Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Sepsis merupakan sindroma klinis dengan karakteristik disregulasi sistim
imun, inflamasi dan mekanisme koagulasi sebagai respons tubuh akibat infeksi.
Manifestasi klinis sepsis pada keadaan awal ditandai dengan sindroma respons
inflamasi sistemik, yang apabila berkembang menjadi berat, akan menyebabkan syok
septik, gagal multi organ bahkan kematian. (Minerva anastesiologi, Derek c angus)
Insidens dan mortalitas sepsis sangat bervariasi di tiap negara.2 Di Amerika
Serikat insidens sepsis sekitar 132 per 100.000 jiwa dengan mortalitas mencapai 50%,
dan berada di peringkat 10 penyebab kematian tertinggi. Di Inggris, sepsis berat
merupakan penyebab kematian terbanyak pasien yang dirawat di intensive care unit
dengan mortalitas mencapai 46%.3 Di Indonesia, mortalitas akibat sepsis di bangsal
Penyakit Dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo mencapai 53,2%.2 Tingginya angka
mortalitas membuat sepsis masih terus diperdebatkan dalam hal penegakan diagnosis,
patogenesis dan tatalaksana komprehensif yang terus berkembang. (diding heri
prasetyo)
Patogenesis sepsis melibatkan interaksi kompleks terhadap vasodilatasi
patologik, hipovolemia, disfungsi miokardium, dan perubahan distribusi darah oleh
karena respon inflamasi pada infeksi; bahkan setelah perbaikan volume intravascular,
abnormalitas mikrosirkulasi bisa tetap ada dan menyebabkan maldistribusi kardiak
output. (steven M)
Meningkatnya kegagalan jantung oleh karena kelebihan vasodilatasi dan
hiporesponsif vascular terhadap ketokolamin menjadi masalah klinis besar terhadap
pengobatan pasien sepsis. Disfungsi endothelial menunjukkan tanda lain dari sepsis
seperti ekstravasasi cairan dan protein. Kondisi ini dihubungkan dengan
keseimbangan cairan yang positif yang hasilnya berhubungan dengan peningkatan
mortalitas. (Minerva anastesiologi)

Strategi umum dari dukungan hemodinamik selama sepsis dewasa ini


termasuk penggantian volume cairan dan pemberian adrenergic receptor agonists.
Bagaimanapun, intevensi ini biasanya gagal menjaga perfusi yang cukup, karenanya
peningkatan volume dapat meningkatkan ekstravasasi cairan dan edema pada keadaan
disfungsi endothelial selama sepsis. Oleh karena itu peningkatan dosis ketokolamin
dibutuhkan untuk mengurangi respon dari reseptor adrenergic pada pasien sepsis.
Efek samping yang timbul akibat penggunaan ketokolamin diantaranya hipoperfusi
mikrovaskular pada intestinal, takiaritmia, dan peningkatan konsumsi oksigen
miokard. Itulah sebabnya penting untuk mengembangkan strategi pengobatan yang
baru dengan mekanisme aksi alternative untuk meningkatkan kesembuhan pasien
sepsis. (Minerva anastesiologi)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PATOGENESIS SEPSIS
Apabila tubuh terpapar oleh mikroorganisme asing, maka terjadi serangkaian
mekanisme homeostasis untuk melindungi tubuh dari mikroorganisme tersebut.
Lapisan epitel merupakan pertahanan fisik pertama melawan invasi mikroorganisme,
disamping dapat mensekresi substansi antimikrobial. Jika pertahanan ini berhasil
ditembus, maka mikroorganisme dapat masuk ke dalam jaringan dimana
mikroorganisme tersebut dikenali, diingesti dan dibunuh oleh sel-sel fagositik.
Apabila virulensi mikroorganisme tersebut tinggi dan respons imun pejamu tidak
mampu melokalisir infeksi, maka mikroorganisme maupun komponen-komponennya
dapat menginvasi sirkulasi darah dan kemudian mengaktivasi sel-sel fagositik yang
berada jauh dari fokus infeksi serta mendatangkan sel-sel inflamasi ke fokus infeksi
tersebut.(DEREK C ANGUS, VERED KALITMAN)
Mikroorganisme patogen dikenali oleh sel-sel imun melalui beberapa reseptor
yang terdiri dari toll-like receptor (TLR), peptidoglycan-related protein receptors dan
reseptor intraselular. Ikatan antara reseptor dengan komponen mikroorganisme
mengaktivasi serangkaian respons imun yang bertujuan untuk mengeliminasi
mikroorganisme patogen, membatasi kerusakan jaringan dan mempertahankan
homeostasis organ. (VERED KLAITMAN)
Aktivasi sel-sel imun menyebabkan pelepasan sejumlah komponen seperti
kemokin, sitokin dan protease. Sitokin merupakan glikoprotein dengan berat molekul
rendah dan terbagi menjadi sitokin proinflamasi dan sitokin antiinflamasi.6 Dalam
beberapa jam pertama respons inflamasi dilepaskan sitokin proinflamasi yaitu tumour
necrosis factor- (TNF-) dan interleukin-1 (IL-1), didahului oleh aktivasi nuclear
transcription factor-B (NF-B) yang mengalami translokasi ke dalam nukleus sel
imun.9

Sitokin

tersebut

selanjutnya

dapat

menginduksi

pelepasan

sitokin

proinflamasi lain seperti IL-6, High Mobility Group Box Chromosomal protein 1

(HMGB1), dan sitokin antiinflamasi yaitu IL-10. Sitokin proinflamasi memiliki


bermacam-macam efek yaitu menurunkan fungsi pertahanan sel-sel epitel,
menginduksi ekspresi molekul adhesi sel endotel, serta efek metabolik yaitu
katabolisme protein dan pelepasan trigliserida dari jaringan adiposa. Sitokin
antiinflamasi ditemukan dalam serum beberapa jam sampai beberapa hari setelah
sepsis dimulai dan berfungsi membatasi respons imun. Dalam proses stimulasi
respons imun, terjadi pula aktivasi komplemen yang selanjutnya saling mengaktivasi
satu sama lain. Manfaat komplemen aktif yaitu untuk melisiskan mikroorganisme.
(DEREK C ANGUS, VELED KLAITMAN)
Kriteria Sepsis (Derek c angus)
KRITERIA SEPSIS
INFEKSI
Bukti adanya infeksi atau dicurigai infeksi, diserta beberapa kritera berikut:
PARAMETER UMUM
Demam (suhu >38,3oC)
Hipotermia (suhu <36oC)
Denyut jantung >90 kali/menit atau >2 SD diatas nilai normal untuk usia
Takipneu >30 kali/menit
Perubahan status mental
Edema nyata atau keseimbangan cairan positif (>20 ml/kg/24 jam)
Hiperglikemia (glukosa plasma >110 mg/dL) tanpa diabetes
PARAMETER INFLAMASI
Lekositosis (lekosit >12.000/L)
Lekopenia (lekosit <4.000/L)
Hitung lekosit normal dengan >10% bentung lekosit muda (immature)
C Reactive Protein (CRP) plasma >2 SD diatas nilai normal
Procalcitonin plasma >2 SD diatas nilai normal
PARAMETER HEMODINAMIK
Hipotensi arterial (tekanan darah sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure (MAP) <70, atau
tekanan darah sistolik menurun >40 mmHg pada orang dewasa atau <2 SD dibawah nilai normal

untuk usia
Saturasi oksigen vena campuran >70%
Indeks kardiak >3,5 l/menit.m2
PARAMETER DISFUNGSI ORGAN
Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 <300)
Oliguri akut (urin <0,5 ml/kg/jam selama minimal 2 jam)
Peningkatan kreatinin 0,5 mg/dl
Gangguan koagulasi (international normalized ratio/INR >1,5 atau aPTT >60 detik)
Ileus (tidak adanya bising usus)
Trombositopenia (hitung trombosit <100.000/L)
Hiperbilirubinemia (bilirubin total plasma > 4 mg/dl atau 70 mmol/l)
PARAMETER PERFUSI JARINGAN
Hiperlaktatemia (>3 mmol/l)
Penurunan capillary refill atau mottling
TERAPI SEPSIS
Terapi cairan dari sepsis berat(Derek c angus, ssc)

Kristaloid sebagai cairan awal pilihan dalam resusitasi sepsis berat dan syok
septik (kelas 1B).

Terhadap penggunaan pati hidroksietil untuk resusitasi cairan dari sepsis berat
dan syok septik (kelas 1B).

Albumin dalam resusitasi cairan dari sepsis berat dan syok septik ketika
pasien memerlukan sejumlah besar kristaloid (kelas 2C).

Awal tantangan cairan pada pasien dengan hipoperfusi jaringan sepsis yang
diinduksi dengan kecurigaan hipovolemia untuk mencapai minimal 30 mL /
kg kristaloid (sebagian dari ini mungkin albumin setara). Lebih administrasi
yang cepat dan jumlah yang lebih besar cairan mungkin diperlukan pada
beberapa pasien (kelas 1C).
Teknik tantangan cairan diterapkan dimana pemberian cairan dilanjutkan
selama ada perbaikan hemodinamik baik berdasarkan dinamis (misalnya,

perubahan tekanan nadi, variasi stroke volume) atau statis (misalnya, tekanan
arteri, denyut jantung) variabel.
Vasopressor

Terapi vasopressor awalnya menargetkan tekanan arteri rata-rata (MAP) dari


65 mm Hg (kelas 1C).

Norepinefrin sebagai pilihan vasopressor pertama (kelas 1B).

Epinefrin (ditambahkan ke dan berpotensi menggantikan norepinefrin) ketika


agen tambahan diperlukan untuk menjaga tekanan darah yang memadai (kelas
2B).

Vasopresin 0,03 unit / menit dapat ditambahkan ke norepinefrin (NE) dengan


maksud baik menaikkan MAP atau menurun NE dosis (UG).
Vasopressin dosis rendah tidak dianjurkan sebagai vasopressor awal tunggal
untuk pengobatan hipotensi sepsis yang diinduksi dan dosis vasopressin lebih
tinggi dari 0,03-0,04 unit / menit harus disediakan untuk terapi penyelamatan
(kegagalan untuk mencapai MAP memadai dengan agen vasopressor lain)
(UG).

Dopamin sebagai agen vasopressor alternatif untuk norepinefrin hanya pada


pasien yang sangat dipilih (misalnya, pasien dengan risiko rendah takiaritmia
dan bradikardia absolut atau relatif) (kelas 2C).

Phenylephrine tidak dianjurkan dalam pengobatan syok septik kecuali dalam


keadaan di mana (a) norepinefrin dikaitkan dengan aritmia yang serius, (b)
curah jantung dikenal tekanan tinggi dan darah masih rendah atau (c) sebagai
terapi penyelamatan bila dikombinasikan inotrope / obat vasopressor dan
vasopressin dosis rendah telah gagal untuk mencapai target MAP (kelas 1C).

Dopamine dosis rendah tidak boleh digunakan untuk perlindungan ginjal


(kelas 1A).

Semua pasien yang membutuhkan vasopressor harus dipasang kateter arteri


sesegera mungkin jika sumber daya tersedia (UG).
Inotropik Terapi

Sebuah percobaan dobutamin infus hingga 20 mikrogram / kg / mindiberikan


atau ditambahkan ke vasopressor (jika digunakan) di hadapan (a) disfungsi
miokard seperti yang disarankan oleh tekanan tinggi jantung mengisi dan
curah jantung rendah, atau (b) yang sedang berlangsung tanda-tanda
hipoperfusi, meskipun mencapai volume intravaskular yang memadai dan
MAP yang memadai (kelas 1C).

Tidak menggunakan strategi untuk meningkatkan indeks jantung ke tingkat


atas normal yang telah ditentukan (kelas 1B).

Kortikosteroid

Tidak menggunakan hidrokortison intravena untuk mengobati pasien syok


septik dewasa jika resusitasi cairan yang memadai dan terapi vasopressor
dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik (lihat tujuan untuk Resusitasi
awal). Dalam hal ini tidak dicapai, kami sarankan hidrokortison intravena saja
dengan dosis 200 mg per hari (kelas 2C).

Tidak menggunakan uji stimulasi ACTH untuk mengidentifikasi orang dewasa


dengan syok septik yang harus menerima hidrokortison (kelas 2B).

Pada pasien yang dirawat hidrokortison meruncing ketika vasopresor tidak


lagi diperlukan (kelas 2D).

Kortikosteroid tidak diberikan untuk pengobatan sepsis dengan tidak adanya


kejutan (kelas 1D).

Ketika hidrokortison diberikan, menggunakan aliran terus menerus (kelas


2D).

VASOPRESSOR
Tekanan arterial merupakan inti dari terapi vasopressor, dan pengembalian
tekanan yang adekuat sebagai kriteria efektifitas vasopressor. Tekanan darah tidak
selalu dihubungkan dengan blood flow dan ketepatan nilai MAP tidak sama pada
setiap pasien. Beberapa pasien (khususnya pasien dengan hipertensi) butuh tekanan
darah yang tinggi untuk menjaga perfusi yang adekuat. Ketepatan tekanan darah yang
ingin dicapai pada pasien syok sepsis masih tidak diketahui. Kebanyakan ahli
sepakat, bahwa pada pasien sepsis dengan tanda hipoperfusi, MAP harus dijaga pada
60-65 mmHg. ( steven M,)
Pemilihan agen vasopressor bergantung pada tipe syok, situasi klinis, dan
kemungkinan efek samping obat. Karena kurangnya percobaan efek vasopressor
pada morbiditas dan mortilitas, Surviving Sepsis Campaign guidelines menyarankan
dopamin atau norepinefrin, disbanding phenylephrine atau epinefrin, sebagai
vasopressor lini pertama untuk memperbaiki hipotensi. Dopamin meningkatkan MAP
dan kardiak output, terutama dengan meningkatkan stroke volume dan heart rate.
Dopamine mungkin sangat berguna pada pasien dengan fungsi sistolik yang
mencurigakan, namun memiliki resiko gangguan jantung seperti takikardia dan
aritmia lainnya. Norepinefin meningkatkan MAP melalui vasokonstriksi namun
memunculkan sedikit perubahan pada denyut jantung dan kurang meningkatkan
stroke volume disbanding dopamine. Phenylepinefrin dan epinefrin bisa dipikirkan
sebagai agen lini kedua, karena phenylepinefrin dapat menurunkan stroke volume dan
epinefrin dapat menyebabkan takikardi dan memiliki efek negative pada sirkulasi
splanknik. (steven M, paul M)
Penambahan agen vasopressor seringkali dibutuhkan untuk menjaga perfusi
organ vital. Selain katekolamin, nonkatekolamin agen seperti vasopressin harus
dipertimbangkan pada pasien syok sepsis. Guidelines menganjurkan penambahan
vasopressin 0.01-0.04 unit/menit untuk terapi syok sepsis refraktori.(paul M)
Karakteristik Vasopressor *(andre kalil MD

Norepinefrin
Norepinefrin merupakan suatu agonis alfaadrenergik poten dengan efek
agonis beta-adrenergik minimal, norepinefrin dapat meningkatkan tekanan darah
dengan baik pada pasien sepsisyang tetap hipotensi setelah pemberian dopamine dan
resusitasi cairan. Dosis dopamine 0.2-1.5 g/kgbb/min, dan dosis maksimal 3.3
g/kgbb/min.
Dopamin
Dopamin merupakan prekursor norepinefrin dan epinefrin, dopamine
memiliki beragam efek tergantung pada dosis yang diberikan. Pada dosis rendah,
dopamine memiliki efek yang tinggi pada reseptor beta; pada dosis tinggi, memiliki
efek alfa reseptor dan meningkatkan vasokonstriksi.
Dosis dopamin 2-20 g/kgbb/min. Dosis kurang dari 5 g/kgbb/min berefek
pada vasodilatasi renal, mesentrik, dan arteri koroner. Pada dosis 5-10 g/kgbb/min,
memiliki efek meningkatkan kontraktilitas jantung dan denyut jantung. Pada dosis
diatas 10 g/kgbb/min, menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan
darah.
Epinefrin
Epinefrin dapat meningkatkan MAP dengan menaikkan CO dan SV, sembari
meningkatkan SVR dan HR. Epinefrin dapat meningkatkan penghantaran oksigen
dan konsumsi oksigen. Penggunaan epinefrin direkomendasikan hanya pada pasien
yang tidak reson dengan obat yang biasa. Efek samping epinefrin diantaranya:

Peningkatan konsentrasi laktat sistemik dan regional


Potensi menyebabkan myocardial iskemi dan merangsang timbulnya aritmia
Penurunan aktivitas splanknik

Vasopressin
Vasopressin disintesis di hipotalamus dan diekskresikan oleh kelenjar pituitary
posterior. Berlawanan dengan katekolamin (mis. norepinefrin), yang level serumnya

secara umum tinggi pada syok sepsis, penyimpanan vasopressin terbatas dan levelnya
rendah. Lebih lanjut, efektifitas katekolamin pada sel otot polos pembuluh darah
dibatasi oleh aktivasi ATP dependent calcium channel dan NO.

Anda mungkin juga menyukai