Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Efusi Pleura Dextra ec. Pneumonia


Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik
di Bagian/ SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
disusun oleh :

Fitriana Anwar
NIM. 1507101030107

Pembimbing:

dr. Anna Deliana, Sp.P

SMF/ BAGIAN PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia
dan anugerah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus
dengan judul: Efusi Pleura Dextra ec. Pneumonia dalam rangka memenuhi
salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian/ SMF
Pulmonologi RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh. Shalawat serta salam juga disanjung tinggikan kepada
Rasulullah SAW, beserta keluarga dan para sahabat.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada dr. Anna Deliana, Sp.P selaku pembimbing selama menjalani
kepaniteraan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas
ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran yang bersifat konstruktif dari
segala pihak agar tercapai hasil yang lebih baik nantinya. Penulis berharap
semoga laporan kasus ini mendapat keridhaan dan berkah dari Allah SWT
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Banda Aceh, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB

PENDAHULUAN .........................................................................

BAB

II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura ................................................... 2
2.1.1 Anatomi........................................................................... 2
2.1.2 Fisiologi...........................................................................
2.2 Efusi Pleura................................................................................ 2
2.2.1 Definisi ........................................................................... 4
2.2.2 Epidemiologi .................................................................. 4
2.2.3 Etiologi ........................................................................... 5
2.2.4 Patogenesis ..................................................................... 5
2.2.5 Diagnosis ........................................................................ 6
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang................................................... 7
2.2.7 Tatalaksana...................................................................... 10

BAB

III LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien .........................................................................
2.2 Anamnesis .................................................................................
2.3 Pemeriksaan Tanda Vital ..........................................................
2.4 Pemeriksaan Fisik .....................................................................
2.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................
2.6 Diagnosis Kerja ........................................................................
2.7 Tatalaksana ...............................................................................
2.8 Planning.....................................................................................
2.9 Prognosis...................................................................................
2.10 Follow Up Harian....................................................................

13
13
14
14
17
20
20
20
21
21

BAB

IV ANALISA KASUS......................................................................... 24

BAB

V KESIMPULAN.............................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 28

BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang paling sering
menyebabkan gangguan pada paru manusia melalui kompresi jaringan. Kompresi
yang terjadi pada paru menyebabkan gangguan pernafasan karena kemampuan
mengembang dan mengempis paru terhambat, menyebabkan paru menjadi
kolaps, sehingga mengakibatkan oksigen sulit masuk ke dalam paru paru.
Kondisi paru ini dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi sistemik hingga
ke arah kematian.1
Efusi pleura adalah terbentuknya akumulasi cairan yang abnormal di
dalam cavum pleura yang terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan
ataupun karena adanya penurunan absorbsi cairan. Pada keadaan normal rongga
pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Akumulasi cairan abnormal
pada cavum pleura jarang terjadi akibat proses primer dan lebih sering terjadi
melalui proses sekunder dan disebabkan oleh penyakit lain.1,2
Keluhan yang umumnya dirasakan pasien adalah gejala sesak napas, nyeri
dada, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas
seperti bunyi redup pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan
bunyi napas pada auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto
toraks dapat digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura. Diagnosis
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang
baik. Foto dada PA dan lateral dapat membantu diagnosis, sedangkan diagnosis
pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsy, dan analisis cairan pleura.1
Efusi pleura masif yakni adanya akumulasi cairan abnormal pada
cavum pleura yang memiliki jumlah yang besar, yakni di atas 50 % pada
gambaran radiologis dan atau memiliki volume di atas 600 cc.1,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
2.1.1 Anatomi
Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam rongga
dada yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura parietal.Pleura
viseral menempel di paru, bronkus dan fisura mayor, sedangkan pleura parietal
melekat di dinding dada bagian dalam dan mediastinum.Kedua lapisan ini
dipisahkan oleh rongga kedap udara yang berisi cairan lubrikan.Kedua lapisan
pleura bersatu didaerah hilus dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama
bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara
histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh
darah kapiler dan pembuluh getah bening.2,4

Gambar 2.1 Anatomi Pleura


Pleura

normal

memiliki

permukaan

licin,

mengkilap,

dan

semitransparan.Luas permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-laki


dewasa dengan berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot intercostal,
pleura diafragmatik, pleura servikal sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial
klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoideus, dan pleura mediastinal
yang membungkus organ-organ mediastinum.2,4
2.1.2 Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek

yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.2,5
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik
sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol
interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui
stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik.2,5
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan
napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan
mempengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Rongga pleura terisi
cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru, saluran limfatik
intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum.2,5
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim
yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus
menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada

selisih

perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura


viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal
hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.2,5
Jumlah cairan pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju filtrasi
kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura
parietal. Senyawa-senyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari
rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini.2,5
Jika jumlah cairan pleura lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura,
maka kelebihan cairan akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang
membuka secara langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan
superior dari diafragma dan permukaan lateral pleural parietalis. Oleh karena itu,
ruang pleura (ruang antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang
potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan
ruang fisik yang jelas.2,5

Gambar2.2 Dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura.


2.2 Efusi Pleura
2.2.1 Definisi
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleuraatau efusi pleura
merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.1
2.2.2 Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya.Efusi pleura maligna juga merupakan komplikasi
keganasan stadium lanjut yang sangat menyulitkan, dengan lebih dari 150.000
kasus per tahun di Amerika Serikat.1
Di Amerika Serikat tercatat 1,5 juta orang mengalami efusi pelura
setiaptahunnya dengan etiologi terbanyak adalah keganasan (27%). Sementara
diIndonesia penderita yang mengalami efusi pleura kebanyakan adalah akibat
proses infeksi. Tuberculosis menjadi penyakit yangpaling sering mendasari
kejadian efusipleura. Kasus infeksi lain yang juga sangat sering menyebabkan
efusi pleura

karena kebocoran plasma adalah infeksi dengue. Selain infeksi,

kasus kasus lain yang memicu terjadinya efusi pleura di Indonesia juga terus
meningkat seperti kanker, kelainan ginjal, trauma, kelainan metabolik, kelainan

jantung dan lain lain. Sementarauntuk kondisi efusi pleura masif, keganasan
merupakan etiologi utama.1
2.2.3 Etiologi
Efusi pleura transudat dapat terbentuk oleh karena peningkatan tekanan
hidrostatik, penurunan tekanan onkotik, peningkatan tekanan negatif cavum
pleura dan dapat juga berasal dari cairan ascites yang masuk melalui diafragma.
Sementara cairan efusi pleura eksudatif dapat terbentuk oleh karena peningkatan
permeabilitas kapiler dan atau terganggunya sistem drainase limfe yang
terjadiakibat adanya proliferasi atau inflamasi.3,6,7
Berikut ini adalah penyakit penyakit yang mendasari terjadinya efusi
pleura berdasarkan jenis cairan efusi pleura:3,6,7

No.
1.

2.

Jenis Efusi Pleura

Etiologi

Efusi Pleura Transudat

Gagal jantung
Hypoproteinemia
Atelectasis
Hepatic hydrothoraks
Gangguan ginjal

Efusi Pleura Eksudat

Keganasan
Infeksi

2.2.4 Patogenesis
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu, cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan
cairan dari pleura parietal ke pleura visceral dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotic. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh system limfatik dan hanya sebagain kecil yang diabsorpsi oleh
system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura
viseralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesotelial.2,8,9

Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan


kuman piogenik akan terbantuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks.
Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks. 2,8,9
Penumpukan cairan pleura daoat terjadi bila :
a.
b.
c.
d.
e.

Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura


Tekanan intra pleura yang sangat rendah
Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura
Hipoproteinemia
Onstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis
Efusi

pleura

dapat

menghambat

fungsi

paru

dengan

membatasi

pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada


ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.2,8,9
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan
partial oksigen (Pa O2) 60 mmHg atau tekanan partial karbondioksida arteri (Pa
Co2) 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah. 2,8,9
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis efusi pleura dibuat berdasarkan pada temuan klinis, penunjang
radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura, baik analisis maupun sitologi.Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan:2
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
d.
e.
f.
g.

bronchus atau metastasis


Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
Vokal fremitus menurun
Perkusi sonor memendek hingga redup
Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang

h. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
trakhea
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuatdiagnosa efusi
pleura antara lain:2,7,8,9
1.

Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk

mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.Foto dada


juga dapat menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat
jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia
atau abses paru.
2.

USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.

Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat membantu


sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam rongga pleura.
Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
3.

CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan

jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi


pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau
tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih
mahal.

Gambar 2.3 CT Scan pasien Efusi Pleura Ganas


4.

Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui


torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik maupun
terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v
garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 1500 cc pada setiap
kali aspirasi. Pengerjaan aspirasi berulang-ulang lebih baik daripada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema
paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang

terlalu cepat.

Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya


tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
5.

Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka

dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa.
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
8

menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor


pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan
beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada.
6.

Analisa cairan pleura


Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan:
a.

Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serousxantho-ctrorne.Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan.adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila
kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema.Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
amoeba.

b.

Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Perbedaan
Kadar protein dalam efusi (g/dl)

Ratio kadar protein dalam efusi

Transudat
<3 gr/100 cc

Eksudat
> 3.

< 0,5

> 0,5

< 200

> 200

< 0,6

> 0,6

dan dalam serum


-

Kadar LDH dalam efusi (I.U)

Ratio kadar LDH dalam efusidan


dalam Serum

Berat jenis cairan efusi

< 1,016

> 1,016

Rivalta

Negatif

Positif

Leukosit

<1000/mm3

>1000/mm3

Disamping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksakan


juga pada cairan pleura :
-

kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakitpenyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma
9

kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan


metastasis adenokarsinoma.

c.

Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.dapat memberikan konfirmasi suatu EPM
dengan kemungkinan penemuan sel rata-rata sekitar 64% (berkisar
antara 50% sampai 90%)
-

Sel neutrophil

: Menunjukkan adanya infeksi akut.

Sel limfosit :Menunjukkan adanya infeksi kronik sepertipleuritis


tuberkulosa atau limfomamalignum

Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, inimenunjukkanadanya


infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.

Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma

Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid

Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

2.2.7 Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri
dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis
pleura, dan mencegah kekambuhan.7,8,9
a. Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Berikut ini cara melakukan torakosentesis :
- Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
-

dilakukan dalam posisi tidur terlentang.


Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media

di bawah batas suara sonor dan redup.


Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan

dengan jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.


Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada
sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada

10

satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock


(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paruparu mengembang terlalu cepat.
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD).Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak lebih
dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru
secara mendadak.Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tibatiba dapat menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmi yang
berat, dan hipotensi.3,10
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat
namun aman dan sempurna. 3,10
WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah
mengembang.Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto
toraks.Selang toraks dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan
jaringan paru telah mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara
napas dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks.Selang dicabut pada waktu
ekspirasi maksimum.
Indikasi pemasangan WSD:
- Hemotoraks, efusi pleura
- Pneumotoraks > 25 %
- Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
- Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontraindikasi pemasangan WSD:
- Infeksi pada tempat pemasangan
- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
b. Drainase dengan indwelling catheter
Pemasangan indwelling catheter jangka panjang dapat memberikan drainase
intermiten sampai 1000 ml cairan pleura pada 2 sampai 3 kali periode seminggu.
Berkurangnya keluhan sesak nafas segera dirasakan pada 94% sampai 100%
pasien.Terdapat beberapa jenis kateter yang dapat dipakai pada prosedur ini, yang
banyak dipakai belakangan ini adalah kateter pleura Pleurx.3,10
c. Pleurodesis

11

Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia ke dalam rongga pleura
sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Pleurodesis merupakan penanganan
terpilih pada efusi keganasan. Bahan kimia yang lazim digunakan adalah
sitostatika seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard,fluorourasil, adriamisin
dan doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya,
obat sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang waktu 710 hari;
pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika
berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura
sehingga mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga tersebut. Obat
lain yang murah dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin. 3,10
d. Bedah Pintas Pleuro-Peritoneal
Tindakan ini merupakan pilihan pada pasien dengan efusi yang menetap
setelah dilakukan tindakan pleurodesis.Pintas pleuroperitoneal dengan pompa
Denver dilakukan dengan bantuan torakoskopi atau torakotomi mini.Komplikasi
prosedur ini yaitu infeksi dan penyebaran tumor ke peritonium walaupun jarang
terjadi. 3,10
e. Pleurektomi
Pleurektomi adalah tindakan dengan membuang pleura parietal yang
menutupi daerah iga dan mediastinum.Pleurektomi dengan VATS lebih aman
walaupun belum banyak digunakan.3,10

12

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama

: Tn. GS

Umur

: 82 tahun

No. CM

: 0-67-51-88

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Kuta Alam

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Pensiunan

Tanggal Masuk

: 25 Juli 2016

Tanggal Pemeriksaan

: 26 Juli 2016

3.2 Anamnesis

Keluhan utama
: Sesak nafas
Keluhan tambahan : Batuk dan nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak

lebih kurang

seminggu sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan

memberat 2 hari terakhir. Sesak muncul perlahan-lahan dan lamakelamaan memberat. Sesak bertambah berat jika pasien tidur terlentang,
beraktivitas, berbicara dan batuk. Sesak berkurang jika pasien duduk dan
istirahat. Pasien mengeluhkan memiliki riwayat demam sebelumnya,
demam yang dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh batuk dan
nyeri dada, batuk kering tidak berdahak. Riwayat batuk darah dan keringat
malam, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan tidak
dikeluhkan. Pasien merupakan perokok aktif dengan indeks brinkman
didapatkan perokok berat (24x55=1320).

13

Riwayat Penyakit Dahulu


:
Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya,
alergi dan asma tidak ada. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi yang,

riwayat diabetes mellitus tidak ada.


Riwayat Penggunaan Obat
:
Pasien belum mengonsumsi obat apapun sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama
seperti pasien. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga

tidak ada.
Riwayat Kebiasaan Sosial
:
Pasien adalah seorang pensiunan yang merupakan perokok berat.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu

: Sakit sedang
: compos mentis
: 120/80 mmHg
: 90 kali/ menit, regular, kuat angkat, isi cukup
: 28 kali/ menit
: 36,90C

Kulit

: sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)

Kepala

: rambut putih, sukar dicabut, distribusi merata

Wajah

: simetris, edema (-), deformitas (-)

Mata

: anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+),


refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor 3 /3 mm

Telinga

: kesan normotia

Hidung

: sekret (-/-), napas cuping hidung (-)

Mulut

: mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
hiperemis (-/-), T1 T1.

Leher

: retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),


benjolan dileher (-)

Thoraks anterior
Pemeriksaa
n Fisik Paru
Inspeksi

Thorax Dekstra
Statis

Thorax Sinistra
: simetris

Dinamis : asimetris
14

Palpasi
Atas

Fremitus taktil melemah, nyeri

Fremitus taktil normal, nyeri

tekan (-)

tekan (-)

Fremitus taktil melemah, nyeri

Fremitus taktil normal, nyeri

tekan (-)

tekan (-)

Fremitus taktil melemah, nyeri

Fremitus taktil normal, nyeri

tekan (-)

tekan (-)

Atas

redup

sonor

Tengah

redup

sonor

Bawah
Auskultasi

redup

sonor

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

wheezing (-/)

wheezing (-/-)

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

wheezing (-/)

wheezing (-/-)

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

wheezing (-/)

wheezing (-/-)

Tengah
Bawah

Perkusi

Atas
Tengah
Bawah

15

Thoraks Posterior
Pemeriksaan
FisikParu
Inspeksi

Thorax Dextra

Thorax Sinistra

Statis

: Simetris

Dinamis

: Simetris

Palpasi
Atas

Fremitus taktil melmah, nyeri

Fremitus taktil melemah,

tekan (-)

nyeri tekan (-)

Fremitus taktil melemah, nyeri

Fremitus taktil melemah,

tekan (-)

nyeri tekan (-)

Fremitus taktil melemah, nyeri

Fremitus taktil melemah,

tekan (-)

nyeri tekan (-)

Atas

redup

sonor

Tengah

redup

sonor

Bawah
Auskultasi

redup

sonor

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

wheezing (-/-)

wheezing (-/-)

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

wheezing (-/-)

wheezing (-/-)

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

Vesikuler(/+), rhonki(+/+),

wheezing (-/-)

wheezing (-/-)

Tengah
Bawah

Perkusi

Atas
Tengah
Bawah

16

17

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V

Perkusi
Batas atas

: ICS III garis midklavikula sinistra

Batas kanan

: ICS V garis para sternalis dekstra

Batas kiri

: ICS VI garis midklavikula sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I > Bunyi jantung II regular,


bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: simetris, distensi (-), vena kolateral (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-), defans muskular (-)

Perkusi

: timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi

: peristaltik 4x/menit (normal)

Ekstremitas

: sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)

Anus

: tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 25 Juli 2016
Jenis pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit

Hasil

Nilai Normal

14,7
45
5,3
29,9*
162
85
28
33
15,6*
11,1

12,0-15,0 g/dL
37-47 %
4,2-5,4 x106/mm3
4,5-10,5 x103/mm3
150-450 x103U/L
80-100 fL
27-31 pg
32-36 %
11,5-14,5%
7,2-11,1 fL

0
0
1*
83*
9*
7

0-6%
0-2%
2-6
5-70%
20-40%
2-8%

18

Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
Kimia Klinik
Natrium
Kalium
Klorida
Ureum
Kreatinin
Gula Darah Sewaktu

2
8

1-7 menit
5-15 menit

131*
4,9*
102
102*
1,46*
128

135-145 mmol/L
3,5-4,5 mmol/L
90-110 mmol/L
13-43 mg/dL
0,51-0,95 mg/dL
<200 mg/dl

Foto Thoraks PA
Tanggal 25 Juli 2016

Cor

: bentuk dan ukuran normal

Pulmo : tampak infiltrat di paru kiri, kanan perselubungan massive. Sinus


prenicocostalis kanan perselubungan massive dan kiri tajam
Kesan : Pneumonia dengan Efusi pleura dekstra massive

19

USG Thorax
Tanggal 26 Juli 2016

Tampak gambaran anechoic di cavum pleura dextra


Kesan : Efusi pleura dextra fistula simpel
4

Analisa Cairan Pleura


Tanggal : 26 Juli 2016

Jenis Pemeriksaan
Makroskopik
- Warna
- Kejernihan
- Bekuan
Total Protein
Glukosa
Leukosit

Hasil
Merah
Keruh
Positif
5,0 g/dL
82 g/dL
760/mm3

20

Mikroskopik
- PMN Sel
- MN Sel

24 %
76 %

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Spesimen : Terima cairan volume 23 cc, hemoragis, encer
Diagnosa Klinik : Efusi pleura dextra
Mikroskopis: Hapusan cairan yang telah di sentrifuse tampak sel-sel
lymphosit dan sel-sel darah. Tidak dijumpai tanda keganasan pada sedian
ini.
Kesimpulan: suatu negative smear

Pemeriksaan Mikrobiologi : Tidak ditemukan pertumbuhan kuman dan


BTA (-)

3.5 Diagnosis Banding


Efusi pleura Dextra ec dd/
1. Infeksi
2. Keganasan
3.6 Diagnosis Kerja
Efusi pleura Dextra ec. pneumonia
3.7 Tatalaksana
-

Oksigen 2-4 L/menit (nasal kanul)


IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Meropenem 1mg/24 jam

3.8 Planning
Cek darah ruin
Analisa cairan pleura
Kultur cairan pleura
Pewarnaan gram + BTA
3.9 Prognosis

21

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanactionam

: dubia ad malam

3.10 Follow Up Harian


26 Juli 2016
S/ sesak napas (+)
O/
TD : 130/80 mmHg
N
: 90 kali/menit
RR : 26 kali/menit
T
: 36,8C
I= asimetris
P= sf ka < sfki
P= redup/sonor
A= ves (/+), rh(+/+), wh (-/-)

27 Juli 2016
S/ sulit tidur malam, gelisah, sesak
berkurang
O/
TD : 130/90 mmHg
N
: 98 kali/menit
RR : 23 kali/menit
T
: 36,6 C
I= asimetris
P= sf ka < sfki
P= redup/sonor
A= ves (/+), rh(+/+), wh (-/-)

A: Efusi Pleura dextra e.c. 1) infeksi 2)


keganasan
A: Efusi Pleura dextra e.c. 1) infeksi 2)
keganasan
Th:
O2 2-4 L/i
Th:
O2 2-4 L/i
IVFD Nacl 0,9%,20 gtt/i
Inj. meropenem 1 gr/12 jam

IVFD Nacl 0,9%,20 gtt/i

Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam

Inj. meropenem 1 gr/12 jam


Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam

P/

Plasmanax

USG Thorax
WSD 500 cc/hari

P/ Susul hasil PA

Cek Albumin

WSD 500 cc/hari

Susul hasil PA

Cek Albumin 2,7


Konsul IPD

28 Juli 2016
S/ sulit tidur malam, gelisah, sesak
O/
TD : 130/90 mmHg

29 Juli 2016
S/ sulit tidur malam, gelisah, sesak
O/
TD : 130/90 mmHg
22

N
RR
T

: 96 kali/menit
: 25 kali/menit
: 36,7 C

N
RR
T

: 90 kali/menit
: 24kali/menit
: 36,6 C

I= asimetris
P= sf ka < sfki
P= sonor /sonor
A= ves (/+), rh(+/+), wh (-/-)

I= asimetris
P= sf ka < sfki
P= sonor /sonor
A= ves (/+), rh(+/+), wh (-/-)

A: Efusi Pleura dextra e.c. 1) infeksi 2)


keganasan
Th:
O2 2-4 L/i

A: Efusi Pleura dextra e.c. Infeksi


pneumonia
Th:
O2 2-4 L/i

IVFD Nacl 0,9%,20 gtt/i

IVFD Nacl 0,9%,20 gtt/i

Inj. meropenem 1 gr/12 jam

Inj. meropenem 1 gr/12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam

Plasmanax

Plasmanax

P/

P/

Susul hasil PA

Konsul bedah

Pasang NGT
Catheter

23

30 Juli 2016
S/ sesak berkurang
O/
TD : 120/80 mmHg
N
: 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T
: 36,9 C
I= asimetris
P= sf ka < sf ki
P= sonor /sonor
A= ves (/+), rh(+/+), wh (-/-)
A: Efusi Pleura dextra e.c. infeksi
pneumonia
Th :
IVFD Nacl 0,9%,20 gtt/i
Inj. meropenem 1 gr/12 jam(H5)
Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam(K/P)
Plasmanax
P/

24

BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis diketahui pasien laki-laki 82 tahun datang dengan keluhan
sesak nafas yang dirasakan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan
memberat 2 hari terakhir. Sesak muncul perlahan-lahan dan lama-kelamaan
memberat. Sesak bertambah berat jika pasien tidur terlentang, beraktivitas,
berbicara dan batuk. Sesak berkurang jika pasien duduk dan istirahat.Keluhan
sesak ini bisa timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang
akan memberikan kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu.
Makin banyak timbunan cairan maka sesak makin terasa berat.
Pasien juga batuk, batuk kering tidak berdahak. Riwayat batuk darah dan
keringat malam tidak dikeluhkan. Batuk pada efusi pleura dapat disebabkan oleh
rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang berlebihan, proses
inflamasi ataupun massa pada paru-paru.
Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan pleura parietalis dan viseralis yang saling bergerak karena
pernapasan.Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan
gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietalis dan visceralis tidak
mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura visceral
atau sebaliknya yaitu produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan.
Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa
kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan asimetris pada dada kanan, stem fremitus
kanan menurun, perkusi redup dan vesikuler melemah pada dada kanan. Pada
pemeriksaan fisik efusi pleura didapatkan pada sisi sakit: dinding dada lebih
cembung dan gerakan tertinggal, vokal fremitus menurun, perkusi sonor
memendek hingga redup, bunyi pernafasan menurun sampai menghilang dan
pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
trakhea.
Dari hasil foto thoraks didapatkan gambaran perselubungan homogen pada
hemithorax kanan yang merupakan gambaran khas efusi pleura pada foto X-Ray

25

thorax. Dari USG tampak gambaran anechoic di cavum pleura dextra.


Ultrasonografi thorax lebih sensitif dari foto thorax karena mampu mendeteksi
cairan dengan volume sedikit (5-50 ml).
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Pada
kasus ini karena pasien mengalami efusi pleura yang tergolong masif maka
dilakukan pemasangan WSD. Adapun indikasi pemasangan WSD pada pasien ini
adalah adanya efusi pleura yang masif.
Di samping itu pada pasien juga diberikan terapi penunjang lainnya berupa
pemberian cairan berupa IVFD NaCl 0,9% sebanyak 20 gtt/i, pemberian analgetik
berupa ketorolac untuk mengurangi nyeri yang dialami pasien. Pada pasien
diberikan antibiotik karena dicurigai menderita infeksi lain. Antibiotik yang
diberikan adalah antibiotik spektrum luas berupa injeksi meropenem 1 gr/12 jam
yang merupakan antibiotik broad spectrum golongan yang efektif terhadap bakteri
gram negatif dan gram positif, serta sangat efektif untuk mengatasi resistensi.
Serta diberikan O2 2-4 L untuk mengurangi sesak pada pasien.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam dikarenakan setelah
pemasangan WSD keadaan pasien menjadi lebih stabil, namun untuk prognosis
fungsi dan sosialnya malam.

26

BAB V
KESIMPULAN
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap Tn. GS, umur 82 tahun dengan
diagnosis efusi pleura dextra ec dd/ infeksi pneumonia . Dianosis didapatkan dari
anamnesis yaitu keluhan sesak nafas, batuk kering tidak berdahak, tidak ada
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan dan dari pemeriksaan fisik
thoraks yang didapatkan penurunan stem fremitus pada sisi efusi, perkusi yang
redup dan suara pernafasan yang melemah. Serta dari pemeriksaan penunjang foto
thoraks dan USG thoraks yang mengarah kepada efusi pleura dextra.
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang paling sering
menyebabkan gangguan pada paru manusia melalui kompresi jaringan. Kompresi
yang terjadi pada paru menyebabkan gangguan pernafasan karena kemampuan
mengembang dan mengempis paru terhambat, menyebabkan paru menjadi
kolaps, sehingga mengakibatkan oksigen sulit masuk ke dalam paru paru.
Kondisi paru ini dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi sistemik hingga
ke arah kematian. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam
rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga
menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan
pada jantung dan sirkulasi darah.
Dalam konteks ini perlu diingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini
juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura
viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru
(mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan
normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai
kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Diagnosis yang cepat dan tatalaksana yang tepat penting untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas pada pasien efusi pleura. Evaluasi yang cepat dan
tatalaksana penyebab/penyakit yang mendasari efusi pleura juga penting
dilakukan agar mengurangi gejala yang ditimbulkan dan perburukan dari efusi

27

pleura agar prognosis menjadi lebih baik.

28

DAFTAR PUSTAKA
1

Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar


Lampung

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC. 2005

Rai IBN. Efusi Pleura : Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini. Jurnal


Penyakit Dalam. 2009. 10 (3) hal 208-217

Light RW, et al. Pleural Disease.5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura.
Tennessee : Lippincott Williams & Wilkins, 2007

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.


Jakarta : EGC. 2007. hal 598.

Senby, C. Respiratory Medicine. New York: Churchill livingstone. 2008

Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam.


Jilid II,edisi ke-3. Jakarta: Gaya baru.2001. hal 927-38

Hanley, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in


pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies

Sahn SA. Pleural effusions. Semin Respir Crit Care Med. 2001. 22: 607-15.

10 Antony VB, Loddenkeper R, Astoul P, Boutin C, Golsstraw P Hott J, et al.


ERS/ATS statement. Management of pleural effusions. Eur Respir J 2001.
18: 402-19.

29

Anda mungkin juga menyukai