue.
c. Alkohol juga disemprotkan diseluruh bagian alat dan bahan yang
dimasukkan kedalam enkas.
d. Alat diseksi steril dipijarkan diatas bunsen.
e. Planlet Kentang diambil dari dalam botol kultur kemudian diletakkan
ditas cawan petri.
f. Planlet yang telah dikeluarkan dari botol kultur kemudian dipotong
dibagian dekat aksilar batang.
g. Hasil potongan planlet kemudian dipindahkan kedala botol kultur baru
dengan cara menanamnya 3-4 bagian.
h. Botol kultur ditutup kembali dengan aluminium foil dan plastik wrap.
i. Melakukan pengamatan selama 1 minggu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
NO
Gambar
Keterangan
Botol I
Hari ke-0 (21/12/2016)
Medium Growmore 1g +
1
40g Sukrosa
Suhu: 18,6oC
Kelembaban: 86%
Botol II
Hari ke-0 (21/12/2016)
Medium Growmore 1g +
2
40g Sukrosa
Suhu: 18,6oC
Kelembaban: 86%
Botol I
Hari ke-2 (23/12/2016)
Medium Growmore 1g +
3
40g Sukrosa
Suhu: 22,9 oC
Kelembaban: 87%
Tidak kontaminasi. Belum
ada perubahan pada planlet
Botol I
Hari ke-2 (23/12/2016)
Medium Growmore 1g +
40g Sukrosa
Suhu: 22,9 oC
Kelembaban: 87%
Tidak kontaminasi. Belum
ada perubahan pada planlet
Botol I
Hari ke-6 (27/12/2016)
Medium Growmore 1g +
40g Sukrosa
Suhu: 17,4 oC
Kelembaban: 68%
Medium terkontaminasi
Botol II
Hari ke-6 (27/12/2016)
Medium Growmore 1g +
40g Sukrosa
Suhu: 17,4 oC
Kelembaban: 68%
Medium terkontaminasi
B. Pembahasan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Teori sel atau yang lebih dikenal dengan teori totipotensi menyatakan bahwa
setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat
fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh jika kondisinya sesuai. Sel-sel tersebut merupakan kesatuan
biologis terkecil yang mempunyai kemampuan untuk mengadakan berbagai
aktivitas
hidup,
seperti:
metabolisme,
reproduksi,
pertumbuhan
dan
beregenerasi.
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak
memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Tujuan pokok
penerapan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah produksi
tanaman dalam jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk varietas-
pada
tanaman
kentang
adalah
bagian
tunas.
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan
kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan
baru (Wetherell, 1976) tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau
aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme maupun penyakit,
sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang
dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan
memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya
paling kuat,untuk perbanyakan pada kultur tahap selanjutnya.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini
disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang
timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman
induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan
alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,
yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga
harus steril. Tunas hidup di atas tanah sering banyak tanah yang melekat
perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas khususnya pada
kentang mengandung jamur seperti fusarium.
4. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow
untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya
pertumbuhan eksplan pada kentang. Botol yang telah ditanami ekplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar. Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan
tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya
dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk
tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan
cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulkan bahwa:
1. Sterilisasi Ruangan yang akan digunakan dalam kultur jaringan lebih
mudah di kendalikan dibanding ruang terbuka. Sterilisasi ruangan
dilakukan dengan menyemprotkan alkaholol 70 % dengan hand-sprayer.
2. Sterilisasi alat yang akan digunakan dalam kultur jaringan. dilakukan agar
alat tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora,
sterilisasi peralatan dibagi menjadi
belum
mengalami
perubahan
yang
signifikan
dalam
DAFTAR PUSTAKA
Akita, M., dan Shinsaku. 1994. Stimulation of Potato (Solanum tuberosum L.)
tuberization by Semucontinuous Liquid Medium Serface Level Control.
Journal Plant Cell Reports No.13: 184-187
Harahap, Fauziyah., dan Muhammad HS. 2014. Penggunaan Pupuk Daun
(Growmore) dan Air Kelapa terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.) Varietas Granola Secara In Vitro. Prosiding
Seminar Nasional Biologi.
Husan, Asmaul. 2014. Pertumbuhan dan Perkembangan Nodus Kentang (Solanum
tuberosum L.) Akibat Modifikasi Konsentrasi Sukrosan dan Penambahan
2-Isopenteniladenina Secara In Vitro. Jurnal Online Agroteknologi Vol.2
No.3
Hendaryono dkk. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Karjadi, AK., dan Buchory A. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Solim, MH., dan Fauziyah Harahap. 2014. Induksi Kalus Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Jenis Eksplan yang Berbeda
dengan Zat Pengatur Tumbuh 2,4 D Secara In Vitro. Prosiding Seminar
Nasional Biologi.
Wattimena, G.A, 1991. Produksi Bibit Kentang Bermutu melalui Propagul in vitro
P. 46-61. Dalam Dukungan Sektor Perbenihan dalam Menunjang
Agroindustri Hortikultura. Prosiding Seminar Sehari. Festifal Tanaman,
Bogor.
Widyastuti, Netty. 2000. Pelestarian Tanaman Pangan dengan Teknik Kultur In
Vitro. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol.1 No.3
LAMPIRAN
Menyiapkan alat
untuk memotong
eksplan
Memotong eksplan
kentang
Proses penanaman
sub kultur eksplan